Anda di halaman 1dari 7

PROGRAM PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN

RSU PERMATA MEDICAL CENTER INDRAMAYU


TAHUN 2020

I. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (
Undanng-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
Dalam pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa bangunan gedung rumah sakit
harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
gedung pada umumnya. Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, sesuai
dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan ornag usia lanjut. Bangunan Rumah
Sakit yang terdiri atas ruang rawat jalan; ruang rawat inap; ruang gawat
darurat; ruang operasi; ruang tenaga kesehatan; ruang radiologi; ruang
laboratorium;ruang sterilisasi; ruang farmasi; ruang kantor dan
administrasi;ruang ibadah; ruang tunggu; ruang dapur; laundry; kamar
jenazah; taman; pengolahan sampah; dan pelataran parkir yang mencukupi.
Harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Dalam pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Prasaran Rumah Sakit
dapat meliputi instalasi air;instalasi mekanikal dan elektrikal; instalasi gas
medoik; instalasi prengelolaan limbah; pencegahan dan penanggulangan
kebakaran; petunjuk, standar dan sarana evakuasisaat terjadi keadaan
darurat; sistem informasi dan komunikasi; dan ambulan. Prasarana harus
memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselmatan dan kesehatan
kerja penyelenggaraan Rumah Sakit, harus dalam keadaan terpelihara dan
berfungsi dengan baik, pengoperasian dan ;pemeliharaan prasaran Rumah
Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi
dibidangnya, dan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
Dalam pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa persyaratan peralatan
meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan medis
harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas
Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan
garus diawasi oleh lembaga yang berwenang. Penggunaan peralatan medis
dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis
pasien. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar
yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit
berkewajiban untuk berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya, memiliki sisytem
pencegahan kecelakaan dan penanggualanngan bencana dan
memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa
rokok. Dengan demikian Rumah Sakit itu dibangun serta dilengkapi dengan
sarana, prasarana dan peralatan yang dapat difungsikan serta dipelihara
sedemikian rupa untuk mendapatkan keamanan, mencegah kebakaran /
bencana dengan terjaminnya keamanan, kesehatan dan keselamatan
pasien, petugas , pengujung, dan lingkungan Rumah Sakit,
Dalam pasal 43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit wajib
menerapkan standar keselamatan pasien (patien safety), yang dilaksanakan
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

II. LATAR BELAKANG


Rumah Sakit memiliki kewabijan dalam menjamin kondisi dan fasilitas
yang kegiatannya aman, nyaman, dan seahta bagi sumber daya Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengujung maupun lingkungan Rumah
Sakit melalui pengelolaan fasilitas fisik peralatan medis dan peralatan
lainnya, teknologi medis secara efektif dan efisien. Secara khusus,
manajemen Rumah Sakit harus berusaha keras untuk mengurangi risiko,
dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang dapat
menimbulkan risiko serta menggunakan kriteria kinerja untuk mengevaluasi
sistem yang penting dan untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Peraturan perundangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang
berwenang di daerah banyak menetukan bagaimana fasilitas dirancang,
digunakan dan dipelihara. Seluruh rumah sakit, tanpa memperdulikan
ukuran dan sumber daya yanng dimiliki, harus mematuhi ketentuan yang
berlaku sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap Sumber
Daya Manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit.
Rumah Sakit harus mematuhi peraturan perundangan termasuk
mengenai bangunan dan proteksi kebakaran. Rumah Sakit memahami
fasilitas fisik yang dimiliki dan secara proaktif mengumpulkan data dan
membuat strategi untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan
lingkungan pasien.
Atas pertimbangan diatas Rumah Sakit harus menyusun Program
Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan yang mencakup enam bidang
sebagai berikut :
1. Keselamatan dan Keamanan
- Keselamatan Suatu keadaan tertentu dimana gedung, lantai,
halaman dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau
risiko bagi pasien, staf dan pengunjung.
- Keamanan Perlindungan dari kahilangan, pengrusakan dan
kerusakan, atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak
berwenang.
2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya penanganan,
penyimpanan dan penggunaan bahan radioakatif dan bahan berbahaya
lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang secara
aman.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana Risiko kemungkinan terjadi
bencana diidentifikasi, juga respon bila terjadi wabah, bencana dan
keadaan emergensi direncanakan dengan efektif termasuk evaluasi
lingkungan pasien secara terintegrasi.
4. Sistem Proteksi Kebakaran Properti dan penghuninya dilindungi dari
kebakaran dan asap
5. Peralatan Medis Peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan
sedemikian rupa untuk mengurangi risiko
6. Sistem Penunjang listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara
untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.

III. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS


1. Tujuan Umum
Menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi
Sumber Daya Manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus
Meminimalkan risiko pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak
menimbulkan efek buruk terhadap keberadaan Sumber Daya Manusia
Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengujung, maupun
lingkungan Rumah Sakit.

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


a. Kegiatan Pokok :
1. Keselamatan dan Keamanan
2. Bahan berrbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya
3. Disaster Plan / Manajemen Penanggulangan Bencana
4. Sistem Proteksi Kebakaran
5. Sistem utilisasi listrik, air dan sistem pendukung tang penting lainnya
6. Peralatan Medis

b. Rincian Kegiatan
Rincian Kegiatan dimasing-masing kegiatan meliputi :
a. Identifikasi risiko
b. Analisa risiko
c. Evaluasi risiko
d. Tat kelola risiko
e. Pelaporan insiden
f. Monitoring dan review insiden dan kegiatan
g. Edukasi staf tentang risk register.
V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

1. Keselamatan dan Keamanan


Keselamatan memberi jaminan bahwa gedung, properti,
teknologi medik dan informasi, peralatan dan sistem tidak berpotensi
mendatangkan risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung.
Keamanan melindungi property milik rumah sakit, pasien, staf,
keluarga, pengunjung dari bahaya kehilngan, kerusakan atau
pengrusakan oleh yang tidak berwenang.

Program Mnanjemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang


Keselamatan dan Keamanan melipiti :
a. Melakukan asesmen risiko secara komprehensif dan pro aktif
untuk mengidentifikasi bangunan, ruangan/area, peralatan,
perabotan dan fasilitas lainnya yang berpotensi menimbulkan
cedera. Sebagai contoh risiko keselamatan yang dapat
menimbulkan cidera atau bahaya termasuk diantaranya perabotan
yang tajam dan rusak, kaca jendela yang pecah, kebocoran air
diatap, lokasi dimana tidak ada jalan keluar saat terjadi
kebakaran. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan pemeriksaan
fasilitas secara berkala dan terdokementasi agar rumah sakit
dapat melakukan perbaikan dan menyediakan anggaran untuk
mengadakan pergantian atau “upgrading”.
b. Melakukan asesmen risiko pra kontruksi ( Pra Contruction Risk
Asessment/PCRA) setiap ada kontruksi, renovasi atau
penghancuran bangunan/demolisi.

Kontruksi / pembangunan baru disebuah rumah sakit akan


berdampak pada setiap orang dirumah sakit dan pasien dengan
kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar.
Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat
mempengaruhi tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur
pasien dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien
dengan gangguan pernapasan.

Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan


proyek konstruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit
pelayanan klinis yang terkena dampak dari kontruksi baru
tersebut, konsultan perencana atau manajer desain proyek,
Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit ( K3RS),
panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Sub Bgian
Urusan Rumah Tangga/Logistik, Kepala Bagian Umum dan
Keuangan, Unit Rekam Medis, Unit atau bagian lainnya yang
diperlukan.

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor dan


entitas diluar pelayanan akan bervariasi tergantung pada sejauh
mana kegiatan konstruksi dan dampaknya terhadap infrastruktur
dan utilitas. Sebagai tambahan, kedekatan pembangunan ke area
pelayanan pasien akan berdampak pada meningkatnya tingkat
risiko misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang
terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan
saat ini, maka risiko untuk pasien dan pengunjung cederung akan
menjadi minimal.

Asesmen risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi area-area kualitas


udara, pengendalian infeksi, utilitas, kebisingan, getaran, bahan
berbahaya, layanan darurat, seperti respon terhadap kode, dan
bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan dan
layanan.

Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen konstruksi


(MK) memastikan bahwa kepatuhan kontraktor diapntau,
ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian
risiko, risiko pasien infeksi dari konstruksi dievaluasi melalui
infeksi penilaian risiko kontrol juga dikenal sebagai ICRA (
Infection Control Risk Asesmen).

Meningkatkan setiap ada kontruksi, renovasi dan demosili harus


dilakukan asesmen risiko pra kontruksi (PCRA) dan harus juga
diikuti dengan rencana dan pelaksanaan pengurangan risiko
dampak keselamatan dan keamanan bagi pasien, keluarga,
pengunjung dan staf yang memerlukan biaya, maka rumah sakit
perlu juga menyediakan anggaran untuk pelaksanaan tindak lanjut
dari PCRA ( Pra Contruction Risk Assessment ) dan ICRA (
Infection Control Risk Assessment)

c. Merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan


fasilitas pendukung yang aman. Dengan tujuan untuk mencegah
terjadi kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya dan risiko
serta mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf,
pengunjung.
d. Menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan identitas
( badge nama semetara atau tetep ) pada pasien, staf, keluarga (
penunggu pasien) atau pengunjung ( pengunjung diluar jam besuk
dan tamu rumah sakit ) sesuai regulasi Rumah Sakit.
e. Melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan
atau pengrusakan barang milik pribadi.
f. Melakukan monitoring pada daerah terbatas seperti ruang bayi
dan kamar operasi, daerah yang berisiko laninnya seperti ruang
anak, lanjut usia dan kelompok pasien rentan yang tidak dapat
melindungi diri sendiri atau memberi tanda minta bantuan bila
terjadi bahaya. Monitoring dapat dilakuakn dengan memasang
kamera sistem CCTV yang dapat dipantau diruang Direktur RSU
PMC. Namun harus diingat pemasangan kamera CCTV tidak
diperbolehkan diruang pasien jiwa yang gaduh gelisah,
pemasangan dapat dikamar pasien tetapi hanya dipantau diruang
Direktur RSU PMC . monitoring melalui pemasangan kamera
CCTV juga diperlukan untuk daerah terpencil atau terisolasi, area
parking dan area lainnya yang sering terjadi kehilangan di rumah
sakit.
g. Menyediakan fasilitas yang aman sesuai dengan peraturan dan
perundangan sebagai contoh :
1. Setiap tangga ada pegangannya
2. Lantai tidak licin
3. Shower dikamar mandi tidak boleh menggunakan selang
4. Pintu kamar menghadap keluar

2. Bahan berbahaya dan beracun


Bahan berbahaya dan beracun Inventarisasi, penanganan,
penyimpanan dan penggunan serta pengendalian dan pembuangan
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbahnya dirumah sakit
harus sesuai dengan peraturan dan perundangan.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang


Bahan Berbahaya dab Beracun meliputi :
Rumah sakit mengidentifikasi dan mengendalikan secara aman
bahan berbahaya dan beracun dan limbahnya sesuai peraturan dan
perundangan. WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan
beracun dan limbahnya dengan kategori infeksi, patologis dan
anatomi, farmasi, bahan kimia, logam berat, kontainer bertekanan,
benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan radioaktif.
Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 dan limbahnya di
rumah sakit agar mengacu kepada kategori B3 dan limbahnya dari
WHO ini. Rumah sakit diharapkan melakukan identifikasi area/unit
mana saja yang menyimpan B3 dan limbahnya. Kemudian
menginventarisasi meliputi lokasi, jenis dan jumlah B3 dan limbahnya
disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu mukhtahir ( di update) sesuai
dengan perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan.

Rumah Sakit perlu mempunyai regulasi yang mengatur :


a. Persediaan B3 dan limbahnya yang meliputi jenis, jumlah, dan
lokasi:
b. Penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 dan limbahnya;
c. Penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur penggunaan,
prosedur bila terjadi tumpahan, atau paparan pajanan;
d. Pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 dan
limbahnya;
e. Pelaporan dan investigasi dari tumpahan, eksposur (terpapar),
dan insiden lainnya;
f. Dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratan lainnya.
Mengingat informasi mengenai penanganan, penyimpanan B3
termasuk data fisik seperti titik didih, titik nyala dan sejenisnya
tercantum didalam “Material Safety Data Sheet (MSDS)” atau Lembar
Data Pengamanan (LDP) maka rumah sakit agar membuat regulasi
bahwa setiap pembelian/pengadaan B3. Supplier wajib melampirkan
MSDS atau LDP. Informasi yang terancam di MSDS/LDP agar
diedukasi kepada staf riumah sakit, terutama kepada staf dimana ada
penyimpanan B3 di unitnya.
Tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan B3 dirumah sakit diatur
pemerintah secara nasional. Limbah yang diatur meliputi limbah
dengan karakteristik infeksius, benda tajam, patologis, bahan kimia
kadaluarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, radioaktif, farmasi,
sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat
tinggi, dan tabung gas atau kontainer bertekanan.

Pengaturan pengelolaan Limbah B3 meliputi tahapan :


1. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3
2. Penyimpanan Limbah B3
3. Penganggkutan Limbah B3
4. Pengolahan Limbah B3
5. Penguburan Limbah B3 dan/atau
6. Penimbunan Limbah B3
Bila rumah sakit mengolah limbah B3 sendiri maka wajib mempunyai
ijin mengolah B3. Namun bila pengolahan B3 dilaksanakan oleh pihak
ketiga maka pihak ketiga tersebut wajib mempunyai ijin sebagai
transfer B3 dan ijin pengolah B3. Pengangkut/transporter dan
pengolah bisa oleh Institusi yang berbeda.

3. Disaster plan / Manajemen Penanggulangan Bencana


Disaster plan / manajemen Penanggulangan Bencana
menanggapi keadaan disaster dan bencana alam atau lainnya yang
memiliki potensi terjadi dimasyarakat.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang


Disater plan / Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi :
Situasi darurat yang terjadi di masyarakat, kejadian epidemi, atau
bencana alam akan melibatkan rumah sakit, seperti gempa bumi
yang menghancurkan area rawat inap pasien, atau ada epidemi flu
yang akan menghalangi staf masuk kerja. Penyusunan program
harus dimulai dengan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi
di daerah dimana rumah sakit berada dan dampaknya rumah sakit.
Contoh nya, angin topan (hurricane) atau tsunami kemungkinan akan
terjadi didaerah dekat laut dan tidak terjadi didaerah yang jauh dari
laut. Kerusakan fasilitas atau korban masal sebaliknya dapat terjadi
dirumah sakit manapun.

Melakukan identifikasi dampak bencana sama pentingnya dengan


mencatat jenis bencana yang terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan
dampak yang dapat terjadi pada air dan tenaga listrik jika terjadi
bencana alam, seperti gempa bumi. Mungkinkah gempa bumi akan
menghambat anggota staf untuk merespon bencana ?, hanya karena
terhalang atau keluarga mereka menjadi korban gempa bumi?. Dalam
situasi demikian, mungkin akan terjadi konflik kepentingan dengan
keharusan merespon

Anda mungkin juga menyukai