Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Rotasi Klinik


Bagian Jiwa Pendidikan Profesi Dokter

Disusun oleh:
Aulia Primasari
20194010004

Pembimbing
dr. Tessa, Sp. KJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 46 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngentak RT 02
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. RM : 001989
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2019
A. Keluhan Utama : pasien mengeluh nyeri dada, nafas terasa berat, dan nyeri ulu hati.
B. Riwayat perjalanan Penyakit:
Seorang pasien perempuan datang ke Puskesmas Srandakan dengan keluhan nyeri
dada, nafas terasa berat, dan nyeri ulu hati sejak kemarin. Kemudian pasien dibawa ke IGD
untuk dilakukan pemeriksaan EKG. Sampai di IGD pasien mengeluh dada semakin sesak dan
di terapi O2 menggunakan nasal kanul. Hasil EKG menujukkan normal sinus rhytm.
Setelah dianamnesis lebih lanjut, pasien mengaku cemas, sulit tidur dan jika terbangun
dari tidur tidak dapat tidur kembali, jantung berdebar, tangan keluar keringat dingin, dan
tengkuk terasa tegang sejak 2 tahun yang lalu. Selain itu, pasien mengeluh mudah lelah
walaupun tidak bekerja sangat berat, nafsu makan menurun, pesimis, dan ada rasa
menyalahkan diri sendiri. Pasien juga mengeluhkan tidak percaya diri jika berkumpul dengan
orang lain. Pemicu keluhan-keluhan tersebut adalah setiap pagi pasien merasa terganggu dan
jengkel mendengar tetangga depan rumah pasien bertengkar disertai kata-kata kasar. Selain
itu, pasien membatasi diri bersosialisasi dengan orang lain termasuk orang tua dan mertuanya
sendiri karena pasien merasa jika berkumpul dengan orang lain hanya akan mendapat omelan
dan menambah dosa ghibah.
Saat ini secara umum kondisi pasien baik, masih bertenaga untuk menjalani aktivitas
sebagai ibu rumah tangga dan masih pergi ke pasar setiap hari. Hanya saja keluhan muncul
setiap pagi setelah mendengar pertengkaran tetangga di depan rumah pasien. Pada
pemeriksaan status psikiatri terkini saat konseling tidak didapatkan halusinasi auditorik,
visual, dan waham curiga. Pada pasien ditemukan gestur tubuh yang tampak cemas, mood
disforik, namun dengan tilikan diri yang terbilang baik.
C. Riwayat penyakit dahulu :
Hiperkolesteromia
Abortus sebanyak 2 kali
D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit serupa
E. Riwayat personal social
Pasien tinggal serumah bersama suami dan kedua anak laki-lakinya yang berusia 26 tahun
dan 12 tahun.

Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
SO2 : 100
Pemeriksaan Status Mental:
Kesan umum : Seorang wanita sesuai umur, rawat diri baik
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi : Orang: baik; Tempat: baik; Waktu: baik
Sikap dan tingkah laku: Kooperatif
Bentuk pikir : Realistis
Isi pikir : Cemas
Progresi pikir : Relevan
Mood : Anxietas dan disforik
Afek : Appropiate
Gangguan persepsi : dalam batas normal
Gangguan memori : dalam batas normal
Perhatian : Mudah ditarik, mudah dicantum
Hubungan jiwa : Mudah

Diagnosis
Axis I : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
dd : F32.11 Episode Depresif Sedang dengan Gejala Somatik
F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresif
Axis II : F. 60.6 Gangguan kepribadian cemas
Axis III : I 00-I 99 Penyakit sistem sirkulasi
Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Axis V : GAF 80-71 (gejala sementara&dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
social, pekerjaan, sekolah, dll)
2. Evaluasi
a. Bagaimana penegakan diagnosis dari Gangguan Cemas Menyeluruh?
b. Bagaimana penatalaksanaan dari Gangguan Cemas Menyeluruh?

3. Analisa kritis:
Definisi
GAD merupakan perasaan cemas yang berat, menetap, disertai dengan gejala somatik yang
menyebabkan gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan. Kriteria diagnostik untuk GAD
membutuhkan setidaknya gejala persisten hampir setiap hari selama minimal 6 bulan. Kecemasan
atau kekhawatiran disertai dengan setidaknya 3 gejala psikologis atau fisiologis. Gejala psikologi
seperti kecemasan yang berlebihan. kekhawatiran yang sulit dikontrol, gelisah, konsentrasi rendah
atau pikiran kosong. Gejala fisik meliputi kegelisahan, kelelahan, ketegangan otot, gangguan tidur,
dan iritabilitas.
Penegakan Diagnosis
Kriteria Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh berdasarkan PPDGJ III :
• Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap
hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”).
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit

konsentrasi, dan sebagainya); 


(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
• Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak
napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).
• Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance)
serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi,
tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-),
gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
Terapi
 Farmakologi

SSRI biasanya diindikasikan untuk pengobatan depresi, dianggap sebagai terapi lini pertama
untuk gangguan anxietas. Kelompok obat ini diantaranya fluoxetine, sertraline, citalopram,
escitalopram, fluvoxamine, paroxetine dan vilazodone. Mekanisme penting dari kelompok obat-
obatan tersebut yaitu menghambat transporter serotonin dan menyebabkan desensitisasi reseptor
serotonin postsinaptik, sehingga menormalkan aktivitas jalur serotonergic
SNRI yang menghambat transporter serotonin dan norepinefrin, termasuk venlafaxine,
desvenlafaxine, dan duloxetine. SNRI biasanya digunakan apabila terjadi kegagalan atau respon
yang tidak adekuat terhadap SSRI. Tanggapan pasien terhadap SNRI sangat bervariasi, beberapa
pasien mungkin mengalami eksaserbasi gejala fisiologis anxietas sebagai akibat dari peningkatan
sinyal mediasi norepinefrin yang disebabkan oleh penghambatan transporter norepinefrin. Untuk
pasien yang tidak mengalami efek ini, peningkatan tonus noradrenergik dapat berkontribusi
terhadap efikasi ansiolitik dari obat-obatan ini
Selain itu, benzodiazepin banyak digunakan pada zaman dahulu untuk mengobati kondisi
anxietas, tetapi tidak lagi dianggap sebagai terapi lini pertama karena menimbulkan efek samping
yang merugikan, jika digunakan dalam waktu yang lama dan dosis yang tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan benzodiazepin hanya terbatas untuk pengobatan jangka pendek anxietas akut
Semua tricyclic antidepressants (TCAs) berfungsi sebagai inhibitor reuptake norepinefrin, dan
beberapa sebagai penghambat reuptake serotonin. Meskipun beberapa golongan dari obat ini
efikasinya sebanding dengan SSRI atau SNRI untuk mengobati anxietas, TCA menimbulkan lebih
banyak efek samping dan berpotensi mematikan jika overdosis. Untuk alasan ini, TCA jarang
digunakan dalam pengobatan gangguan anxietas. Kecuali clomipramine yang mungkin lebih
berkhasiat daripada SSRI atau SNRI pada pasien dengan OCD
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) merupakan obat tertua dari golongan antidepresan.
Phenelzine adalah MAOIs yang paling sering diresepkan untuk gangguan anxietas, diikuti oleh
Tranylcypromine yang digunakan untuk panic disorder dan social phobia. Penggunaan MAOIs
harus hati-hati, karena ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama pengobatan
dengan MAOIs yaitu keju dan anggur, termasuk penggunaan pil kb, obat penghilang rasa sakit,
suplemen herbal, obat alergi juga harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan darah yang
berbahaya. Selain itu MAOIs juga tidak bisa dikombinasikan dengan SSRIs karena dapat
menimbulkan efek yang serius seperti kebingungan, halusinasi, kekakuan otot, perubahan ritme
jantung yang berpotensi mengancam jiwa.
Berdasarkan beberapa guideline mengenai rekomendasi pengobatan untuk gangguan anxietas,
SSRIs direkomendasikan sebagai first-line terapi untuk sebagian besar gangguan anxietas

 Terapi non farmakologi


1. Terapi Kognitif Perilaku
Cognitive Behavior Therapy pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,
berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi
kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah
dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
Individu sering memulai CBT pada GAD dengan keyakinan sebagai berikut:
• Kekhawatiran pasien berada di luar kendali mereka.
• Khawatir memberikan beberapa nilai perlindungan.
• Dengan khawatir, pasien akan lebih mampu mengelola kejadian negatif di masa
depan.
Ketika pasien mulai menjalani terapi, pasien mulai mengerti:
• Pasien tidak bisa mengendalikan ketakutan mereka, tetapi mereka bisa mengendalikan
bagaimana mereka akan merespons ketakutan mereka.
• Khawatir tidak memberikan nilai perlindungan, namun pada kenyataannya hanya akan
memperburuk pemikiran negatif bahwa kemungkinan mereka akan mengalami lebih
banyak kecemasan di masa depan.
• Khawatir tidak membantu dalam mengelola kejadian negatif di masa depan, tetapi
sebaliknya mereka dipersiapkan untuk menangani tantangan apa pun yang terjadi di
masa depan.
Pengobatan yang efektif untuk GAD mencakup cara untuk membantu pasien dalam
mengembangkan strategi baru dalam mengelola kekhawatiran mereka dan mengatasi
stresor kehidupan, serta bagaimana cara mengurangi gejala fisik kecemasan.
2. Terapi Suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum
tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Hilda Vildayanti, Irma Melyani Puspitasari, Rano Kurnia Sinuraya. (2018). Review:
Farmakoterapi Gangguan Anxietas. Farmaka Suplemen, Vol. 16 (1).
Maslim, Rusdi. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III. Jakarta
Sadock BJ, Sadock VA. (2010). Kaplan & Sadock's Synopsis Of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 10. Philadelphia:Lippincott.
Offidani, E., Guidi, J., Tomba, E., & Fava, G. A. (2013). Efficacy and tolerability of
benzodiazepines versus antidepressants in anxiety disorders: a systematic review and meta-
analysis. Psychotherapy and psychosomatics, 82(6), 355-362.
Rickels, K. (2013). Should benzodiazepines be replaced by antidepressants in the treatment of
anxiety disorders? fact or fiction?. Psychotherapy and psychosomatics, 82(6), 351-352.

Anda mungkin juga menyukai