Anda di halaman 1dari 12

85

PROBLEMA PENGGANTIAN HUKUM-HUKUM KOLONIAL


DENGAN HUKUM-HUKUM NASIONAL SEBAGAI POLITIK HUKUM
Maroni
Fakultas Hukum Universitas Lampung
E-mail: maroni@unila.ac.id dan maroniunila@gmail.com

Abstract

Replacement of colonial law was committed by Indonesia since the first, but fact there are still lot
of colonial law have a status as positive law. The problems, what is the problematic causing factors
of replacement colonial law with national law and how the politics of law response its problematics?
The results of the study describe that the causing factors consist of (a) the heterogeneity of
Indonesian nation, (b) embrace the principle of unification and codification; (c) differences in views
on human rights. While, the politics of law formed as guidance for the colonial laws which are
difficult to change such the law that relating to social life, cultural and spiritual. In other case,
the field of "neutral" law such contract law and in the field of commercial law changing by renewal
or creation the law.

Keywords: Problems, colonial, national, politics of law.

Abstrak

Penggantian hukum kolonial sudah lama dilakukan oleh bangsa Indonesia, namun kenyataannya saat
ini masih banyak hukum kolonial berstatus sebagai hukum positif. permasalahannya apakah faktor
penyebab problematik penggantian hukum kolonial dengan hukum nasional dan bagaimanakah politik
hukum sehubungan adanya problematik tersebut?. Hasil kajian, faktor penyebabnya (a)
heterogenitas bangsa Indonesia; (b) dianutnya prinsip unifikasi dan kodifikasi; (c) perbedaan
pandangan terhadap HAM. Sedangkan politik hukumnya berbentuk pembinaan bagi hukum kolonial
yang sukar diganti seperti bidang hukum yang berkaitan kehidupan kemasyarakatan, budaya dan
spiritual. Sedangkan bidang hukum “netral” seperti hukum perikatan dan hukum dalam bidang
perdagangan dilakukan pergantian melalui dimensi pembaharuan atau penciptaan hukum.

Kata Kunci: Problema, kolonial, nasional, politik hukum

Pendahuluan Oleh sebab itu norma hukum selalu mengan-


Penggantian hukum-hukum kolonial (pe- dung kultur hukum masyarakat yang memben-
ninggalan Belanda) dengan hukum-hukum na- tuknya. Hal ini mengingat bahwa hukum itu
sional (reformasi hukum) dalam rangka memba- bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan
ngun sistem hukum nasional yang berorientasi berakar pada suatu komunitas sosial-kultural
pada falsafah hukum Pancasila saat ini dirasa- tertentu. Komunitas tersebut dapat diibaratkan
kan sangat mendesak, hal ini mengingat walau sebagai ibu yang menyusui anaknya. Dalam hal
pun bangsa Indonesia telah lebih dari 60 tahun ini, masyarakat yang menyusui hukumnya de-
merdeka namun sistem hukumnya masih sangat ngan sekalian nilai, sejarah dan tradisinya.
kental diwarnai oleh nilai-nilai sistem hukum UUD 1945 merupakan sumber hukum yang
kolonial (kultur liberal dan individual). Padahal paling mendasar, hukum tertinggi yang me-
sistem hukum suatu bangsa tidak dapat dilepas- ngandung nilai, asas dan norma yang harus di
kan dari konteks manusianya karena hukum ada patuhi, dijunjung tinggi, dan dilaksanakan da-
dan diperuntukkan untuk kehidupan manusia.1 lam setiap pengambilan keputusan dan/atau

1
Bandingkn dengan pendapat Shidarta mengenai sifat
sistem hukum pada Shidarta, “Penalaran Hukum Dalam Hukum”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum” No. 1
Sudut Pandang Keluarga Sistem Hukum dan Penstudi Tahun 11 September 2003. hlm. 20.
86 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

kebijakan hukum baik oleh pemerintah, legisla- dari asas-asas hukum yang terkandung dalam
tif, dan badan-badan yudisial, serta rakyat pa- Pancasila meliputi: asas religius; asas kemanu-
da umumnya. Oleh karena itu di dalam sistem siaan; dan asas kemasyarakatan.5
hukum nasional yang hendak dibangun dan pe- Walaupun usaha menciptakan hukum na-
laksanaannya dalam bentuk politik hukum na- sional telah lama dicanangkan, namun usaha
sional2, harus tetap dijaga dan dipertahankan tersebut belum dapat berjalan sebagaimana
semangat dan nilai-nilai fundamental yang ter- yang diharapkan. Hal ini terlihat masih banyak-
kandung dalam dasar falsafah negara Pancasila nya hukum-hukum peninggalan kolonial yang
yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan sampai saat ini masih berlaku seperti Kitab
seluruh pasal-pasalnya sebagai landasan falsa- Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-
fah dan konstitusional negara.3 Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang
Adapun karakteristik hukum nasional Ind- Hukum Dagang, Het Herzine Inlands Reglemen
onesia menurut Pancasila, adalah: Sila Ketuha- (HIR/RBG). Bahkan berdasarkan inventarisasi
nan YME, memberikan inspirasi bahwa Sistem yang dilakukan Badan Pembinaan Hukum Nasio-
Hukum Nasional harus bernapaskan moral reli- nal, terdapat sekitar 380 (tiga ratus delapan
gius yang beradab, bukan berdasarkan hukum puluh) peraturan dari masa kolonial yang masih
agama dari suatu agama tertentu; Sila Kema- berlaku. Namun sangat disayangkan, politik hu-
nusiaan yang Adil dan Beradab, memberikan kum bangsa Indonesia saat ini tidak mendukung
inspirasi bahwa Sistem Hukum Nasional harus ke arah penggantian hukum-hukum kolonial,
mengindahkan hak-hak asasi manusia; Sila Per- ini terlihat dari sebanyak 71 (tujuh puluh satu)
satuan Indonesia, akan memberikan inspirasi Rencana Undang-Undang (RUU) dalam Program
bahwa Sistem Hukum Nasional harus mencer- Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011,6 hanya ada
minkan jiwa dan rasa keadilan bagi seluruh satu RUU yang merubah hukum kolonial yaitu
rakyat Indonesia; Sila Kerakyatan yang dipimpin RUU KUHP itupun merupakan program legislasi
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa- sebelumnya yang belum terlaksana. Kondisi ter-
ratan/perwakilan, akan memberikan inspirasi sebut diakui oleh pakar hukum tata negara Uni-
bahwa Sistem Hukum Nasional harus dirumus- versitas Indonesia Satya Arinanto, bahwa, ”Me-
kan dengan mengikutsertakan atau memper- mang ada beberapa peraturan yang sudah di
hatikan aspirasi dan rasa keadilan seluruh rak- ubah, tetapi pada praktiknya masih banyak per-
yat Indonesa; Sila keadilan sosial bagi seluruh aturan kolonial. Salah satu tantangan kita ada-
rakyat Indonesia, akan memberikan inspirasi lah memerdekakan hukum dari produk-produk
bahwa Sistem Hukum Nasional tidak mengenal hukum asing,”. Selanjutnya ia mengakui bahwa
konsep keadilan yang semata-mata berlingkup pemerintah lambat mereformasi sistem hukum-
individu, melainkan juga keadilan yang menu-ju nya. Salah satu penyebab kelambatan tersebut,
terselenggaranya kesejahteraan bersama.4 Ka- menurut Satya, adalah kesulitan yang tinggi.
rakteristik tersebut merupakan pencerminan Hal itu berlaku untuk beberapa produk hukum,
seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ki-
2 tab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Hu-
Endang Sutrisno, “Mengukuhkan Paradigma Hukum di
Era Orde Reformasi”, Jurnal Ilmiah FH Unswagati kum Dagang. Meski demikian, ia melihat peme-
Cirebon, Edisi: 01/Juni/2005, hlm. 34.
3 rintah memiliki visi mengubah produk kolonial
T. Gayus Lumbun, “Budaya Hukum Mempengaruhi Pe-
lestarian Fungsi Lingkungan”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum tersebut. Ini tercantum dalam Peraturan Peme-
“Era Hukum” No. 1 Tahun 11 September 2003, hlm. 23.
Bandingkan dengan Mahmutarom yang berpendapat ku-
rangnya kesadaran akan muatan nilai-nilai Pancasila se-
bagai satu kesatuan/sistem nilai dalam peraturan per-
5
undang-undangan. Mahmutarom, “Pembangunan Hukum Lihat dan bandingkan dengan pendapat Maleha Soe-
Nasional Dalam Konteks Global”, Majalah Masalah- marsono mengenai sistem hukum Pancasila dalam
Masalah Hu-kum FH UNDIP Vol 35 No 1 Januari-Maret Maleha Soemarsono, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau
2006, hlm. 84. Dari Sudut Teori Tujuan Negara”, Jurnal Hukum &
4
Lihat dalam M. Ali Mansyur, “Pancasila Sebagai Dasar Pembangunan Tahun-37 No. 2 April-Juni 2007, hlm.
Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum 318-319.
6
Vol. XV No.1 Juni 2005 FH Unissula, hlm. 13. http://mediaindonesia.com. diunduh 10 Juni 2011
Problema Penggantian Hukum-hukum Kolonial dengan Hukum-Hukum Nasional sebagai Politik Hukum 87

rintah Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana hukum kolonial telah di mulai sejak Indonesia
Pembangunan Jangka Menengah.7 diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
Berdasarkan latarbelakang di atas, per- sebagai negara merdeka dan UUD 1945 sebagai
masalahan dalam tulisan ini adalah apakah fak- hukum dasarnya. Proklamasi kemerdekaan me-
tor-faktor penyebab adanya problematik peng- nuntut pembaharuan atau penggantian atas hu-
gantian hukum kolonial dengan hukum nasional, kum-hukum peninggalan zaman penjajahan Je-
dan bagaimanakah politik hukum sehubungan pang dan Belanda, sebab jika di lihat dari sudut
adanya problematik penggantian hukum kolo- tata hukum maka proklamasi kemerdekaan me-
nial dengan hukum nasional? rupakan tindakan perombakan secara total.
Proklamasi kemerdekaan telah membawa Indo-
Pembahasan nesia pada idealita dan realita hukum yang lain
Merujuk pada berbagai paradigma ten- dari sebelumnya. Proklamasi kemerdekaan te-
tang pengertian hukum, maka yang dimaksud lah mengubah tradisi masyarakat dari keadaan
hukum kolonial dan hukum nasional dalam tu- terjajah menjadi masyarakat bebas (merdeka).
lisan ini adalah hukum positif yang berbentuk Tujuan hukum pun harus berubah secara ber-
peraturan perundangan yang dibuat oleh peme- balikan dari tujuan mempertahankan dan me-
rintah kolonial dan peraturan perundang-un- lestarikan penjajahan menjadi mengisi kemer-
dangan yang dibuat oleh Negara Kesatuan Re- dekaan dengan etos yang juga berubah dari
publik Indonesia. Sedangkan pengertian politik penjajahan menjadi kebangsaan. Usaha terse-
hukum ialah kebijaksanaan dari negara dengan but lebih dikonkritkan lagi pada tahun 1963 ya-
perantaraan badan-badan yang berwenang un- itu pada waktu diadakannya Seminar Hukum
tuk menetapkan peraturan-peraturan yang di- Nasional Pertama, dengan pokok-pokok pikiran
kehendaki, yang diperkirakan bisa digunakan tentang politik pembinaan hukum Indonesia ya-
untuk mengekspresikan apa yang terkandung itu hukum Indonesia dibina sesuai dengan ting-
dalam masyarakat dan untuk mencapai apa kat-tingkat revolusi, pembinaan hukum diarah-
yang dicita-citakan. Pengertian di atas sejalan kan kepada unifikasi hukum dalam segala bi-
dengan pandangan Moh. Mahfud MD bahwa po- dang dengan memperatikan ciri-ciri khas dan
litik hukum adalah legal policy yang akan atau tingkat perkembangan masyarakat daerah ter-
telah dilaksanakan secara nasional oleh Peme- sebut. Namun usaha tersebut belum sepenuh-
rintah Indonesia yang meliputi: pertama, pem- nya terwujud, hal ini ditandai masih banyaknya
bangunan hukum yang berintikan pembuatan produk hukum peninggalan kolonial yang masih
dan pembaruan terhadap materi-materi hukum berlaku sebagai hukum positif di Indonesia sam-
agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pai saat ini.
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada
termasuk penegasan fungsi lembaga dan pem- Faktor Penyebab Adanya Problematik Peng-
binaan para penegak hukum. Dari pengertian gantian Hukum Kolonial dengan Hukum Nasio-
tersebut terlihat politik hukum mencakup nal
proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang Ada beberapa faktor penyebab timbulnya
dapat menun-jukkan sifat dan ke arah mana problematika penggantian hukum kolonial de-
hukum akan dibangun dan ditegakkan8. ngan hukum nasional. Bagian di bawah ini akan
Usaha bangsa Indonesia untuk mencipta- menjelaskan faktor-faktor penyebab tersebut.
kan hukum nasional sebagai pengganti hukum- Pertama, heteroginitas bangsa Indonesia. mela-
kukan pergantian hukum kolonial menjadi hu-
7
http://www2.kompas.com/ diunduh 17 Januari 2010. kum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD
8
Bandingkan pendapat Gayus T. Lumbun mengenai poli-
tik hukum dalam Gayus T. Lumbun, Politik Hukum Bi- 1945 tidak dapat dilakukan seperti membalik-
dang Peradilan di Indonesia, Majalah Hukum Nasional
BPHN Depkum-ham RI. No. 1 Tahun 2008, hlm. 205, Li-
kan telapak tangan, melainkan harus memper-
hat juga Umar Ma’ruf, “Politik Hukum Hak Menguasai hatikan karakteristik Indonesia. Indonesia ada-
oleh Negara Terhadap Tanah”, Jurnal Ilmu Hukum Vol.
lah negara kepulauan terbesar di dunia yang
XVI. No. 3 September 2006 FH Unissula, hlm. 374.
88 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang nal dan kekeluargaan.10 Adanya perbedaan
antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 karakteristik tersebut yang menimbulkan pro-
derajat garis lintang selatan, dan dari 97 de- blematik untuk menggantikan hukum kolonial
rajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta khususnya bidang hukum yang berkaitan dengan
terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan kehi-dupan kemasyarakatan, budaya dan spiri-
Australia/Oceania. Wilayah Indonesia terben- tual.11 Sedangkan bidang hukum “netral” seper-
tang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hin- ti hukum perikatan dan hukum dalam bidang
dia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan an- perdagangan relatif tidak bermasalah dikare-
tara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas nakan tidak langsung berkaitan dengan karakte-
Indonesia menjadi 19 juta mil persegi, Lima pu- ristik bangsa Indonesia12. Alasan tersebut sesuai
lau besar di Indonesia adalah: Sumatera dengan dengan pendapat Satjipto Rahardjo13 bahwa In-
luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas donesia benar-benar merupakan masyarakat
132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar majemuk nomor wahid di dunia. Secara topo-
ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km per- grafis Indonesia berupa negara kepulauan yang
segi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, terdiri dari sejumlah pulau-pulau besar dan ri-
dan Papua dengan luas 421.981 km persegi. buan pulau-pulau kecil, tetapi lebih daripada
Penduduk Indonesia dapat dibagi secara itu berupa komunitas-komunitas manusia de-
garis besar dalam dua kelompok. Di bagian ba- ngan ratusan warna lokal dan etnis. Ini jauh
rat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah berbeda dengan Jepang, yang juga berupa ne-
suku Melayu sementara di timur adalah suku gara kepulauan, tetapi dengan entitas yang
Papua, yang mempunyai akar di kepulauan Me- tunggal dan kokoh. Hukum yang menghadapi
lanesia. Banyak penduduk Indonesia yang me- realitas tunggal harus mencari, menemukan
nyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok dan membangun cara-cara serta teknik tersen-
suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut diri untuk bisa menjadi satu-satunya institut
bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda penentu dan penjaga ketertiban dalam ruang
atau Batak. Islam adalah agama mayoritas yang kehidupan yang supra majemuk itu. Kehidupan
dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang penuh dengan homogenitas ini bisa di-
yang menjadikan Indonesia negara dengan pen- layani oleh model seragam, mutlak dan sentra-
duduk muslim terbanyak di dunia. Sisanya ber- listis seperti model hukum kolonial, namun se-
agama Protestan (8,9%); Katolik (3%); Hindu baliknya bagi kehidupan yang bersifat hetero-
(1,8%); Budha (0,8%); dan lain-lain (0,3%). genitas tidaklah demikian.14
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
agama serta kepercayaan yang berbeda. Ada 10
Lihat mengenai hukum Indonesia Asli pada Ahmadi Ha-
san, “Adat Badamai Sebagai Penyelesaian Sengketa Da-
Batak, Karo, Minangkabau, Melayu di Sumatera
lam Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Konstitusi PKK Fa-
dan sebagainya.9 kultas Syariah IAIN Antasari, Vol. I No 1 Nov 2008, hlm.
43.
Karakteristik di atas menimbulkan per- 11
Bandingkan pendapat Romli Atmasasmita, “Tiga Para-
soalan tersendiri bagi bangsa Indonesia dalam digma Hukum Dalam Pembangunan Nasional”, Majalah
Hukum Nasional BPHN Depkumham No. 2 Tahun 2011,
melakukan pergantian terhadap hukum kolonial
hlm. 194.
Belanda yang di bangun berlandaskan prinsip- 12
Bandingkan dengan pendapat Astim Riyanto mengenai
ciri-ciri tradisi hukum pada masing-masing sistem. As-
prinsip individualisasi dan liberalisasi sebagai-
tim Riyanto, “Sistem Hukum Negara-Negara Asia Teng-
mana ciri hukum Eropa Kontinental (civil law gara”, Jurnal Hukum & Pem-bangunan Tahun-37 No. 2
system) pada umumnya. Kondisi tersebut berto- April-Juni 2007, hlm. 265. Lihat juga Tri Sulistiyono,
“Pluralisme Hukum; Menggapai Hukum Adat Gaya Baru
lak belakang dengan karakteristik hukum bang- yang Berperspektif Keadilan Gen-der”, Jurnal Konstitu-
sa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD si Vol. I, No. 1. Nopember 2008, PKK UNNES, hlm. 83.
13
Rahardjo, Satjipto. 2007. Biarkan Hukum Mengalir:
1945 (Bhineka Tunggal Ika) yang bersifat komu- Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm. 30.
14
Bandingkan pendapat Zudan Arif Fakrulloh mengenai
heterogenitas masyarakat Indonesia dalam kaitannya
9
http://www. Indonesia.go.id/ diunduh tgl. 1 Maret dengan hukum pada Zudan Arif Fakrulloh, “Model Hu-
2011 kum Yang Humanis Partisipa-toris: Ide Dasar dan Teori-
Problema Penggantian Hukum-hukum Kolonial dengan Hukum-Hukum Nasional sebagai Politik Hukum 89

Kedua, faktor dianutnya prinsip unifikasi 19 rumpun budaya Indonesia serta aneka agama
dan kodifikasi dalam sistem hukum nasional. Di itu bukannya malahan perlu dipertahankan.16
anutnya prinsip unifikasi dan kodifikasi berda- Begitu juga dianutnya prinsip kodifikasi
sarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang dalam sistem hukum nasional berdasarkan Ke-
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yaitu tetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-
memberlakukan seluruh wilayah Indonesia de- Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang meniru
ngan hukum yang sama dalam sistem hukum prinsip yang dianut hukum kolonial, dipandang
nasional, walaupun sama dengan prinsip yang sebagai penyebab sulitnya penggantian hukum
dianut hukum kolonial, namun dipandang seba- kolonial menjadi hukum nasional dewasa ini.
gai salah satu faktor problem penggantian hu- Prinsip kodifikasi menuntut berbagai peristiwa
kum kolonial menjadi hukum nasional. Hal ini dan perbuatan hukum diatur dan dibukukan da-
mengingat sifat ‘Bhinneka Tunggal Ika’ negara lam satu sistem perundang-undangan yang sa-
kita, tidak akan mungkin menghendaki dilaksa- ma. Sebagai contoh Kitab Undang-Undang Hu-
nakannya apa yang disebut sebagai ‘unifikasi kum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hu-
hukum nasional’. Tidak ada negara yang begitu kum Perdata (KUHPdt) dan lain sebagainya.
hete-rogen seperti Indonesia yang akan mampu Dalam kaitannya dengan hukum pidana, suatu
melaksanakan unifikasi hukum secara menye- kodifikasi antara satu asas dengan asas yang
luruh. Bahkan tidak juga Jerman yang begitu lain hendaknya ditempatkan pada suatu tata-
homogen kulturnya, mampu melaksanakannya. nan sistematik yang sedemikian rupa sehingga
Mungkin hanya negara yang sangat homogen se- jelas hubungannya dan jelas apa yang menjadi
perti Jepang atau Korea yang cocok untuk me- dasar norma-norma yang telah ditentukan se-
laksanakan hukum yang unified. Unifikasi hu- bagai perbuatan yang melanggar dan diancam
kum Indonesia nampaknya hanya akan dapat dengan pidana. Kebijakan ini akan mengalami
dilaksanakan untuk bidang-bidang hukum yang hambatan manakala peristiwa dan perbuatan
oleh para pakar hukum kita disebut ‘netral’, hukum yang akan dikodifikasikan tersebut kare-
misalnya hukum perjanjian, perseoran dan hu- na sifat dan perkembangannya relatif cepat
kum perniagaan pada umumnya merupakan bi- berubah sehingga apabila dikodifikasikan akan
dang-bidang hukum yang lebih tepat bagi usaha mengganggu sistem kodifikasi itu sendiri. Seba-
pembaharuan, sedangkan bidang-bidang hukum gai contoh dalam bidang hukum pidana kesuka-
yang erat hubungannya dengan kehidupan bu- ran penerapan prinsip kodifikasi berkaitan de-
daya dan spirituil masyarakat seperti hukum ngan cepatnya berubah modus operandi suatu
kekeluargaan, perkawinan dan perceraian serta kejahatan dan banyaknya model kejahatan-ke-
waris akan mengalami kesulitan dalam melaku- jahatan baru yang bersifat kontemporer yang
kan pembaharuan hukum.15 Mengingat tradisi- tidak bisa diatasi dengan menggunakan sistem
tradisi lokal pun harus juga dihormati dalam kodifikasi me-lainkan diatur dalam undang-un-
kerangka ‘Bhinneka Tunggal Ika’, nampaknya dang bersifat parsial dan khusus (lex specialis),
bidang-bidang hukum seperti hukum pidana dan sehingga apabila terjadi perubahan mudah un-
hukum perdata sulit untuk diunifikasikan, apa- tuk melakukan penyesuaian dengan merubah
lagi hukum keluarga dan hukum waris. Dalam undang-undang dimaksud tanpa merubah sistem
kerangka ini nampaknya perlu kita pikirkan de- kodifikasi.17
ngan kepala dingin, apakah sejumlah prinsip
dalam ‘intergential recht’ warisan Belanda 16
Budiono Kusumohamidjojo, “Politik Hukum dan Pemba-
yang nota bene menghormati existensi dari ke- ngunan Hukum Nasional Dalam PJPT II”, Pro Justitia
Majalah Hukum Unpar Bandung, 1993, hlm. 77.
17
Bandingkan pendapat Mudzakkir mengenai kebijakan
sasinya dengan Latar Sosial Indonesia”, Jurnal Ilmiah pengaturan hukum pidana di luar KUHP pada Mudzak-
Hukum Legality Vol. 9. No. 2. September 2001-Januari kir, “Kebijakan Kodifikasi (Total) Hukum Pidana Melalui
2002, UMM Malang, hlm. 182. RUU KUHP dan AntisipasiTerhadap Problem Perumusan
15
Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Pembinaan Hukum da- Hukum Pidana dan Penegakan Hukum Pidana di Masa
lam Rangka Pembangunan Nasional. Bandung: Bina- Datang”, Majalah Hukum Nasional BPHN Depkumham
cipta, hlm. 6. No. 1 Tahun 2011, hlm. 21
90 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

Selain itu sukar untuk disangkal bahwa satu bulan kurungan’ yang mencerminkan ‘cara
mengingat pada akhirnya kodifikasi merupakan berhitung orang di Jakarta’ tanpa mau tahu
produk dari proses legislasi. Padahal kita me- situasi di daerah-daerah.19
nyaksikan bahwa proses legislasi kita dalam be- Upaya agar peraturan perundangan Indo-
berapa dasawarsa terakhir adalah lebih lambat nesia tidak menimbulkan efek negatif dalam
dari hampir semua proses di berbagai sektor penegakkannya, maka sejak pembentukannya
kehidupan lainnya dalam masyarakat. Kita hi- harus memperhatikan atau mengakomodasi ni-
dup dalam zaman yang ditandai oleh proses so- lai-nilai kebhinekaan sebagai perwujudan ke-
sial yang kecepatannya belum pernah disaksi- pentingan hukum masyarakat tempat dimana
kan dalam sejarah dunia, dan pada saat yang peraturan perundang-undangan tersebut akan
sama kita dilayani oleh mesin birokrasi yang diberlakukan. Penerapan suatu sistem hukum
gemuk, rumit, dan sangat lamban. Mungkin itu yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kan-
sebabnya, mengapa Charles Himawan, ketika dungan masyarakatnya merupakan masalah,
dilan-tik sebagai profesor pada Fakultas hukum khususnya di negara-negara yang sedang ber-
Universitas Indonesia bahkan tidak ragu-ragu ubah karena terjadi ketidakcocokan antara ni-
untuk menegaskan dalam pidatonya, bahwa lai-nilai yang menjadi pendukung sistem hukum
‘hukum di Indonesia sedang dalam keadaan dari negara lain dengan nilai-nilai yang diha-
tidur’. Memang lalu menjadi sukar untuk mem- yati oleh anggota masyarakat itu sendiri.20 Da-
bayangkan, bahwa dengan hukum yang ‘tidur’ lam kaitannya dengan hukum pidana, maka
perjuangan besar untuk membangun negara konstruksi bangunan hukum pidana Indonesia
akan berakhir dalam suatu kesuksesan. Itulah harus dibangun di atas paradigma hukum untuk
sebabnya timbul keraguan atas pendapat Ros- tujuan kemanusiaan, artinya “hukum bukanlah
coe Pound bahwa “law is a tool for social untuk hukum, tetapi hukum adalah untuk tuju-
engineering”. Dia memang mendapatkan ba- an kemanusiaan”. Dipandu paradigma hukum
nyak pengikut di Indonesia, tetapi dalam ke- untuk tujuan kemanusiaan tersebut, maka ke-
nyataannya, kita masih jauh dari apa yang di- beradaan perundang-undangan negara tidak la-
percayai oleh Roscoe Pound sebagai kebenar- gi dipandang sebagai kitab suci yang mengan-
an. Sukar mempercayai bahwa hukum dapat di- dung skema-skema hukum bersifat pasti dan fi-
gunakan sebagai alat untuk mere-kayasa ma- nal, melainkan sekedar pedoman bagi penguasa
syarakat, apabila hukum itu ‘tidur’. Kodifikasi negara untuk bertindak dalam kasus-kasus ter-
diperlukan dalam lingkup material tertentu dan tentu demi mempertahankan nilai kemanusian,
jangkauan geografis yang terbatas, dan itulah sehingga pedoman tersebut dimungkinkan un-
sebabnya mengapa negara-negara yang secara tuk diterobos, karena pertanggungjawaban pa-
tradisional menerapkan common law pada ak- ra penegak hukum bukanlah pada undang-un-
hirnya juga memberlakukan aneka ‘bills’ dan dang, melainkan pada tujuan perlindungan ke-
‘laws’.18 manusiaan.
Konteks ‘Bhinneka Tunggal Ika’, menya- Ketiga, perbedaan Pandangan terhadap
takan banyak kalangan mengakui penerapan HAM. Proses globalisasi tidak hanya melanda
prinsip kodifikasi secara nasional hanya pada kehidupan ekonomi tetapi telah melanda kehi-
bidang-bidang hukum yang ‘netral’ sifatnya, dupan yang lain seperti politik, sosial, budaya,
yang terutama menyangkut kegiatan perdaga- hankam, iptek, pendidikan dan hukum. Globali-
ngan. Selebihnya harus diserahkan kepada yu- sasi politik antara lain berupa gerakan tentang
risprudensi dan bahkan juga peraturan daerah. HAM, demokrasi, transparansi dan sebagainya.
Contoh besar dari kodifikasi yang ‘seenaknya’
adalah Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992, 19
Ibid.
20
Lihat dan bandingkan mengenai kondisi nilai, prinsip
yang menentukan sanksi:’satu juta rupiah atau dan norma hukum rakyat dalam Didik Sukriono, “Politik
Hukum Pemerintahan Desa di Indonesia”, Jurnal Kons-
titusi Vol.I, No. 1, September 2008, PKK Universitas
18
Budiono Kusumohamidjojo, op.cit. hlm. 78. Kanjuruhan Malang, hlm. 16.
Problema Penggantian Hukum-hukum Kolonial dengan Hukum-Hukum Nasional sebagai Politik Hukum 91

Globalisasi semakin memperkuat pemikiran- laku pada bangsa tersebut. Inilah yang menye-
pemikiran untuk mengoperasionalkan nilai-nilai babkan munculnya dorongan negara-negara
dasar HAM yang bersifat “universal, indivisible berkembang termasuk Indonesia untuk mem-
and interdependent and interrelated”. Bahkan perjuangkan prinsip relativisme kultural dalam
seringkali ditegaskan agar masyarakat interna- penerapan HAM, dengan menekankan betapa
sional memperlakukan HAM secara global “in a pentingnya “national and regional particulari-
fair and equal manner, on the same footing ties and varios historical, cultural and religious
and with the same emphasis”21. Di dalam Viee- backrounds” (Vienna Declaration and Program-
na Declaration and Programme of Action (June me of Actions 1993 I.5.). Demikian pula Dekla-
1993) butir E. 83 yang mengatur tentang “Im- rasi Kuala Lumpur tentang HAM yang dihasilkan
plementation and monitoring methods” dite- AIPO (Asean Inter-Parliamentary Organization)
gaskan bahwa pemerintah-pemerintah hendak- 1993, yang menegaskan betapa pentingnya “in-
nya menggabungkan (incorporate) standar-stan- herent historical experiences, and changing
dar yang terdapat pada instrumen-instrumen economic, social, political and cultural reali-
HAM internasional ke dalam hukum nasional ties and value system”24.
(domestic legismation) dan memperkuat pelba- Bagi Indonesia pandangan terhadap HAM
gai struktur, lembaga nasional dan organ-organ tidak terlepas dari pandangan Pancasila terha-
dalam masyarakat yang memainkan peran di dap hakikat manusia yang menurut Notonego-
dalam mem-promosikan dan melindungi HAM.22 ro25 yaitu kesatuan dari bagian-bagian susunan
Penerapan prinsip-prinsip HAM interna- kodrat terdiri dari jiwa dan raga, sifat kodrat
sional yang bersifat individual dan liberal seba- (makhluk individu dan sosial), dan kedudukan
gaimana yang dianut hukum-hukum kolonial ke kodrat (makhluk berdiri sendiri dan makhluk
dalam sistem hukum nasional sebagaimana di- Tuhan). Oleh sebab itu aliran yang diajarkan
uraikan di atas tentunya harus dianalisa secara oleh filsafat Pancasila mengenai hakikat manu-
akurat, sebab secara tradisional sekalipun su- sia disebut “mono-pluralisme” atau “sarwa
dah mempertimbangkan dunia yang semakin tunggal”, sehingga manusia adalah makhluk
”borderless”, ideologi dan konstitusi suatu “mono-dualistik” atau makhluk “mono-plura-
bangsa pada dasarnya sekaligus merupakan se- listik”. Berdasar-kan pengertian ini, maka ter-
macam “integrated bill of right” negara terse- hadap pandangan yang menyatakan bahwa per-
but.23 Ini mengingat konsitusi yang merupakan kembangan manusia bertolak dari kebebasan
perwujudan ideologi bangsa, secara hati-hati manusia sebagai kebebasan individual sebagai-
telah menggambarkan dan sekaligus membatasi mana yang dianut oleh negara-negara barat
kekuasaan peme-rintah dan tidak sekedar me- bertentangan dengan ajaran filsafat Pancasila.
muat pelbagai rumusan bahasa yang indah- Filsafat Pancasila mengajarkan bahwa
indah, yang peru-musan norma-norma dasarnya manusia hanya dapat berkembang secara utuh
sangat dipengaruhi oleh sistem nilai yang ber- di dalam lingkungan sosial, karena untuk mem-
perjuangkan kepentingannya manusia selalu
21 memerlukan bantuan orang lain. Oleh sebab itu
Lihat Abu Rokhmad mengenai promosi dan penegakan
HAM sebagai salah satu elemen utama supremasi kebebasan manusia dikembangkan dalam kehi-
hukum, dan supremasi hukum. Abu Rokhmad, “HAM dan
dupan sosial melalui keselarasan, keserasian,
De-mokrasi di Era Globalisasi Menuju Promosi dan Per-
lindungan HAM Generasi Kedua”, Jurnal Hukum Vol. XV. dan keseimbangan antara hak dan kewajib-
No. 3 Desember 2005 FH Unissula. hlm. 497 annya. Pancasila mengajarkan bahwa manusia
22
Lihat dan bandingkan dengan Dadan Wildan. “Nasio-
nalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Globalisasi”, Jurnal
24
Sekretariat Negara RI Negarawan, No. 08 Mei 2008, Bandingkan dengan pendapat Franz Magnis Soseno,
hlm. 146, mengenai konsep HAM yang berdimensi ganda pada
23
Bandingkan pendapat Noor Aziz Said mengenai falsafah Mulyanto, “Potret Nilai Universal Versus Nilai Partikular
liberalisme yang dianut sistem hukum nasional. Noor Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Bingkai Konstitusi di
Aziz Said, “Aspek-Aspek Sosiologik Sistem Hukum Nasio- Indonesia”, Jurnal Konstitusi P3KHAM LPPM Universitas
nal (Tinjauan Kritis Terhadap Kasus Bank Century)”, Sebelas Ma-ret Vol. I, No. 1, Agustus 2008, hlm. 44.
25
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10 No. 3 September 2010, SS, Soehardjo. 1993. Filsafat Hukum, Bahan Kuliah
hlm. 225, Program Magister Hukum Undip Semarang, hlm. 10.
92 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

adalah makhluk Tuhan yang otonom, artinya kum (legal policy) yang jelas untuk mencipta-
mengakui bahwa manusia memang bebas, mer- kan kondisi di atas.27 Berkaitan dengan ini,
deka akan tetapi kebebasan tersebut bukannya sistem hukum dan konstitusi juga harus dapat
tak terbatas. Faktor-faktor yang membatasinya merespon dinamika dan tantangan zaman dan
adalah diri sendiri, orang lain atau masyarakat, kehidupan bernegara yang bertumpu pada kon-
alam lingkungan, dan juga Tuhannya. Selain itu sensus reformasi. Oleh karena itu produk hu-
filsafat Pancasila menempatkan manusia seba- kum yang dihasilkan harus mencerminkan aspek
gai makhluk berbudaya memiliki potensi pikir, filosofis, yuridis, sosiologis dan historis, sehing-
rasa, karsa, dan cipta. Oleh karena itu sistem ga kehidupan bangsa dan negara harus berkesi-
hukum nasional yang berorientasi Pancasila nambungan.28
selain memperhatikan hak-hak asasi manusia Berkaitan dengan hal di atas berdasarkan
(HAM), juga harus memperhatikan kewajiban Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasio-
asasi manusia (KAM). Sistem hukum kolonial nal (RPJMN) 2010-2014, bahwa dalam rangka
yang hanya memperhatikan HAM dan tidak me- mendukung terwujudnya Indonesia yang sejah-
ngenal KAM dipandang sebagai penyebab ada- tera, demokrasi, dan berkeadilan maka kebi-
nya problematik pergantian hukum kolonial jakan pembangunan di bidang hukum dengan
dengan hukum nasional. strategi: peningkatan efektivitas peraturan per-
undang-undangan, peningkatan kinerja lembaga
Politik Hukum dalam Mengatasi Problematik di bidang hukum, peningkatan penghormatan,
Penggantian Hukum Kolonial dengan Hukum pemajuan, dan penegakan HAM.29 Oleh karena
Nasional itu agenda penegakan hukum pada RPJMN
Salah satu pilar Grand Design Sistem dan 2010-2014 yaitu: masyarakat yang demokratis
Politik Hukum Nasional adalah prinsip bahwa disertai tegaknya “rule of law”, terwujudnya
hukum mengabdi pada kepentingan bangsa un- kepastian hukum yang memberikan rasa aman,
tuk memajukan negara dan menjadi pilar de- adil, kepastian berusaha dan masuknya inves-
mokrasi dan tercapainya kesejahteraan rakyat. tor, peningkatan kualitas pembuatan undang-
Oleh karena itu produk hukum yang dihasilkan undang, kelembagaan hukum dan sumber daya
adalah hukum yang konsisten dengan falsafah manusia (SDM) hukum, peningkatan peradilan
Negara, mengalir dari landa-san konstitusi UUD bebas, transparan dan terbuka, perjanjian
1945 dan secara sosiologis menjadi sarana un- pemberantasan korupsi disertai perjanjian eks-
tuk tercapainya keadilan dan ketertiban masya- tradisi dengan negara lain, pembenahan berlan-
rakat. jut struktur, substansi dan budaya hukum, pe-
Persoalan mendasar, terkait grand design ningkatan “equality before the law”, aturan
Pembangunan Sistem dan Politik Hukum Nasio- hukum yang pasti merupakan tugas semua pi-
nal, adalah bagaimana membuat struktur sis- hak, pemerintah, pengusaha dan apartur pene-
tem hukum (legal system) yang kondusif bagi gak hukum.
keberagaman subsistem, keberagaman substan- Perkembangan dan perubahan sosial yang
si, pengembangan bidang-bidang hukum yang demikian pesat sebagai akibat dari perkem-
dibutuhkan masyarakat, juga kondusif bagi ter-
Pencemaran Air, Jurnal Penelitian FHUI No. 1 Vol. 3
ciptanya kesadaran hukum masyarakat dan ke-
Tahun 2002, hlm. 65
bebasan untuk melaksanakan hak-hak dan ke- 27
Contoh dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup,
wajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang bahwa Politik hukum pengelolaan lingkungan dapat di-
artikan sebagai arah kebijakan hukum pengelolaan ling-
berlaku.26 Tegasnya, harus ada kebijakan hu- kungan yang dibuat oleh negara untuk mencapai tujuan
tertentu dalam bidang lingkungan. M. Akib, “Politik Hu-
kum Pengelolaan Lingkungan dan Refleksinya Dalam
26
Bandingkan pendapat Mutiara Hikmah, yang menyata- Produk Hukum Otonomi Daerah”, Jurnal Media Hukum
kan bahwa dalam rangka mendorong terwujudnya hu- FH UMY Vol. 16 No. 3 Th 2011, hlm. 574
28
kum nasional maupun penerapan hukum, maka memu- http://www.bphn.go.id/ diunduh tgl. 11-10-2010.
29
puk pertumbuhan kesadaran hukum serta membinanya, Lampiran Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
para penegak hukum mempunyai peran yang amat be- Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Ta-
sar. Mutiara Hikmah, “Aspek Penegakan Hukum Pada hun 2010-2014. Bab VIII.II.8.2.
Problema Penggantian Hukum-hukum Kolonial dengan Hukum-Hukum Nasional sebagai Politik Hukum 93

bangan tekhnologi dan industri, menghendaki hukum nasional harus berorientasi kemanusiaan
hadirnya suatu tatanan hukum yang mampu sesuai Pancasila.31 Ini berarti pembangunan
mewujudkan tujuan-tujuan yang dikehendaki tentang substansi hukum, pembangunan ten-
masyarakat. Oleh karena itu agar fungsi cita tang struktur hukum, dan pembangunan ten-
hukum dapat mengakomodasi semua dinamika tang budaya hukum harus memperhatikan HAM
masyarakat yang kompleks seperti Indonesia dan KAM bangsa Indonesia yang menurut Kete-
maka dalam penyusunan peraturan perundang- tapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedo-
undangan yang bersifat demokratis harus mem- man Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
presentasikan peran hukum sebagai alat untuk (P4) meliputi: mengakui persamaan derajat,
mendinamisasikan masyarakat.30 Dalam konteks persamaan hak dan persamaan kewajiban anta-
demikian, hukum merupakan suatu kebutuhan ra sesama manusia, Saling mencintai sesama
yang melekat pada kehidupan sosial. Hukum manusia, Mengembangkan sikap tenggang rasa,
melayani anggota-anggota masyarakat dalam Tidak semena-mena terhadap orang lain, Men-
mengalokasikan kekuasaan, mendistribusikan junjung tinggi nilai kemanusiaan, Gemar mela-
sumber daya, melindungi kepentingan anggota- kukan kegiatan kemanusiaan, Berani membela
anggota ma-syarakat dan menjamin tercapai- kebenaran dan keadilan, Bangsa Indonesia me-
nya tujuan yang telah ditetapkan dalam masya- rasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
rakat. Dengan demikian cita hukum yang berisi manusia, karena itu dikembangkan sikap hor-
patokan nilai harus mewarnai setiap produk mat menghormati dan bekerjasama dengan
peraturan perundang-undangan sehingga ter- bangsa lain.
wujud tatanan hukum yang demokratis. Tanpa Selain itu, apabila bangsa Indonesia hen-
cita hukum maka produk hukum yang dihasil- dak membangun sistem hukum yang berkarak-
kan akan kehilangan maknanya. Sehubungan teristik Indonesia (Sistem Hukum Pancasila),
dengan itu maka politik hukum yang diharap- maka bangsa Indonesia dituntut untuk mengar-
kan adalah politik hukum yang mampu mewu- tikan hukum tidak hanya terpaku dengan kerja
judkan cita hukum dan sekaligus dapat mem- logika-deduktif semata yang masuk ranah lega-
bahagiakan masyarakat Indonesia. Agar hukum listik-dogmatik dan empirik-positivistik, melain-
dapat menjawab kepentingan masyarakatnya, kan juga hukum harus dibangun secara huma-
maka hukum paling tidak dapat berfungsi: se- nis-partisipatoris, bermoral, hukum bukan un-
bagai bagian dari sistem kontrol sosial,fungsi tuk hukum melainkan untuk manusia dan ma-
hukum sebagai alat penyelesai sengketa dan syarakat (logika-induktif).32 Agar cita hukum
fungsi redistribusi (redistributive function)
atau fungsi rekayasa sosial (social engineering 31
Bandingkan dengan pendapat Notonengoro mengenai
posisi sila pertama dibandingkan dengan sila-sila yang
function).
lain. Lihat dalam Astin Riyanto, “Pancasila Dasar Ne-
Hukum pada dasarnya untuk membaha- gara Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan FHUI
Tahun Ke 37 No. 3 2007, hlm. 464.
giakan manusia. Sehubungan dengan itu refor- 32
Bandingkan pendapat Oding Djunaedi, bahwa diterima-
masi hukum dalam rangka membangun Sistem nya Pancasila sebagai sumber hukum dapat sejalan
dengan pemikiran dan teori hukum antara lain: (1) Teo-
ri hukum yang dikemukakan Hans Kelsen dengan Stufen-
30
Bandingkan pendapat Romli Atmasasmita, yang menya- bau desrecht “hukum itu bersifat hirarkhis”bertingkat.
takan bahwa praktik kebijakan hukum pemegang ke- Tingkatan hukum yang paling tinggi derajatnya adalah
kuasaan telah memahami secara keliru atas konsep dan Ground Norm yang tidak lain adalah dasar-dasar sosial
kebijakan hukum pembangunan khusus penggunaan dari pada hukum untuk bangsa Indonesia, tidak lain
kalimat “sarana” yang disamakan dengan “alat” (tools). adalah Pancasila; (2) Mazhab sejarah, yang dipelopori
Kekeliruan dalam politik hukum tersebut terlihat de- oleh Carl von Savigny menyatakan bahwa “hukum itu
ngan disyahkannya beberapa undang-undang di era re- tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang
formasi yang mencerminkan karakteristik hukum seba- bersama-sama dengan masyarakat (volkgeist).; (3)
gai “alat” bukan “sarana pembaharuan masyarakat”. Aliran Utility, dari Jeremy Bentham, konsepnya “hukum
Romli Atmasasmita, “Politik Hukum Pidana Dalam itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai
Pembangunan Nasional”, Majalah Hukum Nasional BPHN hidup bahagia”; (4) Aliran Sociological Yurisprudence,
Depkumham No. 1 Tahun 2011, hlm. 167. Lihat juga Te- dari Eugen Ehrlich, yang konsepnya “hukum yang dibuat
guh Samudra, “Politik Hukum Pidana dan Politik Pemi- harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masya-
danaan”, Majalah Hukum Nasional BPHN Depkumham rakat” (living law). Oding Djunaedi, “Pancasila Sebagai
No. 1 Tahun 2011, hlm. 65. Paradigma Perkembangan Hukum, Jurnal Ilmiah Fakul-
94 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

Pancasila dapat terwujud dalam setiap produk Perwujudan cara berpikir doktrinal ten-
perundang-undangan Indonesia, maka proses tang hukum, tergambar adanya pemahaman
pembentukannya tidak hanya melalui pende- bahwa undang-undang dipandang sebagai sara-
katan yuridis, melainkan juga harus memper- na yang paling efektif untuk mengawal kebijak-
hatikan pendekatan sosiologis dan politis bah- an penguasa negara (law effectively legiti-
kan filosofis.33 mates policy). Di samping itu peraturan peru-
Pentingnya perubahan cara pandang ter- ndang-undangan merupakan cara utama pen-
hadap hukum tersebut, mengingat belenggu ciptaan hukum nasional dikarenakan oleh sis-
pemikiran normative positivis ternyata menye- tem hukum Indonesia berorientasi pada sistem
babkan keterpurukan dalam hukum, sehingga hukum Hindia Belanda yang merupakan sistem
untuk keluar dari keterpurukan hukum terse- hukum kontinental yang mengutamakan bentuk
but, harus membebaskan diri dari belenggu po- sistem hukum tertulis, politik pembangunan hu-
sitivis. Hal ini karena pemikiran positivis-lega- kum nasional mengutamakan penggunaan per-
listik yang hanya berbasis pada peraturan ter- aturan perundang-undangan sebagai instrumen
tulis (rule bound) semata tidak akan pernah utama dibandingkan hukum yurisprudensi dan
mampu dan dapat menangkap hakikat kebe- hukum kebiasaan.35
naran. Sehingga perlu ada pemikiran yang res- Menentukan politik hukum juga harus
ponsif terhadap rasa keadilan dalam masyara- memperhatikan fungsi hukum yang sangat ber-
kat untuk mencari dan mengurai benang ke- kaitan dengan struktur masyarakatnya. Dalam
adilan dan kebenaran. Pemikiran ini dilandasi hal ini bagi masyarakat sederhana yaitu masya-
bahwa bangunan hukum dibangun oleh hubung- rakat yang masih kecil jumlahnya dan pola
an antar manusia sebagai hubungan sosial antar hubungan antar para anggota masih terjalin sa-
individu dengan keseluruhan variasi dan kom- ngat erat berdasarkan asas kekerabatan sehing-
pleksitasnya yang cenderung sifatnya asimetris. ga penyelenggaraan keadilan relatif mudah ma-
Dalam artian hukum tunduk pada kekuatan sen- ka fungsi hukum hanya sebatas mengatur stan-
tripetal yang menciptakan keteraturan, sekali- dar berperilaku masyarakat, yang oleh Hart
gus tunduk pada kekuatan sentrifugal yang dise-but primary rules of obligation. Sebaliknya
menciptakan ketidakteraturan (disorder), chaos bagi masyarakat yang sudah kompleks dibutuh-
maupun konflik. Sehingga hukum tidak dapat kan tatanan hukum yang memiliki kewajiban
dipandang sebagai sesuatu yang kaku (formal- sekundair (secondary rules of obligation) meli-
legalistik-positivis) tetapi harus lentur memper- puti peraturan-peraruran yang berisi pengakuan
hatikan fakta dan realitas sosial sebagaimana norma tertentu (rules of recognition), peratur-
pendapat Charles Stamford yang dikutip oleh an-peraturan yang menggarap perubahan-peru-
Ahmad Ali.34 bahan (rules of change), dan peraturan tentang
penyelesaian sengketa (rules of adjudication)
sehingga hukum berfungsi selain sebagai sosial
tas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon,
Edisi:01/Juni/2005, hlm. 7. kontrol (social control) juga berfungsi sebagai
33
Bandingkan pendapat Artidjo Alkostar, bahwa politik
rekayasa sosial (social engineering).36
pemidanaan dalam RUU KUHP dituntut untuk menye-
suaikan dengan dinamika hukum yang bergerak secara
sentripetal ke arah nilai-nilai kebenaran (logis), keadil-
an (etis), harmoni sosial (estetis) bersamaan secara kan bahwa hukum tidak pernah dapat berdiri sendiri.
sentrifugal ke arah perkembangan lingkungan sosial, po- Hukum harus dilihat dengan mempertimbangkan kon-
litik, dan budaya. Secara sentrifugal hukum Indonesia teks politik yang melingkupinya. Lihat dalam Indriastuti
sejatinya mampu mengadopsi dan menyerap konvensi- Dyah Saptaningrum, “Jejak Neoliberalisme Dalam Per-
konvensi internasional dan secara bersamaan juga kembangan Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum Jentera,
menginternalisasikan nilai-nilai kearifan lokal, termasuk Edisi Khusus 2008. hlm. 72.
35
diantaranya islah, restorative justice dan mediasi da- Bagir Manan, 1994. Fungsi dan Materi Peraturan Per-
lam perkara pidana. Artidjo Alkostar, “Politik Pemida- undang-Undangan, Makalah Penataran Dosen PLKH BKS-
naan di Dalam RUU KUHP”, Majalah Hukum Nasional PTN Bidang Hukum Se-Wilayah Barat FH Unila Bandar
BPHN Depkumham No. 1 Tahun 2011. Lampung, hlm. 10.
34 36
Ahmad Ali, 2002. Keterpurukan Hukum di Indonesia Pe- Bandingkan pendapat Romli Atmasasmita, yang menya-
nyebab dan Solusinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. takan bahwa model hukum pembangunan (hukum seba-
48. Bandingkan pendapat Daniel S. Lav, yang menyata- gai sarana pembangunan, pen) justru dalam praktek
Problema Penggantian Hukum-hukum Kolonial dengan Hukum-Hukum Nasional sebagai Politik Hukum 95

Berdasarkan uraian di atas, agar politik ti bidang hukum yang erat hubungannya dengan
hukum penggantian hukum-hukum kolonial de- kehidupan kemasyarakatan, budaya dan spiri-
ngan hukum nasional mampu memenuhi kepen- tual masyarakat seperti bidang-bidang hukum
tingan hukum masyarakat Indonesia, maka ben- pidana, kekeluargaan dan waris. Sedangkan bi-
tuk politik hukumnya adalah sebagai berikut: dang hukum “netral” seperti hukum perikatan
hukum kolonial yang sukar diganti seperti bi- dan hukum dalam bidang perdagangan dilaku-
dang hukum yang erat hubungannya dengan ke- kan pergantian melalui dimensi pembaharuan
hidupan kemasyarakatan, budaya dan spiritual atau penciptaan hukum.
masyarakat seperti bidang-bidang hukum pida-
na, kekeluargaan dan waris, maka politik hu- Saran
kumnya berbentuk pembinaan terhadap hukum Disarankan adanya kebijakan negara yang
kolonial yaitu tetap memberlakukan hukum mewajibkan semua hukum positif yang masih
produk kolonial sepanjang tidak bertentangan berbahasa Belanda (dimensi pembinaan) segera
dengan kondisi Indonesia. Hal ini sesuai dengan diganti dengan bahasa Indonesia melalui proses
ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, legislasi.
hukum kolonial yang bersifat hukum “netral”
seperti hukum perikatan dan hukum dalam bi- Daftar Pustaka
dang perdagangan maka politik hukumnya ber- Akib, M. “Politik Hukum Pengelolaan Lingku-
bentuk pembaharuan yaitu melakukan penye- ngan dan Refleksinya Dalam Produk Hu-
suaian hukum kolonial terhadap kondisi sosial, kum Otonomi Daerah”. Jurnal Media Hu-
politik dan budaya bangsa Indonesia atau ber- kum FH UMY Vol. 16 No. 3 Th 2011;
bentuk penciptaan hukum yaitu merubah seca- Ali, Ahmad. 2002. Keterpurukan Hukum di In-
ra total substansi produk hukum kolonial de- donesia Pe-nyebab dan Solusinya, Jakar-
ta: Ghalia Indonesia;
ngan hukum nasional.
Alkostar, Artidjo. “Politik Pemidanaan di dalam
RUU KUHP”. Majalah Hukum Nasional No.
Penutup
1 Tahun 2011. BPHN Depkumham;
Simpulan.
Atmasasmita, Romli. “Politik Hukum Pidana
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat Dalam Pembangunan Nasional”. Majalah
ditarik simpulan bahwa faktor penyebab adanya Hukum Nasional No. 1 Tahun 2011. BPHN
problematik penggantian hukum-hukum koloni- Depkumham;
al dengan hukum nasional antara lain: hetero- --------. “Tiga Paradigma Hukum Dalam Pemba-
genitas bangsa Indonesia, dianutnya prinsip uni- ngunan Nasional”. Majalah Hukum Nasio-
fikasi dan kodifikasi dalam sistem hukum nasio- nal No. 2 Tahun 2011. BPHN Depkumham;
nal, adanya perbedaan pandangan terhadap Dadan Wildan. “Nasionalisme dan Jati Diri
Hak Asasi Manusia. Bangsa di Era Globalisasi”, Jurnal Sekre-
tariat Negara RI Negarawan, No. 08 Mei
Politik hukum dalam mengatasi proble-
2008;
matik tersebut yaitu melakukan pembinaan ter-
Djunaedi, Oding. “Pancasila Sebagai Paradigma
hadap hukum kolonial yang sukar diganti seper- Perkembangan Hukum”. Jurnal Ilmiah
Edisi: 01/Juni/2005. FH Unswagati Cire-
pembentukan hukum dan penegakan hukum masih se-
bon;
ring mengalami hambatan-hambatan yaitu kebiasaan
kurang terpuji selama 50 tahun Indonesia merdeka yaitu Fakrulloh, Zudan Arif. “Model Hukum Yang
pengambilan kebijakan sering memanfaatkan celah un- Humanis Partisipa-toris: Ide Dasar dan
tuk menggunakan hukum sekedar sebagai alat (mekanis)
dengan tujuan memperkuat dan mendahulukan kepen- Teorisasinya dengan Latar Sosial Indo-
tingan kekuasaan daripada kepentingan dan manfaat nesia”. Jurnal Ilmiah Hukum Legality Vol.
bagi masyarakat seluas-luasnya, seperti perampasan 9. No. 2. September 2001-Januari 2002. F
hak masyarakat adat atas tanah untuk tujuan pemba- UMM Malang,;
ngunan gedung pemerintah dan jalan raya. Romli Atma-
sasmita, “Tiga Paradigma Hukum Dalam Pembangunan Hasan, Ahmadi. “Adat Badamai Sebagai Penye-
Nasional”, Majalah Hukum Nasional BPHN Depkumham lesaian Sengketa Dalam Sistem Hukum
No. 2 Tahun 2011, hlm. 199.
Nasional”. Jurnal Konstitusi PKK Vol. I No
96 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 1 Januari 2012

1, Nopember 2008. Fakultas Syariah IAIN Manusia dan Hukum. Jakarta: Penerbit
Antasari; Buku Kompas;
Hikmah, Mutiara. “Aspek Penegakan Hukum Pa- Riyanto, Astim. “Sistem Hukum Negara-Negara
da Pencemaran Air”. Jurnal Penelitian Asia Tenggara”. Jurnal Hukum & Pem-
FHUI No. 1 Vol. 3 Tahun 2002; bangunan Tahun-37 No. 2 April-Juni 2007;
Kusumaatmadja, Mochtar. 1986. Pembinaan -------. “Pancasila Dasar Negara Indonesia”.
Hukum dalam Rangka Pembangunan Na- Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun
sional. Bandung: Binacipta; Ke 37 No. 3 2007;
Kusumohamidjojo, Budiono. “Politik Hukum dan Rokhmad, Abu. “HAM dan Demokrasi di Era
Pembangunan Hukum Nasional Dalam PJ- Globalisasi Menuju Promosi dan Perlin-
PT II”. Pro Justitia Majalah Hukum 1993. dungan HAM Generasi Kedua”. Jurnal
Unpar Bandung; Hukum Vol. XV. No. 3 Desember 2005. FH
Lumbun, Gayus T. “Politik Hukum Bidang Per- Unissula;
adilan di Indonesia”. Majalah Hukum Na- Said, Noor Aziz. “Aspek-Aspek Sosiologik Sistem
sional No. 1 Tahun 2008. BPHN Depkum- Hukum Nasional (Tinjauan Kritis Terhadap
ham RI; Kasus Bank Century)”. Jurnal Dinamika
---------. “Budaya Hukum Mempengaruhi Peles- Hukum Vol. 10 No. 3 September 2010. FH
tarian Fungsi Lingkungan”. Jurnal Ilmiah UNSOED Purwokerto;
Ilmu Hukum “Era Hukum” No. 1 Tahun 11 Samudra, Teguh. “Politik Hukum Pidana dan
September 2003; Politik Pemidanaan”. Majalah Hukum Na-
Ma’ruf, Umar. “Politik Hukum Hak Menguasai sional No. 1 Tahun 2011. BPHN Depkum-
oleh Negara Terhadap Tanah”. Jurnal Il- ham;
mu Hukum Vol XVI No. 3 September 2006. Saptaningrum, Indriastuti Dyah. “Jejak Neoli-
FH Unissula; beralisme Dalam Per-kembangan Hukum
Mahmutarom. “Pembangunan Hukum Nasional Indonesia”. Jurnal Hukum Jentera, Edisi
Dalam Konteks Global”. Majalah Masalah- Khusus 2008. hlm. 72.
Masalah Hukum Vol 35 No 1 Januari-Ma- Shidarta. “Penalaran Hukum Dalam Sudut Pan-
ret 2006. FH UNDIP; dang Keluarga Sistem Hukum dan Pen-
Manan, Bagir. 1994. Fungsi dan Materi Per- studi Hukum”. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
aturan Per-undang-Undangan. Makalah “Era Hukum” No. 1 Tahun 11 September
Penataran Dosen PLKH BKS-PTN Bidang 2003;
Hukum Se-Wilayah Barat FH Unila Bandar Soemarsono, Maleha. “Negara Hukum Indonesia
Lampung; Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara”.
Mansyur, M. Ali. “Pancasi-la Sebagai Dasar Pe- Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun-37
ngembangan Ilmu Hukum Indonesia”. Jur- No. 2 April-Juni 2007;
nal Hukum Vol. XV No.1 Juni 2005. FH SS, Soehardjo. 1993. Filsafat Hukum, Bahan
Unissula; Kuliah Program Magister Hukum Undip
Mudzakkir. “Kebijakan Kodifikasi (Total) Hukum Semarang;
Pidana Melalui RUU KUHP dan Antisi- Sukriono, Didik. “Politik Hukum Pemerintahan
pasiTerhadap Problem Perumusan Hukum Desa di Indonesia”. Jurnal Konstitusi Vol.
Pidana dan Penegakan Hukum Pidana di I, No. 1, September 2008. PKK Universitas
Masa Datang”. Majalah Hukum Nasional Kanjuruhan Malang;
No. 1 Tahun 2011. BPHN Depkumham; Sulistiyono, Tri. “Pluralisme Hukum; Menggapai
Mulyanto. “Potret Nilai Universal Versus Nilai Hu-kum Adat Gaya Baru yang
Partikular Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Berperspektif Keadilan Gen-der”. Jurnal
Bingkai Konstitusi di Indonesia”. Jurnal Konstitusi Vol. I, No. 1. Nopember 2008.
Konstitusi Vol. I, No. 1, Agustus 2008 P3- PKK Universitas Negeri Sema-rang,;
KHAM LPPM UNS; Sutrisno, Endang. “Mengukuhkan Paradigma
Rahardjo, Satjipto. 2007. Biarkan Hukum Meng- Hukum di Era Orde Reformasi”. Jurnal
alir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Ilmiah Edisi: 01/Juni/2005. FH Unswagati
Cirebon;

Anda mungkin juga menyukai