Anda di halaman 1dari 51

BAB 2

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Keluarga

1.1. Definisi Keluarga

Keluarga menjadi bagian terpenting dalam subuah system di masyarakat,

bahkan dalam system ekonomi. Keluarga memiliki peran penting walaupun

merupak bagian terkecil tetapi keluarga memiliki peran kunci. Tanpa adanya

sebuah keluarga maka system social tidak akan terbentuk, hal ini karena

terbentuknya sebuah masyarakat dimulai dari sebuah keluarga.

Selain menjadi kunci terbentuknya system social, keluarga juga berperan

penting dalam membentuk karakter individu dalam sebuah masyarakat.

Anggota keluarga selain itu saling memperhatikan kesehatan, pendidikan,

gaya hidup dan lain sebagainnya misalnya seorang ayah memperhatikan

kesejahteraan dan pendidikan dalam sebuah keluarganya (istri dan anak), ibu

memperhatikan pola makan dan pendidikan dalam keluarganya (suami dan

anak), seta anak memperhatikan kesehatan pada keluarganya (ayah dan

ibunya). Keluarga dalam hal ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Terdapat beberapa definisi tentang keluarga yaitu :

1. Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), dalam Ali (2010).

Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga serta beberapa individu yang berkumpul serta tinggal

di suatu tempat dalam keadaan saling bergantung.

2. Menurut Duval (1972) dalam Ali (2010). Menyatakan bahwa keluarga

merupakan sekumpulan individu yang dihubungkan dengan adanya


perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan sebuah budaya yang umum, meningkatkan

perkembangan mental, fisik, emosional dan social individu yang

berada didalamnya, dilihat dari interaksi yang regulaer dan ditandai

dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan

umum.

3. Menurut Bailon dan Maglaya (1989) dalam Ali (2010). Mengatakan

bahwa keluarga merupakan dua tali atau lebih individu yang

bergabung karena perkawinan, hubungan darah, dan adopsi dalam satu

rumah tangga, yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang

lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu

budaya.

4. Menurut Burgess, dkk (1963) dalam Ali (2010). Mengatakan bahwa 1)

keluarga terdiri dari individu yang disatukan oleh sebuah ikatan darah,

ikatan perkawinan, dan adopsi, 2) para anggota keluarga biasanya

hidup bersama dalam satu rumah tangga atau jika hidup secara terpisah

mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah

mereka, 3) anggota keluarga berkomunikasi dan berinteraksi satu

dengan lainnya dalam sebuah peran social. Keluarga seperti suami dan

istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan

saudari, 4) keluarga yang sama-sama menggunakan kultur yang sama,

yaitu kultur yang diambil oleh masyarakat dengan beberapa ciri yang

unik tersendiri.
5. Menurut Johnson’s (1992) dalam Bakri (2017). Mengatakan bahwa

keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai

hubungan darah yang sama atau tidak, yangterlibat dalam kehidupan

yang terus meenerus, yang memiliki ikatan emosional, memiliki

kewajiban antara individu yang satu dengan yang lain dan yang tinggal

dalam satu atap.

1.2. Ciri-ciri Keluarga

Robert Maclver dan Charles Morto Page dalam Ali (2010).

Menjelaskan ciri-ciri keluarga sebagai berikut ini :

1. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dipelihara atau dibentuk.

2. Keluarga memiliki tempat tanggal bersama, rumah, dan rumah tangga.

3. Keluarga merupakan suatu perkawianan

4. Keluarga memiliki suatu system tata nama (nomenclature), termasuk

memiliki perhitungan garis keturunan.

5. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh keluarga

oleh anggotanya berhubungan dengan mempunyai keturunan dan

membesarkan anak dalam keluarganya.

Keluarga di setiap Negara memiliki ciri-ciri yang berbeda, tergantung

pada kebudayaan, ideologi negara dan falsafah hidup. Keluarga Indonesia

mimiliki ciri-ciri 1). Memiliki ikatan keluarga yang sangat erat yang

dilandasi oleh suatu semangat kegotongroyangan, 2) umumnya sebuah

keluarga dipimpin oleh seorang suami sebagai kepala rumah tangga yang

dominan dalam mengambil keputusan walaupun prosesnya di ambil


melalui musyawara dan mufakat, 3) keluarga merupakan satu kesatuan

utuh yang dijiwai oleh niali budaya ketimuran yang sangat kental yang

mempunyai tanggung jawab besar, 4) sedikit berbeda antara keluarga yang

tinggal di perdesaan dan yang tinggal di kota, keluarga yang tinggal di

perdesaan masih bersifat tradisional, saling menghormati, sederhana dan

sedikit sulit dalam menerima inovasi baru.

Uraian di atas dapat disimpulakn bahwa 1) keluarga merupakan

bagain terkecil dari masyarakat, 2) keluarga mempunyai keunikan masing-

masing serta nilai dan norma yang didasari system kebudayaan, 3)

mempunyai hak dan otonomi dalam mengatur keuangan keluarganya,

misal dalam hal kesehatan keluarganya, 4) keluarga terdiri dari dua orang

atau lebih dalam satu atap yang memiliki hubungan pertalian darah atau

perkawianan dan hubungan intim, 5) keluarga terorganisasi dibawah

asuahan kepala rumah tangga (biasanya bapak, ibu, atau keluarga yang

lain yang dominan) yang saling bergantung antara satu keluarga dan saling

berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan 6) setiap anggota

keluarga biasanya memiliki peran dan fungsi masing-masing yang

dikoordinasi oleh kepala keluarganya.

1.3. Tipe Keluarga

Keluarga meskipun kelompok terkecil dalam masyarakat, akan

tetapi keluarga memiliki persoalan yang kompleks. Bahkan msalah suatu

keluarga tak jarang dapat mempengaruhi persoalan suatu negara,

misalnya diberbagai media kita sering melihat keluarga petinggi Negara

yang memanfaatkan fasilitas Negara untuk kebutuhan pribadinya.


Begitupun dalam hal kesehatan kesehatan keluarga, salah satunya anggota

keluarga yang sakit, sangat bisa di pastikan akan mempengaruhi

kinerajnya.

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari

berbagi macam pola kehidupan, sesuai dengan perkembangan social,

maka tipe keluarga berkembang mengikutinya, agar dapat mengupayakan

peran serta sebuah keluarga dalam mengkatkan derajat kesehatnnya,

perawat perlu mengetahui tipe-tipe keluarga.

Secara umum, tipe keluarga dibagi menjadi dua, yaitu tipe keluarga

modern (nontradisional) dan tipe keluarga tradisional. Tipe keluarga

tradisional memiliki anggota keluarga seperti pada umumnya, yaitu kedua

orang tua dan anak. Akan tetapi struktur keluarga ini tidak serta- merta

terdapat pada pola keluarga modern.

1.3.1. Tipe keluarga tradisional

Tipe keluarga tradisional menunjukkan sifat-sifat homogen,

yaitu keluarga yang memiliki struktur tetap dan utuh. Tipe keluarga

ini merupakan tipe keluarga yang sering ditemui dimana saja,

terutama di negara-negara Timur yang sangat menjunjung tinggi

sebuah norma.

Oleh sebab itu, seseorang yang terlalu lama single akan

gelisah karena sering menjadi bahan pembicaraan. Begitu pula

dengan seseorang yang sudah menikah akan tetapi telah bercerai,

hamper bisa dipastikan mereka akan berusaha untuk mencari

pengganti pasangan yang sebelumnya.


Ada beberapa tipe keluarga tradisional, yaitu sebagai

berikut:

1.3.1.1. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga inti atau nuclear family merupaka keluarga kecil

dalam satu rumah. Dalam keseharian, anggota keluarga

inti ini hidup bersama dan saling menjaga. Mereka adalah

ayah, ibu dan anak.

1.3.1.2. Keluarga besar (exstended family)

Keluarga besar biasanya cenderung tidak hidup bersama sehari-

hari. Hal ini disebabkan karena keluarga besar gabungungan

dari beberapa keluarga ini yang bersumbu dari keluarga inti.

Satu keluarga memiliki beberapa anak lalu anaknya menikah

dan memiliki anka, dan kemudian anaknya menikah lagi dan

juga memiliki anak lagi.

Seperti pada pohon yang bercabang-cabang, keluarga besar

memiliki kehidupannya masing-masing mengikuti rantingnya.

Keluarga besar ini, semakin lama semakin membesar mengikuti

perkembangan keluarganya. Contoh keluarga besar misalnya

kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu, cucu, cicit, dan

lain sebagainya.

1.3.1.3. Keluarga Dyad (pasangan inti)

Tipe keluarga ini terjadi pada pasangan suami istri yang baru

menikah. Merreka baru saja menikah akan tetapi belum

dikaruniai anak atau mereka bersepakat untuk tidak memiliki


anak lebuh dulu. Akan tetapi jika nanti mereka sudah memiliki

anak maka status keluarganya menjadi keluarga inti.

1.3.1.4. Keluarga single parent

Keluarga single parent merupakan kondisi individu yang tidak

memiliki pasanagan lagi. Hal ini biasanya terjadi karena

pasangan ini bercerai atau pasangannya telah meninggal dunia.

Akan tetapi pada single parent mensyaratkan memiliki anak

baik anak kandung maupun anak angkat, jika sendirian, maka

tidak bisa dikatakan sebagai keluarga meski sebelumnya ia telah

membinah suatu rumah tangga.

1.3.1.5. Keluarga single adult (bujang dewasa)

Dalam istilah kekinian, istilah keluarga ini disebut pasangan

yang sedang Long Distance Relationship (LDR), yaitu suatu

pasangan yang mengambil hubungan jarak jauh atau terpisah

sementara waktu untuk kebutuhan tertentu, misalnya kuliah atau

bekerja. Seseorang yang ditinggal oleh keluarganya ini

kemudian disuatu rumah kontrakan atau ngekos. Orang dewasa

ini yang kemudian disebut single adult. Meskipun ia memiliki

pasangan di suatu tempat, akan tetapi ia dikatakan single adult

di tempat laian.

Ada pila yang mengatakan bahwa tipe keluarga ini adalah orang

dewasa yang hidup sendirian. Jika diartikan sedemikian, maka

menyalahi pemahaman umum bahwa keluarga terdiri dari dua

individu atau lebih.


1.3.2. Tipe keluarga modern (Nontradisional)

Keberadaan keluarga modern merupakan bagian perkembangan

social di masyarakat. Banyak factor yang melatarbelakangi adanya

keluarga modern. Salah satu faktor yang muncul adalah munculnya

kebutuhan berbagi dan berkeluarga yang tidak hanya sebatas

keluarga inti. Relasi yang meluas di masyarakat membuat manusia

yang berinteraksi bisa saling berkaitan. Mereka memutuskan untuk

hidup bersama baik secara legal atau tidak. Apabilah soal legalitas

kini syarat-syaratnya mudah untuk dipenuhi.

Berikut ini adalah beberapa tipe kelurga modern (Bakri, 2017) :

1.3.2.1. The Unmarriedteenege Mother

Belakangan ini, hubungan seks tanpa pernikahan sering terjadi

di masyarakat, meski pada akhinya beberapa pasangan menikah,

namun banyak pula diantara mereka yang memilih hidup

sendiri. Misalnya seorang perempuan memilih untuku merawat

anaknya sendiri. Kehidupan seorang ibu dengan anaknya tanpa

pernikahan inilah yang termasuk dalam katagori keluarga ini.

1.3.2.2. The Stepparent Family

Dengan beberapa alasan, dewasa ini kita temui seorang anak

yang diadopsi oleh pasangan suami-istri, baik yang sudah

memiliki anak maupun belum. Kehidupan anak dengan orang

tua tirinya ini yang disebut keluarga the stepparent family.

1.3.2.3. Commune Family


Keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau

memang memiliki kesepakatan bersama untuk hidup satu atap.

Hal ini bisa terjadi dalam waktu yang singkat, dan juga sampai

waktu yang lama. Mereka tidak memiliki hubungan darah

naman, mereka memutuskan untuk hidup bersama dalam satu

rumah, pengalaman yang sama dan satu fasilitas.

1.3.2.4. Reconstituded Nuclear

Suatu keluarga yang tadinya terpisah, namun mereka

memutuskan untuk tinggal bersama kembali umtuk membangun

keluarga inti melalui pernikahan kembali. Mereka tinggal

bersama anaknya, baik anak dari pernikahan sebelumnya

ataupun anak dari pernikahan yang baru.

1.3.2.5. TheNon Marital Heterosexual Conhibitang Family

tanpa adanya pernikahan, seseorang memutuskan hidup bersama

dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang relative

singkat, seseorang itu kemudian berganti pasangan kembalidan

tetap tanpa adanya sebuah hubungan pernikahan.

1.3.2.6. Gay and Lesbian Family

Seseorang dengan jenis kelamin yang sama kemudian

menyatakan hidup bersama dengan pasangannya sebagaimana

suami-istri.

1.3.2.7. Cohibiting Couple

Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu daerah atau satu

Negara, kemudian dua individu atau lebih bersepakat untuk


tinggal bersama tanpa ada hubungan pernikahan. Kehidupan

mereka sudah sepertii kehidupan pernikahan dan kehidupan

mereka juga seperti kehidupan berkeluarga. Alas an unttuk

bersama ini bisa beragam.

1.3.2.8. Group-Marriage Family

Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama dan mereka juga merasa sudah menikah, sehingga

mereka berbagi sesuatu termasuk seksual dan mereka

membesarkan anaknya bersama-sama.

1.3.2.9. Group Network Family

Suatu keluarga ini yang dibatasi oleh nilai-nilai atau aturan,

hidup bersama atau saling berdekatan antara satu dengan yang

lainnya, dan saling menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

1.3.2.10. Foster Family

Seorang anak yang kehilangan orang tuanya, lalu sebuah

keluarga bersedia untuk menampung anak tersebut dalam kurun

waktu tertentu. Hal ini dilakukan hingga anak tersebut bisa

bertemu kembali dengan orang tua kandungnya. Misalnya orang

tua si anak menitipkan anaknya kepada seseorang dalam kuurun

waktu tertentu hingga ia kembali untuk mengambil anaknya.

1.3.2.11. Institusional
Orang dewasa atau anak yang tinggal dalam satu panti, baik

dengan alas an anak dititipkan oleh keluarganya atau memang

ditemukan kemudian ditampung oleh panti atau dinas sosial.

1.3.2.12. Homeless Fammily

Keluarga yang terbentuk dan tidak memiliki perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan

keadaan masalah kesehatan mental atau ekonomi.

1.4. Struktur dalam Keluarga

Struktur ini didasarkan pada pengorganisasian dalam keluarga,

baik dari sisi perilaku maupun dari sisi hubungan antara anggota keluarga.

Hubungan yang terjadi dalam keluarga bisa jadi sangat kompleks, bahkan

bisa melebar hingga keluarga besar, tidak terbatas antara anggota keluarga

tertentu, saling membutuhkan, dan dan memiliki harapan dan peran yang

berbeda.

Pola hubungan yang terbentuk dalam keluarga kekuatan dan

struktur yang berperan dalam keluarga. Struktur inpun bisa diperluas atau

di persempit, dan fleksibel tergantung pada keluarga dalam merespon

interaksi dalam keluarga, struktur keluarga yang sangat kaku atau sangat

fleksibel dapat merusak atau menganggu fungsi keluarga. Struktur dan

fungsi keluarga merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus

berinteraksi satu dengan yang lainnya.

1.4.1. Pola komunikasi keluarga

Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah

hubungan keluarga, tak hanya penting bagi keluarga akan tetapi


bagi berbagai macam hubungan. Tanpa adanya komunikasi tidak

akan ada hubungan yang hangat dan dekat. Atah bahkan tidak akan

saling mengenal.

Didalam keluarga komunikasi yang dibangun akan menentukan

kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi ini juga bisa

menjadi salah satu ukuran kebahagiaan dalam suatu keluarga.

Friedman (1998) dalam Bakri (2017) menunjukkan bagaimana

pola komunikasi yang berkerja dalam sebuah keluarga, di

antaranya ada interaksi yang berfungsi dan ada interaksi yang tidak

berfungsi.

Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memiliki beberapa

karakteristik: 1) berpikiran positif, jujur, terbuka dan selalu

berusaha menyelesaikan konflik keluarga, 2) komunikasi

berkualitas antara pembica dan pendengar. Dalam pola

komunikasi, hal ini biasa disebut dengan stimulus-respons.

Komunikasi pola stimulus-respons berbeda dengan komunikasi

interaksional. Komunukasi iterksional adalah kedua belah pihak

yang terlibat dalam komunikasi sama-sama aktif dan kreatif dalam

menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan

melalui pesan, sehingga jalan komunikasi lebih terkesan dinamis

dan komunikatif.

Dengan pola komunikasi yang berfungsi dengan baik ini, pembica

akan mengemukakan pendapat, meminta dan menerima umpan

balik. Sementara dari pihak penerima pesan selalu dalam kondisi


siap mendengarkan, melakukan validitas, dan memberi umpan

balik.

Sementara bagi keluarga dengan pola komunikasi yang tidak

berfungi dengan baik akan menyebabkan beberapa persoalan atau

masalah, terutama beban psikologi bagi anggota keluarga.

Karakteristik dari pola komunkasi ini antara lain: 1) fokus

pembicaraan hanya pada satu orang, 2) tidak adanya diskusi di

dalam rumah, seluruh anggota keluarga hanya menyetujui, entah

benar-benar setuju atau terpaksa setuju, 3) hilangnya sebuah empati

dalam keluarga, karena masing-masing anggota keluarga tidak bisa

menyatakan pendapatnya. Akibat pola komunikasi dan pola asuh

ini akhirnya komunikasi dalam keluarga menjadi tertutup.

1.4.2. Struktur peran

Struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang diterapkan

sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Misal bapak berperan

sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam wilayah demostik,

anak-anak dan lain sebagainnya memiliki peran masing-masing dan

diharapkan saling mendukung satu sama lain dan saling mengerti.

Selain peran pokok tersebut, ada pula peran informal. Peran ini

dijalankan dalam kondisi tertentu atau sudah menjadi suatu

kesepakatan antara anggota keluarga.

1.4.3. Struktur kekuatan

Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuatan atau

kekuasaan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk


memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga. Kekuasaan ini

terdapat pada individu di dalam keluarag untuk mengubah perilaku

anggota keluarga kearah positif, baik dari sisi kesehatan ataupun sisi

perilaku.

Ketika seseorang memiliki kekuatan, maka sesungguhnya ia mampu

mengendalikan sebuah interaksi. Kekuatan ini dapat dibangun

dengan beberapa cara. Selain itu, ada beberapa faktor yang mendasari

terjadinya struktur kekuatan keluarga, yaitu (Bakri, 2017):

1. Legitimate power

Dalam sebuah konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya

tumbuh dengan sendirinya karena adanya hirarki yang

merupakan konstruk masyarakat. Seorang kepala keluarga

adalah pemegang kekuatan interaksi dalam sebuah keluarga.

Kepala keluarga memiliki hak untuk mengontrol tingkah laku

anggota keluarga lainnya, terutama anak-anak.

2. Referent power

Dalam masyarakat orang tua merupakan panutan utama dalam

sebuah keluarga, terlebih posisi seorang ayah sebagai kepala

keluarga. Apapun yang dilakukan oleh seorang ayah akan

menjadi contoh, baik bagi pasangannya maupun bagi anak-

anaknya.

3. Reward power

kekuasaan penghargaan bersal dari adanya harapan bahwa

orang yang dominan atau berpengaruh akan melakukan


sesuatu yang positif terhadap ketaatan seseorang (Friedman,

1988 dalam Bakri, 2017).

Imbalam menjadi hal penting dalam memberikan pengaruh

kekuatan keluarga. Hal ini tentu sering terjadi dalam

masyarakat, yang menjanjikan hadiah bagi anaknya ketika

berhasil meraih nilai terbaik di sekolah. Dengan hal tersebut

maka anak akan berusaha menjadi yang terbaik agar yang

dijanjikan orang tuanya dapat terpenuhi.

Cara tersebut memang ampuh dalam memotivasi anak, akan

tetapi jika anak tidak berhasil, sebaiknya tidak gagal memberi

hadiah, akan tetapi lebih baik tetap diberikan hadiahnya tetapi

dibawah standar yang di janjikan. Bagaimanpun orang tua

perlu menghargai usaha anaknya meski belum berhasil.

4. Coercive power

Ancaman dan hukuman menjadi pokok dalam membangun

kekuatan keluarga, kekuatan ini sebagai kekuasaan dominasi

atau paksaan yang ammpu untuk menghukum bila tidak taat

(Friedman, 1988 dalam Bakri, 2017).

1.4.4. Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga

Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut bersam-

sama, meski tanpa tertulis. Nilai tersebut akan terus mengalir jika

masih ada anggota kelompok yang melestarikannya, artinya sebuah

nilai akan terus berkembang mengikuti anggotanya. Demikian pula

dalam sebuah keluarga. Keluarga sebagai kelompok terkecil dalam


sistem sosial yang memiliki nilai yang diterapkan dalam tradisi

keluarganya.

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang

mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga

juga merupakan suatu pedomen bagi perkembangan peraturan dan

norma.

Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga

sendiri, melainkan juga warisan yang dibawa dari keluarga istri atau

suami. Perpaduan dua nilai yang berbeda inilah yang kemudian

melahirkan nilai-nilai baru bagi sebuah keluarga.

1.4.5. Struktur keluarga dari dimensi budaya

Imdonesia kaya akan berbagi ragam budaya, baik yang dapat

dipertunjukkan secara umum maupun nilai-nilai yang bersifat

pribadi. Dalam konteks keluarga, budaya Indonesia menunjukkan

keragamannya. Namun, meski Indonesia memiliki keragaman budaya

yang bersifat keluarga, hal ini tidak bisa diklaim sebagai budaya

sendiri, karena di berbagia tempat pun umum terjadi. Berikut ini

adalah struktur keluarga.

1.4.5.1. Berdasarkan jalur hubungan darah

1. Patrilineal

Adalah suatu adat suatu masyarakat di mana pengatur alur

keturunan berasal dari pihak ayah. Maka bila terjadi masalah

yang bertanggung jawab adalah pihak laki-laki. Sistem


kekeluargaan ini biasanya dianut oleh bangsa Eropa, Arab,

dan Batak yang berada di daerah Sumetera Utara.

2. Matrilineal

Adalah suatu adat masyarakat di mana pengatur alur

keturunan berasal dari pihak ibu, budaya ini bisa ditemukan

pada Suku Indian di Apache Barat, Suku Navajo, Suku Crow,

dan lain sebagainya, yang keseluruhan merupakan penduduk

Amerika Serikat. Selain itu, system kekerabatan ini juga

ditemukan di Suku Khasi di Maghalaya, India Timur Laut,

Suku Nakhi diprovinsi Sichua, Yunnan, dan Tiongkok,

beberapa suku kecil di Kepulauan Asia Pasifik, dan suku

Minangkabau di Sumetera Barat.

1.4.5.2. Berdasarkan dominasi keberadaan tempat tinggal

1. Patrilokal

Ialah adat yang mengatur pasangan suami-istri untuk tinggal

bersama atau di sekitar tempat tinggal keluarga sedarah dari

pihak suami.

2. Matrilokal

Adalah sebuah adat dimana pasangan baru berkewajiban

tinggal disekitar atau bersama dengan keluarga sedarah dari

pihak istri (Herlinawati, 2013 dalam Bakri, 2017).

1.4.5.3. Berdasarkan dominasi pengambilan keputusan

1. Patriarkal
Adalah suatu kondisi rumah tangga dimana pengambilan

keputusan berdominasi dari pihak suami, bahkan bisa terjadi

pula keputusan diputuskan oleh keluarga suami.

2. Matriarchal

Adalah suatu kondisi rumah tangga dimana pengambilan

keputusan berada dipihak istri, bahkan juga dari keluarga

besar istri.

1.4.6. Fungsi struktur dalam keluarga (Bakri, 2017)

Struktur dalam keluarga tidak sekedar hanya tentang anggota

keluarganya, akan tetapi lebih kompleks lagi yakni mengenaiinteraksi

dan hubungan antara anggota keluarga dalam membina rumah tangga

dalam kehidupan sehari-hari.

1. Struktur yang hangat

Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda,

sekalipun berada dalam satu keluarga. Untuk itu, kita tidak

bisa memperlakukan sama rata antara anggota keluarga yang

satu dengan yang lainnya, melainkan harus adil sesuai dengan

porsinya. Dengan demikian, perlu adanya sikap hangat yang

ditunjukkan melalui sikap menerima perbedaan dan

memberikan toleransi jika satu anggota keluarga berperilaku

yang berbeda dengan yang lain.

2. Struktur egalisasi

Struktur ini memberikan hak dan kewajiban yang sama pada

setiap anggota kekuarga, termasuk dalam menyampaikan


pendapat. Makan apa yang sudah terjadi dalam keluarga

adalah istilah hasil dari kesepakatan bersama. Dalam konteks

ini, telah terbentuk sistem demokrasi dalam keluarga.

3. Struktur yang terbuka

Adalah anggota keluarga satu dengan yang lain dalam

anggota keluarga tidak saling menutup diri. Mereka bersama-

sama saling membantu. Struktur ini akan membantu anggota

keluarga untuk bertindak benar dan jujur.

4. Struktur yang kaku

Struktur ini berkesan negatif, karena menerapkan aturan yang

tidak boleh dilawan. Jika kepala keluarga sudah mengatakan

A, maka yang lain harus mengikutinya tanpa ada kompromi.

Padahal setiap aturan bisa saja berubah tergantung pada

situasi dan kondisi.

Stuktur yang kaku dapat memunculkan tekanan-tekanan

dalam sebuah keluarga. Akibatnya setiap individu yang

mendapatkan tekanan, lama-lama akan menunjukkan sikap

melawan atau resisten. Lebih buruk lagi, jika keluarga

beresiko memilih inisiatif yang tumpul, baik di dalam rumah

maupun di luar rumah karena sudah terbiasa hanya

menjalankan perintah, anggota keluarga bergantung terhadap

aturan.

5. Struktur yang bebas


Struktur ini muncul dengan aturan yang tidak mengekang

setiap anggota dalam keluarganya. Misalnya sebuah keluarga

besepakat bahwa pendidikan merupakan hal yang penting,

maka untuk melanjutkan pendidikan di bidanf atau jurusan

apa, dibebaskan kepada yang akan menjalaknnya. Sementara

anggota keluarga yang lain bisa sja memberikan sebuah

masukan dan pertimbangan, akan tetapi yang menentukan

tetaplah yang ingin menjalankan hal tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa ada aturan yang tidak memaksa.

6. Struktur yang kasar

Struktur ini juga di sebut abuse, di mana sebuah keluarga

menerapkan berbagai aturan yang mengekang. Bagi siapa

yang melanggar aturan tersebut akan mendapatkan hukuman

dengan cara di siksa, baik secara fisik ataupin verbal. Kondisi

ini terlihat kasar dan kejam.

7. Suasana emosional yang dingin

Komunikasi yang buruk merupakan pemicu lahinya suatu

struktur keluarga yang dingin. Struktur keluarga ini sering

tidak menyadari bahwa kehidupan yang terlihat baik dan

seolah-olah tanpa masalah ternyata penuh dengan rahasia

yang disimpan oleh anggota keluarga. Mereka cenderung

menyimpan rahsian sendiri yang sebenarnya ingin di

ungkapkan kepada sesama keluarganya. Namun karena

komunikasi yang kurang baik maka niatan itu pun urung.


8. Disorganisasi keluarga

Dari seluruh struktur keluarga yang lain, ini yang paling harus

dihindari. Struktur ini terbentuk dari anggota keluarga yang

sudah tidak menyadari akan peran mereka masing-masing.

Misalnya seorang ayah yang tidak menafkahi keluarganya,

seorang ibu yang tidak mau mengurus anak-anknya, anak

yang tidak mau menghormati kedua orang tuannya dan lain-

lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan desfungsi individu

yang akhirnya membuat anggota keluarganya mengalami

stress emosional.

1.4.7. Ciri-ciri struktur keluarga

Sebagai sebuah kelompok, peran setiap anggota keluarga tidak bisa

dispelekan. Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dan

fungsinya. Ciri-ciri struktur keluarga dalam tiga bagian :

1.4.7.1. Terorganisasi

Setiap anggota keluarga telah memahami peran dan fungsi

masing-masing, sehingga tujuan sebuah keluarga dapat tercapai.

Mereka memiliki hubungan yang baik, sehingga terbentuklah

keluarga ideal di mana seluruh anggota keluarga bisa hidup

nyaman dan mendukung satu sama lain.

1.4.7.2. Negosiasi

Setiap individu memilki keterbatsan masing-masing. Seseorang

tidak bisa melakukan berbagai peran sekaligus. Oleh sebab itu,

didalam sebuah keluarga sebaikknya tidak menggunakan peran


anggota lain, kecuali sudah ada kesepakatan bersama. Meski

demikain terkadang masih terjadi kecemburuan. Artinya

dibutuhkan sebuah negosiasi yang terus-menerus, karena sesuai

dengan perkembangan masing-masing anggota keluarga.

Kesepakatan sebelumnya pun dapat diubah sesuai dengan

kebutuhan.

1.4.7.3. Perbedaan dan kekhususan

Perlakuan khusus terkadang diperlukan terhadap anggota

keluarga, karena belum bisa menjalankan tugas dan perannya.

Misalnnya seorang anak yang belum menyadari perannya, maka

anak tersebut harus diperlakukan secara khusus, demikianlah

jika ada anggota keluarganya yang sakit, maka ciri ini perlu

dilakukan.

1.5. Fungsi dan Peran Keluarga

Fungsi dan peran keluarga merupakan hal penting yang harus dippatuhi

dan dijalankan oleh setiap anggota keluarga. Jika salah ssatu anggota

keluarga terkendala atau tidak taat, organisasi pada keluarga akan

terhambat. Hal ini berakibat buruk atau tertundanya tujuan yang sudah di

rencanakan.

1.5.1. Fungsi Keluarga

Aspek fungsional keluarga merupakan usaha untuk membentuk suatu

ikatan keluarga yang interaktif, intim dan saling ketergantungan yang

memiliki sumber, tujuan, nilai-nilai, tanggung jawab, dan keputusan


sepanjang waktu (Steinmetz, Clavan, & Stein, 1990 dalam Bakri

2017).

Fungsi keluarga juga terdapat pada setiap individu dalam keluarga,

tidak hanya didalam sebuah rumah, melainkan juga dengan

interaksinya dengan lingkungan sekitar yang dinamis. Friedman

(1998) dalam Bakri (2017). Mengelompokkan fungsi pokok

kekeluargaan dalam lima poin yaitu sebagai berikut:

1.5.1.1. Fungsi reproduktif keluarga

Sebuah perradaban dimulai dari rumah, yaitu dengan hubungan

suami-istri terkait dalam pola reproduksi. Sehingga adanya

fungsi ini untuk mempertahankan sebuah generasidan menjaga

kelangsungan keluarga.

1.5.1.2. Fungsi sosial keluarga

Fungsi yang melatih dan mengembangkan anak untuk hidup

bersosial sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan

dengan orang lain. Dalam hal ini anggota keluarga belajar

norma, budaya, disiplin, dan perilaku melalui interaksi dengan

anggota keluarganya.

1.5.1.3. Fungsi affektif keluarga

Fungsi ini hanya diperbolehkan dalam keluarga, tidak dari pihak

luar. Maka komponen yang dibutuhkan dalam melaksanakan

fungsi affektif yaitu saling asuh, saling mendukung, dan saling

menghormati. Antara anggota keluarga yang satu dengan yang

lain saling berhubungan baik secara dekat. Dengan cara inilah


anggta keluarga merasakan adanya kasih saying, perhatian

kehangatan, dihormati, dan lain sebagainya. Pengalaman dalam

keluarga ini akan mampu membentuk perkembangan individu

dan psikologi anggota keluarga.

1.5.1.4. Fungsi ekonomi keluarga

Meskipun buka kebutuhan utama, akan tetapi factor ekonomi

menjadi hal penting didalam keluarga, kondisi ekonomi yang

stabil akan mampu menjamin kebutuhan anggota keluarganya,

sehingga mampu menjalalankan fungsi dan perannya dengan

baik. Terutama dalam hal kebutuhan pokok, paling tidak

kebutuhan ini haruslah terpenuhi.

Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,

pilihan asuransi, pengelolaan keuangan, jumlah uang yang

digunakan, tabungan, dan perencanaan pensiun. Kemampuan

keluarga untuk memiliki penghasilan yang baik dan mengelolah

finansialnya dengan baik merupakan factor kritis untuk

mencapai sebuah kesejahteraan ekonomi.

1.5.1.5. Fungsi perawatan keluarga

Keluarha merupakan perawat primer bagi anggota keluarganya.

Fungsi ini penting ada untuk mempertahankan keadaan

kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas

tinggi.

Selain lima fungsi keluarga tersebut, BKKN (1992)

menamnahkan fungsi keluarga. Hal ini disesuaikan dengan


situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia,

sehingga perlu dutambahkan fungsi keluarga , hal ini sesuai

dengan fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomer

21 tahun 1994.

1. Fungsi pendidikan

Keluarga memilki kewajiban dalam mendidik anak sesuai

dengan tingkat perkembangan anak. Maka sejak dini, anak

harus diperkenalkan dengan pendidikan positif demi

membentuk perilaku dan karakternya. Pendidikan keluarga

harus didukung dengan memberikan pengalaman sekolah

pada anak. Dengan demikian, anak akan memilki

keterampilan, pengetahuan, dan membentuk perilaku seorang

anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilki.

2. Fungsi budaya

Setiap wilayah memilki tradisi dan budaya yang dipegang

oleh masyarakat. Maka tugas keluarga ialah memberikan

pengalaman pada anggota keluarga, agar dapat memahami

budaya yang ada di sekitarnya. Selain memberikan sebuah

pengalaman, keluarga juga bertugas untuk menyaring budaya

luar atau baru yang masuk. Oleh sebab itu, keluarga harus

dapat menjelaskan dan mendiskusikan kepada anggota

keluarga, terutama pada anak supaya tidak terjerumus pada

budaya yang tidak diinginkan.

3. Fungsi agama
Masyarakat kita, dilihat dari dasar negara, adalah masyarakat

yang memegang teguh ajaran agama. Oleh sebab itu, keluarga

memiliki fungsi untuk memberiakan pemahaman kepada

anak-anak mereka mengenai nilai-nilai agama yang dianut

oleh mereka. Tidak hanya sebatas konsep keagamaan, akan

tetapi juga harus memberikan praktik secara langsung,

sehingga dapat diteladani oleh anaknya.

4. Fungsi cinta kasih

Keluarga memilki fungsi untuk memberikan pembelajaran

kepada anggota keluarganya arti cintah kasih. Terutama

adalah orang tua yang harus memberikan contoh bagiamana

sikap saling menyayangi, mengasihi, mencintai, dan

menghargai, sehingga tumbuh perasaan nyaman berada di

rumah. Penerapan fungsi ini juga penting sebagai bekal

mengasah cintah kasih anggota keluarga di luar rumah.

5. Fungsi perlindungan

Fungsi ini menegaskan bahwa keluarga nerupakan

perlindungan, yang dapat memmberikan rasa aman, baik

berada di dalam rumah ataupun ada di luar rumah, baik fisik

ataupun psikis bagi anggota keluarganya.

6. Fungsi pelestarian lingkungan

Manusia hidup tidak lepas dari yang namanya lingkungan.

Maka melestarikan lingkungan menjadi hal penting demi

keselamatan bersama. Untuk itu, fungsi keluarga adalah


membangun sikap, kesadaran, dan praktik kepada anak agar

anak tetap menjaga lingkungan supaya tetap lestari.

1.5.2. Peran Keluarga (Bakri, 2017)

Teradapat delapan posisi yang harus dipenuhi oleh pasangan suami-

istri dalam membina hubungan rumah tangga, yaitu perawtan anak,

sosialisasi, memberi nafkah, mengurus rumah tangga, terapeutik,

seksual, kekerabatan, dan relaksasi. Secara tradisional, suami

perperan dalam mencari nafkah, sedangkan istri berperan dalam

mengurus rumah tangga, perawatan anak, dan peran memberikan

perawatan lainnya. Namun, sejatinya peran didalam sebuah keluarga

dapat dinegoisasikan, didelegasikan atau diasumsikan, dan

diterapkan. Sehingga seiring perkembangan zaman, peran pemberi

nafkah bisa berubah. Tidak hanya seorang suami yang dapat

memberikan nafkah utama pada keluarganya, akan tetapi istri juga

terlibat dalam membanyu perekonomian keluarganya. Hal ini juga

sesuain dengan semangat emansipasi yang menempatkan posisi

perempuan setara dengan laki-laki dalam banyak hal.

Haddock et al (2005) dalam Bakri (2017). Menyatakan perempuan

sebagai pengurus rumah tangga dan bertanggung jawab dalam

perawatan anak. Begitupun juga dengan peran suami, meski berperan

dalam mencari nafkah, terkadang ia sungkan dalam mengerjakan

beberapa pekerjaan rumah, bahkan juga dalam mengurus anak.

Dalam perawatan anak, peran orang tua umumnya meliputi

pengajaran cara anak belajar berinterksi dengan orang lain


disekitarnya, perawatan diri sendiri, membentuk batas hubungan

dengan keluarga besar, teman atau orang lain, dan sebagai warga dari

masyarakat.

Adapun peran masing-masing anggota keluarga dapat dideskripsikan

sebagai berikut ini :

1.5.2.1. Peran ayah

Dalam tradisi masyarakat, seorang ayah memiliki peran yang

sangat penting dan strategis dalam keluarga. Posisi seorang ayah

sering menjadi rujukan dalam keluarga dalam menentukan

perilaku dan arah hidup keluarga. Hal ini sangat wajar karena

ayah memilki peran sebagai pemimpin, pencari nafkah, pemberi

rasa aman, pelindung, sebagai anggota dari kelompok sosialnya

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peran seorang ayah bagi keluarganya adalah sebagai berikut

(Bakri, 2017):

1. Pemimpin atau kepala keluarga

2. Partner ibu

3. Pencari nafkah

4. Pemberi semangat

5. Memberi perhatian

6. Pelindung

7. Pengajar dan pendidik

8. Menyediakan kebutuhan

9. Sebagai teman
1.5.2.2. Peran ibu

Peran seorang ibu tidak kalah pentingnya dengan peran seorang

ayah. Dalam masyarakat kita seorang ibu cenderung menjadi

teman dan pendidik pertama bagi anaknya. Selain mengurus

wilayah domestik keluarga, ibu juga berperan sebagai anggota

kelompok dari peranan social serta sebagai anggota masyarakat

dari lingkungannya. Bahkan ibu juga dapat berperan dalam

mencari nafkah tambahan dalam keluarga.

Peran ibu dalam keluarga adalah sebagai berikut (Bakri, 2017):

1. Partner ayah

2. Pengasuh dan pendidik anak

3. Menteri keuangan keluarga

4. Manajer keluarga

5. Pemberi tauladan

6. Psikologi keluarga

7. Perawat dan dokter keluarga

8. Satpam bagi anak-anaknya

1.5.2.3. Peran anak

Anak menjadi objek sekaligus subjek. Anak yang dibentuk oleh

keluarga pada saat bersamaan juga mempunya peran tersendiri.

Dalam tradisi masyarakat, anak memiliki peranan psikososial

sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik mental, social,

fisik, dan spiritual.


Peranan anak dalam keluarga adalah sebagai berikut (Bakri,

2017) :

1. Pemberi keceriaan bagi keluarga

2. Perawat orang tua

3. Penjaga nama baik keluarga

4. Pemberi kemabahagiaan

1.6. Pengelolah Keluarga (Bakri, 2017)

Keluarga pasti memiliki sebuah perencanaan dalam mengarahkan

kehidupan mereka. Perencanaan harus selalu dibuat dan juga fleksibel

dengan situasi dan kondisi. Tak hanya itu, perencanaan juga harus

menyertakan pelaksanaan dan hasil yang akan dicapai.

1.6.1. Perencanaan

Sebuah masa depan dapat diketahui dengan cara bagaimana

merancangnya. Begitu pula denagnkehidupan rumah tangga.

Perencanaan menentukan bagaimana jalannya keluarga tersebut. Jika

suatu perencanan besar terlalu berat, mak bisa dibuat by project atau

perencanaan jangka pendek. Misalnya rencana kehamilan, rencana

pendidikan anak dan lain sebagainya.

Beberapa langka yang bisa diambil untuk merancang masa depan

yang pertama, membuat gambaran tentang masa depan. Kedua,

menganalisisi kondisi diri dan keluarga untuk mencapai masa depan.

Ketiga, membuat beberapa rencana alternatif dan pengembangannya.

Perencanaan yang matang akan membuat tujuan lebih mudah

tercapai. Jika misalnya gagal, dapat menganalisis apa yang


menyebabkan kegagalan tersebut dan jika berhasil, kita meraih dua

kemenangan, yaitu kemenangan dalam perencanaan dan kemenangan

dalam capaian hasil.

1.6.2. Oprasional

Terkadang kita berfikir bahwa perencanna yang sudah kita buat

tersebut terkesan sulit, hal ini terjadi karena kita belum menjalaninya,

sehingga tidak memiliki banyangan. Akan tetapi, perencanan yang

kita buat adalah suatu hal yang bisa kita kerjakan. Kita hanya

membutuhkan keberanian dalam menjalaninya.

Tahap ini adalah tahap realisasi dari tahap perencananan. Kerjakan

terlebih dahulu apa yang menjadi prioritas dan singkirkan yang

menjadi keraguan. Yakinkan anggota keluarga bahwa apa yang telah

direncanakan akan menuai hasil yang memuaskan.

1.6.3. Organisasi

Dalam sebuah keluarga selalu ada pembagian tugas dari hasil

perencanaan yang telah dibuat bersama, meskipun secara alami telah

memiliki tugas dan perannya masing-masing. Hal yang perlu

ditekaknkan kemudian adalah bagaimana pemilik tugas dan peran

bekerja bersama-sama. Jangan sampai ada dari salah satu pihak

berhenti ditengah jalan dan menjadikan perencanan ikut berhenti

sehingga hal tersebut tidak membuahkan hasil. Setiap anggota

keluarga harus diorganisir serapi mungkin agar perencanan yang

dibuat berjalan dengan lancar. Perhatikan peran masing-masing

anggota keluarga, akan lebih baik jika ada tahap evaluasi dari setiap
tahap yang telah di lalui. Berikan masukan agar setiap kekuranag

dapat diperbaiki pada tahap berikutnya.

1.6.4. Koordinasi

Dalam mengelolah sebuah keluarga, koordinasi merupakan bagiaan

komunikasi yang berperan penting. Komunikasi yang berjalan secara

terus-menerus akan membangun koordinasi yang baik dan positif.

Hal ini juga dapat meningkatkan rasa kekeluargaan dan sikap saling

bersinergis satu sama lain.

1.6.5. Penganggaran

Setiap perencanaan pasti membutuhkan biaya, baik kecil maupun

besar. Skala prioritas perlu diajarkan pada anak-anak sehingga

mereka mampu memilah dan memilih sesuatu yang harus

diutamakan. Terutama ketika ketersediaan dana yang terbatas. Dalam

hal ini perlu adanya siasat untuk mengatasinya.

1.6.6. Apresiasi dan Perayaan

Setap individu cenderung bersemangat dan percaya diri apabila

kinerjanya mendapatkan apresiasi positif dari orang lain. Dalam

keluarga penting adanya apresiasi dan perayaan. Apresiasi dan

perayaan tidak harus berlebihan, kita bisa melakukannya dengan

cara-cara sederhana. Dengan tumbuhnya kepercayaan diri yang lebih

baik, harapan anak atau anggota keluarga akan ammpu membuat

perencanaan baru mancapai hasil yang lebih tinggi.

1.7. Perkembangan Keluarga


Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan sistem keluarga

yang bergerak bertahap dari waktu ke waktu. Setiap adanya tahapan

umumnya memilki tugas dan resiko kesehatan yang berbeda-beda.

Delapan tugas perkembangan keluarga yaitu :

1.7.1. Keluarga baru (Berganning Family)

Keluarga baru dimulai ketika ada dua individu yang membentuk

sebuah keluarga melalui pernikahan. Pada tahap ini, pasangan baru

memiliki tugas perkemabangan untuk membina suatu hubungan intim

yang memuaskan di dalam keluarga, membuat berbagai kesepakatan

untuk mencapai tujuan bersama, termasuk hal perencanaan memiliki

anak, persiapan untuk menjadi orang tua, dan pengetahuan tentang

prenatal care.

1.7.2. Keluarga dengan anak pertama <30 bulan (Child Bearing)

Tahap keluarga dengan anak pertama masa transisi pasanagan suami-

istri yang dimulai sejak anak pertamannya lahir sampai berusia

kurang dari 30 bulan. Pada masa ini sering timbul konflik rasa

kecemburuan pasangan akan perhatian yang lebih ditunjukkan

kepada anggota keluarga yang baru. Adapun masa perkemabangan

pada tahap ini yaitu kesadaran akan perlunya beradaptasi dengan

perubahan anggota keluarga, mempertahankan keharmonisan

pasangan suami-istri, berbagi peran dan tanggung jawab, dan

mempersiapkan biaya untuk anak.

1.7.3. Keluarga dengan anak prasekolah


Tahap ini berlangsung sejak anak mulai menginjak umur 2,5 tahun

hingga umur 5 tahun. Adapun tugas perkembangan yang perlu

dilakukan adalah memenuhi kebuttuhan anggota keluarga, membantu

anaknya bersosialisasi dengan lingkungan, cermat dalam membagi

tanggung jawab, mempertahankan hubungan keluarga, serta mampu

membagi waktu untuk diri sendiri, pasangan, dan anaknya.

1.7.4. Keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 tahun)

Tahap ini berlangsung sejak anak pertamanya menginjak pendidikan

sekolah dasar sampai mereka memasuki awal masa remaja. Dalam

hal ini sosialisasi anak akan semakin melebar. Tidak hanya di

lingkunagn rumahnya, akan tetapi di lungkunagn sekolahnya dan

juga di lingkungan yang lebih luas. Tugas perkembangannya adalah

anak harus sudah diperhatikan minat dan bakatnya sehingga orang

tua bisa mengarahkan dengan tepat, membekali anak dengan berbagai

kegiatan kreatif agar syaraf motoriknya berkembang dengan baik dan

memperhatikan anak dari risiko pengaruh teman-temannya di

sekolah.

1.7.5. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)

Pada perkembangan tahap remaja orang tua perlu memberikan

sebuah kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab. Hal ini

mengingat bahwa remaja merupakan individu yang dewasa muda dan

mulai mermiliki hak otonomi. Biasanya ia ingin mengatur

kehidupannya sendiri akan tetapi ia masih membutuhkan bimbingan

dari orang tuannya. Oleh sebab itu, komunikasi antara anak dan
orang tua harus terjaga. Selain itu, beberapa aturan juga sudah harus

diterapkan untuk memberi batasan tertentu tetapi masih dalam tahap

wajar.

1.7.6. Keluarga dengan anak dewasa (anak 1 meninggalkan rumah)

Tahapan ini dimulai sejak seoran anak mulai meninggalkan rumah.

Artinya keluarga sedang meghadapi persiapan anak yang mulai

mandiri. Orang tua harus merelakan anak untuk pergi jauh dari

tempat tinggalnya demi tujuan tertentu. Adapun tugas perkembangan

pada tahap ini, antara lain membantu dan mempersiapkan akan untuk

hidup lebih mandiri, menajaga keharmonisan dengan pasanagan,

memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar, bersiap untuk

mengurus keluarga besar (orang tua pasangan) ketika memasuki

masa tua, dan memberikan contoh kepada anak-anak mengenai

lingkungan rumah yang positif.

1.7.7. Keluarga usia pertengahan (Midle Age Family)

Tahapan ini ditandai denagn perginya anak terakhir dari rumah dan

salah satu pasangan meninngal. Tugas perkembangan keluarga dalam

hal ini yaitu menjaga kesehatan, meningkatkan keharmonisan dengan

pasanagan, anak, dan teman sebayanya, serta mempersiapkan masa

tua.

1.7.8. Keluarga lanjut usia

Masa ini merupakan masa akhir kehidupan manusia. Maka tugas

perkembangan pada masa ini yaitu beradaptasi dengan perubahan

kehilangan pasangan, kawan, atau saudara. Selain itu melakukan “life


review” juh\ga penting, disamping tetap mempertahankan kedamaian

rumah, menjaga kesehatan dan mempersiapkan kematian.

1.8. Kemandirian Keluarga

Sebuah keluarga akan hidup secara mandiri dan memenuhi kebutuhannya

sendiri, baik dari sisi budaya, ekonomi, tardisi, social, dan lain-lain

sebagainya. Sebuah kemandirian tidak hanya dihitung dari sisi ekonomi

saja, melainkan banyak aspek yang melingkupinya. Berikut ini

merupakan deskripsi dari bentuk;bentuk kemandirian keluarga adalah

sebagai berikut (Bakri, 2017) :

1.8.1. Tingkat kemapanan keluarga

1. Keluarga sejahtera

Keluarga sejahtera tidak hanya diukur dengan rujukan

ekonomi yang baik. Namun, lebih dari itu. Dikatakan sebagai

keluarga yang sejahtera apabila keluarga tersebut dibentuk

dari sebuah perkawianan yang sah, mampu membina

hubungan seimbang, tingkat spiritual yang mapan, selaras,

dan serasi antara anggota keluarga dengan masyarakkat dan

lingkungannya.

2. Keluarga berencana

Keluarag berencana dapat dicapai jika sebuah keluarga telah

melalui usia pendewasaan sebuah perkawinan dengan

perencanaan matang seperti pengatur kealahiran dan

peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan

sebuah keluarga kecil, sejahtera, dan bahagia.


3. Keluarga berkualitas

Keluarga ini merupakan keluarga yang telah memiliki

kemapanan mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, social-

budaya, kesehatan, kemandirian keluarga, hingga mental

spiritual, dan nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk

mencapai sebuah keluarga sejahtera.

1.8.2. Kemandirian keluarga

Kemandirian merupakan sebuah perilaku mampu membuat inisiatif

dan mengatasi berbagai hambatan atau masalah denagan mempunyai

perilaku yang demikian, rasa percaya diri akan tumbuh pada diri

individu dan pada akhirnya akan mencoba menyelesaikan berbagi

masalah atau pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain. Akan

tetapi, kemandirian tidak bisa didapatkan dengan cara yang instan,

melainkan dengan berbagai proses yang kumulatif dari berbagai

pengalaman yang telah dilalui seseorang. Jika kemandirian tercapai,

maka kemajuan individu atau keluarga akan lebih mudah didapatkan.

1.8.3. Ketahanan keluarga

Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam melihat ketahanan

keluarga yaitu aspek kemampuan fisik, psikis, material, dan mental

spiritual. Keempat aspek ini akan mendorong seseorang memilki

ketahanan secara pribadi yang pada akhirmya akan mampu

membangun keluarga yang kuat.

Kemampuan secara fisik bukanlah penunjang utama dari ketahanan

sebuah keluarga. Namun, kondisi fisik akan sangat mempengaruhi


kondisi keluarga. Bayangkan saja bila salah satu anggota keluarga

sakit tentunya akan membuat keluarga tersebut tidak memilki

ketahanan dan mudah diserang dari berbagi sisi.

Sisi material keluarga yang mapan secara ekonomi tidak akan

merasa kesusahan dalam menghadapi kehidupan yang semakin hari

kebutuhan semakin mahal. Hal ini bisa saja berimbas dari segi pskis,

dimana seseorang yang telah mapan secara fisik dan ekonomi,

cenderung tidak memilki gangguan psikis. Orang dengan tingkat

ketahanan seperti ini akan lebih muda menjalani kehidupan, terutama

jika didukung dengan kondisi spiritual yang mapan.

Jika keempat hal tersebut telah terpenuhi, maka keluarga tersebut

bisa disebut sebagai kelurga kecil bahagia dan sejahtera. Keluarga ini

memilki proporsi jumlah anggota keluarga yang ideal. Dan

memegang teguh nilai-nilai agama dan social budaya yang

membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat.

1.8.4. Kriteria keluarga sejahtera

Ada beberapa kriteria keluarga yang sejahtera yang diterapkan

sebagai berikut :

1. Keluarga prasejahtera

2. Keluarga sejahtera tahap I

3. Keluarga sejahtera tahap II

4. Keluarga sejahtera tahap III

5. Keluarga sejahtera tahap III plus

6. Keluarga miskin
7. Keluarga miskin sekali

1.9. Budaya Kesehatan Keluarga

Sebagian besar penduduk Indonesia bermukim di wilayah perdesaan.

Tingkat pendikanpun mayoritas masih taraf sekolah 12 tahun wajib

belajar dan belum memiliki budaya hidup sehat. Hidup sehat yang

dimaksud berarti menjaga kebersihan dan disiplin, sedangkan dua hal

tersebut itu sendiri belum menjadi budaya sehari-hari pada masyarakat.

Menjaga kesehatalan dalam keluarga sudah selayaknya menjadi budaya

dalam keseharian di masyarakat. Dengan memiliki budaya ini, maka akan

senantiasa memilki kesadaran untuk menjaga kesehatan, baik dalam

lingkungan keluarga atau dalam lingkungan masyarakat (Bakri, 2017).

1.9.1. Budaya pengetahuan kesehatan

Kesehatan masih dipandang sebagai kebutuhan tersier dalam

masyarakat, padahal tidak ada seseorangpun yang tahu kapan ia akan

mengalami sakit. Hal ini kemudian menjadikan sebagian besar

masyarakat mengabaikan kesehatannya. Pokok dari permasalah ini

adalah ketidaktahuan masyarakat akan pengetahuan kesehatan.

Pengetahuan kesehatan ini bisa dimulai dari keluarga. Menurut

mubarok (2007) dalam Bakri (2017) peran keluarga adalah mampu

mengenal masalah kesehatan, mampu membuat keputusan tindakan,

mampu melakukan perawatan pada anggota keluarga yang sakit,

mampu memodifikasi lingkungan rumah, dan juga mampu

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.


Di era digital ini banyak sekali berbagai informasi yang sangat

mudah disebarkan, tidak terkecuali informasi yang berkaitan dengan

kesehatan. Oleh sebab itu, jika berselancar di internet sebaiknya

mencari sumber website yang memang bisa dipertanggung jawabkan.

1.9.2. Budaya sehat sebagai tanggung jawab bersama

Perkembangan di bidang kesehatan telah mengalami perkembangan

yang sangat pesat. Kondisi ini menuntut bahwa tanggung jawab atas

kesehatan keluarga tidak bisa dibebankan kepada tenaga kesehatan,

melainkan sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk saling

menjaga kesehatan keluarganya. Siapun orangnya memilki tanggung

jawab yang sama besarnya, bahkan terhadap kesehatan dirinya

sendiri.

1.9.3. Budaya pencegahan

Jika seorang anak mengalami panas, maka orang tua akan cenderung

menganggapnya sebagai hal yang biasa saja. Padaha hal ini bisa

menjadi gejalah awal dari berbagai kemungkinan sebuah penyakit.

Jika orang tua memilki pengetahuan tentang kesehatan, tentu saja

akan mencoba menganalisis apakah hanya badan panas saa, atau

disertai gejalah lain. Hal ini kemudian bisa dijadikan landasan untuk

melakukan tindakan lebih lanjut.

Budaya memeriksakan kesehatan anggota kelurga sedini mungkin

belum tampak dalam masyarakat. Pasien yang datang ke pelayanan

kesehatan hanya untuk memeriksakan keadaan kesehatan sebagi

tindakan kurafif umumnya belum didukung sepenuhnya oleh upaya


promotif dan preventif. Misalnya gerakan 3M pada pencegahan

penyakit demam berdarah belum sepenuhnya dilaksanakan

masyarakat jika belum mendekati musim penghujan atau sudah ada

yang terkena penyakit demam berdarah. Padahal tindakan sebelum

terjadinya demam berdarah dapat mengurangi berbagi risiko.

Bentuk pencegahan lainnya adalah dengan menanamkan budaya

hidup sehat sejak dini dengan melibatkan pranata yang ada di

masyarakat, seperti adanya posyandu atau sekolah. Posyandu yang

ada di masyarakat seharusnya diberdayakan untuk menanamkan

perilaku hidup bersih, sehat, dan berbudaya pada anak.

1.10. Mengenal Masalah Kesehatan

Tdak satu pun keluarga yang diperbolehkan dalam menyepelekan malah

dalam keluarga. Perkembangan zaman yang semakin maju dan

berkembang juga mendukung hadirnya berbagai penyakit yang dulu tidak

ditemukan. Untuk itu, keluarga harus semakin waspada, akan tetapi tidak

dalam bentuk mengekang sehingga melarang berbagai hal untuk

keluarganya.

Karena kesehatan merupakan kekuatan sumber daya dan dana keluarga

bisa terkuras habis. Oleh sebab itu, setiap anggota keluarga hendaknya

memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada anggota keluarganya.

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarganya secara tidak

langsung akan menjadi perhatian dalam mengambil keputusan dalam

keluarga (Suprajitno, 2004 dalam Bakri, 2017).

1.10.1. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga


Mencari pertolongan untuk keluarga yang sedang sakit merupkan

salah satu dari peran keluarga, sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang memiliki

keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat. Kontak keluarga

dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional

ataupun praktis local (pengobatan alternatif atau dukun).

1.10.2. Perawatan terhadap keluarga yang sakit

Bagi anggota keluarga yang sakit, biasanya ia dibebaskan dari peran

dan fungsinya secara penuh. Beberapa tanggung jawab ditangguhkan

terlebih dahulu atau bahkan diganti oleh anggota keluarga lainnya

yang tidak sakit. Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban

yang paling berat yang dirasakan oleh keluarga.

Keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan

keluarga. Terkadang sebuah keluarga memang memiliki obat-obtan

dan alat-alat yang dapat dijadikan pertolongan pertama, namun hal

ini terbatas, baik dari peralatan ataupun pengetahuan kesehatan.

1.10.3. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga

Yang dimaksud disini addalah bagaimana anggota keluarga menjaga

lingkungan agar bisa dijadikan sebagai pendukung kesehatan dalam

keluarganya. Untuk itu, keluarga perlu mengetahui tentang sumber

yang dimiliki oleh sekitar lingkungan rumahnya. Jika memungkinkan

untuk menanam pohon, sebaiknya dilakukan karena akan membantu

sirkulasi udara dan lain-lain sebaginya.


Keluarga juga perlu membekali anggota keluarganya dengan

pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya.

Sebaiknya ketika memodifikasi lingkungan dilakukan secara bersama

agar masing-masing anggota keluarga memilki suatu kesadaran yang

sama terhadap lingkungan.

1.10.4. Mengunakan pelayanan kesehatan

Masyarakat tradisional, keluarga yang sakit memilki kecendrungan

yang enggan untuk pergi ke pusat pelayanan kesehatan yang sudah

disedikan pemerintah. Alasan biaya biasanya menjadi masalah.

Belakangan ini pemerintah telah membuat program penjaminan

kesehatan masyarakat, sehingga masalah biaya bisa diatasi.

1.11. Hambatan-Hambatan dalam Memecahkan Masalah Kesehatan

Keluarga

Perlu di sadari bahwa setiap usaha tidak selalu berjalan dengan lancar.

Selalu ada hambatan dan tantangan yang akan dihadapi. Hambatan yang

paling besar dihadapi perawat dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:

1.11.1. Hambatan dari keluarga

1. Keterbatasan sumber-sumbet daya keluarga yang rendah

(keuangan, sarana, dan prasarana).

2. Kebiasaan-kebiasaan yang melekat.

3. Pendidikan keluarga yang rendah.

4. Social budaya yang menunjang.

1.11.2. Hambatan dari perawat


1. Keterbatasannya pengetahuan perawat tentang kultur

keluarga.

2. Kondisi alam (geografis yang sulit).

3. Kesulitan dalam berkomunikasi (bahasa)

4. Sarana dan prasarana yang tidak menunjang dan mencukupi,

seperti : PHN kit dan transportasi.

1.12. Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan

Kesehatan keluarga haris diusahakan bersama oleh anggota keluarga.

Masing-masing anggota keluarga yang menjalankan perannya akan dapat

meningkatkan derajat keshatan bagi anggota keluarga, kemudian juga

akan mempengaruhi kepada masyarakat di lingkungannya. Menurut

Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat, yaitu:

1. Perilaku

2. Lingkungan

3. Keturunan

4. Pelayanan kesehatan

Empat faktor ini sangat berperan bagi kualitas kesehatan

keluarga. Keempat faktor diatas saling berkaitan dan

mempengaruhi. Perilaku manusia menjadi factor utama dalam hal

kesehatan. Perilaku dan gaya hidup merupakan dua ujung tombak

kesehatan.

Jika dulu banyak orang memakan makanan hasil dari

olahan dapur sendiri, akan tetapi, sekarang banyak restoran


masakan cepat saji. Selain itu, ada juga perusahaan yang telah

menyediakan bumbu-bumbu masakan yang memanjakan ibu

rumah tangga. Sementara kita tahu, di dalam bumbu-bumbu itu

terdapat kandungan bahan-bahan kimiawinya yang jika

dikonsumsi terus menerus akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Tidak menutup kemungkinan jika pupuk yang digunakan untuk

menyuburkan tanaman konsumsi sehari-hari juga tidak terlepas

dari bahan kimia.

Kebiasaan pola makan yang sehat dapat menghindari dari

berbagai penyakit, seperti penyakit hipertensi, stroke, jantung,

diabetes mellitus, obesitas, dan lain sebagainya. Perilaku atau

kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat menghindari

penyakit saluran pencernaan.

Begitu pula dengan lingkungan yang bersih akan berperan

dalam meningkatkan kesehatan secara fisik, lingkungan yang

bersih juga mampu mendorong manusia agar berfikir positif.

Pada lingkungan yang kumuh atau tidak terawatt,

penduduknya cenderung mengidap penyakit seperti gatal-gatal,

infeksi saluran napas, infeksi saluran pencernaan, dan lain

sebagainya. Penyakit demam berdarah juga diakibatkan oleh

lingkungan yang kurang baik. Lingkungan yang kurang bersih,,

penanpungan air yang tidak perna dibersihkan menyebabkan

perkembangan nyamuk aedes aegypti berkembang secara bebas

dan pada akhirnya penduduk terserang penyakit tersebut.


Seelain penyakit yang datang dari lingkuungan, banyak

juga penyakit keturunan atau bawaan. Pendidikan seks dan

pengetahuan tentang penyakit sangat perlu ditekankan dan

disosialisasikan untuk menghindari penyakit keturunan yang

sebenarnya dapat dicegah. Selain itu peningkatan fasilitas

kesehatan dengan mutu pelayanan dapat mempercepat perwujudan

derajat kesehatan masyarakat.

Fasilitas dan pelayanan kesehatan bisa diwujudkan secara

merata diberbagu tempat, sehingga masyarakat mudah untuk

mengaksesnya. Pemerintah telah mengusahakan aspek-aspek yang

tetkait dengan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun pustu, polindes,

puskesmas, dan jejaring kesehatan lainnya. Pelayanan rujukan

juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit baru di setiap

kabupaten atau kota.

1.13. Strategi Pendekatan Kesehatan Keluarga

Setiap keluarga memilki karakter yang berbeda-beda. Daerah satu dan

daerah lainnya juga tidak bisa mendapatkan perlakuan yang sama. Oleh

karena itu, terkait dengan kesehatan ini, dibutuhkan pendekatan khusus,

sehingga mencapai hasil yang memuaskan dan tepat sasaran.

1.13.1. Startegi pendekatan kesehatan keluarga sebagai konteks (family as

context)

Keluarga sebagai konteks berarti keluarga sebagai pusat dari

keseluruhan aktivitas kesehatan. Akan tetapi, fokus utama dalam hal


ini bukan keseluruhan keluarga, melainkan individu atau anggota

keluarga yang ada di dalamnya.

Individu dalam hyal ini menjadi konteks utama, sedangkan

keluarga menjadi konteks kedua. Perawatan yang dilakukan adalah

berdasarkan apa yang telah diderita oleh individu. Begitupun dengan

kajian dan intervensi kesehatan, tidak seluruh anggota keluarga akan

menjadi objek. Meskipun setiap anggota keluarga akan dilibatkan

dalam berbagai kesempatan dan tindakan yang dilakukan. Hal ini

dilakukan karena keluarga yang mengetahui keseharian setiap

individu dan tenaga kesehatan bertugas membuat kajian dan

mengevaluasi, sehingga bisa ditentukan suatu tindakan.

1.13.2. Strategi pendekatan kesehatan keluarga sebagai klien (family as

client.

Pendekatan ini kebalikan dari pendekatan sebelumnya, jika pada

sebelumnya individu menjadi fokus utama dan keluarga menjadi

fokus kedua, pada pendekatan ini justru keluarga yang menjadi fokus

pertama dan individu mejadi fokus kedua. Dalam menunjang

kesinambungan pelayanan kesehatan, keluarga dilahat sebagai

pemjumlahan dari individu anggota keluarga. Tidak terfokus pada

satu anggota keluarga saja, melainkan keseluruhan dari anggota

keluarga.

Dari kajian setiap individu kemudian dirumuskan secara umum,

bagaimana kesehatan pada individu berdampak pada keluarga secara

keseluruhan. Misalnya jika ibu di rumah setiap hari membersihkan


rumahnya, dampak apa yang akan dirasakan oleh seluru anggota

keluarga.

1.13.3. Strategi pendekatan kesehatan keluarga sebagai system (family as

system)

Pendekatan ini tidak lagi menekankan perilaku pada setiap individu

dalam keluarga, melainkan bagaimana interaksi sehari-hari yang

dilakukan dalam sebuah keluarga yang berdampak pada

kesehatannya. Artinya, keluarga dihitung sebagai klien dan keluarga

adalah system yang berinteraksi.

Dalam praktinya, pendekatan ini merangkul setiap individu sebagai

anggota keluarga secara bersamaan. Interaksi antara anggota keluarga

menjadi target intervensi keperawatan.

1.13.4. Strategi pendekatan kesehatan keluarga sebagai komponen social

(family as component of society)

Keluarga merupakan komponen terkecil dari sistem sosial. Oleh

sebab itu, penekanan pada pendekatan ini adalah bagaimana

relasionalisasi yang menunjang terhadap kesinambungan dalam

pelayanan kesehatan dengan keluarga sebagai komponen social.

Dalam konteks ini keluarga dilihat sebagai unit utama dan

kumpulan suatu keluarga akan membentuk sistem yang lebih besar

yaitu masyarakat. Artinya, keluarga merupakan institusi sosial,

spiritual, ekonomi, pendidika, kesehatan. Keluarga akan berinteraksi

dengan konstitusi lain untuk, bertukar, menerima, dan saling

memberi pelayanan.
Selain pendekatan di atas, ada pula pendekatan lain yang cukup

berbeda. Dalam penerapannya, konteks sosial keluarga harus

diperhatikan sehengga pendekatan tepat sasaran. Menurut Similarly,

Ewles, dan Simnett (1999) dalam Bakri (2017) ada lima pendekatan

promkes, yaitu:

1. Pendekatan medis (preventif)

Fokus pendekatan ini adalah penyakit, bukan keluarga

ataupun individu. Yang dapat dilakukan dalam pendekatan

ini adalah pencegahan penyakit dengan berbagi solusi.

Imunisasi menjadi pencegahan dini terhadap anak agar anak

memilki daya tahan tubuh yang kuat.

Selain itu, diadakan kampanye di media dan edukasi. Tidak

hanya penyuluhan diberbagi tempat, penerbitan buku

kesehatan, iklan di televisi merupakan bagian terpenting

dari hal ini. Hasil yang diharapkan dari pendekatan ini

adalah individu mampu membuat keputusan untuk tetap

sehat dengan mencegah penyakit.

2. Pendekatan prilaku

Pendekatan ini memilki tujuan untuk mendorong

masyarakat agar mengadopsi perilaku kesehatan yang dapat

digunakan dalam pemeliharaan kesehatan. Komunikasi

yang dapat dilakukan dengan masyarakat adalah dengan

cara lebih intens, bahkan face to face. Pendekatan yang bia

digunakan dalam hal ini adalah komunikasi dan konseling.


3. Pendekatan edukasi

Health Education Authority (HEA), seperti meningkakan

kepedulian resiko merokok pada ibu hamil, adalah salah

satu hal yang dapat menunjang pada pendekatan ini.

Artinya, ada proses pembelajaran baik melalui dialog atau

diskusi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Dalam konteks ini, perlu ada fasilitas untuk

menyelenggarakan proses belajar tersebut, hal ini bisa

diintrgrasikan dengan model pendidikan formal.

4. Pendekatan perubahan sosial

Perubahan sosial bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-

hari. Pendekatan perubahan ini memanfaatkan perubahan

sosial tersebut untuk menjamin bahwa sehat lebih mudah

tercapai. Selain itu, pendekatan ini juga mendukung

perhatian kesehatan untuk semua masyarakat.

Bidikan dari pendekatan ini adalah perilaku individu dalam

masyarakat. Tujuannya bukan untuk mengubah perilaku

suatu individu, melainkan mempengaruhi masyarakat agar

berperilaku positif terhadap kesehatannya.

5. Pendekatan kesehatan anggota keluarga

Pendekatan ini membutuhkan kedekatan baik interaksi

maupun emosional anatara petugas kesehatan dengan klien.

Petugas kesehatan menyediakan waktu untuk memberikan


dukungan, bimbingan, dan dorongan agar klien dapat

membuat pilihan berhubungan dengan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai