Anda di halaman 1dari 19

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak

berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu

di atas 38oC, dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan

oleh proses intrakranial.6 Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan

karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang

tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Anak

berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun

jarang sekali. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang

didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi sususan saraf

pusat. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi

ini, melainkan termasuk dalam kejang neonatus.7

2.2 Etiologi

Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.

Kejang intrakranial meliputi:

1. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler.

2. Infeksi: bakteri, virus, parasit, misalnya meningitis.

3. Kongenital: disgenesis, kelainan serebri.

Kejang ekstrakranial meliputi:

1. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit (Na

dan K), misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.


4

2. Toksik: intoksikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat.

3. Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan

piridoksin.

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum

diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat

mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai

peranan 8-22% anak yang menderita kejang demam memiliki orang tua

dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya. Semua jenis infeksi

bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan kejang demam

dan dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering

menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas

terutama tonsilitis dan faringitis, otitis media akut, gastroenteritis akut dan

infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT dan campak juga dapat

menyebabkan kejang demam.1,8

2.3 Faktor Risiko

Tiga faktor utama yang berperan pada kejang demam,yaitu:8

1. Faktor Demam

Cepatnya kenaikan suhu tubuh memegang peranan penting sebagai

penyebab kejang demam. Sekitar 75% dari anak demam pada suhu 39oC

dan 25% anak dengan demam >40oC.

2. Faktor Umur

Pada umumnya, kejang demam terjadi pada usia 9 bulan - 5 tahun.

Puncak tertinggi terjadinya kejang demam pada usia 14-18 bulan. Kejang

demam pertama terjadi pada usia 6 bulan sampai usia 4 tahun sekitar 85%.
5

Kejang demam sebelum usia 5-6 bulan kemungkinan infeksi susunan saraf

pusat.

3. Faktor Gen

Gen memiliki peranan penting pada kejang demam. Hasil

anamnesis pada keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sekitar

7.5%. Risiko terjadinya kejang demam meningkat dua hingga tiga kali

lipat bila terdapat keluarga yang pernah mengalami kejang demam. Risiko

meningkat 5%, bila terdapat riwayat orang tua yang mendertita kejang

demam.

2.4 Mekanisme Kejang Demam

Sel atau organ otak memerlukan energi yang didapatkan dari

metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Bahan baku

untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu

adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-

paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi, sumber

energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air.1,2,5

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah limpoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan

sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion

Klorida (CL-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan

sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
6

sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebeut potensial membran dari

sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukam

energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan

sel.1,2,5

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya:1,2,5

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, atau

aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan

meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun

ke sel mebran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmiter dan terjadilah kejang. Setiap anak memiliki ambang

kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi atau rendahnya ambang

kejang dari seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu
7

38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang

baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat

disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada

ambang kejang yang rendah sehingga penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam

yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat disebabkan

meningkatkan aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme

otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.1,2,5

Kerusakan pada daerah lobus temporalis setelah mendapatkan

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di

kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi,

kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan

anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.1,2,5


8

2.5 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh

infeksi di luar susuan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis

dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama

sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat terbentuk

tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

sendiri. Namun, anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa

detik atau menit tanpa adanya kelianan neurologik.1

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain:

anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh

yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik klonik atau grand mal, pingsan

yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-

anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan

kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada

umunya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat

menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan jatuh

apabila dalam keadaan berdiri.8

Postur tonik (kontraksiah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya

terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar

kesadarannya), gangguan pernapasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya

kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti:5

1. Anak hilang kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak


9

3. Sulit bernapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

2.6 Klasifikasi Kejang Demam

2.6.1 Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung singkat

(kurang dari 15 menit), bersifat umum (tonik dan atau klonik), serta tidak

berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%

diantara seluruh kejang demam. Sebagian kejang demam sederhana

berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.5

2.6.2 Kejang Demam Kompleks

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu

ciri berikut:5,7

1. Kejang lama (lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2

kali. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial.

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Kejang berulang

terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.


10

Tabel 2.1 Klasifikasi Kejang Demam menurut Sub Neurologi FK-UI5

Kejang demam kompleks Kejang demam sederhana Kejang demam berulang


 Umur kurang dari  Kejadiannya antara  Kejang demam
6 bulan atau lebih umur 6 bulan timbul pada
dari 5 tahun smapai 5 tahun lebih dari satu
 Kejang  Serangan kejang episode demam
berlangsung lebih kurang dari 15  Faktor yang
dari 15 menit menit atau singkat mempengaruhi
 Kejang bersifat  Kejang bersifat kejang demam
fokal atau multipel umum berulang:
 Didapatkan (tonik/klonik) 1. Usia <15 bulan
kelainan  Tidak didapatkan saat kejnag
neurologis kelainan demam pertama
 EEG abnormal neurologis 2. Riwayat kejang

 Frekuensi kejang sebelum dan demam dalam

lebih dari 3 kali sesusah kejang keluarga

per tahun  Frekuensi kejang 3. Kejang demam

 Temperatur kurang dari 3 kali terjadi setelah

kurang dari 39oC per tahun mulai demam

 Temperatur lebih atau saat suhu

dari 39oC sudah relatif


normal
4. Riwayat demam
yang sering
5. Kejang pertama
adalah kejang
demam
kompleks

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi tidak

disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan


11

kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak

secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan

ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa

bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi

pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat lelah, atau adakalanya

terkena sinar lampu yang tajam.8

2.7 Diagnosis

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan

menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang,

diantaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan

homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi struktural pada sistem saraf,

misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk

menegakkan diagnosis ini.7

2.7.1 Anamnesis7

 Adanya kejang, waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval

antara 2 serangan kejang

 Sifat kejang (fokal atau umum)

 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

 Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

 Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap

atau naik turun), suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi kejang dalam

24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar


12

infeksi sususnan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA,

infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dan lain-lain)

 riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga

 singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya, diare/muntah yang

mengakibatkan gangguan eletrolit, sesak yang mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

 trauma kepala

2.7.2 Pemeriksaan Fisik7

 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran

 Tanda-tanda vital terutama suhu

 Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique

Sign, Laseque

 Pemeriksaan nervus kranial

 Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB)

menonjol, papil edema

 Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat: ISPA, OMA, ISK, dan lain-

lain.

 Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks

patologis.
13

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi:7

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas

indikasi misalnya:

 darah tepi lengkap = penyebab demam,

 gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.

 Pemriksaan fungsi hati dan ginjal = gangguan metabolisme

 Kadar TNF alfa, IL-1 alfa dan IL-6 pada cairan serebrospinal =

meningkat= ensefalitis akut /ensefalopati

2. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,

saat ini pemeriksaan lumbal pungsi tidak dilakukan secara rutin pada anak

berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan

keadaan umum baik.

Indikasi lumbal fungsi:

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan klinis
14

3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang

sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik

tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

3. Elektroensefalografi (EEG)

Indikasi pemeriksaan EEG:

Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali

apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal

untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan

evaluasi lebih lanjut.7

4. Pencitraan

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin

dilakukan pada anak kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut

dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologi fokal yang

menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.7

2.8 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita kejang demam harus

dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf

pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,

ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.8

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada

bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering

tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu, dapat

dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui

pungsi lumbal.8
15

Tabel 2.2 Diagnosa Banding8

No Kriteria Banding Kejang Epilepsi Meningitis


Demam Ensefalitis
1 Kejang pencetusnya Demam Tidak berkaitan Salah satu
dengan demam gejalanya
demam
2 Kelainan otak - + +
3 Kejang berulang + + +
4 Penurunan + - +
kesadaran

2.9 Prognosis

1. Kecacatan atau kelainan neurologis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian

kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien

yang sebelumnya normal. kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus

kejang demam lama atau kejang demam berulang, baik umum maupun

fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada

anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya

terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.7

2. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor

risiko berulangnya kejang demam adalah:

 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

 Usis kurang dari 12 bulan


16

 Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang

 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya

kejang

 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam

kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya

kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut

kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan

berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.7

3. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:

 Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum

kejang demam pertama.

 Kejang demam kompleks.

 Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

 Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam

satu tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan

kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut

akan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat

rumatan pada kejang demam.7

4. Kematian

Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.7


17

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah

kejang demam berulang, mencegah status epilepsi, mencegah epilepsi dan

atau mental retardasi, serta normalisasi kehidupan anak dan keluarga.6,7

1. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu

pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan

kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah

diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena

adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit

atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.6

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di

rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75

mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau

diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.6

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,

dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval

waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih

tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.6

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis

0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin


18

secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan

1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat

di ruang rawat intensif. Pemberian obat selanjutnya tergantung dari

jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks

dan faktor risikonya.6

2. Pemberian obat pada saat demam

 Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis

parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4

kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10

mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat

dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari

18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak

dianjurkan.6

 Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada

saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%

kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu >38,5°C. Dosis tersebut cukup tinggi dan


19

menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-

39% kasus.6

3. Pemberian obat rumatan

Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,

retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:

 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12bulan.

 Kejang demam > 4 kali pertahun

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti

ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat

dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumatan hanya

diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam

valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari

2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis


20

asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4

mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.6

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian

dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.6

4. Edukasi pada orang tua

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap

orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan

bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi

dengan cara diantaranya:3,7

 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunyai

prognosis baik.

 Memberitahukan cara penanganan kejang.

 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang

memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang:3,7

 Tetap tenang dan tidak panik

 Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher

 Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,

bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

 Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil)

lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.


21

 Ukur suhu, observasi dan catat bentuk dan lama kejang.

 Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.

 Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5

menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal

hanya boleh diberikan satu kali oleh orang tua.

 Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit

atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak

berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak

tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

5. Vaksinasi

Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan

vaksinasi pada anak dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah

demam karena vaksinasi sangat jarang. Suatu studi menunjukkan bahwa

risiko relatif kejang demam terkait vaksin dibandingkan kejang demam

tidak terkait vaksin adalah 1,6. Angka kejadian kejang demam pasca

vaksin DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut,

dianjurkan pemberian diazepam intermitten dan paracetamol

profilaksis.3,7

Anda mungkin juga menyukai