Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

ALERGI DAN EFEK SAMPING OBAT

Dosen Pengasuh mata kuliah:


Prof. Dr. Ahyar Ahmad

DISUSUN OLEH :

ARKIEMAH HAMDA
H311 08 001

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I

PENDAHULUAN

Kimia medisinal atau biasa juga disebut farmaseutika adalah disiplin ilmu

gabungan kimia dan farmasi yang terlibat dalam desain, sintesis, dan

pengembangan obat farmaseutika. Kimia medisinal terlibat dalam identifikasi,

sintesis, dan pengembangan entitas kimia baru new


( chemical entity) yang dapat

digunakan untuk terapi. Bidang ini juga melakukan kajian terhadap obat yang

sudah ada, berikut sifat biologis serta QSAR ( quantitative structure-activity

relationships)-nya. Bidang ini berfokus pada aspek kualitas obat dan bertujuan

untuk memelihara kesehatan sebagai tujuan dari produk obat. Kimia medisinal

merupakan bidang ilmu yang sangat melibatkan bidang


- bidang ilmu lain, dengan

menggabungkan kimia organik, biokimia, kimia komputasi, farmakologi, biologi

molekular, statistika, dan kimia fisik.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai alergi dan efek samping obat.

Sebagaimana diketahui bahwa kadang-kadang dalam pengobatan terjadi hal-hal

yang membingungkan. Hal ini dapat terjadi karena pemberian obat kepada si

penderita yang dapat menyebabkan suatu alergi.


BAB II

ISI

1.1 Obat

a. Pengertian Obat

Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan

atau paduan- paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki

secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,

mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia

atau hewan.

Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi

proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.

Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat

menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan

penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan

berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas


Indonesia).

Obat merupakan sediaan atau paduan bahan- bahan yang siap untuk

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional,

Departemen Kesehatan RI, 2005).


Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,

membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat juga

merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme

hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan,

mencegah suatu penyakit.

b. Bahan Obat / Bahan Baku

Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang

berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat

walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan.

Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal

memerlukan pengemasan untuk menjadi oabt jadi.

d. Penggolongan Obat

Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:

1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau

dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa

suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik -antipiretik,

dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko

obat, toko kelontong, warung.

2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran

berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya

masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat

penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-

antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat


antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya

dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.

3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran

yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi

lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa

didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam

golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah

rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat

ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di apotek dengan

resep dokter.

4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI

No. 22 Th 1997 tentang Narkotika


). Obat ini pada kemasannya ditandai

dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat

Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga

obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli

(tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain:

opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam

bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat

bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit.

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping,

oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan
hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik

dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara

ekstrim, ini pun akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik

tubuh.

1.2 Efek Sampig Obat

a. Pengertian Efek Samping Obat

Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang

merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu p engobatan.

Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat

ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko

yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya:

y reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),

y hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang

berlebihan),

y osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping

karena penggunaan jangka lama),

y hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian

obat - withdrawal syndrome),

y fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa

awal kehamilan (efek teratogenik), dsb.

Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan

begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:

y Kegagalan pengobatan,
y Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-

induced disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh

pasien,

y Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi,

memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak

ekonomik).

y Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan

terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.

Tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap

awal, kecuali kalau yang terjadi adalah bentuk- bentuk yang berat, spesifik dan

jelas sekali secara klinis.

b. Pembagian Efek Samping

Efek samping obat dapat dikelompokkan/diklasifikasi dengan berbagai cara,

misalnya berdasarkan ada/tidaknya hubungan dengan dosis, berdasarkan bentuk -

bentuk manifestasi efek samping yang terjadi, dsb. Namun mungkin pembagian

yang paling praktis dan paling mudah diingat dalam melakukan pengobatan

adalah sebagai berikut:

Efek samping yang dapat diperkirakan, terbagi atas:

o Aksi farmakologik yang berlebihan

Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efek toksik )

dapat disebabkan karena dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang

bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi karena dosis yang diberikan memang

besar, atau karena adanya perbedaan respons kinetik atau dinamik pada
kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada pasien dengan gangguan faal

ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik dsb.

Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pada pengobatan dengan

depresansia susunan saraf pusat, obat-obat pemacu jantung, antihipertensi dan

hipoglikemika/antidiabetika.

o Respons karena penghentian obat

Gejala penghentian obat (gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah

munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap

efek farmakologik obat, karena penghentian pengobatan.

Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama pengobatan telah berlangsung

adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan toleransi terhadap

efek farmakologik obat, sehingga umumnya pasien memerlukan dosis yang

makin lama makin besar (sebagai contoh berkurangnya respons penderita

epilepsi terhadap fenobarbital/fenitoin, sehingga dosis perlu diperbesar agar

serangan tetap terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara

menghentikan pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis

secara berangsur -angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis yang

mempunyai aksi lebih panjang atau kurang poten, dengan gejala putus obat

yang lebih ringan.

o Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama

Efek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik utamanya, untuk

sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan

penelitian- penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat


mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan

namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi.

Efek samping yang tidak dapat diperkirakan, terbagi atas:

o Reaksi alergi

Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yang sering

terjadi, dan terjadi akibat reaksi imunologik. Reaksi ini tidak dapat

diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis, dan

terjadi hanya pada sebagian kecil dari populasi yang menggunakan suatu

obat. Reaksinya dapat bervariasi dari bentuk yang ringan seperti reaksi kulit

eritema sampai yang paling berat berupa syok anafilaksi yang bisa fatal.

o Reaksi karena faktor genetik

Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat

mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya

sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik

seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik (yang juga

tidak mungkin dilakukan pada pelayanan kesehatan rutin


).

o Reaksi idiosinkratik

Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek

samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat

diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Untungnya reaksi

idiosinkratik ini relatif sangat jarang terjadi.


c. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat

Setelah melihat uraian di atas, maka kemudian dapat diidentifikasi faktor -

faktor apa saja yang dapat mendorong terjadinya efek samping obat. Faktor -faktor

tersebut ternyata meliputi:

a. Faktor bukan obat

Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:

y Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan

untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.

y Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat


) dan lingkungan,

misalnya pencemaran oleh antibiotika.

b. Faktor obat

y Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek

samping.

y Pemilihan obat.

y Cara penggunaan obat.

y Interaksi antar obat.

d. Upaya Pencegahan dan Penanganan Efek Samping Obat

Masing-masing obat mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-

masing, baik dari segi manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya. Satu hal

yang perlu diperhatikan adalah, jangan terlalu terpaku pada obat baru, di mana

efek-efek samping yang jarang namun fatal kemungkinan besar belum ditemukan.

Sangat bermanfaat untuk selalu mengikuti evaluasi/penelaahan mengenai manfaat

dan risiko obat, dari berbagai pustaka standard maupun dari pertemuan-pertemuan

ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling sering dijumpai
atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam melakukan

evaluasi pengobatan.

a. Upaya pencegahan

Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu

dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:

y Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien

pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui

resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.

y Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif

non-farmakoterapi.

y Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.

y Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada:

anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien- pasien yang juga menderita

gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek

samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan

komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.

y Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera

hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.


y Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau

penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan

tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien

memburuk, atau justru karena efek samping obat.


b. Penanganan efek samping

Dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan

mekanisme terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya

seperti berikut ini:

1. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.

Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai

sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala

menghilang dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati
-

hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi

alergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak

boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan

fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya

digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang mana penyebabnya,

maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.

2. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi

penderita. Pada bentuk- bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan

dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan

pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh

lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai,

pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan), dll.

1.3 Alergi Obat

Kadang-kadang dalam pengobatan terjadi hal-hal yang membingungkan.

Misalnya seorang datang dengan demam dan nyeri waktu menelan makanan.

Ternyata ia menderita tonsihtis akut. Maka pengobatannya adalah antibiotik


ampicillin bersama dengan suatu analgetikantipiretik. Lima hari kemudian ia

kembali, demamnya masih tetap tinggi. Tetapi tanda-tanda peradangan tonsil

sudah tidak ada lagi.

a. Mekanisme Alergi Obat

Karena berat molekulnya yang rendah (dibawah 2000) biasanya obat itu

sendiri tidak mempunyai kemampuan antigenik (immunogenik ). Mereka

bertindak sebagai hapten, dan sesudah membentuk ikatan kovalen dengan suatu

protein, peptide atau karbohidrat dijaringan atau darah, akan merangsang

pembentukan antibodi atau sel limfosit yang sangat spesifik untuk komplek

antigen tsb. Antibodi pada manusia terdiri dari 5 jenis golongan protein yaitu

Immunoglobulin A, D, E, G dan M; dihasilkan oleh sel-sel plasma (jaringan

Thymic-Independent). Sedangkan sel sel limfosit (jaringan Thymic²Dependent)

membentuk apa yang disebut kekebalan seluler (cell²mediated²immunity),

penyebab dari delayed hypersensitivity. Maka akan timbul reaksi alergik bila obat

yang sama diberikan kembali (gambar )I.


Termasuk dalam obat yang mudah membentuk ikatan kovalen dengan

komponen dalam darah atau jaringan adalah golongan alkylator (misalnya carbon

tetrachloride, chloramphenicol , nitrogen mustards, beberapa obat anti-neoplastik),

golongan acylator (misalnya struktur beta laktam : penicillin, phthalimides,

beberapa zat karsinogenik dan teratogenik) dan obat-obat yang bersifat alkalis

(misalnya chloroquine, kanamycin, neomycin, polymyxin, streptomycin).

Efek teratogenik dari beberapa obat dapat diterangkan dengan

terbentuknya ikatan antara nukleoprotein dari komponen genetik dengan obat,

misalnya suatu acylator, sehingga fungsi genetic tsb. akan terganggu. Pada

beberapa obat daya immunogenic tidak langsung dari obat itu sendiri , tetapi dari

produk degradasi obat itu, misalnya pada penicilhn (gambar II). Secara klinik'

minor haptenic group' ini penting karena ia merangsang pembentukan antibodi

IgE (immunoglobulin E) yang bertanggung jawab pada reaksi alergik jenis segera

(immediate). Sedangkan'major haptenic group'disamping merangsang

pembentukan IgE, juga merangsang pembentukan antibody penghambat " IgG.

Terjadinya alergi silang diantara obat-obatan adalah karena struktur dasar yang

sama atau produk degradasinya adalah serupa (secara antigenik).

Apa yang terjadi sesudah komplek antigen bergabung dengan antibodi atau

sel limfositnya yang spesifik ? Bermacam-macam keadaan dapat timbul

tergantung dari jenis receptor²site jaringan yang dipengaruhi oleh gabungan

antigenantibodi atau sel limfosit tsb (gambar III).


Reaksi alergi terjadi jika seseorang yang telah memproduksi antibodi IgE

akibat terpapar suatu antigen (alergen), terpapar kembali oleh antigen yang sama.

Alergen memicu terjadinya aktivasi sel mast yang mengikat IgE pada jaringan.

IgE merupakan antibodi yang sering terlihat pada reaksi melawan parasit,

terutama untuk melawan cacing parasit yang umumnya mewabah pada negara

yang masih terbelakang.

Namun demikian, pada negara maju, respon IgE terhadap antigen sangat

menonjol dan alergi menjadi sebab timbulnya penyakit. Hampir separuh

masyarakat Amerika bagian utara dan juga masyarakat Eropa mempunyai alergi

terhadap satu atau lebih antigen yang berasal dari lingkungan, misalnya serbuk

bunga.
Meskipun bahan alergen itu tidak sampai mengakibatkan kematian namun

sangat mengganggu produktivitas karena menyebabkan penderitanya tidak dapat

bekerja maupun sekolah. Oleh karena alergi menjadi masalah kesehatan yang

cukup penting sehingga patofisiologi yang ditimbulkan oleh IgE lebih diketahui

daripada peran IgE pada fisiologi yang normal. Istilah alergi awalnya berasal dari

Clemen Von Pirquet yang artinya adalah perubahan kemampuan tubuh dalam

merespon substansi asing. Definisi ini memang cukup luas karena mencakup

seluruh reaksi imunologi. Alergi saat ini mempunyai definisi yang lebih sempit

yaitu penyakit yang terjadi akibat respon sistem imun terhadap antigen yang tidak

berbahaya.

Alergi merupakan salah satu respon sistem imun yang disebut reaksi

hipersensitif. Reaksi hipersensitif merupakan salah satu respon system imun yang

berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan maupun penyakit yang

serius. Oleh Coobs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi empat

kelas. Alergi sering disamakan dengan hipersensitif tipe I.


BAB III

PENUTUP

Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,

membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat juga

merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme

hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan,

mencegah suatu penyakit, tetapi kadang-kadang dalam pengobatan terjadi hal-hal

yang membingungkan.

Hal tersebut dapat berupa alergi atau hipersensitifitas dan terdapat juga

efek yang ditimbulkan dari penggunaan obat tersebut. Efek samping obat juga

merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat

kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi

secara ekstrim, ini pun akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem

biologik tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia, 1995,


Farmakologi dan Terapi, Jakarta.
Browsing Internet melalui situs search engine www.google.com

Reid, J.L., Rubin, P.C., dan Whiting, B., 1985, Lecture Notes on Clinical
Pharmacology, 2nd edition.Blackwell Scientific Publications, Oxford.

Santoso, B., Suryawati, S. dan Dwiprahasto, I., (eds) 1987, Efek Samping Obat,
Edisi I, Laboratorium Farmakologi Klinik.

Anda mungkin juga menyukai