Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah atresia berasal dari bahasa yunani yaitu “a” yang berarti
tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah
kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal. Atresia aniadalah malformasi kongenital dimana
rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley, 1996). Atresia ani adalah
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rektal
terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan
embrional berupa tidaksempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian
bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorektal, dimana tidak
terjadi perforasi membran yang memisahkan bagian entodermal dengan
bagian ektodermal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada
sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006). Secara umum, atresia ani lebih
banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Oleh karena itu penting bagi seorang perawat memahami tentang
Atresia Ani ini, sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan dengan
baik dan pasien yang mengalami Atresia Ani ini bisa mendapatkan
perawatan yang maksimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atresia Ani?
2. Apakah etiologi pada Atresia Ani?
3. Apakah patofisiologi Atresia Ani?
4. Bagaimanakah pathway pada Atresia Ani?
5. Apa saja klasifikasi Atresia Ani?
6. Apakah manifestasi klinis yang terdapat pada Atresia Ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Atresia
Ani?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada Atresia Ani?
9. Apa saja asuhan keperawatan pada Atresia Ani

C. Tujuan
1. Dapat memahami epidemiologi pada Atresia Ani
2. Dapat memahami etiologi pada Atresia Ani
3. Dapat memahami patofisiologi Atresia Ani
4. Dapat memahami pathway pada Atresia Ani
5. Dapat memahami klasifikasi yang ada pada Atresia Ani
6. Dapat memahami manifestasi klinis pada Atresia Ani
7. Dapat memahami pemeriksaan penunjang untuk Atresia Ani
8. Dapat memahami penatalaksanaan pada Atresia Ani
9. Dapat memahami prognosis pada Atresia Ani
10. Dapat memahami asuhan keperawatan pada Atresia Ani
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :


1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi,
gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di
sebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut
ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.Lidah dibagi atas
tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung
lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang
belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas
pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke
jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting
pengecap atau ujung saraf pengecap..
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara,
sebagaialat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.Esophagus terletak
di belakang trakea dan di depan tulangpunggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung
dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian
atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati
terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung,
terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2
jenisperedaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus
melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan.
Fungsi lambung
1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam
amino(albumin dan pepton)
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan,
sebagaiantiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana
asam padapepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein
susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak
menjadiasam lemak yang merangsang sekresi getah
lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenumsampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas,
terletak di
sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang
melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ
ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis
pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh
limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot
melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan
lapisan serosa (sebelah luar)).
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke
duodenum melaluiduktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan
lemak, denganbantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase
yang berfungsimencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin
yang berfungsimencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida.Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyakmengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar
Brunner,berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima
bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan
panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.Sambungan antara
jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besarUsus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m,
lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput
lendir,lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat.
Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri.
12. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat
penyimpanan feses sementara.
13. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar
pelvis,dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut
kehendak.
B. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang
artinyatidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam
istilahkedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnyalubang yang normal.Atresia ani adalah kelainan kongenital
yang dikenal sebagai anusimperforata meliputi anus, rektum, atau batas di
antara keduanya (Betz,2002).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforataadalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagianendoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentukanus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia ani adalah defek kongenital yang menggambarkan tidak
adanya anus norma yang dilakukan untuk membuka dubur. Pada wanita,
rektum dapat menembus vagina membentuk fistula rekta yang
memungkinkan buang air besar melalui vulva.
atresia ani adalah kelainan kongenitaldimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karenaterjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh :
a) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan
dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai19 sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
 Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan
perkembangan anomal pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada
genitourinari.
D. Klasifikasi
Ada empat jenis utama atresia usus.
1. Atresia Ani tipe I
adalah penyumbatan mukosa di dalam usus lumen
2. Atresin Ani tipe II
Proksimal segmen usus berakhir di ujung buta dan segmen
distal yang sama dengan dua ujung yang bergabung dengan tali
berserat yang tidak memiliki lumen.
3. Atresia Ani Tipe III
Atresia mirip dengan tipe II kecuali bahwa prox mal dan
segmen usus bagian distal ujung buta benar-benar terpisah dan
terdapat defek mesenterika yang berhubungan dengan segmen
misig di usus.
4. Atresia Ani tipe IV
melibatkan banyak situs atresia (Kilic dan Sarierler 2004,
Rahal er al 2007).

E. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan Anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum
berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan
dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan
fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
baru lahir 20 tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan,
terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi
tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
F. Phatway

Gangguan pertumbuhan fusi


pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
Atresia ani

Feses tidak keluar Vistel rekto vaginal


Feses menumpuk Feses masuk lewat
uretra

Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa Mikroorganisme

intra abdominal metabolisme tubuh masuk lewat uretra

Dysurin

Operasi onoplasti mual, muntah

colostomy Resiko
Nutrisi kurang Gangguan Gangguan
infeksi
dari kebutuhan rasa elimina alvi
perubahan nyaman
defekasi
pengeluaran
tidak terkontrol trauma jaringan

Gangguan pola
Nyeri perawatan tidak
eliminasi alvi
adekuat
Gangguan
Iritasi mukosa rasa Resiko infeksi
nyaman
Resiko kerusakan
integritas kulit
G. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.(Ngastiyah, 2005).

H. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal .
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan
infeksi. (Betz, 2002).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter
ahli.bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.
Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau
colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa
harisetelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai
12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini jugamemungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambahbaik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya
dan agak padat.
J. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.2.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untukmengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
sistempencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksioleh karena massa tumor.
4. CT Scan.
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. .Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum.
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakanselang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
K. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
1. PENGKAJIAN
A. Biodata klien : biasanya pada bayi perempuan mengeluarkan fese melalui
rektovaginal dan pada bayi laki-laki mengeluakan feses melalui
rektourinarius
B. Riwayat keperawatan
1) Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang : Muntah, perut kembung
dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari
vagina atau meconium terdapat dalam urin
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Klien mengalami muntah-muntah
setelah 24-48 jam pertama kelahiran
3) Riwayat tumbuh kembang
a) Bayi Baru lahir abnormal
b) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c) Saat kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d) Saat kehamilan tidak keluar mekonium
C. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk
makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
2) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan
paru maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi
kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami
kesulitan dalam defekasi
3) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari
kelemahan otot.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena
nyeri pada luka inisisi.
D. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(Mediana,2011)

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre Operasi
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
2) Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
3) Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses
peradangan, pengeluaran inter Leukin I.
4) Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak, distensi
abdomen.
5) Kecemasan / ansietas pada orang tua berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
b. Post Operasi

1. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan.

2. Konstipasi berhubungan dengan penumpukan feses.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

4. Kerusakan integritas kulit berhubngan dengan luka post op atau luka


insisi ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )
2. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
A. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
1. Batasan Karakteristik :
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Diare
d. Sariawan rongga mulut
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan/tinggi badan
6. hidrasi

Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
3. NIC :
a. Manajemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
2) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi
makan (misalnya, bersih, berventilasi , santai, dan bebas dari
bau yang menyengat)
3) Anjurkan pasien terkaitdengan kebutuhan makanan tertentu
berdasarkan pekembangan atau usia (misalnya, peningkatan
kalsium, protein, cairan, dan kalori untuk wanita menyusui,
peningkatan asupan serat untuk mencegah konstipasi pada
orang dewasa yang lebih tua)
b. Manajemen berat badan
1) Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan
makanan, olahraga, peningkatan berat badan, danpenurunan
berat badan
2) Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang
dan konsisten dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap
harinya
3) Hitung berat badan ideal pasien
c. Pemberian makan
1) Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk di pesan
2) Dorang orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
3) Lakukan kebersihan mulut sebelum makan Berikan air
minum pada saat makan , jika diperlukan
B. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
1. Factor Resiko :
a. Diare
b. Kekurangan volume cairan
c. Muntah
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Penurunan serum sodium
2. Peningkatan serum sodium
3. Penurunan serum potasium
4. Peningkatan serum potasium
5. Penurunan serum klorida
6. Peningkatan serum klorida
7. Penurunan kalsium
8. Peningkatan serum kalsium
9. Penurunan serum magnesium
10. Peningkatan serum magnesium
11. Penurunan serum fosfor
12. Peningkatan serum fosfor

Keterangan :

1. Deviasi berat dari kesaran normal


2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kesaran normal
3. NIC :
a. Manajemen cairan
1) Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output (pasien)
2) Monitor status hidrasi (misalnya, membran mukosa lembab,
denyut nadi adekuat, dan tekana darah ortostatik)
3) Berikan cairan, dengan tepat
b. Pencegahan pendarahan
1) Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah
pasien kehilangan darah sesuai indikasi
2) Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
pendarahan
3) Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-
tanda pendarahan dan mengambil tindakan yang tepat jika
terjadi pendarahan (misalnya, lapor kepada perawat)
c. Monitor tanda-tanda vital
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
2) Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan
hipertermia
3) Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
C. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan
proses peradangan, pengeluaran inter Leukin I.
1. Batasan Karakteristik :
a. Kulit terasa hangat
b. Takikardi
c. Kulit kemerahan
d. Takipnea

2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Mengigil saat dingin
4. Denyut jantung apikal
5. Denyut nadi radial
6. Tingkat pernapasan
7. Melaporkan kenyamanan suhu

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. NIC
a. Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati
(yaitu : berikan untuk pasien dengan suhu yang sangat
tinggi tidak memberikannya selama fase dingin, dan
hindari agar pasien tidak menggigil)
3) Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orang
tua, karena hanya menunjukan demam ringan atau tidak
demam sama sekali selama proses infeksi
b. Manajemen lingkungan
1) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya, karpet yang
longgar dan kecil, furniture yang dapat dipindahkan)
2) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
nyaman
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien, jika
suhu tubuh berubah
4) Hindari dari paparan dan aliran udara yang tidak perlu,
terlalu panas atau terlalu dingin
c. Pengaturan suhu
1) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari
hipotermia
2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas
dan serangan panas
3) Instruksikan pasien, khsusunya pasien lansia, mengenai
tindakan untuk mencegah hipertemia karena paparan
dingin
D. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak, distensi
abdomen.
Ketidakefektifan pola pola napas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
status pernafasan baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Frekuensi pernafasan

2. Irama pernafasan

3. Kepatenan jalan nafas

4. Saturasi oksigen

5. Suara auskultasi nafas

Intervensi
1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
a. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
b. Masukkan nasopharyngeal airway untuk melakukan suction
nasotracheal sesuai kebutuhan
c. Instruksikan kepada pasien untuk menarik nafas sebelum
tindakan
2. Menejemen jalan nafas buatan
a. Memberikan OPA
b. Memberikan kelembaban 100% pada udara, oksigen atau gas
yang dihisap
c. Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan
E. Kecemasan / ansietas pada orang tua berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
1. Batasan Karakteristik
a. Gelisah
b. Distress
c. Gemetar
2. NOC
Indicator Keterangan 1 2 3 4 5
200701 Afek tenang
200720 Lingkungan fisik
200721 Suhu ruangan
200723 Relaksasi otot
200704 Suhu tubuh

3. NIC
a. Teknik menenangkan
1) Berada di sisi klien
2) Pertahankan sikap yang tenang dan berhati hati
3) Yakinkan keselamatan dan keamanan klien
b. Pengurangan stress relokasi
1) Nilai kebutuhan atau ke inginan individu dalam hal
dukungan social
2) Dukung penggunaan strategi koping
3) Eksplorasi jika individu telah berpindah sebelumnya
c. Manajemen prilaku menyakiti diri
1) Tentukan motif atau alasan tingkah laku
2) Pindahkan barang yang berbahaya dari lingkungan
sekitar pasien
3) Komunikasikan resiko pada petugas ke sehatan lainnya
b. Post Operasi
A. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan.

1. Batasan Karakteristik :
a. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
(mis, skala wong-baker, faces, skala analog visual, skala
penilaian numeric)
b. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis.
Anggota keluarga, pemberian asuhan)
c. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis,
waspada)
2. NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
2. Menggambarkan faktor penyebab
3. Menggunakan jurna harian untuk
memonitor gejala dari waktu ke waktu
4. Menggunakan tindakan pencegahan
5. Meggunakan tindakan pengurangan nyeri
tanpa analgesik
6. Menggunakan analgesik yang
7. direkomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap gejala
8. nyeri pada profesional kesehatan
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol
9. pada profesional kesehatan
10. Menggunakan sumber data yang tersedia
11. Mengenali apa yang terkait dengan gejala
nyeri
Melaporkan nyeri yang terkontrol

Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunkukkan
3. NIC :
a. Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakterisrik onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
2) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri
3) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan
rencana monitor
b. Pemijatan
1) Cuci tangan dengan air hangat
2) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman dan memiliki
privasi tanpa adanya distraksi
3) Pijat tangan atau kaki jika lokasi yang ain tidak nyaman
atau jika hal tersebut lebih nyaman untuk pasien
c. Pengaturan posisi
1) Teparkan (pasien) diatas matras atau tempat tidur terapeutik
2) Posisikan (pasien) untuk mengurangi dyspnea (misalnya,
posisi semi fowler)
3) Meminimalsir gesekan dan cidera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien
d. Pemberian analgesic
Kolaborasikan dengan tim medis obat analgesic yang sesuai
dengan kebutuhan

B. Konstipasi berhubungan dengan penumpukan feses.

1. Batasan Karakteristik
a. Anoreksia
b. Bising usus hiperaktif
c. Masa abdomen yang dapat diraba
d. Masa rektal yang dapat diraba
e. Mual
f. Muntah
2. NOC
Kode Indicator SA ST
03102 Menanggapi dorongan untuk buang air besar tepat
031013 waktu
031005 Masuk dan keluar kamar mandi
Memposisikan diri di toilet atau alat bantu
eliminasi

3. NIC
a. Menejemen saluran cerna
1) Catat tanggal buang air besar terakhir
2) Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi,
bentuk,volume dan warna dengan cara yang tepat
3) Monitor bising usus
b. Latihan saluran cerna
1) Individualisasikan program aluran cerna bersama pasien dan pihak
pihak lainya
2) Konsultasi dengan dokter dan pasien mengenai penggunaan
supositoria
3) Intruksi pasien atau keluar mengenai prinsip-prinsip latihan cerna
c. Menejemen konstipasi / impaksi
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
2) Monitor (hasil produksi) pergerakan usus (feses), meliputi
frekuensi, konsistensi, bentuk,volume dan warna dengan cara yang
tepat
3) Monitor bising usus

C. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pot op atau


luka insisi

1. Batasan karakteristik
a. benda asing menusuk permukaan kulit
b. gangguan volume cairan
c. nutrisi tidak adekuat.
2. NOC

Indikator Keterangan SA ST

110101 Suhu kulit 2 5

110103 Elastisitas 3 5

110104 Hidrasi 2 5

110106 Keringat 3 5

3. Intervensi
a. Manajemen elekttolit/cairan

1. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk


atau dehidrasi (misalnya ronchi basah dilapangan paru
terdengar , poliuria atau oliguria, perubahan perilaku, kejang,
saliva berbusa dan kental, mata cekung atau edema, nafas
dangkal dan cepat)
2. Timbang berat badan harian dan pantau gejala
3. Berikan cairan dan sesuai
4. Minimalkan pemberian asupan makanan dan minuman
dengan deuretik atau pencahar (misalnya teh, kopi, plum,
supplement herbal)
5. Jaga infuse intravena yang tepat, tranfusi darah, atau laju
aliran enteral, terutama jika tidak diatur oleh pompa
6. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
7. Monitor tanda tanda vital yang sesuai
b. Monitor cairan

1. Tentukan jumlah dan jenis inteke atau asupan cairan atau


serta kebiasaan eliminasi
2. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan atau gejala
perubahan cairan (misalnya, pusing, sering berubah pikiran,
ngelamun, ketakutan, mudah tersinggung, mual, berkedut)
3. Periksa turgot kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang
seperti tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan
lembut pegang dengan kedua lengan dan lepaskan ( dimana
kulit akan turun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi
dengan baik)
D. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

1. Batasan karakterisktik :
a. Penyakit kronis
b. Malnutrisi
c. Kurang pengetahuan untuk menmghindari pamajanan
pathogen
2. NOC
Kode Indicator SA ST
070304 Sputum purulent 2 5
070307 Demam 2 5
070326 Peningkatan jumlah sel darah putih 2 5
3. NIC
a. Kontrol infeksi
1) Bersihkan lingkungan pasien
2) Ajarkan cuci tangan ke pasien dan keluarga
3) Ajarkan pasien untuk mengetahui cara menghindari infeksi
b. Perlindungan infeksi
1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan istirahat
3) Lakukan pemeriksaan kultur sesuai kebutuhan
c. Pemberian obat
Kolaborasikan pemberian obat dengan tim dokter untuk
mengurangi infeksi
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Atresia ani atau anus imperforata adalah suatu kelainan kongenital
tanpaanus atau tertutupnya lubang anus secara abnormal dengan beberapa
penyebab diantaranya adalah putusnya saluran pencernaan di atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, gangguan organ
ogenesis dalam kandungan dan berkaitan dengan sindrom down.
B. SARAN
Apabilaada kritik serta saran untuk penulisan makalah ini yang
bersifat membangun sangatlah kami harapkan agar penulisan makalah
menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC.

Jogjakarta : Penerbit Mediaction

Aziz S Mohammadi R and Mohammadpour I. 2010. Surgical Repair and

Management of Congenital Intestinal Atresia in 68 Calves. Veterinary

Surgery

Bademkiran S., Icen H. and Kurt D. 2009. Congenital Recto Vaginal

Fistula with Atresia Ani in a Heifer: A Case Report. Veteriner Fakultesi

Dergisi.

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.

Edisike-3. Jakarta : EGC

Maria L. and Karen M. T. 2005. Atresia Ani in the Dog: A Retrospective Study.

Journal of the American Animal Hospital Association

M.Dachterman Joanne,dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).

Elserveir: Jakarta

Sjamsuhidayat.R. 2003.ILMU BEDAH. Jakarta:EGC.


Pearce. Evelyn. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta

Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta :
CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai