Bab 1-6 (Lengkap)
Bab 1-6 (Lengkap)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.D Dengan Halusinasi Pendengaran Di
Ruang GMO RSJ Provinsi Kalimantan Barat ”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas profesi, yaitu sebagai tugas terstruktur Stase Keperawatan Jiwa
Tahun Akademik 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada:
1. Djoko Priyono, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen Koordinator stase
keperawatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
2. Ns. M. Fadly, S.Kep selaku pembimbing pertama stase keperawatan jiwa di
RSJ Provinsi Kalimantan Barat.
3. Ns. Try Mulyati, S.Kep selaku pembimbing kedua stase keperawatan jiwa
di RSJ Provinsi Kalimantan Barat.
4. Teman-teman Mahasiswa Program Profesi Ners, Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura 2019.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak permasalahan sosial
yang muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik,
sosial budaya serta krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Hal ini akan
semakin memicu atau meningkatkan berbagai gangguan kejiwaan di
masyarakat, dari gangguan jiwa yang ringan hingga gangguan jiwa yang
tergolong berat (Puslitbang Depkes, 2007).Seseorang dapat dikatakan sehat
jiwa yaitu kondisi mental sejahtera dengan kualitas hidup seseorang yang
harmonis dan produktif dari semua segi kehidupan manusia (Afnuhazi,
2015).
Pasien gangguan jiwa memiliki hubungan yang tidak harmonis
dengan orang lain seperti bermusuhan, mengancam (aggression) atau curiga
yang berlebihan (paranoid). Pasien juga tidak produktif dimasyarakat dan
cenderung merugikan masyarakat misalnya mencuri (cleptomany), malas
(abulia), atau perilaku deviasi sosial lain seperti pemakaian zat adiktif
(Yosep, 2007).Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang
bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien dalam
menjalankan peran dan fungsi yang terintegrasi (Stuart , Keliat, & Pasaribu,
2016).
Seseorang dengan gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan bio -
psiko - sosial. Sekitar 450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan
mental dan 25% dari jumlah penduduk di dunia diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu. Prevalensi dari gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan pada
tahun 2030 akan mencapai lebih dari 25%. Gangguan jiwa dapat terjadi di
semua negara yang tidak memandang jenis kelamin, materi, usia maupun
tempat tinggal (WHO, 2009).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa
adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras
dengan dengan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses
Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus
dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia
sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya
untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa. Di
Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi (Rahmawati, 2014).
Gangguan jiwa berat dikenal dengan istilah psikosis, salah satu
contoh dari psikosis adalah skizofrenia. Di Indonsesia gangguan jiwa berat
memiliki gejala antara lain halusinasi, waham, gangguan proses pikir, ilusi,
kemampuan berpikir, dan tingkah laku aneh seperti agrevisitas atau katonik.
Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 permil.
Prevalensi skizofrenia tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh
yang masing - masing 2,7 permil, sedangkan yang terendah di Kalimantan
Barat 0,7 permil (Kemenkes, 2013).
Penduduk yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia mulai muncul
pada usia sekitar 15 - 35 tahun. Penderita skizofrenia dengan gejala - gejala
yang serius dan pola perjalanan penyakit yang kronis dapat berakibat
disabilitas. Gejala skizofrenia meliputi gejala negatif dan gejala positif.
Gejala negatif yaitu tidak ada atau kehilangan dorongan atau kehendak serta
menarik diri. Sedangkan gejala positif yaitu halusinasi, waham, perilaku
yang aneh dan pikiran yang tidak terorganisir (Videbeck, 2009). Dilihat dari
gejala tersebut, halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan.
Pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi yaitu lebih dari 90% (Stuart
, Keliat, & Pasaribu, 2016).
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera
yang tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Halusinasi harus
menjadi fokus perhatian oleh tim kesehatan karena apabila halusinasi tidak
ditangani secara baik, maka dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan
diri klien sendri, orang lain, dan juga lingkungan sekitar (Wahyuni, Keliat,
Yusron, & Susanti, 2011). Klasifikasi halusinasi menurut Dermawan dan
Rusdi (2013) terdiri dari halusinasi non patologis dan halusinasi patologis.
Halusinasi non patologis meliputi halusinasi hipnogonik dan halusinasi
hipnopomik Sedangkan halusinasi patologis meliputi halusinasi
pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi
penciuman (olfactory), halusinasi pengecapan (gusfactory), halusinasi
perabaan (taktil).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Turkington, (2016)
menjelaskan halusinasi pendengaran (suara) adalah gejala yang paling
umum pada penderita skizofrenia, dan 70% mereka terdiagnosis penyakit
ini. Penelitian ini menjelaskan mengenai bagaimana strategi mengenali
penanggulangan pendengaran yang tidak efektif dan bagaimana caranya
untuk megajarkkan pendekatan yang efektif dalam proses pemulihan. Untuk
pemulihan dapat ditingkatkan terlebih dahulu dengan cara mengidentifikasi
stretegi koping yang tidak efektif, kemudian mengajarkan teknik
pendekatan efektif, sehingga teknik fokus tersebut akan mengurangi
pengalaman mendengar suara-suara dan ditandai pengurangan tekanan pada
pasien.
Halusinasi terbagi dalam 5 jenis, yaitu halusinasi penglihatan,
halusinasi penghidu, halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan, dan
halusinasi pendengaran (Keliat, Akemat, & Nurhaeni, 2012). Halusinasi
pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak berhubungan
dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya (Damayanti,
Jumaini, & Utami, 2014). Penderita halusinasi harus ditangani dengan tepat
untuk mengatasi dampak dari halusinasi dengan melakukan tindakan asuhan
keperawatan (Stuart , Keliat, & Pasaribu, 2016).
Asuhan Keperawatan diberikan pada penderita halusinasi bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran pasien antara stimulasi persepsi yang
dialami pasien dan kehidupan nyata (Aldam & Wardani, 2019). Tujuan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi yaitu pasien mampu mengontrol
halusinasi. Berdasarkan pengamatan penulis, terjadi perubahan perilaku
yang semula halusinasi sering muncul pada pasien halusinasi saat diberikan
terapi individu seperti tertawa atau tersenyum sendiri secara tiba-tiba tanpa
stimulus yang jelas yang ditunjang dengan ada atau tidak adanya pengakuan
pasien tentang munculnya halusinasi, memandang ke satu tempat dalam
waktu lama disertai bicara, menjadi lebih banyak melakukan kegiatan atau
berbicara dengan orang lain. Sehingga terjadi penurunan frekuensi
halusinasi (melamun, bicara, tertawa atau tersenyum sendiri) bahkan tanda
halusinasi dapat hilang sama sekali. Namun tidak semua pasien halusinasi
menunjukkan adanya perubahan frekuensi seperti disebutkan di atas.
Berdasarkan rekam Medis pada Tn.D didapat bahwa klien datang ke
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat dibawa oleh keluarganya
dengan alasan karena sering berbicara sendiri, tertawa sendiri dan suka
membuat gaduh gelisah. Hasil wawancara yang dilakukan perawat yaitu
kondisi klien kooperatif saat melakukan perbincangan dengan perawat,
kontak mata (+), klien tampak bersemangat dan jelas ketika berbicara
dengan perawat. Klien mengatakan masih mendengar bisikan halusinasi
tersebut yaitu menyuruhnya untuk bekerja dan mendekati perempuan,
bisikan tersebut muncul ketika malam hari pukul 24.00 WIB dengan durasi
yang cukup lama, bisikan tersebut terjadi sekitar dua sampai tiga kali dalam
sehari dan biasanya suka klien suka tertawa sendiri. Berdasarkan uraian di
atas penulis tertarik untuk melakukan tindakan keperawatan pada Tn.D
yang mengalami Perubahan Persepsi sensori: halusinasi.
1) Faktor Genetik
Sebagai besar penelitian mengindikasikan hubungan genetik dan
pola familial. Semakin dekat hubungan darah dengan individu
yang menderita skizofrenia, semakin tinggi risiko genetik
terhadap skizofrenia. Penelitian yang paling penting memusatkan
pada penelitian anak kembar yang menunjukkan bahwa kembar
identik (kembar monozigot) berisiko mengalami gangguan
skizofrenia sebesar 50%, sedangkan kembar fraternal (kembar
dizigot) berisiko hanya 15%. Hal ini mengindikasikan bahwa
skizofrenia sedikit diturunkan. Penelitian penting lain
menunjukan bahwa anak-anak yang memiliki satu orang tua
biologis penderita skizofrenia memiliki resiko 15%, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita
skizofrenia (Videbeck, 2010).
4) Faktor Psikososial
Menurut teori psikoanalisis, kerusakan yang menentukan
penyakit mental adalah gangguan dalam organisasi ‘ego’.
Gangguan ini terjadi sebagai akibat distorsi dalam hubungan
timbal balik antara bayi dan ibunya, dimana si anak tidak dapat
berkembang melampui fase oral dari perkembangan jiwanya.
Didapati juga bahwa penderita skizofrenia tidak pernah dapat
mencapai hubungan yang erat dengan ibunya pada masa bayinya.
Beberapa psikoanalisis beranggapan bahwa gangguan pada
fungsi ego seseorang dapat menyebabkan perasaan bermusuhan.
Distorsi hubungan ibu-bayi ini kemudian mengakibatkan
terbentuknya suatu kepribadian yang peka terhadap stress. Teori
psikoanalis beranggapan bahwa berbagai gejala skizofrenia
mempunyai arti simbolik untuk si penderita secara individu
(Simanjuntak, 2008).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi disebut juga faktor pencetus respon
neurobiologis meliputi:
1) Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadikan pencetus terjadinya
skizofrenia lingkungan yang mempengaruhi atau menimbulkan
penyakit di antara lain: ekonomi, pendidikan, masalah rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
stigmasiasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan (Simanjuntak, 2008).
1) Biologis
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal berhubungan dengan perilaku
psikotik (Stuart, 2007).
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebih dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia (Stuart,
2007).
c) Pembesaraan ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukan terjadi atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (Post-Mortem)
(Stuart, 2007).
2) Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien misalnya anak diperlakukan oleh ibu
yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak
berperasaan.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress sehingga tidak menutup kemungkinan budaya ataupun
adat yang dianggap terlalu berat bagi seseorang dapat
menyebabkan seseorang menjadi gangguan jiwa.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat & Akemat,
2009). Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk yang ada di dalam otak.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara
biologis beinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku (Stuart, Keliat, &
Pasaribu, 2016).
3) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik
yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan,
sikap dan perilaku individu (Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2016).
2.2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Stuart, Keliat, & Pasaribu (2016), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
khas yaitu:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
d. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
e. Perilaku menyerang teror seperti panik.
f. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
g. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
2.2.4 Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Fitria (2014), halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Pendengaran Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
(klien mendengar suara atau Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
bunyi yang tidak ada Mendekatkan telinga ke Mendengar suara yang
hubungannya dengan stimulus arah tertentu ngajak bercakap-cakap
yang nyata atau lingkungan). Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk
(klien melihat gambaran yang tertentu geometris, kartun, melihat hantu
jelas atau samar terhadap adanya Ketakutan pada sesuatu atau monster.
stimulus yang nyata dari yang tidak jelas
lingkungan dan orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi Penciuman Mengendus-endus seperti Membaui bau-bauan seperti bau
(klien mencium suatu bau yang sedang membaui bau-bauan darah, urin, feses, dan terkadang
muncul dari sumber tertentu tertentu. bau-bau tersebut menyenangkan
tanpa stimulus yang nyata). Menutup hidung bagi klien.
Halusinasi Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
(klien merasakan sesuatu yang Muntah urine, atau feses.
tidak nyata, sering meludah
biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak).
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di
permukaan kulit permukaan kulit
(klien merasakan sesuatu pada Merasakan seperti tersengat
kulitnya tanpa ada stimulus yang listrik.
nyata).
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan badannya melayang
(klien merasa badannya bergerak dianggapnya bergerak di udara
dalam suatu ruangan atau sendiri.
anggota badannya bergerak)
Halusinasi Fiseral Memegang badannya yang Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul dalam dianggap berubah bentuk menjadi mengecil setelah
tubuhnya) dan tidak normal seperti minum soft drink.
biasanya.
3.4 FISIK
3.4.1 Tanda vital : TD : 100/60 mmHg N : 60 x/menit S : 36,0 P : 16
x/menit
3.4.2 Ukur : TB : 169,5 cm BB : 55 kg
3.4.3 Klien : Klien mempunyai riwayat penyakit hepatitis dibuktikan
dengan nilai HbSAg positif
Masalah keperawatan : Hepatitis
3.5 PSIKOSOSIAL
3.5.1 Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Klien
X : Meninggal
: Tinggal Serumah
Keterangan : klien adalah anak ke 2 dan tinggal bersama dengan kedua
orang tuanya. Klien memiliki 1 orang abang laki-laki tiri dan 1 orang
adik perempuan, jika ada anggota keluarga yang sakit pengambilan
keputusan terhadap anggota keluarga yang sakit biasa diambil oleh
ayahnya. Pola komunikasi dan pola asuh yang terjalin sesama anggota
keluarga baik.
3.5.2 Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya. Tidak ada
bagian tubuh yang tidak klien sukai
b. Identitas
Klien adalah seorang anak dari kedua orang tuanya, klien juga
merasa senang karena terlahir sebagai laki-laki, dan klien sekolah
hingga SMA.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa ia adalah seorang anak ke dua yang belum
menikah, dan setiap hari kegiatan klien adalah menoreh dan
mengamen. Saat sakit klien berperan sebagai pasien di rumah sakit.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin dirinya cepat sembuh dan ingin cepat pulang
kerumah untuk bertemu dengan keluarganya.
e. Harga diri
Klien mengatakan ia memiliki teman dekat di dalam ruangan
yang bisa diajak berbicara dan ia senang bisa mempunyai teman dekat.
Klien mengatakan tidak malu dengan keadaan dirinya sekarang. Klien
sering di sebut oleh temannya pandai berjoget karena kegemaran klien
sendiri adalah berjoget.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.5.3 Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Klien mengatakan orang yang sangat berarti adalah kedua
orang tuanya, karena kedua orangtuanya yang suka memenuhi
kebutuhan klien. Kedua orang tua klien adalah tempat klien
berkeluh kesah, bercerita dan kedua orang tua klien adalah orang
yang selalu mendukung klien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Klien mengatakan bahwa sesekali mengikuti kegiatan kelompok
dalam masyarakat. Klien kurang suka bergaul dengan orang banyak
saat berada di lingkungan tempat tinggal klien.
Masalah keperawatan : isolasi sosial
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang Lain
Klien mengatakan mau bergaul dengan orang lain.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3.5.4 Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien beragama katholik, dan klien meyakini bahwa sakit yang
dideritanya adalah cobaan. Masyarakat sekitar tempat tinggal klien
menganggap penyakit gangguan jiwa adalah sebuah aib.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sebelum sakit dan sesudah sakit jarang
melakukan ibadah, namun klien hapal dengan bacaan doa makan.
3.6 STATUS MENTAL
3.6.1 Penampilan
Saat dikaji baju klien tampak bersih, klien nampak rapi dan selalu
memakai sendal ketika keluar ruangan, tetapi terdapat karang pada gigi
klien.
3.6.2 Pembicaraan
Pembicaraan klien tampak lambat ketika diajak berbicara tetapi antara
satu kata dengan kata yang lain masih berhubungan, akan tetapi
jawaban klien suka berbeda ketika ditanya jawaban yang sama.
3.6.3 Aktivitas Motorik
Klien tampak tenang ketika diajak berbicara dan sesekali klien terlihat
tertawa ketika diajak berinteraksi, namun klien terlihat sesekali
menunduk ke bawah saat di wawancara.
3.6.4 Afek dan emosi
Afek : Klien tidak memiliki gangguan afek, afek klien sesuai ketika
membicarakan kedua orang tua nya klien merasa sedih dan menangis.
Alam perasaan : klien tampak senang saat di ruangan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.6.5 Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat diwawancarai dan tidak mudah tersinggung dengan
orang lain. Kontak mata positif dan klien dapat menjawab semua
pertanyaan dari perawat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.6.6 Persepsi dan sensori
Ada perubahan persepsi sensori karena ada bisikan suara laki-laki yang
klien dengar pada malam hari yang hilang timbul, dan saat datang
bisikan, frekuensi nya kira kira 1 kali sehari pada jam 00.00 WIB dengan
durasi datangnya suara selama 5 menit. Klien mengatakan mendengar
suara untuk mendekati perempuan namun tidak ada wujudnya. Klien
mengatakan ketika mendengar suara bisikan klien merasa suara tersebut
menyenangkan.
Masalah Keperawatan : Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi :
Pendengaran.
3.6.7 Proses Pikir
Selama dilakukan wawancara pembicaraan klien tampak berbelit-
belit tetapi sampai pada tujuan. Klien tampak senang ketika
diwawancara, klien terkadang sering tertawa sendiri, klien juga senang
berkomunikasi dengan teman akrab di bangsalnya. Tetapi jika diajak
berkomunikasi klien kooperatif.
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir : Sirkumtansial.
3.6.8 Isi Pikir
Klien mengatakan tidak ingin mendekati perempuan didekatnya,
namun saat suara itu datang klien menyuruhnya untuk mendekati
perempuan dan klien mengatakan tidak ingin disuruh suruh melakukan
hal yang disuruh bisikan suara yang muncul.
Masalah Keperawatan : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi.
3.6.9 Tingkat kesadaran
Orientasi klien baik, saat ditanya klien dapat menyebutkan orang
tempat dan waktu
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.6.10 Memori
Klien mampu mengingat dengan jelas kejadian yang baru saja terjadi
seperti kegiatan yang telah dilakukan setelah bangun tidur. Klien
mampu mengingat beberapa kejadian dibeberapa hari yang lalu.klien
juga mampu mengingat kejadian di masa lalu seperti kejadian yang
terjadi pada abang tirinya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3.6.11 Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien baik, dibuktikan dengan klien
dapat menyebutkan hasil dari beberapa penjumlahan dan pengurangan
angka.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.6.12 kemampuan penilaian
Klien mampu menentukan mandi dulu atau makan dulu, kliem memilih
mandi dulu karena supaya bersih
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3.6.13 Daya tilik diri
Klien menngatakan bahwa dirinya sedang sakit dan butuh pengobatan,
klien tahu kalau klien mengalami gangguan jiwa
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
Data Obyektif:
- Klien tampak kadang melamun
- Klien tampak kadang gelisah
P:
Rencana Pasien
lakukan cara menghardik sebanyak 2 kali
sehari yaitu pada pukul 09.00 dan pada pukul
14.00 WIB
Lakukan cara mengendalikan halusinasi
selanjutnya yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain atau teman di ruangan
Rencana Perawat
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Evaluasi cara klien menghardik halusinasi
Latih klien mengendalikan halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain
Masukkan cara menghardik halusinasi dan
bercakap-cakap dengan orang lain ke dalam
jadwal kegiatan harian klien
16 1 SP 2: S: Kelompok 4
September Membina hubungan saling Klien senang bertemu dengan perawat
2019 percaya Klien mengatakan telah melakukan latihan
Mengevaluasi jadwal kegiatan cara menghardik halusinasi sesuai dengan
08.45 harian klien jadwal yang telah dibuat
Melatih klien mengendalikan Klien mengatakan dapat mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap- halusinasinya dengan cara menghardik
cakap dengan orang lain walaupun suara tersebut tidak sepenuhnya
Memasukkan cara bercakap- hilang
cakap dengan orang lain ke dalam Klien mengatakan mengerti cara bercakap-
jadwal kegiatan harian klien cakap dengan orang lain atau teman
sekamarnya untuk mengendalikan halusinasi
Klien mampu menyimpulkan manfaat dan
tujuan bercakap-cakap dengan baik
O:
Ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa senang
Ada kontak mata
Mau berjabat tangan
Mau menjawab salam
Mau duduk berdampingan dengan perawat
Bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi
Klien kooperatif selama berbincang-bincang
dengan perawat
A:
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
Klien dapat mempraktekkan cara bercakap-
cakap dengan baik
Klien memasukkan cara bercakap-cakap ke
dalam jadwal kegiatan harian pada pukul
10.00 dan pukul 14.00 WIB
P:
Rencana pasien
Lakukan cara bercakap-cakap dengan orang
lain ke dalam jadwal harian pada pukul 10.00
dan pukul 14.00 WIB
Lakukan cara mengendalikan halusinasi
selanjutnya yaitu melakukan aktivitas harian
yang biasa dilakukan di rumah sakit jiwa
Rencana perawat
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Evaluasi cara klien menghardik halusinasi
dan bercakap-cakap dengan orang lain
Latih klien mengendalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
klien di rumah sakit jiwa
Masukkan cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain atau
teman di ruangan dan melakukan aktivitas
harian yang biasa dilakukan di rumah sakit ke
dalam jadwal kegiatan harian klien
17 1 SP 3: S: Kelompok 4
September Membina hubungan saling Klien senang bertemu dengan perawat
2019 percaya Klien mengatakan telah melakukan latihan
Mengevaluasi jadwal kegiatan cara menghardik halusinasi dan bercakap-
09.00 harian klien cakap dengan orang lain sesuai dengan
Melatih klien mengendalikan jadwal yang telah dibuat
halusinasi dengan cara melakukan Klien mengatakan dapat mengendalikan
aktivitas harian yang biasa halusinasinya dengan cara menghardik dan
dilakukan bercakap-cakap dengan orang lain meskipun
Memasukkan cara melakukan suara tersebut masih sesekali terdengar
aktivitas harian yang biasa Klien mengatakan mengerti cara melakukan
dilakukan dalam jadwal kegiatan aktivitas harian yang biasa dilakukan untuk
harian klien mengendalikan halusinasi
Klien mampu menyimpulkan manfaat dan
tujuan malakukan aktivitas sehari-hari
dengan baik
O:
Ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa senang
Ada kontak mata
Mau berjabat tangan
Mau menjawab salam
Mau duduk berdampingan dengan perawat
Bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi
Klien kooperatif selama berbincang-bincang
dengan perawat
A:
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
Klien dapat mempraktekkan melakukan
aktivitas yang biasa dilakukan di ruangan
dengan baik seperti membersihkan diri,
membersihkan tempat tidur, menyapu
mengepel ruangan menyiram tanaman,
mendengarkan music dan berjoget.
Klien memasukkan melakukan aktivitas
yang biasa dilakukan di ruangan ke dalam
jadwal kegiatan harian pada pukul pada
pukul 08.00- 10.00 WIB
P:
Rencana pasien
Lakukan aktivitas yang biasa dilakukan di
ruangan seperti membersihkan diri,
membersihkan tempat tidur, menyapu ,
mengepel ruangan, menyiram tanaman,
mendengarkan music dan berjoget kedalam
jadwal harian pada pukul 08.00-10.00 WIB
Lakukan cara mengendalikan halusinasi
selanjutnya yaitu minum obat secara rutin
Rencana perawat
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Evaluasi cara klien menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain dan
melakukan aktivitas harian yang biasa
dilakukan.
Latih klien mengendalikan halusinasi dengan
minum obat secara teratur.
Masukkan cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain atau
teman di ruangan melakukan aktivitas harian
yang biasa dilakukan dan minum obat secara
teratur ke dalam jadwal kegiatan harian klien
18 SP 4: S: Kelompok 4
September Membina hubungan saling Klien senang bertemu dengan perawat
2019 percaya Klien mengatakan telah melakukan latihan
Mengevaluasi jadwal kegiatan cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap
10.00 harian klien dengan orang lain dan melakukan aktivitas
Melatih klien mengendalikan harian yang biasa dilakukan sesuai dengan
halusinasi dengan cara minum jadwal yang telah dibuat
obat secara teratur Klien mengatakan dapat mengendalikan
Memasukkan cara minum obat halusinasinya dengan cara menghardik
secara teratur dalam jadwal bercakap-cakap dengan orang lain dan
kegiatan harian klien melakukan aktivitas harian meskipun suara
tersebut masih sesekali terdengar
Klien mengatakan mengerti cara minum obat
secara teratur untuk mengendalikan
halusinasi
Klien mampu menyimpulkan manfaat dan
tujuan minum obat secara teratur dengan baik
O:
Ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa senang
Ada kontak mata
Mau berjabat tangan
Mau menjawab salam
Mau duduk berdampingan dengan perawat
Bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi
Klien kooperatif selama berbincang-bincang
dengan perawat
A:
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
Klien dapat menyebutkan manfaat dari
minum obat secara teratur
Klien dapat menyebutkan berapa jumlah obat
yang biasa ia konsumsi
Klien dapat menyebutkan warna-warna obat
yang ia konsumsi
Klien dapat menyebutkan waktu
mengkonsumsi obat dalam satu hari
Klien memasukkan cara minum obat secara
teratur ke dalam jadwal kegiatan harian pada
pukul pada pukul 06.00- 18.00 WIB
P:
Rencana pasien
Lakukan minum obat secara teratur kedalam
jadwal harian pada pukul 06.00-18.00 WIB
Lakukan cara mengendalikan halusinasi
yaitu dengan menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas harian yang biasa
dilakukan dan minum obat secara teratur
Rencana perawat
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Evaluasi cara klien menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas harian yang biasa
dilakukan dan minum obat secara teratur.
Latih klien mengendalikan halusinasi dengan
minum obat secara teratur.
Masukkan cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain atau
teman di ruangan melakukan aktivitas harian
yang biasa dilakukan di rumah sakit dan
minum obat secara teratur ke dalam jadwal
kegiatan harian klien
BAB V
PEMBAHASAN KASUS
Bab ini akan membahas kesesuaian antara teori dengan pelaksanaan asuhan
keperawatan, berikut pelaksanaannya sesuai tahap-tahap proses keperawatan yang
meliputi : pengkajian, diagnosa, rencana, implementasi dan evaluasi
5.1 Pengkajian
Menurut Maramis & Maramis (2009) skizofrenia merupakan penyakit
yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,
emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini dapat
timbul karena faktor predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi terdiri
dari faktor genetik faktor struktur dan fungsi otak faktor neurotransmiter faktor
psikososial. Fakto presipitasi terdiri dari lingkungan dan sikap/perilaku.
Berdasarkan hasil pengkajian klien memiliki ayah yang pernah gagal berumah
tangga dan memiliki satu orang anak yang kemudian menikah dengan ibu klien
dan mendapat dua anak yaitu klien dan adiknya. Klien tinggal bersama kedua
orang tua, abang tiri dan adik kandungnya. Saat ditanya mengenai pengalaman
tidak menyenangkan Klien mengatakan saudara tirinya memukul dirinya dan
menuduh dirinya telah berzina. Klien marah dengan abang tirinya dan
melampiaskan kemarahannya dengan memukul tv lemari dan kaca dengan
menggunakan kayu. Sehigga faktor presipitasi yang menjadi penyebab besar
penyakit yang dialami klien adalah faktor lingkungan (masalah di dalam
rumah). Faktor predisposisi klien tidak dapat diketahui secara pasti.
Menurut Bleuler dalam Maramis (2008) gejala-gejala skizofrenia dapat
dibagi menjadi 2 kelompok gejala positif dan gejala negatif. Hasil pengkajian
klien mengatakan mendengar bisikan. Klien mengatakan tidak ingin mendekati
perempuan didekatnya, namun saat suara itu dating menyuruhnya untuk
mendekati perempuan dan klien mengatakan tidak ingin disuruh suruh suruh
oleh suara bisikan yang muncul. Berdasarkan pengkajian tersebut klien
mengalami gejala positif yang ditandai dengan adanya halusinasi.
Halusinasi adalah distorsi palsu yang terjadi pada respons neurobiologis
maldaptif. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensorik sebagai hal yang
nyata dan meresponsnya. Pada halusinasi, tidak ada stimulus eksternal atau
internal yang diidentifikasi (Stuart,Keliat, & Pasaribu, 2016). Perubahan
persepsi sensori: halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
ditandai dengan perubahan persepsi sensori: merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2009). Menurut Fitria
(2014) halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana klien mendengar suara
atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata atau
lingkungan. Berdasarkan pengkajian klien mengalami halusinasi pendengaran.
Tanda dan gejala yang didapat dari pengajian sesuai dengan tanda dan gejala
berdasarkan teori yaitu klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
untuk mendekati perempuan , namu tidak ada wujudnya, klien mengatakan
mendengar suara yang menyuruhnya melakukan suatu hal, klien mengatakan
itu suara laki laki dan datang saat malam hari dengan durasi kurang lebih 5
menit, klien tampak tertawa sendiri.