Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian Bullying
Istilah bullying sendiri menurut American Psychology Association pada tahun 2013 adalah
“a form of aggressive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another
person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or more subtle
actions.” yang berarti bullying merupakan bentuk perilaku yang agresif atau termasuk perilaku
agresi karena dilakukan secara berulang kali sehingga membuat orang lain merasakan
ketidaknyamanan. Bentuk bullying termasuk kontak fisik, kata-kata atau tindakan yang lebih
halus.
Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks
psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya tahan
atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin, 2012). Bullying
erat dikaitkan dengan perilaku agresi. Perilaku agresi sendiri menurut (Baron & Byrne,1994;
Brehm & Kassin,1993; Bringham,1991 dalam Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian,
2012) adalah perilaku yang dengan sengaja dimasudkan untuk menyakiti orang lain, baik secara
fisik maupun psikisnya.

B. Jenis – jenis Perbuatan Bullying


Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang
beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying elektronik.
Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai fisik orang lain,
bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti
atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau
mengintimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang
menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Salah satu contohnya adalah seperti yang kita ketahui, beberapa tahun terakhir sering
terjadi bullying pada saat penerimaan siswa baru (MOS) dimana kakak tingkat sebagai panitia
melakukan kekerasan kepada para siswa baru. Awalnya, para kakak tingkat memberikan tugas-
tugas yang harus diselesaikan oleh para siswa baru sebagai “prasyarat” agar dapat diterima sebagai
warga sekolah tersebut. Tapi sering kali pemberian tugas tersebut diiringi oleh bullying baik secara
verbal maupun non verbal, seperti ejekan dan makian. Bahkan sering kali bullying tersebut
akhirnya berujung pada kematian.
Termasuk dalam kasus tersebut, pelaku bullying menyiksa korban untuk mendapatkan
status yang lebih tinggi di kelompok dan pelaku memerlukan orang lain untuk menyaksikan
kekuasaanya. Dalam salah satu penelitian, pelaku bullying hanya ditolak oleh kawan sebaya
dimana mereka menjadi ancaman (Veenstra dkk, 2010 dalam Santrock, 2012). Dan dalam
penelitian lain, pelaku bullying sering berafiliasi atau dalam beberapa kasus mempertahankan
posisi mereka dalam kelompok yang populer (Wivliet dkk, 2010 dalam Santrock, 2012).
Data-data yang dijelaskan sebelumnya memberi identifikasi bahwa ada kondisi yang tidak
normal dalam tahap perkembangan anak. Namun, persoalan bullying ini seringkali terjadi pada
anak-anak terlebih pada remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa peralihan atau masa
transisi dimana pada tahap perkembangan ini remaja dihadapkan dengan persoalan identitas dan
keraguan akan peran setiap individu (Margaretha & Nindya, 2012). Dan hal ini sejalan dengan
salah satu teori dalam psikologi perkembangan yaitu teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik
Erikson.

C. Faktor Penyebab Perilaku Bullying Sekaligus Dampak Yang Ditimbulkan


Pada tahap perkembangan individu dalam teori psikososial Erikson terdapat delapan tahap
dimana masing-masing tahapan memiliki permasalahan sendiri. Tahap yang sangat berkaitan
dengan konteks permasalahan yang marak saat ini ialah masa remaja sekitar periode pubertas
sampai 20 lebih. Dalam tahap ini individu mulai dihadapkan dengan krisis mengenai identitas diri.
Peran orang tua dalam tahapan ini sangat penting karena melalui orang tua seharusnya individu
belajar berbagai peran dalam hidupnya. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka individu dapat
mengalami kebingungan identitas. (Santrock, 2007)
Salah satu contoh kasus pada remaja di era ini adalah cyberbullying, perilaku bullying yang
dilakukan melalui media sosial dengan perantara internet. Salah satunya adalah kasus yang dialami
oleh Amanda Tood, seorang gadis remaja asal Kanada berumur 15 tahun yang bunuh diri akibat
cyberbullying. Kasus ini berawal dari perkenalan Amanda dengan seorang pria, melalui videocam
pria tersebut membujuk amanda agar mau memperlihatkan tubuhnya tanpa sehelai pakaian.
Setahun setelahnya video topless Amanda tersebut beredar di media sosial. Hal tersebut semakin
membuat banyak orang mem-bully Amanda karena tindakannya tersebut, sekaligus membuat
Amanda dicemooh baik di sekolah maupun lingkungannya. Kejadian ini membuat Amanda tak
tahan hingga kemudian melakukan usaha bunuh diri (Putra, 2014).
Kasus tersebut berhubungan dengan tahap perkembangan remaja dimana remaja yang
berhasil untuk mengatasi krisisnya maka akan dapat membentuk dirinya dan diterima oleh
masyarakat. Namun apabila individu tidak dapat mengatasi konflik dan krisis identitas maka akan
terjatuh dalam kondisi kebingungan peran atau identitas yang disebut role confusion. Kasus yang
terjadi pada Amanda berujung pada hasil dari role confusion. Individu tidak dapat mengatasi
konfliknya sehingga bila individu tersebut adalah korban bullying, terdapat kemungkinan bahwa
individu akan mengisolasi dirinya dari lingkungan. Sedangkan untuk pelaku bullying, individu
melakukan kejahatan melalui media internet besar kemungkinan karena pengaruh dari teman
sebaya sehingga kehilangan identias dalam kerumunan orang-orang tersebut.
Banyaknya perilaku agresi seperti bullying dalam media elektronik baik televisi maupun
internet yang diperlihatkan terang-terangan secara tidak langsung akan mempengaruhi cara
berpikir seorang remaja bahwa itu adalah hal yang wajar sehingga mereka dapat secara bebas
meniru perilaku tersebut. Adanya efek yang menyenangkan dan pencapaian yang dihasilkan dari
perilaku yang dilakukan akan menjadi penguat bagi pelaku bullying untuk mengulangi perilaku
tersebut. Menurut Saripah (2006) survey yang dilakukan oleh Kompas menyatakan bahwa 56,9%
anak-anak yang menonton adegan film akan meniru adegan yang ditontonnya tersebut dimana
sebanyak 64% mereka meniru gerakan dan 45% mereka meniru kata-katanya (Budiarti, 2013).
Selain media, seorang remaja juga dapat terpengaruh oleh paparan agresi secara langsung seperti
adanya budaya bullying di lingkungan sekitar mereka baik di rumah, sekolah atau teman sebaya
mereka. Semakin besar perilaku bullying terjadi di sekita mereka maka akan semakin
memungkinkan bagi mereka untuk turut serta dalam perilaku tersebut sebagai salah satu bentuk
imitasi. Selain itu salah satu penanggung jawab dari perilaku bullying adalah kepribadian dari
remaja itu sendiri. Berdasarkan teori psikoanalisa Sigmund Freud, dimana manusia memiliki dua
insting dalam dirinya yaitu insting hidup (eros) dan insting mati (tanatos). Perilaku agresi yang
dilakukan kepada orang lain dianggap sebagai salah satu bentuk kemenangan dari usaha untuk
mempertahankan naluri kehidupannya. Perilaku agresi yang ditujukan bagi orang lain juga
merupakan bentuk peralihan dari insting mati yang dimiliki yang pada awalnya bertujuan untuk
menghancurkan diri sendiri berkembang menjadi dilampiaskan kepada orang lain (Suryanto,
Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian, 2012).
Namun ada kasus dari beberapa anak yang menjadi korban bullying karena mempunyai
penampilan, kemampuan dan bakat istimewa, misalnya kasus Jade Stringer. Gadis berusia 14
tahun tersebut bunuh diri dengan cara gantung diri di kamarnya karena banyak yang cemburu atas
kecantikan dan kepopulerannya di sekolah. Teman-temannya mengatakan jika Jade yang berwajah
cantik dan menarik mendapatkan tekanan dan bully di sekolah karena wajahnya yang cantik selama
beberapa bulan terakhir. Hal tersebut dikuatkan dengan post yang ditulis Jade di media sosialnya.
Jade meninggal setelah enam hari ditemukan tak sadarkan diri oleh ayahnya (Blake & Narain,
2012).

D. Upaya Pencegahan Bullying


Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun pencegahan
agar anak tidak menjadi pelaku bullying seperti yang dikatakan oleh Clara dalam Ehan (2007)
adalah dengan menghimbau para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan
kecerdasaan emosional anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa empati, menghargai
orang lain dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk sosial
yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya. Menurut Ratna dalam Ehan (2007) dengan
mengajak pemerintah untuk mengatasi bullying berupa program yang tegas, jelas dan terarah, bila
masyarakat kita diam saja dengan bullying sama dengan melegalkan tradisi dendam di sekolah
tersebut. Lebih serius lagi, bullying akan menjadi bahaya laten yang akan kerap menghantui para
siswa, baik dalam generasi ini maupun generasi mendatang. Dalam mengatasi dan mencegah
bullying diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang mengikat antara guru dan muridnya,
dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat
atau pihak yang berwenang seperti polisi, apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk
mengatasi persoalan bullying di sekolah.
Kemudian, salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah melalui program anti
bullying di sekolah. Menurut Huneck dalam Ehan (2007) seorang ahli intervensi bullying yang
bekerja di Jakarta Internatonal School, bullying akan tetap terjadi di sekolah-sekolah bila orang
dewasa tidak mampu membina lingkungan saling percaya dengan siswa, tidak menyadari perilaku
yang termasuk bullying, tidak menyadari dampak/luka yang disebabkan oleh bullying dan tidak
ada campur tangan dari sekolah yang secara efektif. Dalam Ehan (2007) bentuk manfaat
penanggulangan dengan program sekolah anti bullying sebagaimana berikut:
1. Memberikan pengertian bahwa rasa aman dan nyaman adalah hak dan milik seluruh orang.
2. Menyadarkan kepada seluruh orang di sekolah bahwa bullying dalam bentuk apapun tidak dapat
ditolelir.
3. Membekali siswa untuk membuat keputusan
4. Membantu siswa dalam membentuk orang yang mereka percayai
Kegiatan yang bisa dilakukan selama program ini yaitu:
1. Brainstorming dan diskusi
2. Kegiatan dengan lembar kerja
3. Membaca buku cerita tentang bullying
4. Membuat gambar/poster tentang pencegahan bullying
5. Bermain drama/peran
6. Berbagi cerita dengan orang tua di rumah
7. Menulis puisi
8. Menyanyikan lagu anti bullying dengan lirik yang dirubah seperti nada lagu popular
9. Bermain teater boneka

E. Asuhan Keperawatan Bullying Pada Remaja


1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004), pengkajian keluarga tediri dari sebagai berikut ini:
a. Data Umum
Data ini mencangkup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan KK,
dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga dibuat pemorgramnya.
Tabel Format Pengumpulan Data Keluarga
Hub. Status Imunisasi
Umur Pen-
No Nama Jenis Kel. Polio DPT Hepatitis Campak Ket
Dg. didikan BCG
KK 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga
b) Tugas perkembangan keluarga yang belum tepenuhi
c) Riwayat kesehatan keluarga inti
d) Riwayat kesehtan keluarga sebelumnya
c. Data Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tertangga dan komunitasnya
c) Mobilitas geografis keluarga
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e) Sistem pendukung keluarga
d. Struktur Keluarga
a) Struktur peran
b) Nilai atau norma keluarga
c) Pola komunikasi keluarga
d) Struktur kekuatan keluarga
e. Fungsi Keluaraga
a) Fungsi ekonomi
b) Fungsi mendapatkan status sosial
c) Fungsi sosialisais
d) Pemenuhan kesehatan
Mengakaji tentang:
1) Kemampuan keluarga untuk menganal masalaha kesehatan
2) Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehtan yang tepat.
3) Kemampuan keluarga merawta anggota keluarga yang sakit.
4) Kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat.
5) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat.
e) Fungsi religius
f) Fungsi rekreasi
g) Fugsi reproduksi
h) Fungsi afektif
f. Stres dan Koping Keluarga
a) Stres jangka pendek
Stressor jangka pendek menjelaskan tentang bagaimana keluarga mempu merespon stressor yang
dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesian kurang dari 6 bulan.
b) Stres jangka panjang
Mengkaji tentang bagaimana keluarage merespon setres yang memerlukan waktu penyelesian
lebih adri 6 bulan.
c) Koping keluarga
Mengkaji tentang strtegi koping terhadap stressor yang ada.
g. Pemerikasaan Fisik
h. Harapan Keluarga
Mengkaji harapan keluarga terhadap perawat dalam menangani masalah kesehtan yang terjadi.
Pengkajian Fokus
Pengkajian data focus keluarga dengan anak usia remaja (Suprajitno, 2004) meliputi:
a. Bagaimana karakteristik teman di sekolah atau di lingkungan rumah
b. Bagaimana kebiasaan anak menggunakan waktu luang.
c. Bagaimana perilaku anak selama di rumah.
d. Bagaimana hubungan antara anak remaja dengan adiknya, dengan teman sekolah atau bemain.
e. Siapa saja yang berada dirumah selama anak remaja di rumah.
f. Bagaimana prestasi anak disekolah dan prestasi apa yang pernah diperoleh anak.
g. Apa kegiatan diluar rumah selain disekolah, berapa kali, berapa lama. Dan dimana.
h. Apa kebiasaan anak di rumah.
i. Apa fasilitas yang digunakan anak secara bersamaan atau sendiri.
j. Berapalama waktu yang disediakan orang tua untuk anak.
k. Siapa yang menjadi figure untuk anak.
l. Seberapa baik peran figure bagi anak.
m. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.
2. Analisis Data dan Penentuan Masalah
1) Analisis Data
Data Etiologi Diagnosa
Data Subjektif Penilaian internal individu maupun Harga diri
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang: penilaian ekstenal yang negative rendah
a. Hal negative dari diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Padangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri Mekanisme koping maladaptive
Data Objektif
a. Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi Harga diri rendah
d. Bicara lambat dengan nada suara lemas

Gangguan persepsi sensori


Data Subjektif Ketidak efektifan koping individu Isolasi sosial
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang
a. Ingin sendiri
b. Menarik diri
c. Adanya permusuhan Gangguan harga diri: harga diri
d. Merasa tidak aman di tempat umum rendah
e. Perasaan berbeda dari orang lain

Data Objektif
a. Riwayat ditolak Isolasi sosial
b. Tidak ada kontak mata
c. Terlihat sedih

Gangguan persepsi sensori

Data Subjektif Ketidak efektifan koping individu Resiko


Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang bunuh diri
a. Isolasi sosial
b. Kesepian
c. Putus asa Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Mengatakan keinginan untuk mati
Data Objektif
a. Tidak ada kontak mata
b. Adanya riwayat di bully Resiko bunuh diri

Kematian

2) Penentuan Masalah
Penjajakan Tahap 1
Menurut Zaidin (2009), penjajakan tahap 1 terdiri dari sebagai berikut.
1. Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan adalah keadaan yang dapat menyebabkan tejadinya penyakit, kecelakaan atau
kegagalan dalam pencapaian potensi kesehatan.
2. Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak sehata dalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan yang meliputi keadaan sakit
apakah telah tediagnosa atau belum dan kegagalan tumbuh-kembang sesuai dengan kecepatan
yang normal.
3. Krisis
Krisis adalah kondisi yang telalu menuntut individu atau keluarga dalam hal penyusuaian dan
sumber daya luar batas kemampuan mereka. Kondisi krisis antara laian pernikahan, kehamilan,
persalinan, masa nifas, masa menjadi orang tua, penambahan anggota baru seperti bayi baru lahir
dan orang kost, abortus, masa anak masuk sekolah, masa remaja, kondisi kehilangan pekerjaan
kematian anggota keluarga, pindah rumah, kelahiran diluar pernikahan.

Penjajakan Tahap 2
Menurut Zaidin (2009) penjajakan tahap 2 berisi tentang pertanyaan tentang
ketidakmampuan keluarga melaksanakan tugas keluarga seperti berikut ini.
1. Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan oleh:
a. Ketidaktahuan tentang fakta
b. Rasa takut tehadap akibat jika masalah diketahui
a) Sosial: dibenci oleh masyarakat, hilangnya penghargaan kawan dan tetangga.
b) Ekonomi yang kurang: dianggap orang miskin.
c) Fisik/Psikologis: kurang dipercaya bila ada kelemahan fisik/psikologis
c. Sikap dan falsafah hidup yang betentangan/tidak sesuai.
2. Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat karena:
a. Tidak mengerti tentang sifat, berat, dan luasnya masalah
b. Masalah tidak begitu menonjol
c. Rasa takut dan menyerahakibat tidak dapat memecahkan masalah sehingga ditangani sedikit demi
sedikit.
d. Kurang pengetahuan mengenai berbagai jalan keluar yang dapat digunakan.
e. Tidak sanggup memilih tindakan di antara beberapa pilihan.
f. Pertentangan pendapat antar anggota keluarga tentang pemilihan, masalah dan tindakan.
g. Tidka tahu tentang fasilitas kesehtan yang tesedia.
h. Rasa takut akibat tindakan yang bekaitan dengan sosial, ekonomi, fisik, dan psikologis.
i. Sikap negative terhadap masalah kesehatan sehingga tidak sanggu menggunakan akal untuk
mengambil keputusan.
j. Fasilitas kesehatan tidak tejangkau dalam hal fisik (lokasi) dan biaya.
k. Kurang kepercayaan/keyakinan tehadap tenaga/institusi kesehatan.
l. Kesalahan persepsi akibat pemberian informasi yang salah.
3. Ketidakmampuan merawat/menolong anggota keluarga karena :
a. Tidak mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan perawatan),
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c. Tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
d. Kurang pengetahuan dan keteampilan dalam melakukan prosedur perawatan/pengobatan.
e. Ketidakseimbangan sumber-sumber yang ada pada keluarga untuk perawatan dalam hal:
a) Anggota keluarga yang bertanggung jawab
b) Sumbe keuangan/finansial
c) Fasilitas fisik (ruang untuk orang sakit)
f. Sikap negatif kepada yanag sakit
g. Adanya konflik individu
h. Sikap/pandangan hidup.
i. Peilaku mementingkan diri sendiri
4. Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah bisa mempengaruhi kesehatan dan
pengembangan pribadi anggota keluarga karena:
a. Sumbe-sumber keluarga tidak seimbang/tidak cukup.
a) Keuangan
b) Tanggungjawab/wewenag anggota keluarga
c) Fisik (isi rumah yang tidak teatur)-sempit
b. Kurang dapat memelihara keuntungan/manfaat memelihara lingkungan di masa yang akan datang.
c. Ketidaktahuan tentang pentingnya higine sanitasi
d. Adanya konflik personal/psikologis
a) Krisis identitas, ketidaktepatan eran
b) Rasa iri
c) Rasa bersalah/tersiksa
e. Ketidak tahuan tentang usaha pengcegahan penyakit
f. Pandangan hidup
g. Ketidak kompakan keluarga
a) Sifat mementingkan diri sendiri
b) Tidak ada kesepakatan
c) Acuh terhadap anggota keluarga yang mengalami krisis
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat untuk memelihara kesehatan, karena:
a. Tidak tahu atau tidak sadar bahwa fasilitas kesehtan tesedia
b. Tidak memahami keuntungan yang dapat dipeoleh dari fasilitas kesehatan
c. Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehtan
d. Pengalaman yang kurang baik tentang petugas kesehatan.
e. Rasa takut tehadap akibat tindakan (tindkan pencegahan, diagnostik, pengobatan, rehabilitasi)
a) Fisik/psikologis
b) Keuangan
c) Sosial, seperti hilangnya penghargaan dari kawan dan orang lain.
f. Fasilitas yang diperlukan tidak tejangkau dalam hal ongkos dan lokasi.
g. Tidak ada fasilitas yang diperlukan
h. Tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga
a) Tenaga seperti penjaga anak
b) Uang untuk ongkos obat
i. Rasa asing atau adanya sokongan dari tipologi masalah keperawatan.
j. Sikap/falsafah hidup.

3) Cara Memprioritaskan Masalah


Menurut Zaidin (2009), perioritas masalah dapat di susun dengan cara menggunakan
kriteria-kriteria penyusunan skala prioritas sebagai berikut.
1. Sifat masalah
Skala yang digunakan adalah ancaman kesehatan, ketidak/kuran sehat, dan krisis yang dapt
diketahui. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor kebudayaan.
2. Kemungkinan masalah tersebut dapat diubah/tidak
Bila masalah ini dapat diatasai dengan sumber daya yang ada (tenaga, dana, dll), masalah akan
berkurang atau mencegah lebih meluas. Skala yang digunakan adalah mudah, hanya sebagian dan
tidak dapat. Dipengaruhi oleh:
a. Pengetahuan yang ada, teknologi, dan tindakan untuk mengatasi masalah.
b. Sumberdaya keluarga dalam hal fisik, keuangan, tenaga dan waktu.
c. Sumber daya perawatan dalam bentuk fasilitas organisasi dalam masyarakat dan dukungan
masyarakat.
3. Potensi masalah untuk dicegah
Sifat dan beratnya masalah akan timbul dapat dikurangi atau dicegah. Skala yang digunakan adalah
tinggi, cukup, dan rendah. Dipengaruhi oleh faktor:
a. Lamanya masalah (semakin lama, masalah semakin kompleks).
b. Kerumitan masalah. Hal ini berhubungan dengan beratnya penyakit atau masalah. Pad umumnya,
semakin berat masalah, semakin sedikit kemungkinan dabat diubah/dicegah.
c. Tidakan yang sedang dijalankan adalh tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah. Tindakan
yang tepat akan meningkatkan kemungkinan untuk mevegah masalah.
d. Adanya kelompok “resiko tinggi” atau kelompok yang sangat peka meningkatkan potensi untuk
mencegah masalah.
4. Menonjolnya masalah
Cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya masalah. Skala
yang digunakan adalah masalah berat harus ditangani, masalah tidak perlu ditangani, masalah tidak
dirasakan.
4) Pengukuran Bobot Masalah
Menurut Zaidin (2009), skoring dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Tabel Skala penyusunan Masalah Kesehatan Keluarga Sesuai Prioritas
Kriteria Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala: Ancaman kesehatan 2
Tidak/kurang sehat 3
Krisis 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah 1
Skala: Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala: Maslah berat harus ditangani 2
Maslah tidak perlu segera ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0

1. Tentuakan skor setiap kriteria


2. Skor dibagi dengan angka tetinggi dan dikalikan bobot
Skor x Bobot
Angka Tetinggi
3. Jumlah skor untuk semua kriteria, dengan skor tetinggi adalah 5, sama dengan seluruh bobot.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
3) Resiko bunuh diri berhubungan dengan kekerasan psikis

4. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Harga diri rendah NOC 1. Self-Esteem Enhancement
berhubungan  Self – Esteem a. Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
dengan riwayat  Self – Esteem: Chronic Low b. Dukung (melakukan) kontak mata saat
penolakan Setelah dilakukan tindakan berkomunikasi dengan orang lain
keperawatan selama ….x24 jam c. Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan
harga diri pasien meningkat, afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri
dengan kriteria hasil: dan secara verbal terhadap diri setiap hari
1. verbalisasi penerimaan diri d. Berikan pengalaman yang akan meningkatkan
otonomi pasien dengan tepat
2. penerimaan keterbatasan diri e. Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien
3. tingkat percaya diri naik dalam mengatasi situasi
f. Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam
rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
g. Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan
pasien dalam mencapai tujuan
h. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan harga diri
i. Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu
dengan tepat

5. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Hari/Tgl Implementasi TTD
1 Harga diri rendah Senin, 6 Nov1. Meningkatan harga diri
2017 pukul
08.00

6. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Harga Diri Rendah S : Klien Mengatakan tidak percaya diri dengan hasil karyanya
O : tidak dapat mau memberikan tauakan hasil karya nya kepada orang
lain (anggota keluarganya)
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks
psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya tahan
atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin, 2012).
Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang
beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying elektronik.
Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai fisik orang lain,
bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti
atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau
mengintimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang
menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Berdasarkan analisis asuhan keperawan dapat didiagnosa beberapa alasan seseorang
terkena bullying antara lain :
1) Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
3) Resiko bunuh diri berhubungan dengan kekerasan psikis
Berdasarkan hal tersebut maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain :
1) Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
2) Dukung (melakukan) kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
3) Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri
sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari
4) Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
5) Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi situasi
6) Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
7) Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan
8) Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
9) Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat
B. Saran
Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun pencegahan
agar anak tidak menjadi pelaku bullying dengan menghimbau para orang tua atau wali dari anak
untuk mengembangkan kecerdasaan emosional anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa
empati, menghargai orang lain dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya
sebagai mahluk sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya.
Dalam mengatasi dan mencegah bullying diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang
mengikat antara guru dan muridnya, dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama
antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak yang berwenang seperti polisi, apparat hukum
dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria M, H, J, C. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.Unitedstated


of America. ELSEVIER
Ehan, D. (2007). Bullying dalam Pendidikan. Bullying dalam Pendidikan, 1-21. Margaretha, & Nindya.
(2012). Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan
Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.
Herman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Ed. 10. Jakarta:
EGC.
Moorheaad S, M, M, E. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. United Stated of
America. ELSEVIER
Murphy, A. G. 2009. Character Education : Dealing with Bullying. New York: Chelsea House Publishers.
Nurhalimah. 2015. Modul Keperawatan Jiwa I: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Jiwa
(Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial). Jakarta: AIPHSS.
Pratama, A. A., Krisnatuti, D., & Hastuti, D. 2014. Gaya Pengasuhan Otoriter dan Perilaku Bullying di
Sekolah Menurunkan Self-Esteem Anak Usia Sekolah. Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Santrock, J. W. 2007. Remaja, Edisi sebelas. Surabaya: Penerbit Erlangga.
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Yusuf, H., & Fahrudin, A. 2012. Perilaku Bullying: Assesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial.
Jurnal Psikologi Undip.
Zaidin, Ali. 2009. Pengantar Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai