Anda di halaman 1dari 24

TUGAS GEOLOGI

MAKALAH TENTANG SUNGAI

NAMA : JETRO NAPITU

NIM : 18310332

TEKNIK SIPIL S1

TAHUN JARAN 2019/2020

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PEKANBARU


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah yang
bersangkutan. Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih yang sebesar - besar nya kepada
Dosen Pengampu mata kuliah Hidrologi yaitu Prof. Dr. Chatarina Muryani sebagai dosen
pengajar yang telah meluangkan waktu untuk mengajar kami mahasiswa Pendidikan
Geografi angkatan 2015.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari
itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk bersedia menyampaikan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebaik-baiknya. Terimakasih.

Pekanbaru, Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat mengalir dari daerah atas
( hulu ) ke daerah rendah ( hilir ) sehingga apa yang terjadi di daerah hulu entah itu
perbaikan atau pencemaran akan berdampak pula di daerah hilir.

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajad hidup orang banyak
bahkan jika keberadaannya tidak ada atau kurang dari batas normal akan mengganggu
kelangsungan hidup makhluk hdup sehingga keberadaannya perlu kita lindungi agar
dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Saat ini air menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena air
telah tercemar oleh limbah – limbah yang berasal dari kegiatan manusa, sehingga untuk
memperoleh air yang baik sesuai dengan standar tertentu diperlukan biaya yang cukup
mahal. Secara kualitas, sumber daya air telah mengakalami penurunan. Begitu pula
secara kuanttas yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia yang terus
meningkat.

B. Rumusan Masalah

Penulisan makalah ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut

1. Apa pengertian air sungai ?


2. Apa pengertian debit air ?
3. Bagaimana cara pengukuran debit air ?
4. Apa itu Daerah Aliran Sungai ?
5. Bagaimana keadaan ekosistem di air sungai ?
6. Bagaimana permasalahan yang berkembang di air sungai ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Air Sungai

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-
menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Ada juga sungai yang terletak di
bawah tanah, disebut sebagai "underground river". Misalnya sungai bawah tanah di
Gua Hang Soon Dong di Vietnam, sungai bawah tanah di Yucatan (Meksiko), sungai
bawah tanah di Gua Pindul (Filipina).

Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam
tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Air hujan yang turun di daratan untuk
mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau membutuhkan sungai
untuk tempat alirannya. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang
mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk
sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dengan dasar dan tebing
di sebelah kiri dan kanan. Pengujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali
sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai
umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah
tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air,
sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Jenis – jenis air sungai

Menurut jumlah airnya

1. Sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito, dan Mahakam di
Kalimantan, Sungai Musi dan Sungai Indragiri di Sumatra.
2. Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit. Contoh sungai jenis ini banyak
terdapat di Pulau Jawa, misalnya Bengawan Solo dan Sungai Opak di Jawa Tengah,
Sungai Progo dan Sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Sungai
Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang mengalirkan airnya
pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau airnya kering. Contoh
sungai jenis ini adalah Sungai Kalada di Pulau Sumba dan Sungai Batanghari di
Sumatra.
4. Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
Pada hakekatnya, sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja
pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Menurut genetiknya

1. Sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan
lereng.
2. Sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai
konsekwen.
3. Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah
dengan sungai konsekwen.
4. Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng
daratan.
5. Sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai
konsekwen.
6. Sungai andesen yaitu sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya mampu
mengimbangi pengangkatan lapisan batuan yang dilalui.
7. Sungai anaklinal yaitu sungai yang arah alirannya mengalami perubahan karena
tidak mampu mengimbangi pengangkatan lapisan batuan.

Menurut sumber airnya

1. Sungai hujan yaitu sungai yang berasal dari air hujan. Banyak dijumpai di Pulau
Jawa dan kawasan Nusa Tenggara.
2. Sungai gletser yaitu sungai yang berasal dari melelehnya es. Banyak dijumpai di
negara-negara yang beriklim dingin, seperti Sungai Gangga di India dan Sungai
Rhein di Jerman.
3. Sungai campuran yaitu sungai yang berasal dari air hujan dan lelehan es. Dapat
dijumpai di Papua, contohnya Sungai Digul dan Sungai Mamberamo.

Sungai juga mempunyai pola aliran yang dipengaruhi oleh struktur geologi dan
permukaan daerah yang dilalui. Macam pola aliran sungai sebagai berikut.
1. Radial
adalah pola aliran sungai menyebar (sentripetal) yang terletak di daerah dataran
tinggi.
2. Pinante
adalah pola aliran sungai yang muara anak sungainya berbentuk sudut lancip.
3. Anular
adalah pola aliran sungai semula radial sentrifugal, kemudian timbul sungai-sungai
subsekuen yang sejajar kontur. Biasanya terdapat di daerah dome stadium dewasa.
4. Dendritik
merupakan pola sungai yang arah alirannya tidak teratur biasanya terdapat di
daerah pantai.
5. Rectangular
merupakan pola sungai yang aliran sungainya melalui daerah patahan yang
membentuk sudut siku-siku.
6. Trellis
adalah pola aliran sungai yang menyirip daun dan mempunyai kombinasi antara
sungai resekuen, obsekuen, dan konsekuen.

B. Debit Air Sungai

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang
lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI
besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di ketinggian,umpamanya
disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air hujan sangat banyak jatuh di
daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama kelamaan dikarenakan
sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan yang
paling mudah tergerus air.

Selanjutnya, air itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah,
mungkin mula mula merata, namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg
tidak begitu keras, maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta
makin hari makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air
mengalir di alur itu.

Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok atau bercabang,
demikian juga dengan sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang mengalir
dari atas, kemudian menemukan bagian-bagian yang dapat di tembus ke bawah
permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yang rendah, lama kelamaan
sungai itu akan semakin lebar.

Faktor Penentu Debit Air


Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu DAS.
Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga kestabilan debit air yang ada di
DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air tanah serta
dalam proses Evaporasi dan Transpirasi. Juga pengendali terjadinya longsor yang
mengakibatkan permukaan sungai menjadi dangkal, jika terjadi pendangkalan maka
debit air sungai akan ikut berkurang. Selain menjaga pelestarian hutan, juga yang tidak
kalah pentingnya yaitu tingkah laku manusia terhadap DAS, seperti pembuangan
sampah sembarangan.
Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air:
1. Intensitas hujan.
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen
musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan
karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim
hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air.

2. Pengundulan Hutan
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang
mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan
dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di
daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan
yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-
sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi
malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang
jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi.
Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya.
Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa
kandungan lumpur.

3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian


Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan
penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan
meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai
sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air
dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan
yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila
tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam,
pembuatan teras dan lain-lain.

4. Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah,
tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap
oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah
hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada
sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian,
meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air,
pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena
jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.
Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai
contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

5. Evaporasi dan Transpirasi


Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat
menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah
satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air
baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan
daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap
air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS
akan bertambah juga.

C. Pengukuran Debit Air Sungai

Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran aliran dan cara
analisis. Pelaksanaan pengukuran debit sungai dapat dilakukan secara langsung dan
cara tidak langsung, yaitu dengan melakukan pendataan terhadap parameter alur sungai
dan tanda bekas banjir. Dalam hidrologi masalah penentuan debit sungai dengan cara
pengukuran termasuk dalam bidang hidrometri, yaitu ilmu yang mempelajari masalah
pengukuran air atau pengumpulan data dasar untuk analisis mencakup data tinggi muka
air, debit dan sedimentasi.
1. Pengukuran Debit Secara Langsung
Besamya aliran tiap waktu atau disebut dengan debit, akan tergantung pada luas
tampang aliran dan kecepatan aliran rerata. Pendekatan nilai debit dapat dilakukan
dengan cara mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan aliran tersebut. Cara
ini merupakan prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara langsung.
Pengukuran luas tampang aliran dilakukan dengan mengukur tinggi muka air dan lebar
dasar alur sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, pengukuran tinggi muka
air dapat dilakukan pada beberapa titik pada sepanjang tampang aliran. Selanjutnya
debit aliran dihitung sebagai penjumlahan dan semua luasan pias tampang aliran yang
terukur. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan alat ukur kecepatan arus. Salah
satu cara pengukuran kecepatan arus aliran sungai yang banyak digunakan adalah
sebagai berikut ini.
Pengukuran kecepatan arus dengan Current Meter
Alat ini paling umum digunakan karena dapat menghasilkan ketelitian yang
cukup baik. Prinsip kerja alat ukur ini adalah dengan mencari hubungan antara
kecepatan aliran dan kecepatan putaran baling-baling current meter tersebut.
Umumnya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
V = an + b

dengan: V = kecepatan aliran,

n = jumlah putaran tiap waktu tertentu,

a,b = tetapan yang ditentukan dengan kalibrasi alat di laboratorium Alat ini
ada dua macam, yaitu current meter dengan sumbu mendatar dan dengan
sumbu tegak seperti terlihat pada Gambar 4.4. Bagian-bagian alat ini terdiri
dari:
a. baling-baling sebagai sensor terhadap kecepatan, terbuat dari streamline styling
yang dilengkapi dengan propeler, generator, sirip pengarah dan kabel-kabel.
b. contact box, merupakan bagian pengubah putaran menjadi signal elektrik yang
berupa suara atau gerakan jarum pada kotak monitor berskala, kadang juga dalam
bentuk digital,
c. head phone yang digunakan untuk mengetahui jumlah putaran baling-baling
(dengan suara “klik”), kadang bagian ini diganti dengan monitor box yang memiliki
jendela penunjuk kecepatan aliran secara langsung.

Dengan alat mi dapat dilakukan pengukuran pada beberapa titik dalam suatu
penampang aliran. Dalam praktek digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran
rerata pada satu vertikal dalam suatu tampang aliran tertentu. Mengingat bahwa
distribusi kecepatan aliran secara vertikal tidak merata, maka pengukuran dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut mi.
(1) Pengukuran pada satu titik yang umumnya dilakukan jika kedalaman aliran
kurang dan 1 meter. Alat ditempatkan pada kedalaman 0.6 H diukur dari muka air.
(2) Pengukuran pada beberapa titik, dilakukan pada kedalaman 0.2 H dan 0.8 H diukur
dari muka air. Kecepatan rerata dihitung sebagai berikut:
V=0,5(V0,2 +V0,8)
(3) Pengukuran dengan tiga titik dilakukan pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan juga
pada 0.8 H. Hasilnya dirata-ratakan dengan rumus:
V = 1/ 3(V0,2 +V0,6+V0,8)

2. Pengukuran Debit Secara Tidak Langsung

Dalam hal tertentu pengukuran debit secara tidak langsung seringkali


diperlukan. Pengukuran dengan cara ini dapat dilaksanakan apabila pengukuran
secara langsung sulit dilaksanakan karena faktor kondisi atau permasalahan sebagai
berikut:
a. pengukuran debit secara langsung berbahaya bagi keselamatan petugas dan
peralatan yang digunakan,
b. sifat perubahan debit banjir relatif singkat waktunya dan saat kejadiannya sulit
diramalkan,
c. selama suatu pengukuran dilakukan, kadang-kadang banjir tidak terjadi, sehingga
diperlukan cara lain untuk memperkirakan debit banjir tersebut,
d. kadang-kadang pengukuran debit banjir untuk beberapa tempat sulit dilaksanakan
pada saat yang bersamaan, padahal datanya sangat diperlukan.

Pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan dua cara,
yaitu cara luas kemiringan dan cara ambang.
a. Pengukuran debit dengan cara luas kemiringan

Prinsip pengukuran debit dengan cara luas kemiringan (slope area


method) adalah dengan menghitung debit aliran yang telah terjadi
berdasarkan taüda bekas banjir, geometri sungai dan parameter fisik alur
sungai. Hitungan didasarkan pada rumus pengaliran, dapat dengan
rumus Manning atau rumus Chezy. Prosedur pengukuran dapat
dijelaskan sebagai berikut ini.
(1) Pengukuran tanda bekas banjir, yaitu elevasi atau ketinggian muka
air banjir rnaksimum pada dua lokasi/titik di sepanjang alur sungai
yang ditinjau.
(2) Ukur selisih tinggi antara muka air banjir di hulu dan di hilir ( h)
dan panjang jarak kedua titik tersebut (L). Kemiringan muka air
banjir dapat dihitung, yaitu besamya selisih tinggi muka air banjir
dibagi dengan jarak antara dua titik yang diukur.
(3) Ukur luas penampang melintang aliran di kedua titik (A1 dan A2)
dan penampang memanjangnya.
(4) Debit aliran dapat dihitung dengan rurnus berikut (Manning): Q =

1/ nAR2/3 S1/2
dengan:

Q = debit aliran (m3/det),

n = koefisien kekasaran Manning (det/ m1/3),

A = luas tampang basah (m2),

R = radius hidraulik (m),

S = kemiringan garis energy


Nilai koefisien Manning dapat ditetapkan berdasarkan pengamatan kondisi
alur atau dengan pengukuran debit pada saat tidak banjir. Penetapan
nilai koefisien Manning ini sebaiknya digunakan current meter agar
diperoleh hasil yang teliti. Dengan rumus di atas, diperlukan proses
hitungan dengan coba-ulang, yaitu dengan urutan sebagai berikut ini.
(1) Hitung debit perkiraan pertama dengan rumus berikut:
Dengan K1 =1/nA1, (R1)2/3

K2 = 1/nA2, (R2)2/3

g = percepatan grafitasi

(2) Hitung kecepatan rerata pada tiap


tampang aliran: V1 = Q0/A1 dan V2 =
Q0/A2
(3) Hitung kehilangan tinggi energy antara titik 1 dan 2 dengan rumus :

(4) Hitung debit hasil cek sebagai berikut :

Jika nilai Q1 tidak/belum mendekati Qo, ulangi langkah (2) sampai


dengan (4), sampai didapat hasil yang cukup dekat.
b. Pengukuran debit dengan cara ambang
Pengukuran debit dengan cara ambang dapat dilaksanakan pada aliran melalui
ambang alam atau ambang buatan. Ambang buatan dapat berupa bendung,
bangunan pengendali dan pelindung sungai. Prinsip hitungan adalah dengan
menerapkan rumus hidraulika aliran melalui ambang dengan bentuk umum
sebagai berikut:

Q = c x B x Hm
dengan:
Q = debit aliran melalui
ambang,
B = lebar ambang,
H = tinggi aliran di atas ambang,

c,m = konstanta yang tergantung pada bentuk ambang.


3. Penentuan Debit dengan Cara Analisis
Penentuan debit sungai dengan cara analisis, dapat dilakukan dengan analisis
hidrologi berdasarkan data hujan di DAS dan parameter DAS. Metode yang lazim
digunakan adalah:
a. metode empiris,
b. metode rasional,
c. metode matematik.
Penggunaan cara analisis hidrologi dalam penentuan debit sungai, hanya dapat
diperbolehkan apabila pengukuran secara langsung seperti dijelaskan pada uraian
terdahulu tidak dapat dilakukan karena terbatasnya data, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Pemilihan metode yang dipergunakan hams disesuaikan dengan
karakteristik DAS yang ditinjau, data tersedia, dan hams mendapat persetujuan dan
pihak pemilik, perancang (pendesain), dan instansi yang berwenang dan
bertanggungjawab terhadap pembinaan sungai.
Banyak rumus empiris untuk menghitung debit sungai telah dikembangkan
sejak lama. Rumus-rumus tersebut diturunkan dengan mencoba mencari hubungan
antara debit dengan parameter fisik DAS dan data klimatologi (data hujan).
Berikut diberikan beberapa contoh rumus empiris hitungan debit sungai tersebut.
a. Rumus Dicken

Q = cA3/4
dengan:
Q = debit banjir maksimum (m3/det),
c = konstanta yang besarnya 11,42 untuk DAS dengan hujan
tahunan antara 600 - 1250 mm dan maksimum adalah 35,
A = luas DPS (km2).

b. Rumus Gupta

dimana
Qp = debit puncak (ft3/det),
S = landai sungai rata-rata(ft/mile),
L = panjang sungai utama (mile),
LCA = panjang sungai utama diukur dan setasiun hidrometni sampai titik

di sungai terdekat dengan pusat DAS (mile2),


A = luas DAS (mile2).

D. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai disingkat DAS ialah suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik
tinggi di mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan tersebut.
Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di
atasnya melalui sungai.

Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang
dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan
terkumpul dalam sistem tersebut.

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah.
Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer
kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut,
air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga
akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke
dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung
sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya
masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang
selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah
cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah
(subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.

Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi di antara
wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain.

Macam-macam DAS

DAS dibedakan menjadi dua, yakni:

1. DAS gemuk: DAS jenis ini memiliki daya tampung yang besar, adapun sungai yang
memiliki DAS seperti ini cenderung mengalami luapan air yang besar apabila terjadinya
hujan di daerah hulu.
2. DAS kurus: DAS jenis ini bentuknya sempit, sehingga daya tampungnya pun kecil.
Manakala hujan turun di daerah hulu, tidak terjadi luapan air yang tidak terlalu hebat.

Bentuk-bentuk DAS

Bentuk DAS ada tiga jenis, yaitu:

1. Bentuk Bulu Ayam: DAS bentuk bulu ayam memiliki debit banjir sekuensial dan
berurutan. Memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mencapai mainstream. Memiliki
topografi yang lebih curam daripada bentuk lainnya.
2. Bentuk Kipas: DAS berbentuk kipas memiliki debit banjir yang terakumulasi dari
berbagai arah sungai dan memiliki waktu yang lebih lama daripada bentuk bulu ayam
untuk mencapai mainstream. Memiliki topografi yang relatif landai daripada bulu ayam.
3. Bentuk parallel / Kombinasi: DAS bentuk kombinasi memiliki debit banjir yang
terakumulasi dari berbagai arah sungai di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu
sekuensial dan berurutan.

Gambar : Daerah Aliran Sungai

Pada Umumnya badan sungai dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
Bagian Hulu Sungai (terletak di sekitar gunung)
Ciri-ciri dari sungai bagian hulu, antara lain:
1. Kemiringan sungainya sangat besar.
2. Aliran sungai deras dan banyak ditemukan jeram (air terjun).
3. Erosi sungai sangat aktif.
4. Erosinya kearah vertical (ke arah dasar sungai).
5. Lembah sungainya berbentuk V.
Bagian Tengah Sungai
Ciri-ciri dari sungai bagian tengah, antara lain:
1. Kemiringan sungai sudah berkurang.
2. Aliran sungai tidak seberapa deras dan jarang dijumpai jeram.
3. Erosi sungai agak berkurang dan sudah ada sedimentasi.
4. Erosi sungai berjalan secara vertical dan horizontal.
5. Lembah sungainya berbentuk U.

Bagian Hilir Sungai (terletak di daerah muara sungai)


Ciri-ciri dari sungai bagian hilir, antara lain:
1. Kemiringan sungai sangat landai.
2. Aliran sungai berjalan sangat lamban.
3. Erosi sungai sudah tidak ada yang ada adalah sedimentasi.
4. Sedimentasi membentuk daratan banjir dengan tanggul alam.
5. Lembah sungai berbentuk huruf U.

E. Ekosistem Air Sungai


Ekosistem sungai adalah salah satu jenis ekositem air tawar yang memiliki ciri khas
berupa aliran air searah yang membuat perubahan fisik dan kimia di dalamnya berlangsung
secara terus menerus.Di Indonesia sendiri, ekosistem sungai banyak kita temukan hampir di
seluruh wilayah daratan, dengan beberapa sungai yang terkenal misalnya sungai Mahakam,
sungai Kapuas, sungai Musi, sungai Begawan Solo, sungai Barito, dan lain sebagainya. Yang
menarik dari ekosistem ini ada 2 hal, yaitu kehidupan biotanya yang beragam dan perubahan
fisik kimianya yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

Ciri-ciri Ekosistem Sungai

Ciri-ciri ekosistem sungai yang menonjol dan membedakannya dengan jenis ekosistem lain
di antaranya:

1. Air yang terus mengalir dari hulu ke hilir.


2. Perubahan keadaan fisik dan kimia ekosistem yang berlangsung terus menerus.
3. Variasi kondisi fisik kimia dalam tingkat aliran air sangat tinggi.
4. Tumbuhan dan hewan yang hidup telah beradaptasi dalam kondisi aliran air.

Aliran air
Aliran air adalah faktor utama yang membuat ekologi sungai berbeda dari ekosistem air
lainnya. Kekuatan dan kecepatan aliran air dalam ekosistem sungai bervariasi dan ini
dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya pencairan salju, hujan, dan air tanah. Aliran air dapat
mengubah bentuk dasar sungai melalui erosi, sedimentasi, dan menciptakan berbagai
perubahan habitat lainnya.

Substrat
Substrat adalah permukaan di mana organisme sungai hidup. Substrat dalam ekosistem
sungai dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor anorganik, seperti bahan geologi, batu, kerikil,
pasir atau lumpur, serta faktor organik yang meliputi sisa daun, kayu, lumut, dan tanaman.
Kondisi substrat dalam ekosistem sungai umumnya tidak permanen.

Cahaya
Cahaya menyediakan energi untuk fotosintesis bagi para organisme autotrof dalam
menghasilkan sumber makanan utama dalam ekosistem sungai. Jumlah cahaya yang diterima
ekosistem sungai dipengaruhi oleh beberapa variabel, misalnya, oleh ada tidaknya pepohonan
yang menaungi serta oleh tingkat ke dalaman sungai itu sendiri.

Suhu
Suhu air di sungai bervariasi dipengaruhi oleh radiasi di permukaan dan konduksi ke atau
dari udara dan substrat sekitarnya. Perbedaan suhu bisa sangat signifikan antara permukaan
dan bagian bawah sungai yang dalam. Iklim, naungan, dan tingkat kemiringan sungai juga
mempengaruhi suhu air.

Kimia air
Keadaan kimia air sungai bervariasi dipengaruhi oleh input dari lingkungan atau daerah
sekitarnya seperti hujan dan penambahan bahan pencemar dari aktivitas kehidupan manusia.
Kendati begitu, oksigen merupakan konstituen kimia yang paling penting dari kehidupan
organisme dari ekosistem sungai.

Bakteri
Bakteri hadir dalam jumlah besar di perairan sungai. Mereka memainkan peran penting
dalam daur ulang energi. Bakteri menguraikan bahan organik menjadi senyawa anorganik
yang dapat digunakan oleh tanaman dan mikroba lainnya.

Tanaman
Tanaman berfotosintesis - mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia yang
dapat digunakan untuk bahan bakar aktivitas organisme. Adapun ganggang adalah sumber
yang paling signifikan sebagai makanan utama di sebagian besar sungai. Mereka kebanyakan
mengambang bebas dan tidak dapat mempertahankan populasi besar di dalam jangka waktu
yang lama.

Beberapa tanaman seperti lumut juga hidup dalam ekosistem sungai dengan menempel benda
padat seperti bebatuan. Sedangkan untuk tanaman tingkat tinggi, akan hidup mengambang
atau menjalar di atas permukaan sungai, misalnya kangkung liar dan eceng gondok.
Tanaman-tanaman semacam ini melindungi hewan dari arus dan predator serta menyediakan
sumber makanan bagi mereka.

Gambar : Ekosistem sungai di hutan Amazon, Brasil ( Sumber : http://www.ebiologi.com )


Invertebrata
Invertebrata atau hewan tak bertulang belakang, termasuk udang karang, siput, keong,
kerang, dan remis bisa ditemukan di sungai. Namun, komunitas yang paling dominan dari
hewan golongan ini di ekosistem sungai justru adalah serangga. Mereka dapat ditemukan di
hampir setiap habitat yang ada, baik di permukaan air, di bawah batu, di dasar sungai.
Beberapa dari invertebrata menghindari arus tinggi dengan hidup di daerah dasar, sementara
yang lain telah beradaptasi dengan hidup di sisi hilir yang terlindungi oleh batu.

Ikan
Kemampuan jenis-jenis ikan untuk bertahan hidup bervariasi dan berhubungan dengan
daerah habitat sungai yang mereka tempati. Kebanyakan ikan cenderung tetap tinggal bagian
dasar, sisi sungai, atau di balik bebatuan untuk menghindari penggunaan energi yang terlalu
tinggi karena berenang melawan arus. Mereka hanya berenang saat mencari makanan atau
saat ingin berpindah lokasi. Kebanyakan ekosistem sungai biasanya terhubung ke sistem lotic
lainnya seperti mata air, lahan basah, saluran air, sungai kecil, dan lautan.

Burung
Sejumlah besar burung juga mendiami ekosistem sungai, tetapi mereka tidak tinggal dalam
air. Mereka tinggal dalam ekosistem ini tak lain adalah untuk mencukupi kebutuhan
makannya, mengingat ikan dan hewan invertebrata yang tinggal dalam ekosistem sungai
merupakan sumber makanan penting bagi burung.

F. Permasalahan Air Sungai

Daerah Aliran Sungai di Indonesia semakin mengalami kerusakan lingkungan dari tahun
ke tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi kerusakan pada
aspek biofisik ataupun kualitas air.

Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5 ribu
sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai
(DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis, sungai juga
mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya,
transportasi, pariwisata dan lainnya.

Saat ini sebagian Daerah Aliran Sungai di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat
dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala Kerusakan lingkungan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama
kawasan lindung di sekitar Daerah Aliran Sungai.

Dampak Kerusakan DAS. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terjadi
mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim
penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air serta tingginya laju
sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir di musim
penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) pun mengakibatkan menurunnya kualitas air
sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh erosi dari lahan kritis, limbah
rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian (perkebunan) dan limbah pertambangan.
Pencemaran air sungai di Indonesia juga telah menjadi masalah tersendiri yang sangat serius.

Saat ini beberapa Daerah Aliran Sungai di Indonesia mendapatkan perhatian serius oleh
pemerintah dalam upaya pemulihan kualitas air. Sungai-sungai itu terdiri atas 10 sungai besar
lintas provinsi, yakni:

 Sungai Ciliwung; Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan DAS seluas 97.151 ha.
 Sungai Cisadane; Provinsi Jawa Barat dan Banten dengan DAS seluas 151.283 ha
 Sungai Citanduy; Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan DAS seluas 69.554 ha
 Sungai Bengawan Solo; Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan DAS seluas
1.779.070 ha.
 Sungai Progo; Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dengan DAS seluas 18.097 ha
 Sungai Kampar; Provinsi Sumatera Barat dan Riau dengan DAS seluas 2.516.882 ha
 Sungai Batanghari; Provinsi Sumatera Barat dan Jambi dengan DAS seluas 4.426.004 ha
 Sungai Musi; Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan dengan DAS seluas 5.812.303 ha
 Sungai Barito; Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dengan DAS seluas
6.396.011 ha.
 Sungai Mamasa (Saddang); Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan dengan DAS
seluas 846.898 ha.

Selain pada 10 sungai lintas provinsi juga pada 3 sungai strategis nasional, yaitu:
 Sungai Citarum; Provinsi Jawa Barat dengan DAS seluas 562.958 ha.
 Sungai Siak; Provinsi Riau dengan DAS seluas 1.061.577 ha.
 Sungai Brantas; Provinsi Jawa Timur dengan Daerah Aliran Sungai seluas 1.553.235 ha.

Bibit- bibit penyakit berbagai zat yang bersifat racun dan bahan radioaktif yang masuk ke
dalam sunga dapat merugikan manusia. Berbagai polutan memerlukan O2 untuk
penguraiannya. Jika O2 kurang, penguraiannya tidak sempurna dan menyebabkan air
berubah warnanya dan berbau busuk. Bahan atau logam yang berbahaya seperti arsenat,
uradium, krom, timah, air raksa, benzon, tetraklorida, karbon dan lain- lain dapat merusak
organ tubuh manusia atau dapat menyebabkan kanker dan diare. Banyak akibat yang
ditimbulkan oleh polusi air, diantaranya:
1. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen
2. Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air
3. Pendangkalan dasar perairan
4. Tersumbatnya penyaring reservoir, dan menyebabkan perubahan ekologi
5. Dalam jangka panjang mengakibatkan kanker dan kelahiran cacat
6. Akibat penggunaan pestisida yang berlebihan selain membunuh hama dan penyakit, juga
membunuh serangga dan makhluk yang berguna terutama predator
7. Kematian biota kuno, seperti plankton, ikan bahkan burung

8. Dapat mengakibatkan mutasi sel kanker dan leukemia


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajad hidup orang banyak bahkan jika
keberadaannya tidak ada atau kurang dari batas normal akan mengganggu kelangsungan
hidup makhluk hdup sehingga keberadaannya perlu kita lindungi agar dapat bermanfaat bagi
hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5 ribu
sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai
(DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis, sungai juga
mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya,
transportasi, pariwisata dan lainnya.

Tetapi dewasa ini, Daerah Aliran Sungai di Indonesia semakin mengalami kerusakan
lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
meliputi kerusakan pada aspek biofisik ataupun kualitas air.

B. Saran
Keberadaan air saat ini sangat jauh dari kata layak dari segi kualitasnya. Tetapi, dewasa
ini kuantitas air juga semakin sedikit karena penggunaan air yang tidak bijaksana. Oleh
karena itu, penulis memberikan beberapa saran untuk melestarikan air sungai antara lain
1. Dalam perencanaan jalan- jalan lingkungan baik program pemerintah maupun
swadayamasyarakat sebaiknya memilih material bahan yang menyerap air misalnya
penggunaan bahan dari pavling blok ( blok- blok adukan beton yang disusun denagn
rongga- rongga resapan air disela- selanya.
2. Apabila di halaman pekarangan- pekarangan rumah kita masih terdapat ruang- ruang
terbuka, buatlah sumur- sumur resapan air hujan sebanyak- banyaknya. Fungsi sumur
resapan air ini untuk mempercepat air meresapke dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Ciri – Ciri Ekosistem Sungai. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs

http: //www.ebiologi.com/2015/06/ekosistem-sungai-ciri-ciri-dan.html

Anonim. 2013 . Hidrosfer : Siklus Hidrologi, Air Tanah, Sungai, Danau, Rawa, Laut. Diak-

Ses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/01/


hidrosfer-pengertian-proses-manfaat-gambar.html

Wikipedia. Daerah Aliran Sungai. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs
https://id.wiki-

Pedia.org/wiki/Daerah_aliran_sungai

Wikipedia. Sungai. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai

Alamendah.2010. Kerusakan Sungai dan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Diakses pada

Tanggal 12 Mei 2016 dalam situs https://alamendah.org/2010/08/12/kerusakan-sungai-dan-


daerah-aliran-sungai-di-indonesia/

Anonim. 2010. Pengertian Sungai dan Jenis-Jenis Sungai. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016

dalam situs http://www.artikelsiana.com/2014/10/pengertian-sungai-jenis-sungai-macam-


macam-contoh.html

Wandy.2012. Debit Aliran Sungai. Diakses pada tanggal 13 Mei 2016 dalam situs
http://wandycivilenge-

neering .blogspot.co.id/2012/10/debit-aliran-air-sungai.html

Elisa. Pengukuran dan Perkiraan Debit Air. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012 dalam situs
elisa.ugm.ac.

id

Anda mungkin juga menyukai