Bab 2 Manajemen Sistem Persediaan
Bab 2 Manajemen Sistem Persediaan
Bab 2 Manajemen Sistem Persediaan
untuk menjaga dan mengendalikan barang-barang yang disimpan. Sistem bertanggung jawab atas
pemesanan dan penenrimaan barang: timing pemesanan dan pencatatan apa yang telah dipesan,
Fixed Order Quantity Model atau FOQ atau Q Model (Model Jumlah Pemesanan Tetap)
i. EOQ.
ii. Fixed Order Quantity Model (Q Model) dengan penggunaan selama waktu produksi
iii. Fixed Order Quantity Model (Q Model) dengan target tingkat layanan tertentu
Fixed Time Periode Model atau P Model ( Model Periode Waktu Tetap). Yang termasuk
1) Price-Break Model
2) Single-periode Model
Miscellaneous System
b. Two-bin System
c. One-bin system
d. dll
Berikut ini beberapa teknik pengelolaan persediaan untuk permintaan yang dependen:
b) Manufacture Resource Planning (The big MRP) / Enterprise Resource Planning (ERP)
1. Fixed Order Quantity Model atau FOQ atau Q Model (Model Pemesanan dengan Jumlah
Tetap)
Fixed-Order Quantity Model atau Q model adalah model untuk menentukan titik
spesifik, R, saat dimana pemesanan dilakukan dan jumlah yang harus dipesan, Q. Titik pemesanan,
R, biasanya dinyatakan dalam jumlah unit inventori pada level R. Penghitungan Q digunakan
rumus EOQ ( Economic Order Quantity) atau juga disebut sebagai Optimal Order Quantity.
Penggambaran model Fixed Order Quantity dapat dilihat pada gambar. Berbagai model yang
Yang perlu diperhatikan dari model tersebut adalah bahwa asumsi-asumsi yang
digunakan tidak realistik. Akan tetapi, model tersebut dapat digunakan sebagai pijakan awal untuk
Fixed Order Quantity Model (Q Model) dengan Adanya Penggunaan Selama Waktu Produksi
Model sebelumnya mengasumsikan bahwa jumlah yang dipesan akan diterima dalam
sekali antar, pada hal dalam kenyataan tidak selalu demikian. Pada banyak situasi, produksi dari
item persediaan dan penggunaan item tersebut berjalan secara simultan. Hal ini benar bila satu
bagian dari sistim produksi bertindak sebagai supplier bagi bagian yang lain. Pada kasus yang
demikian, bila d adalah tingkat permintaan (demand rate) yang konstan untuk item yang
diproduksi dan p adalah tingkat produksi (production rate), maka TC dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Sedangkan Total Biaya Annual atau disingkat TAC atau TC dihitung dengan rumus:
standard persediaan suatu perusahaan. Assembel akhir dari produk jadi dilakukan setiap hari.
Salah satu komponen produk X (disebut komponen Y) diproduksi di departemen lain. Departemen
tersebut memproduksi komponen Y pada tingkat produksi 100 unit per hari. Sementara tingkat
permintaan/penggunaan komponen tersebut 40 unit per hari. Dengan menggunakan data tambahan
Dengan demikian bahwa pemesanan komponen Y sebanyak 1.826 unit akan dilakukan bila tingkat
Sistem dari Q model secara perpetual memonitor tingkat inventori dan melakukan
pemesanan baru ketika persediaan mencapai level R. Masalah kehabisan bahan dari model
demikian hanya mungkin muncul selama periode lead time, yakni antara waktu dilakukan
pemesanan hingga waktu barang diterima. Gambar berikut menjelaskan adanya kemungkinan
Untuk dapat menghitung nilai R di atas diperlukan data nilai z dan standard deviasi.
Oleh karena itu pula perlu dihitung terlebih dahulu nilai z dan standard deviasi tersebut dengan
cara:
Oleh karena standard deviasi di atas merupakan standard deviasi untuk satu hari, maka bila lead
timenya lebih dari satu hari maka standard deviasi selama lead time sama dengan akar dari jumlah
Kemudian, dihitung nilai z dengan menentukan nilai E(z) yakni jumlah unit yang memenuhi
ditentukan.
Tentukan saat dilakukan pemesanan ulang! (sebagai catatan hari kerja se tahun 250 hari)
Pembahasan:
Oleh karena nilai z belum diketahui maka perlu dicari terlebih dulu dengan rumus:
Selanjutnya nilai z pada E(z) = 0,4 dapat diperoleh denga melihat tabel jumlah out of stock versus
Standard Deviasi yang dinormalisaskan pada 1 SD. Diperoleh nilai z = 0, sehingga solusi
Kesimpulannya: ketika persediaan di gudang tinggal 60 unit perusahaan harus memesan kembali
Permintaan harian untuk suatu produk tertentu terdistribusi normal dengan rata-rata 60, dan
standar deviasi 7. Supplier dapat dipercaya untuk menjaga lead time 6 hari. Biaya order Rp.10,-
dan biaya simpan Rp.0,5 pewr unit per tahun. Tidak ada biaya kehabisan bahan, karena pesanan
yang belum terpenuhi dapat segera didatangkan. Diasumsikan penjualan terjadi dalam satu tahun.
Tentukan jumlah yang dipesan dan kapan dilakukan pemesanan kembali untuk memenuhi 95%
Informasi:
Pembahasan :
Untuk menentukan saat pemesanan kembali, perlu lebih dulu menghitung jumlah produk yang
Oleh karena nilai z dan standar deviasi belum diketahui maka perlu dihitung terlebih dulu besaran
hasil perhitungan menunjukkan bahwa standar deviasa selama lead time sebesar 17,2. Sedang nilai
z dicari dengan
Dengan menggunakan tabel, dapat diperoleh nilai z pada E(z) = 2,721 sebesar –2,72
Sehingga kebijakannya akan berbunyi, jumlah pemesanan sebesar 936 unit akan dilakukan pada
Pada sistem periode tetap, inventori dihitung hanya pada waktu-waktu tertentu,
misalnya setiap minggu atau setiap bulan. Dengan demikian pada sistim ini, jumlah yang dipesan
untuk setiap kali pemesanan tergantung pada tingkat penggunaan selama periode monitoring.
Perbedaan pokok sistim Fixed-Time Periode (P model) dengan Fixed-Order Quantity (Q Model)
Beberapa model yang masuk kategori Fixed-Time Periode (P Model) antara lain:
Fixed Time Periode FTP atau P Model dengan Tingkat Layanan Tertentu
Pada sistim fixed time period, pemesanan kembali dilakukan pada saat review (T) dan lead time
= rata-rata permintaan selama T dan L + safety stock + Inventori di tangan + dlm perjalanan
Rumusan matematiknya:
Dimana
Rho = standard deviasi permintaan selama lead time dan periode review
I = tingkat persediaan termasuk pesanan yang direncanakan diterima Nilai z diperoleh dengan
Diketahui permintaan harian untuk suatu produk adalah 10 unit dengan standard deviasi 3 unit.
Periode Review 30 hari dan lead time 14 hari. Manajemen telah membuat kebijakan untuk
memenuhi 98% permintaan dalam bentuk persediaan. Pada review awal periode, terdapat
Oleh karena nilai z dan standar deviasi belum diketahui, maka perlu dihitung terlebih dulu:
dari tabel dan hasil interpolasi diperoleh nilai z= 0,21, sehingga jumlah yang harus dipesan adalah:
Dengan demikian untuk memenuhi 98% permintaan, maka pada saat review dilakukan pemesanan
Ada dua macam model yang termasuk dalam kategori model tujuan khusus, yakni:
i) Price-Break Model
Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh jumlah pemesanan bila terdapat perubahan
sering dijumpai adanya pemotongan atau pengurangan harga bila jumlah pemesanan semakin
besar. Misalnya bila jumlah yang dipesan lebih kecil dari 500 unit,maka harga akan sebesar harga
normal. Bila membeli 500 unit hingga 1000 unit akan diberi potongan harga 10%, dan bila
Diketahui
C = per unit tergantung besarnya pemesanan; pesan di bawah 499 unit harga per unit = Rp.5,00;
pesan antara 500 sampai 999 unit, harga per unitnya Rp.4,50, sedang bila pesan di atas 1.000,
Pembahasan:
Rumus yang cocok untuk dipakai mencari solusi dari kasus di atas adalah:
Masing-masing kategori harga dicari EOQ-nya. Dari perhitungan tersebut dapat ditentukan jumlah
pemesanan yang feasible dan yang tidak. Dari yang feasible, selanjutnmya dipilih yang TIC-nya
terkecil. (Kunci Jawaban Untuk C= Rp.5,- maka EOQ = 633 , tidak feasible, untuk P=Rp.4,5 maka
EOQ-nya = 666, feasible dengan TIC Rp.45.599,7, untuk P=Rp.3,9, maka EOQ-nya = 716, tidak
feasible, sedang untuk P=Rp.3,9 Q=1.000, feasible dengan TIC=Rp39.590 dan ini merupakan
solusi optimal)
Model ini sering disebut sebagai model statis. Pemesanan dan persediaan dinalisis berdasarkan
trade off dengan menggunakan analisis marginal. Marginal analisis di sini hanya akan cocok bila
ada informasi mengenai probabilitas kejadian. Dalam situasi ini, perlu dilihat mengenai laba yang
diharap (expected profit) dan kerugian yang diharap (expected loss). Dengan demikian bila laba
yang diharap lebih besar atau sama dengan kerugian yang diharap, maka situasi yang demikian
ML = marginal loss
Misalkan sebuah produk dijual pada harga Rp.100,00 per unit. Biaya produk tetap sebesar Rp.70,-
per unit. Setiap unit yang tidak terjual memiliki nilai sisa (salvage value) Rp.20,-. Permintaan
diharapkan berada pada range 35 sampai 40 unit setiap periode. Bila jumlah barang yang ada
sebanyak 35 unit dipastikan dapat terjual, namun bila persediaan barang di atas 40 unit maka pasti
ada yang tidak laku. Kemungkinan barang laku dan tidak laku adalah sebagai berikut:
Jumlah unit yang diminta Probabilitas Akumulasi jml produk Probabilitas terjual
permintaan
35 0,10 1 sampai 35 1,00
36 0,15 36 0,90
37 0,25 37 0,75
38 0,25 38 0,50
39 0,15 39 0,25
40 0,10 40 0,10
41 0 41 lebih 0
Pembahasan:
Keuntungan margin jika setiap unit terjual adalah harga dikurangi biaya atau
Kerugian margin terjadi jika unit barang tidak laku terjual. Besarnya adalah biaya dikurangi nilai
sisa atau
ML = C – SV = 70 – 20 = 50
Berdasarkan tabel probabilitas akumulatif pada kasus di atas, maka kemungkinan terjual dari unit
barang harus sama atau lebih besar dari 0,625, dan angka yang paling mendekati itu adalah 37 unit
dengan probabilitas terjual sebesar 0,75. Selanjutnya net benefit dari memiliki persediaan
sebanyak 37 unit adalah profit margin yang diharap dikurangi kerugian margin yang diharap:
iii) Miscellaneous System (Sistim Rupa-Rupa)
Suatu sistim pengendalian inventori dimana inventori direview dengan frekuensi yang tetap
seperti mingguan atau bulanan, dan pemesanan penambahan dilakukan jika tingkat inventori telah
Two-Bin System
Persediaan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah persediaan yang akan
digunakan, sedang kelompok kedua berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin ketersediaan
bahan.
One-Bin System
Suatu sistim dimana penambahan dilakukan secara periodik tanpa mempermasalahkan barapa
inventori didasarkan pada nilai item. Untuk kelompok A terdiri dari item-item yang memiliki nilai
tinggi, kelompok B untuk item-item yang memiliki nilai moderat, dan kategori C untuk item-item
yang nilainya rendah dan kuantitasnya besar.. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk
memisahkan tingkat pengendalian item-item persediaan. Semakin tinggi nilainya semakin
Pencatatan inventori biasanya berbeda dengan pehitungan fisik aktual. Akurasi inventori
menunjuk pada sejauh mana keseuaian antara jumlah yang dicatat dan jumlah fisik aktualnya.
Untuk menjamin akurasi inventori, penghitungan inventori dilakukan sesering mungkin dan
mencocokkannya dengan catatan. Metode yang digunakan disebut Cycle Counting. Cycle
Counting adalah teknik penghitungan inventori secara fisik dengan frekuensi yang lebih sering.
yang dependen, ada beberapa sistem yang dapat digunakan, yakni: 1). Material Requirement
Planning (MRP) System. 2). Manufacturing Resource Planning/ Enteprise Resource Planning