Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan 1997 hingga

sekarang berdampak kepada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu

masalah yang timbul akibat krisis diantaranya adalah masalah kesehatan dan

kekurangan gizi (http://www.banjar-jabar.go.id).

Arah kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan adalah untuk

mempertinggi derajat kesehatan termasuk di dalamnya keadaan gizi

masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kecerdasan dan

kesejahteraan pada umumnya (Suhardjo, 2003: 3).

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.

Menurut kamus Bahasa Indonesia, gizi adalah zat makanan pokok yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan badan. Gizi berperan penting

bagi proses pertumbuhan dan perkembangan dan zat gizi juga dibutuhkan agar

tubuh terhindar dari berbagai jenis penyakit (Koalisi Indonesia Sehat, 2001).

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan

pelayanan kesehatan saja tetapi juga merupakan sindrom kemiskinan yang erat

kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga /

masyarakat, aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung

perbaikan gizi. (Bagian Program Dinkes Kota Cirebon ; 2008)

1
2

Kecukupan gizi yang relatif rendah atau kurang gizi pada balita di

Indonesia merupakan masalah utama yang cukup menghambat kemajuan

pembangunan Nasional (Kodyat; 1992). Menurut hasil penelitian sosial, status

gizi balita dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu

daerah, jika tingkat kemiskinan tinggi maka semakin banyak pula anak balita

yang menderita kurang gizi. (http://www.banjar-jabar.go.id).

Status gizi penduduk biasanya digambarkan dengan masalah gizi yang

dialami oleh golongan penduduk yang rawan gizi, terutama pada anak-anak

yang berumur di bawah lima tahun. Pemenuhan gizi balita sangat bergantung

pada kualitas makanan yang diberikan. Pada usia ini kualitas dan kelengkapan

gizi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan organ dan jaringan

tubuh seperti tulang, otak dan sistem kekebalan tubuh (http://www.banjar-

jabar.go.id).

Secara umum terdapat empat masalah gizi pada balita di Indonesia yaitu

Kurang Energi Protein, Kurang Vitamin A, Kurang Yodium dan Anemia Gizi

Besi. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap penyakit-penyakit

infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian balita (Soegeng

Santoso dan Anne Lies Ranti, 2003: 72).

Data Depkes tahun 2007, angka kasus balita gizi kurang dan buruk

adalah 4.13 juta anak dan 755.397 orang diantaranya tergolong balita resiko

gizi buruk. Hasil surveilans gizi menunjukkan bahwa kasus gizi buruk yang
3

ditemukan dan ditangani pada tahun 2007 sebanyak 39.080 orang

(Budhipramono, 2008).

Jumlah penderita gizi buruk di wilayah Jawa Barat hingga pertengahan

2009 sebanyak 300.000 orang (http://www.hu-pakuan/com/berita detail.php).

Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2006 sebanyak

24.067 balita berstatus gizi buruk, lima balita diantaranya kurang protein

(kwarsiorkor), 102 balita kekurangan kalori (marasmus), 62 balita mengalami

busung lapar (marasmus kwasiorkor) dan sepuluh balita yang mengalami gizi

buruk meninggal dunia (Samhadi, 2008).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Cirebon tahun 2008

jumlah balita sebanyak 21.511 orang. Berdasarkan indeks berat badan per

umur terdapat 272 balita (1.28%) dengan status gizi buruk, 2.860 balita

(13.41%) yang mengalami gizi kurang, 17.782 balita (83.41%) dengan gizi

baik dan 405 balita (1.90%) dengan gizi lebih (Bagian Yankesdas, 2008).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Cirebon pada tahun 2008, wilayah

kerja Puskesmas Sitopeng kelurahan Argasunya masuk pada urutan pertama

yang mempunyai balita dengan status gizi buruk.

Data studi pendahuluan yang diperoleh dari Puskesmas Sitopeng

Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon tahun 2008 adalah

jumlah balita sebanyak 1.331 orang dengan status gizi buruk sebanyak 54

balita (4.06%), gizi kurang sebanyak 321 balita (24.12%), gizi baik sebanyak
4

947 balita (71.15%) dan gizi lebih sebanyak sembilan balita (0.68%) (Bagian

Gizi UPTD Puskesmas Sitopeng, 2008).

Mengingat penyebab dan besarnya masalah tersebut, kegiatan perbaikan

gizi diprioritaskan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga dengan

mendorong terciptanya kemandirian keluarga dalam memperbaiki status gizi

keluarga. Terjadinya gizi buruk pada anak merupakan dampak akhir dari

sejumlah faktor, baik langsung maupun tidak langsung. Kejadian gizi buruk

pada anak dapat berasal dari faktor masyarakat, keluarga dan ibu, di mana

ketiga faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan keadaan yang

membawa dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Sjamien

Moehyl, 2008). Faktor tidak langsung yang berasal dari ibu balita meliputi

tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan merupakan fokus

yang akan diteliti karena faktor dari ibu ini sangat besar pengaruhnya terhadap

status gizi balita selama tahap pertumbuhan dan perkembangan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon Tahun

2010.”
5

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Faktor-faktor apa

sajakah yang berhubungan dengan status gizi pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon Tahun 2010 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon Tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran status gizi buruk dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan status gizi pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon tahun 2010.

b. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu balita dengan

status gizi pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota

Cirebon tahun 2010.

c. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan

status gizi pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota

Cirebon tahun 2010.

d. Mengetahui hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon tahun

2010.
6

e. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon tahun

2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian

lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

status gizi pada balita.

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang gizi sehingga

peneliti dapat memahami dan mengetahui kondisi status gizi pada

balita yang ada di lapangan serta dapat menyampaikan kepada

masyarakat tentang cara-cara untuk meningkatkan status gizi pada

balita agar lebih baik.

b. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan

tolak ukur dalam memonitor status gizi pada balita yang ada di

wilayah kerjanya.
7

E. Ruang Lingkup Penelitian

Masalah dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon periode

Januari-Desember 2009. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode survey analitik pendekatan cross sectional. Sumber data yang diambil

berasal dari responden secara langsung dengan menggunakan kuesioner dan

data rekapitulasi status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sitopeng Kota

Cirebon periode Januari-Desember 2009 sebanyak 93 balita. Penelitian

dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2010 di Wilayah Kerja

Puskesmas Sitopeng Kota Cirebon .

Anda mungkin juga menyukai