Anda di halaman 1dari 48

Pembahasan Soal Obstetri dan Ginekologi

Anemia defisiensi besi

Ilustrasi Kasus
Ny, Tina, usia 29 tahun datang ke poliklinik rumah sakit untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien mengeluh
di kehamilannya ini mudah lelah. Namun demikian, ia merasa kehamilannya baik-baik saja karena dapat
merasakan gerak bayinya lebih dari sepuluh kali dalam sehari.

Pasien mengaku usia kehamilannya saat ini 32 minggu. Ini merupakan anak ketiga. Kedua anak sebelumnya
dilahirkan secara normal. Pasien mengaku, saat kelahiran anak kedua, pasien mengalami komplikasi
perdarahan sehingga harus transfusi darah sebanyak 4 kantong. Riwayat penyakit sebelumnya disangkal.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali per menit, frekuensi napas
20 kali per menit, suhu badan 36,9C. Berat badan pasien 60 kg. Kenaikan berat badan selama kehamilan 10
kg. Tinggi badan 160cm. Kongjungtiva pucat, sclera tidak ikterik. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan
pembesaran hati dan limpa.

Pemeriksaan obstetrik didapatkan tinggi fundus 31 cm, denyut jantung janin 148 kali per menit. Dari hasil
pemeriksaan ultrasonografi, biometri janin sesuai dengan usia kehamilan 32 minggu dan aktivitas janin baik,
lain-lain dalam batas normal.

Dari pemeriksaan darah perifer, kadar Hb 8,2 g/dL, Ht 20 vol%, MCV 66 fl, MCH 20 pg, MCHC 24, Leukosit
8,400/uL, Trombosit 267,000/ uL, lain-lain dalam batas normal. Urinalisis tidak ditemukan kelainan.

Soal

1. Apa diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?


a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia e.c supresi sumsum tulang
c. Anemia defisiensi vit b12
d. Anemia karena perdarahan
e. Anemia penyakit kronik

Penjelasan :
A. Anemia defisiensi besi
Diagnosis pasien diatas adalah anemia dalam kehamilan. Jenis anemia ini adalah anemia defisiensi besi. Hal ini
didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Data yang menunjang adalah
pasien mudah merasa lelah, konjungtiva pucat, kadar Hb 8,2 g/dL, Ht 20 vol%, MCV 66 fl (84-97 um3), MCH 20
pg (27-32 pg), MCHC 24 (32-36 g/dL)

2. Pemeriksaan apa yang spesifik digunakan untuk mengkonfirmasi penyebab dari diagnosis tersebut?
a. Kadar Feritin
b. Bone marrow puncture
c. Sediaan apus darah tepi
d. Retikulosit
e. Analisis feses

Penjelasan :
A. Kadar feritin
Pemeriksaan terhadap kadar feritin, serum iron (SI), dan transferin iron binding capacity (TIBC) dapat dilakukan
apabila tersedia. Kadar feritin akan menggambarkan kondisi simpanan besi (iron storage). SI akan
menggambarkan kadar besi di dalam serum. Sementera TIBC menunjukkan seberapa jenuh ikatan transferin
terhadap besi. Apabila terdapat kondisi anemia yang diakibatkan oleh karena kekurangan zat besi, maka kadar
feritin akan menurun, kadar SI juga akan menurun, sementara TIBC akan meningkat.

3. Apa implikasi kelainan tersebut terhadap kehamilan dan persalinan?


a. Bayi hydrops
b. Ancaman persalinan postmatur
c. Bayi makrosomi
d. Polihidramnios
e. Ancaman terjadinya perdarahan post-partum

Penjelasan :
E. Ancaman terjadinya perdarahan post-partum
Anemia pada kehamilan dapat menyebabkan dampak pada ibu maupun bayi. Pada ibu, kelainan yang dapat
terjadi salah satunya adalah perdarahan post-partum. Kelainan yang mendasarinya adalah kegagalan untuk
mengirimkan oksigen ke jaringan yang selanjutnya dapat memicu terjadinya konsekuensi akibat terjadinya
hipoksia jaringan. Kondisi bayi hydrops salah satunya adalah akibat anemia berat pada bayi yang dapat
memicu terjadinya gagal jantung pada bayi. Terjadinya iskemia pada miometrium dapat memicu terjadinya
persalinan preterm. Sementara kekurangan oksigen terhadap bayi dapat memicu terjadinya pertumbuhan
janin terhambat dan berkurangnya produksi cairan amnion. Namun berkurangnya pasokan oksigen ke
miometrium pasca persalinan dapat memicu konsekuensi terjadinya atonia uteri yang dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Hiperemesis Gravidarum

Ilustrasi Kasus
Ny. Sri, 22 tahun, datang ke puskemas dengan keluhan rasa mual yang bertambah hebat sejak 1 hari yang lalu.
Rasa mual disertai dengan muntah berisi cairan. Volume setiap muntah kira-kira setengah gelas belimbing.
Pasien mengaku, sudah muntah sebanyak 12 kali. Saat ini pasien mengeluh kesulitan untuk makan dan minum.
Pasien muntah setiap kali ada makanan/minuman masuk.

Saat ini pasien merasa lemas dan keluar keringat dingin. Pasien terakhir buang air kecil sejak 3 jam yang lalu.
Pasien mengaku air kencingnya sedikit dan berwarna kuning pekat.

1 minggu yang lalu, pasien mengeluh merasakan mual setiap pagi. Pasien mengaku sedang hamil anak
pertama dengan usia kehamilan 11 minggu. Pasien sudah berobat ke bidan dan diberikan obat tetapi pasien
tidak tahu nama obatnya. Setelah minum obat, pasien merasakan mualnya berkurang. Namun, sejak 3 hari
mengonsumsi obat dari bidan, rasa mual tersebut muncul kembali.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien tampak lemas, cenderung apatis. Tekanan darah 80/50 mmHg,
frekuensi nadi 110 kali per menit, napas 24 kali per menit, suhu 37C. Mukosa tampak kering. Turgor kulit
menurun. Nyeri tekan epigastrium positif. Akral dingin. Rahim tidak teraba pada palpasi abdomen. Tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Tes urin kehamilan (+).

Soal

1. Apa kelainan yang mungkin terjadi pada kasus tersebut?


a. GERD
b. Hiperemis gravidarum
c. Krisis tiroid
d. Ulkus peptikum
e. Pankreatitis

Penjelasan :
B. Hiperemesis gravidarum
Diagnosis pasien ini adalah hyperemesis gravidarum. Data yang mendukung diagnosis ini adalah gejala berupa
rasa mual dan muntah hebat selama awal kehamilan. Test kehamilan (+)

2. Apa yang menyebabkan gejala tersebut?


a. Peningkatan hormone progesterone
b. Penurunan hormone progesterone
c. Penurunan hormone estrogen
d. Penurunan hormone hCG
e. Peningkatan hormon hCG

Penjelasan :
E. Peningkatan hormon hCG
Kejadian hiperemesis gravidarum dikaitkan dengan peningkatan kadar hormon hCG (human chorionic
gonadotrophin) dan estrogen. Hal ini dapat terlihat saat menurunnya kadar hCG pada minggu ke 20 maka
kejadian hiperemesis akan berkurang

3. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien tersebut?


a. Koreksi elektrolit
b. Pemberian kalori parenteral
c. Resusitasi cairan
d. Antiemetik
e. Multivitamin secara IV

Penjelasan :
C. Resusitasi cairan
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien ini mengalami tanda-tanda syok hipovolemik ec hiperemesis
gravidarum. Sehingga tatalaksana awal pasien ini harus diberikan resusitasi cairan untuk menjamin
keberlangsungan sirkulasi.

Abortus, mola hidatidosa dan asuhan pasca keguguran

Ilustrasi Kasus

Anda adalah dokter di rumah sakit daerah. Ny. M 25 tahun, G3P1A1 usia kehamilan 2 bulan dengan riwayat
abortus mola pada kehamilan kedua, datang dikirim dari bidan dengan keluhan perdarahan disertai gumpalan
dari kemaluan dan nyeri perut sejak 2 jam sebelumnya. Siklus haidnya selama ini teratur dan pasien menikah 6
tahun yang lalu. Tidak ada riwayat penggunaan alat kontrasepsi atau minum obat-obatan dan jamu selama
kehamilan. Pasien menginginkan kehamilan ini.

Kesadaran pasien compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, temperatur 36,7°C. Konjungtiva tidak pucat. Paru dan jantung dalam batas normal. Tidak terdapat
tanda akut abdomen, bising usus (+). Ektstremitas akral hangat, kering merah.

Pada pemeriksaan inspekulo tampak ostium terbuka dan tampak jaringan di ostium uteri eksternum. Pada
pemeriksaan dalam teraba jaringan di ostium, corpus uteri seukuran telur bebek, tidak ada massa maupun
nyeri tekan pada kedua adneksa. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 9.5g/dL, hematokrit 28%, leukosit
7.000/μL, trombosit 250.000/μL.
Soal

1. Apakah diagnosis yang paling mungkin dari kasus di atas?


a. Mola hidatidosa
b. Abortus iminens
c. Abortus komplit
d. Abortus insipiens
e. Abortus inkomplit

Penjelasan :
E. Abortus inkomplit
Kasus ini merupakan kasus perdarahan pada kehamilan muda. Dari anamnesis didapatkan informasi
perdarahan disertai gumpalan dari kemaluan dan nyeri perut. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan ostium
uteri terbuka dan terdapat jaringan pada ostium uteri eksternum. Besar uterus sesuai usia kehamilan, sesuai
dengan gambaran abortus inkomplit. Jawaban dari pertanyaan di atas adalah

2. Apakah rencana tatalaksana yang paling tepat bagi pasien tersebut?


a. Transfusi darah
b. Pasang laminaria
c. Pasien dipulangkan
d. Evakuasi sisa konsepsi
e. Pasien diobservasi di rumah sakit

Penjelasan :
D. Evakuasi sisa konsepsi
Tatalaksana umum dari abortus inkomplit adalah menilai ada atau tidaknya kegawatan pada ibu. Gangguan
hemodinamik (syok) sering terjadi pada pasien dengan perdarahan. Pada pasien didapatkan tekanan darah
sedikit di bawah normal (100/70 mmHg) dan anemia (Hb 9.5g/dL), namun dari hasil pemeriksaan lain tidak
mengarah ke tanda-tanda syok hipovolemik yang membutuhkan resusitasi cairan dan transfusi. Pada abortus
inkomplit didapatkan pembukaan ostium uteri eksternum sehingga pemasangan laminaria tidak dibutuhkan.

3. Jika perlu dilakukan evakuasi, prosedur manakah yang paling tepat, murah dan relatif lebih aman untuk
kasus di atas?
a. Kuret tajam
b. Histerektomi
c. Suction curettage
d. Misoprostol 200μg
e. Aspirasi vakum manual

Penjelasan :
E. Aspirasi vakum manual
Semua pilihan di atas dapat mengeluarkan sisa konsepsi pada kasus keguguran. Pilihan utama dari tatalaksana
abortus inkomplit adalah evakuasi dengan AVM. Misoprostol yang dapat digunakan adalah 600μg per oral
dosis tunggal atau 400μg sublingual dosis tunggal.

4. Apakah komplikasi jangka panjang dari abortus mola yang pernah diderita pasien?
a. Perdarahan
b. Emboli sel trofoblas
c. Penyakit trofoblas ganas
d. Perforasi uterus spontan
e. Perforasi uterus iatrogenik
Penjelasan :
C. Penyakit trofoblas ganas
Perdarahan, emboli sel trofoblas, dan perforasi uterus baik spontan maupun iatrogenik adalah komplikasi
jangka pendek dari abortus mola.

5. Manakah di bawah ini yang paling tepat tentang pemantauan HCG serum pada kasus mola hidatidosa?
a. HCG serum diperiksa setiap 4 minggu
b. Bila HCG urin masih positif setelah 4 minggu, dilakukan kemoterapi
c. Sebelum HCG serum normal, disarankan menggunakan kontrasepsi selama 1 tahun
d. Bila HCG serum menetap atau naik dalam 4 kali pemeriksaan berturut-turut, dilakukan
kemoterapi
e. Setelah HCG serum normal, disarankan menggunakan kontrasepsi selama 2 tahun bagi yang
telah mempunyai anak

Penjelasan :
E. Setelah hCG serum normal, disarankan menggunakan kontrasepsi selama 2 tahun bagi yang telah
mempunyai anak
Pengawasan lanjut pada mola adalah pemantauan HCG. HCG serum diperiksa setiap 2 minggu. Bila hasil HCG
serum terus menetap atau naik dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut atau HCG urin belum memberi hasil
negatif setelah 8 minggu, ibu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier yang mempunyai fasilitas kemoterapi.
Kontrasepsi sebelum HCG serum normal, disarankan memakai kondom. Kontrasepsi setelah HCG serum
normal, disarankan satu tahun untuk pasien yang belum mempunyai anak dan dua tahun untuk yang sudah
mempunyai anak.

6. Manakah pernyataan yang paling tepat dari prosedur dilatasi dan kuretase?
a. Untuk kasus abortus inkomplit, digunakan sendok kuret dengan ukuran terkecil agar risiko
perforasi menjadi minimal
b. Untuk kasus abortus inkomplit, digunakan sendok kuret dengan ukuran terbesar yang dapat
masuk agar tidak terdapat sisa konsepsi yang tertinggal
c. Untuk kasus abortus inkomplit, porsio dijepit menggunakan tenakulum pada pukul 4 atau 8
d. Untuk kasus abortus iminens, perlu dilakukan dilatasi dan kuretase karena kehamilan sudah
tidak dapat dipertahankan
e. Untuk kasus missed abortion, digunakan busi dari ukuran terbesar hingga terkecil agar ostium
uteri cepat terbuka

Penjelasan :
B. Untuk kasus abortus inkomplit, digunakan sendok kuret dengan ukuran terbesar yang dapat masuk agar
tidak terdapat sisa konsepsi
Pada prosedur kuretase dengan kuret tajam, sendok kuret yang digunakan adalah ukuran terbesar yang dapat
masuk agar tidak terdapat sisa konsepsi yang tertinggal. Tenakulum menjepit serviks pada pukul 11 atau 1
karena jauh dari cabang arteri uterina, sehingga risiko perdarahan menjadi minimal. Pada abortus iminens
kehamilan masih dapat dipertahankan, sehingga bukan suatu indikasi dilakukannya tindakan evakuasi. Pada
proses dilatasi, digunakan busi Hegar dari ukuran terkecil hingga terbesar secara hati-hati agar tidak terjadi
luka pada serviks.

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita 30 tahun, hamil anak kedua, usia kehamilan 33-34 minggu. Saat ini pasien mengeluh nyeri ulu
hati sejak 2 jam yang lalu disertai dengan muntah sebanyak 2 kali. Riwayat persalinan pada anak pertama
normal. Riwayat hipertensi sebelum dan sesudah kehamilan tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik dan ginekologi ditemukan tekanan darah 180/100mmHg dan ditemukan edema tungkai
Dari peeriksaan penunjang ditemukan proteinuria positif 2
1. Apakah diagnosis pada pasien ini?
a. Hipertensi kronik
b. Preeklamsia ringan
c. Preeklamsia berat
d. Eklamsia
e. Superimpose preeklamsia pada hipertensi kronik

Penjelasan :
C. Preeklamsia berat.
Berdasarkan dengan gejala dan tanda dari preeklamsia berat, yaitu:
• Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
• Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5
g/24 jam
• Atau disertai keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

2. Penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini?


a. Terminasi kehamilan
b. Tirah baring, pemberian obat anti muntah
c. Diberikan obat penurun tekanan darah dan rawat jalan
d. Tirah baring, Pemberian MgSO4, obat penurun tekanan darah dan terminasi segera
e. Tirah baring, pemberian MgSO4, obat penurun tekanan darah, pematangan paru dan terminasi
segera

Penjelasan :
E. Tirah baring, pemberian MgSO4, obat penurun tekanan darah, pematangan paru dan terminasi segera.
Terapi definitif untuk preeklamsia berat yang telah disertai dengan keluhan seperti nyeri ulu hari, pusing,
muntah, mata berkunang-kunang yaitu terminasi. Namun untuk usia kehamilan dibawah 35 minggu maka
perlu dilakukan pematangan paru,(bila tidak ada kondisi yang mengancam ibu maupun bayi) sehingga terapi
yang tepat untuk pasien ini yaitu Tirah baring, Pemberian MgSO4, obat penurun tekanan darah, pematangan
paru dan terminasi segera

3. Dosis awal magnesium yang tepat untuk pasien ini ?


a. 2 g larutan MgSO4 40% iv (10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades
b. 4 g larutan MgSO4 40% iv(10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades
c. 6 g larutan MgSO4 40% iv (10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades
d. 8 g larutan MgSO4 40% iv (10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades
e. 10 g larutan MgSO4 40% iv (10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades

Penjelasan :
B. 4 g larutan MgSO4 40% iv(10 ml) dilarutkan dengan 10 ml akuades.
Pemberian magnesium sulfat untuk preeklampsia berat dan eklampsia, yaitu:
• Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades
• Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 5-10 menit
• Jika akses intravena sulit, memberikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di
bokong kiri dan kana
4. Apabila pasien dicurigai mendapatkan dosis MgSO4 yang berlebihan, tanda apa yang pertama kali
ditemukan
a. Refleks patella menghilang
b. Depresi pernafasan
c. Oliguria
d. Kejang
e. Gawat janin

Penjelasan :
A.Refleks patella menghilang.
Pada intoksikasi magnesium sulfat, hal pertama yang akan terjadi adalah refleks patella menghilang
dilanjutkan dengan depresi pernafasan hingga bisa mengakibatkan kematian. Adapun salah satu syarat
pemberian magnesium sulfat yaitu tersedianya antidote untuk intoksikasi magnesium sulfat (kalsium
glukonas).

Diabetes melitus gestasional

Ilustrasi Kasus I
Ny. D, G1P0 saat ini sedang hamil dengan usia gestasi 28 minggu. Pasien mengeluh cepat haus dan lebih sering
buang air kecil dibandingkan sebelum hamil. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan glukosa darah
sewaktu 280 mg/dL. Tidak didapatkan riwayat diabetes melitus sebelumnya, namun pasien mengaku ayahnya
didagnosis menderita diabetes melitus sejak usia 55 tahun.

Soal
1. Diagnosis dari kasus di atas adalah ?
a. Diabetes melitus gestasional
b. Diabetes melitus tipe 2
c. Diabetes melitus tipe 1
d. Diabetes insipidus
e. Intoleransi glukosa

Penjelasan :
A. Diabetes melitus gestasional
Dari anamnesis didapatkan informasi pasien memiliki gejala klasik hiperglikemia berupa cepat haus dan sering
buang air kecil, dan tidak memiliki riwayat diabetes melitus baik tipe 1 maupun tipe 2, namun memiliki faktor
risiko riwayat diabetes melitus di keluarga. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah
sewaktu >200 mg/dL yang sesuai dengan kriteria diagnosis diabetes mellitus gestasional.

2. Tatalaksana dari diabetes mellitus gestasional yang paling tepat adalah ?


a. Mempertahankan gula darah 2 jam setelah makan <200 mg/dL
b. Mempertahankan gula darah puasa < 110 mg/dL
c. Diet tinggi karbohidrat rendah protein
d. Pemberian insulin dilakukan bila selama 4 minggu target glukosa darah tidak terpenuhi
e. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/hari

Penjelasan :
E. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/hari
Target dari tatalaksana diabetes melitus gestasional adalah glukosa darah 2 jam setelah makan <120 mg/dL
dan glukosa darah puasa <95 mg/dL. Perlu dilakukan pengaturan diet rendah karbohidrat cukup protein pada
pasien. Insulin diberikan bila pengaturan diet selama 2 minggu tidak memenuhi target dengan dosis awal 0,5-
1,5 unit/kgBB/hari.
3. Kapan sebaiknya melakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) pada ibu hamil dengan
faktor risiko diabetes melitus gestasional ?
a. 14-18 minggu
b. 19-23 minggu
c. 24-28 minggu
d. 28-32 minggu
e. 33-36 minggu

Penjelasan :
C. 24-28 minggu
Hasil pemeriksaan glukosa darah dan kadar HbA1C pada ibu hamil dengan faktor risiko yang lebih rendah dari
kriteria diagnosis diabetes melitus gestasional perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO di usia
kehamilan antara 24-28 minggu.

Hemoragik Ante Partum

Ilustrasi Kasus
Ny. A, 35 tahun G4P3A0 dengan riwayat seksio sesarea pada kehamilan yang ketiga. Pasien saat ini sedang
hamil dengan usia gestasi 36 minggu. Pasien mengeluh mengalami perdarahan berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri dari kemaluan sejak 2 jam sebelum datang ke rumah sakit. Dari pemeriksaan didapatkan uterus
lunak dan tidak tegang. DJJ 140 kali/menit, kepala masih melayang dan tidak ada tanda dari ruptura uteri.
Tanda-tanda vital ibu dalam keadaan stabil.

Soal
1. Diagnosis dari kasus di atas adalah?
a. Karsinoma serviks
b. Plasenta previa
c. Abruptio plasenta
d. Vasa previa
e. Hematuria

Penjelasan :
B. Plasenta previa
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan kehamilan dengan usia lanjut, multiparitas, riwayat seksio
sesarea, perdarahan darah segar tanpa nyeri, dan kepala bayi belum masuk pintu atas panggul yang sesuai
dengan tanda-tanda plasenta previa.

2. Perbedaan diagnosis pada solusio plasenta dan plasenta previa, pada solusio plasenta akan
ditemukan:
a. Perdarahan tanpa nyeri perut
b. Beratnya gangguan hemodinamik sesuai dengan perdarahan yang keluar
c. Nyeri perut disertai perdarahan berwarna kehitaman
d. Pada ultrasound didapatkan plasenta terletak pada segmen bawah rahim
e. Pada pemeriksaan palpasi mudah teraba bagian-bagian janin

Penjelasan :
C. Nyeri perut disertai perdarahan berwarna kehitaman

Perdarahan tanpa nyeri perut, beratnya gangguan hemodinamik sesuai dengan perdarahan yang keluar, dan
didapatkan plasenta terletak di segmen bawah rahim pada pemeriksaan ultrasound adalah tanda-tanda dari
plasenta previa. Mudah meraba bagian-bagian janin merupakan tanda dari ruptura uteri.
Interpretasi CTG

Ilustrasi Kasus
Ny. L, 26 tahun, G1P0 hamil 40 minggu, tunggal hidup. Pada pemeriksaan didapatkan janin presentasi kepala
tunggal hidup, taksiran berat janin 3100 gram. Pada pemeriksaan dalam didapatkan panggul normal, skor
pelvik 3, kepala di HI-II. Hasil pemeriksaan CTG didapatkan seperti di bawah ini.

Kuis
1. Apakah kesimpulan dari CTG di atas?
a. CTG normal antepartum
b. CTG normal intrapartum
c. CTG mencurigkan antepartum
d. CTG abnormal antepartum
e. CTG abnormal intrapartum

Penjelasan :
A. CTG normal antepartum
Pada CTG didapatkan baseline 130 dpm, variabilitas 5-25 dpm, didapatkan >2 akselerasi dalam 10 menit, tidak
didapatkan deselerasi dan kontraksi uterus, sesuai dengan gambaran CTG normal antepartum.

Setelah dokter membaca hasil pemeriksaan CTG, Ny. L disarankan untuk pulang dan kembali kontrol satu
minggu kemudian. Setelah lima hari keluar dari rumah sakit, Ny. L merasa nyeri perut dan lendir darah dari
kemaluan. Pada pemeriksaan didapatkan his teratur 3 kali dalam 10 menit, selama 35 detik, pada pemeriksaan
dalam didapatkan porsio lunak, aksial, tebal 1 cm, pembukaan 2 cm, ketuban (+), H II. Hasil pemeriksaan CTG
didapatkan seperti di bawah ini.
2. Apakah interpretasi yang tepat dari CTG di atas?
a. Didapatkan deselerasi dini
b. Didapatkan deselerasi variabel
c. Didapatkan deselerasi lambat
d. Didapatkan deselerasi memanjang
e. Didapatkan gambaran sinusoidal

Penjelasan :
C. Didapatkan deselerasi lambat
Pada CTG di atas didapatkan baseline 150 dpm, variabilitas 5-15 dpm, tidak didapatkan akselerasi, didapatkan
deselerasi berulang yang kembalinya ke denyut jantung dasar terjadi setelah kontraksi berakhir.

3. Yang merupakan kemungkinan penyebab dari hasil CTG di atas adalah?


a. Hidramnion
b. Post maturitas
c. Lilitan tali pusat
d. Kompresi tali pusat
e. Prematuritas

Penjelasan :
B. Post maturitas
Deselerasi lambat dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, seperti kelainan hematologis (talasemia mayor),
perdarahan solusio plasenta, plasenta previa), hipertensi, disfungsi plasenta (postmaturitas, kalsifikasi),
diabetes melitus, dehidrasi, dan penyakit jantung maternal.

Kehamilan Post Term

Ilustrasi Kasus
Ny. N, 25 tahun G1P0 hamil 41 minggu, datang ke puskemas dengan jarang merasakan mulas pada
kehamilannya. Pasien masih merasakan gerakan anaknya. Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan
sebanyak 3 kali dan 1 kali pada dokter kandungan di awal kehamilan. Siklus haid pasien teratur dengan siklus
28 hari, berdasarkan hari pertama haid terakhir saat ini usia kehamilan sesuai dengan 41 minggu 3 hari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali
per menit, napas 20 kali per menit, suhu 36,5C. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 36 cm, janin
tunggal, presentasi kepala 2/5, punggung kanan, DJJ (+) 154 kali/menit, TBJ sekitar 2900 gram, his 1 kali dalam
10 menit selama 20 detik. Pada pemeriksaan dalam, porsio lunak, tebal 1 cm, aksial, pembukaan 1 cm.

Soal
1. Bagaimana tatalaksana pasien tersebut?
a. Dilakukan induksi persalinan di puskesmas
b. Dirujuk ke rumah sakit untuk terminasi kehamilan
c. Pertahankan kehamilan dengan perhitungan gerakan janin
d. Dilakukan observasi saja di puskesmas
e. Dijadwalkan operasi seksio sesaria 1 minggu kemudian

Penjelasan :
B. Dirujuk ke rumah sakit untuk terminasi kehamilan
Pasien datang dengan keluhan jarang merasakan mulas pada kehamilannya dan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis didapatkan bahwa pasien menderita kehamilan post term. Pada keadaan pasien yang datang
ke puskesmas, maka lebih baik pasien untuk dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang
lebih memadai.

2. Secara umum, apa yang dapat menjadi faktor predisposisi kasus diatas?
a. Anensefalus
b. Merokok
c. Multiparitas
d. Hidrosephalus
e. Sungsang
Penjelasan :
A. Anensefalus.
Beberapa faktor resiko terjadinya pertumbuhan janin kehamilan post term adalah: Primipara, mengalami
persalinan post-term di kehamilan sebelumnya, janin anensefalus dan janin laki-laki, serta diperkirakan ada
predisposisi genetik juga
3. Risiko apa yang dapat terjadi pada bayinya ?
a. Bayi kecil untuk masa kehamilan
b. Sepsis neonatorum
c. Hydrops fetalis
d. Kematian perinatal
e. Hyaline membrane disease
Penjelasan:
D. Kematian maternal
Bayi dari kehamilan post-term dapat mengalami penurunan sirkulasi utero-plasenter yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia janin. Kondisi hipoksia ini dapat memicu penurunan pH pada darat tali
pusat (asidosis), rendahnya penilaian APGAR, dan ancaman kematian perinatal. Meski demikian karena janin
berada di kandungan cukup lama, terdapat kemungkinan untuk melahirkan bayi dengan ukuran yang lebih
besar

Persalinan Preterm

Ilustrasi Kasus
Ny. Z, 27 tahun, G2P1A0 hamil 30 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan mulas teratur sejak 2 jam
yang lalu. Lendir darah sudah keluar, sedangkan air-air yang tidak bisa ditahan belum keluar. Riwayat kelahiran
sebelumnya normal dengan berat bayi 2800 gram, saat ini berusia 2 tahun. Sejak 1 bulan yang lalu pasien
sering mengeluhkan keluar keputihan yang gatal, namun belum sempat diobati.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien compos mentis, berat badan 57 kg tinggi badan 157 cm. Tekanan
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 90 kali per menit, napas 20 kali per menit, suhu 37C. Status obstetri
didapatkan tinggi fundus 25 cm, janin tunggal, presentasi kepala 5/5, punggung kanan, Taksiran Berat Janin
1550 gr, Denyut Jantung Janin 150 kali/menit, kontraksi 2 kali tiap 10 menit lamanya 20 detik. Pada
pemeriksaan inspekulo didapatkan porsio licin, ostium terbuka 2 cm, selaput ketuban (+), fluor (+) warna putih
susu bergumpal dan menempel di dinding vagina.

Soal
4. Apa faktor resiko yang menyebabkan kondisi tersebut di atas?
a. Usia kehamilan 30 minggu
b. Riwayat persalinan sebelumnya
c. Merokok
d. Gizi kurang
e. Infeksi
Penjelasan :
E. Infeksi
Adanya fluor albus yang diderita pasien menyebabkan persalinan preterm. Proses infeksi yang terjadi pada ibu
akan mengaktifkan sistem imun tubuh dengan mengeluarkan berbagai sitokin seperti interleukin dan juga
Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dapat menrangsang keluarnya prostaglandin dan/atau matrix degrading
enzyme. Prostaglandin memicu uterus untuk berkontraksi dan sedangkan matrix degrading enzyme memicu
terjadinya ketuban pecah dini prematur.

5. Berdasarkan gambaran klinik di atas, kemungkinan penyebab fluor albus adalah?


a. Candidosis vaginalis
b. Bakterial vaginosis
c. Gonorrhea
d. Trikomoniasis
e. Klamidia
Penjelasan :
A. Kandidosis vaginalis.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya keputihan disertai rasa gatal 1 bulan yang lalu, sedangkan
pemeriksaan inspekulo didapatkan adanya fluor berwarna putih susu yang bergumpal dan menempel di
dinding vagina yang merupakan tanda khas dari Candida albikans.
6. Apa yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis dari swab vagina?
a. Psuedohifa
b. Clue cellss
c. Bakteri diplococcus gram negatif intrasel
d. Tampak gambaran parasit dengan flagel
e. Bakteri batang gram negatif
Penjelasan
A. Pseudohifa
Ditemukannya pseudohifa adalah merupakan ciri khas dari pemeriksaan mikroskopik kandidiasis vagina. Pada
pemeriksaan penunjang kandidiasis vagina dilakukan swab vagina dan kemudian diteteskan larutan KOH 10%
yang akan memberikan hasil pseudohifa dan budding yeast cell yang menjadi ciri khas dari Candida albicans.
7. Bagaimana tatalaksana pasien tersebut?
a. Diberikan nifedipin per oral, deksametason per oral, dan klotrimazole topikal
b. Diberikan salbutamol per oral, betametason IV, dan Ampisilin IV
c. Diberikan nifedipin per oral, deksametason IM, dan klotrimazol topikal
d. Diberikan terbutaline IM, deksametasone IM, dan klotrimazole oral
e. Diberikan nifedipin oral, deksametason IM, dan Ampisilin IV
Penjelasan :
C. Diberikan nifedipin per oral, deksametason IM, dan klotrimazol topikal
Pasien dilakukan terapi konservatif, karena memenuhi syarat-syarat berupa usia kehamilan 30 minggu, dilatasi
serviks kurang dari 3 cm, dan tidak ada tanda-tanda infeksi intra uterina. Pemberian tokolitik (nifedipin 3 x 10
mg per oral) dan pematangan paru (deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali ATAU betametasone
12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali) tetap diberikan. Kemudian, untuk mengatasi infeksi jamur yang
diderita pasien juga perlu diberikan anti jamur seperti mikonazol atau klotrimazol 200 mg intra vagina setiap
hari selama 3 hari, ATAU Klotrimazol, 500 mg intra vagina dosis tunggal, ATAU Nistatin, 100.000 IU intra vagina
setiap hari selama 14 hari.

Pertumbuhan Janin Terhambat

Ilustrasi Kasus
Ny. F, 22 tahun G2P1A0 hamil 34 minggu, datang ke puskemas untuk memeriksakan kehamilannya. Keluhan
saat kehamilan tidak ada, hanya pasien merasa bahwa perutnya tidak sebesar seperti pada kehamilannya yang
pertama. Pasien sering sulit untuk makan dan juga lemas. Selama kehamilan pasien juga masih bekerja sebagai
buruh cuci di rumah tangga. Riwayat sakit kronis disangkal. Siklus haid teratur dan berdasarkan hari pertama
haid terakhir didapatkan usia kehamilan 34 minggu. Riwayat obstetri sebelumnya lahir normal dengan berat
lahir 2600 gram, dan tidak rutin melakukan asuhan antenatal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien compos mentis, tekanan darah 100/50 mmHg, frekuensi nadi 88 kali
per menit, napas 18 kali per menit, suhu 36,5C. BB 50 Kg, TB 148cm (keterangan dari pasien BB sebelum
kehamilan 45 Kg). Konjungtiva anemis, pemeriksaan obstetri TFU sepertiga antara pusar dengan prosessus
xyphoideus, DJJ(+), gerakan janin masih terasa.

Soal
1. Penyebab terjadinya diagnosis pada pasien di atas?
a. Kesalahan dalam menghitung HPHT
b. Gizi kurang
c. Kesalahan dalam memeriksa TFU
d. Riwayat obstetri sebelumnya
e. Tidak melakukan asuhan antenatal yang rutin

Penjelasan :
B. Gizi kurang
Faktor yang menyebabkan diagnosis di atas adalah riwayat gizi kurang pada ibu yang menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat. Hal ini didasari atas riwayat pasien yang tidak suka makan selama kehamila,
dan diperberat dengan intensitas pekerjaan pasien yang cukup berat selama kehamilan. Hal ini dapat
menimbulkan sebuah dugaan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara intake makanan dengan energy
expenditure. Data lain yang perlu diwaspadai juga adalah BB di dalam kehamilan yang hanya mengalami
peningkatan sebesar 5Kg selama kehamilan.
2. Bagaimana tatalaksana pasien tersebut?
a. Rujuk pasien
b. Kontrol kembali minggu depan
c. Istirahat cukup
d. Makan makanan tinggi protein
e. Induksi persalinan

Penjelasan
A. Rujuk pasien
Kondisi pasien di atas, pasien seharusnya dirujuk ke rumah sakit. Perlu dilakukan penilaian terhadap
kesejahteraan janin mengingat ada kecurigaan yang kuat bahwa bayi kemungkinan mengalami pertumbuhan
janin yang terhambat. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh karena ibu tidak berhasil mensuplai zat-zat nutrisi
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan janin in utero. Pertumbuhan janin terhambat dapat terlihat jika
terdapat diskrepansi antara taksiran berat janin saat ini dengan berat badan yang seharusnya dicapai di usia
kehamilan tersebut.
DISTOKIA

Ilustrasi kasus

Ny. Budi, 30 tahun, G3P2 hamil 40 minggu, kiriman dari bidan dan datang ke Puskesmas tanggal 7 Oktober
2013. Pasien dirujuk dengan presentasi muka. Pasien mengaku dengan usia kehamilan 9 bulan. Pasien teratur
memeriksakan kandungannya di Bidan, pasien belum pernah di USG sebelumnya. Ketuban pecah terjadi 2 jam
yang lalu. Dan merasa mulas-mulas. Tidak ada riwayat penyakit dahulu tentang hipertensi dan diabetes.
Riwayat kehamilan sebelumnya melalui partus pervaginam.

Soal

1. Apakah langah selanjutnya yang perlu di lakukan pada pasien ini?


a. Melakukan pemeriksaan fisik
b. Melakukan pemeriksaan dalam
c. Melakukan pemeriksaan kardiotokografi
d. Melakukan pemeriksaan ultrasonografi
e. Melakukan pemeriksaan laboratories

Penjelasan :

Jawaban : A. Melakukan pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan fisik, Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36.70C. pada
status obstetrik, Tinggi fundus 26 cm, punggung kanan, presentasi kepala 2/5, Denyut jantung janin
148x/menit. Pada pemeriksaan dalam, porsio lunak, anterior, pembukaan 8 cm, dan teraba mulut dan dagu
bayi pada sisi kiri posterior dan pada hodge III.
2. Apakah diagnosis yang paling tepat pada kasus ini ?
a. Fase aktif dengan presentasi muka anterior
b. Fase aktif dengan presentasi muka posterior persisten
c. Fase aktif dengan presentasi kepala
d. Fase aktif dengan presentasi sungsang
e. Fase aktif dengan presentasi dahi
Penjelasan :
B. fase aktif dengan presentasi muka posterior persisten.
Presentasi muka di diagnosis melalui pemeriksaan dalam dan palpasi adanya bagian muka, seperti mulut, dan
dagu.
3. Apakah nama diameter dari diagnosis pada kasus diatas ?
a. Mentooccipitalis
b. Occipitofrontalis
c. Suboccipitobregmatika
d. Biparietaldiameter
e. Occipito bregmatika
Penjelasan :
Jawaban: A. mentoocipitalis.
Pada presentasi muka, posisi kepala hiperekstensi sehingga oksiput (occipital) mendekati dengan punggung
janin, dan dagu ( mentum) dapat diraba.
Gambar. Presentasi muka
4. Berapakah panjang diameter dari jawaban nomor 3 ?
a. 9.5 cm
b. 12.5cm
c. 11.5 cm
d. 10.5 cm
e. 8.5 cm
Penjelasan :
Jawaban : B. 12.5 cm

Gambar .Kepala janin


5. Setelah observasi selama 2 jam, pembukaan serviks sudah lengkap, muka berada pada hodge III-IV,
dagu berada pada bagian posterior, apakah rencana berikutnya?
a. Persalinan pervaginam
b. Seksio cesarean
c. Induksi oksitosin
d. Extraksi forceps
e. observasi
Penjelasan :
B. Seksio sesarea.
Apabila dalam pengamatan kala II selama beberapa jam dagu tidak menunjukan gejala akan memutar kedepan
(posisi mentooposterior persistens) maka, sebaiknya dilakukan seksio sesar.

KEHAMILAN GANDA

Ilustrasi kasus
Ny. Maimunah, usia 32 tahun, sedang hamil dengan usia kehamilan 37 minggu, datang dengan keluhan mules-
mules mau melahirkan. Kehamilan ini adalah kehamilan kedua dengan kehamilan sebelumnya normal.
Kehamilan yang sekarang dirasakan lebih besar dari sebelumnya. Pasien tidak mengeluh nyeri ulu hati, dan
pusing. Gerakan janin aktif. Tidak ada yang penyakit dahulu dan keluarga. Pada pemeriksaan fisik, tekanan
darah pasien 120/80 mmHg, Nadi 90x/menit, pernafasan 24x/ menit, suhu 36.40C. pada status obstetrik
didapatkan Tinggi Fundus Uteri 42 cm, teraba 3 bagian besar, dan denyut jantung janin didengar 142x/menit
dan 136x/ menit, his 2x/10 menit/25 detik

Soal
1. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini?
a. kehamilan dengan janin sungsang
b. kehamilan ganda
c. kehamilan mola
d. kehamilan dengan janin lintang
e. Kehamilan dengan janin makrosomia

Penjelasan :
B. Kehamilan ganda
Diagnosis kehamilan ganda pada pasien ini dapat dipertimbangkan karena perasaan subjektif pasien yang
merasakan kehamilannya lebih besar dari biasa. Pada pemeriksaan didapatkan tinggi fundus yang tinggi
dibandingkan dengan usia kehamilan, teraba 3 bagian besar dan terdengar 2 detak jantung janin di 2 tempat
yang berbeda. Kehamilan ganda ialah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

2. Apakah kemungkinan faktor predisposisi dari kasus ini ?


a. Usia ibu > 30 tahun
b. Merokok
c. hipertensi
d. Diabetes melitus
e. Kontrasepsi hormonal
Penjelasan :
A. Usia >30 tahun.
Faktor Predisposisi untuk terjadinya kehamilan ganda adalah :
• Usia ibu > 30 tahun
• Konsumsi obat untuk kesuburan
• Fertilisasi in vitro
• Faktor keturunan
3. Apabila saat pemeriksaan luar didapatkan 2 benda bulat dan keras, dan selanjutnya dari periksa dalam
didapatkan pembukaan serviks 5 cm, selaput amnion utuh, teraba kepala di atas panggul dan masih
dapat didorong ke atas. Apa yang sebaiknya dilakukan?
a. Rujuk pasien ke RS
b. Persalinan spontan
c. Pecahkan ketuban
d. Observasi
e. Pasien dipulangkan
Penjelasan :
A. Rujuk pasien ke RS
Pemeriksaan mendapatkan bahwa pasien sudah berada dalam fase aktif dengan pembukaan 5cm. Pasien
dengan kehamilan ganda presentasi kepala-kepala. Namun yang perlu diwaspadai adalah kepala bayi kedua-
duanya masih berada di atas pintu atas panggul. Hal ini dapat menjadi pertanda bahwa kedua kepala bayi
mengalami “collision” sehingga dapat menghambat turunnya kepala. Kondisi ini tentu cukup riskan, karena
kontraksi sudah ada dan ada ancaman ketuban pecah yang dapat diikuti dengan prolaps tali pusat, karena
kepala masih berada di atas pintu atas panggul. Untuk itu pasien harus segera dirujuk ke RS.
4. Di rumah sakit, pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan jenis kelamin kedua janin adalah laki-laki,
plasenta diamnion monokorion. Salah satu janin menunjukkan gambaran oligohidramnion dan tampak
lebih kecil dibandingkan janin yang lain. Berdasarkan temuan diatas, apakah kondisi yang mungkin
terjadi pada bayi dengan berat badan lebih kecil?
a. Congestive heart failure
b. Anemia
c. Hypervolemia
d. Polycythemia
e. Hydramnios

Penjelasan :
B. Anemia
Pada kehamilan ganda, dengan plasenta monokorion, dapat terjadi kondisi “twin to twin transfusion
syndrome” . Pada sindroma ini, terdapat komunikasi atau anastomosis antara kedua janin. Terdapat aliran
atau tranfusi darah dari satu janin ke yang lain. Janin yang merupakan donor, akan menjadi anemic, dan
mungkin terjadi pertumbuhan janin terhambat dan oligohidramnion. Janin resipien dapat berkembang
menjadi hidramnion, hypervolemia, hipertensi, polisitemia, dan penyakit jantung kongestif.

PARTOGRAF

Partograf harus digunakan :


 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting dari asuhan
persalinan.
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesma, klinik bidan swasta, rumah
sakit, dll).
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan
proses kelahiran bayinya ( spesialis obstetric, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa
kedokteran).

KOMPONEN PARTOGRAF

Komponen partograf pada dasarnya dibagi 3 bagian utama, yaitu :


1. Komponen menilai kondisi janin
2. Komponen untuk menilai kemajuan persalinan
3. Komponen untuk menilai kondisi Ibu.
Partograf WHO sudah dimodifikasi agar lebih sederhana dan lebih mudah digunakan. Fase laten dihilangkan
dan pengisian partograf dimulai pada fase aktif ketika pembukaan serviks sudah mencapai 4 cm. Sebuah
contoh partograf disertakan disini (Gambar). Partograf tersebut diperbesar ke ukuran seharusnya sebelum
digunakan. Catat hal-hal berikut didalam partograf:

Informasi Pasien: Isi nama pasien, gravida, para, nomor registrasi di rumah sakit, tanggal dan jam masuk serta
jam berapa ketuban pecah.

Denyut Jantung Janin : Catat setiap setengah jam.

Cairan Ketuban: Catat warna air ketuban setiap kali pemeriksaan dalam:
U : selaput ketuban utuh
J : Selaput ketuban pecah, cairan ketuban jernih
M : Cairan ketuban bercampur mekonium
D : Cairan ketuban bercampur darah
K : kering
Penyusupan :
1: Sutura beradu
2: Sutura tumpang tindih tapi bisa dipisahkan
3: Sutura tumpang tindih dan tak bisa dipisahkan

Pembukaan Serviks: Dinilai pada saat melakukan pemeriksaan dalam dan diberi tanda (X). Mulai pengisian
pada partograf saat pembukaan 4 cm.

Garis Waspada : Garis ini dimulai pada saat pembukaan serviks 4 cm hingga titik pembukaan lengkap yang
diperkirakan dengan laju 1 cm per jam.

Garis Bertindak : Paralel dan 4 jam ke sebelah kanan garis waspada

Penurunan dinilai melalui palpasi abdomen: Mengacu pada bagian kepala (dibagi menjadi 5 bagian) yang bisa
dipalpasi diatas simfisis pubis; dicatat dengan lambang lingkaran (O) setiap melakukan pemeriksaan dalam.
Pada 0/5, sinciput (S) berada pada tingkat simfisis pubis.

Waktu: menyatakan berapa lama penanganan sejak pasien diterima

Jam: catat jam sesungguhnya

Kontraksi: lakukan palpasi untuk hitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya. Lama kontraksi
dibagu dalam hitungan detik: <20 detik, 20-40 detik, dan >40 detik
Oksitosin: catat jumlah oksitosin pervolum cairan infus serta jumlah tetes permenit.

Obat- obatan lain yang diberikan dan cairan IV


Cata semua pemberian obat-obatan tambahan dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.

Nadi: tandai dengan titik besar.

Tekanan darah: tandai dengan anak panah

Suhu tubuh

Protein, aseton, volum urin: catat setiap ibu berkemih

Jika ada temuan yang melintas ke arah kanan dari garis waspada, petugas kesehatan harus segera melakukan
tindakan atau mempersiapkan rujukan yang tepat.
Gambar . Partograf WHO yang sudah dimodifikasi (Gambar C-10)

Ilustrasi kasus

Ny. N, 23 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu, datang ke puskesmas pada tanggal 20 maret 2002 pukul
13.00. dengan keluhan mulas-mulas dan mau melahirkan yang dirasakan sejak pukul 05.00, kontraksi teratur,
Gerakan janin aktif, belum keluar air air, lendir darah (-).
Pada pemeriksaan status fisik, tekanan darah 120/80 , nadi 90 x/ menit, nafas 24 x/ menit, suhu 36,8.
Tidak ada edema pada tungkai. Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan TFU 34 cm, punggung kiri, janin
tunggal presentasi kepala 4/5, Denyut jantung janin 148x/ menit, His 2x/10’/25”. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan porsio lunak, arah anterior, pembukaan 3 cm , tidak ada molase, ketuban utuh. Pemeriksaan
laboratorium Hb 11,2 gr/dl, urinalysis proteinurea (–) dan aseton (-). Jumlah urine 200 cc.
Observasi denyut jantung janin, kontraskis dan denyut jantung ibu dapat dilihat pada tabel berikut.
waktu Denyut His Denyut jantung Penjelasan
jantung janin ibu
13.30 150 dpm 2x/10’/25” 88x/m
14.00 146 dpm 3x/10’/35” 86x/m
14.30 148 dpm 3x/10’/35” 88x/m
15.00 150dpm 3x/10’/35” 84 x/m Ditemukan Ketuban sudah pecah
TD 120/80 mmHgPemeriksaan
luar penurunan kepala 3/5 Vt:
porsio lunak,anterior,
pembukaan 6 cm, ketuban (-)
warna jernih, kepala H II-III,
molase (-) diuresis 100 cc,
protein urea(-)
15.30 150 dpm 4x/10’/30” 88 x/m
16.00 148 dpm 4x/10’/30” 90 x/m
16.30 150 dpm 4x/10’/45” 88 x/m
17.00 148 dpm 4x/10’/45” 84 x/m Temperatur 36.8, urin 150 cc
17.30 146 dpm 4x/10’/45” 88 x/m
18.00 150 dpm 5x/10’/45” 90 x/m
18.30 148 dpm 5x/10’/45” 90 x/m

Pada pukul 19.00, pasien ingin meneran. Pada pemeriksaan menunjukkan bahwa Tekanan darah 120/70
mmHg, temperature 37 dan nadi 80x/menit. His 5 kali / 10 menit, / 45 detik, denyut jantung janin 134x/menit,
penurunan kepala 1/5. Dari pemeriksaan dalam didapatkan, pembukaan lengkap, tidak ada penyusupan
kepala janin, selaput ketuban (-) dan kepala di hodge III-IV

Pasien dipimpin meneran. Lima menit kemudian dilahirkan bayi laki-laki spontan, dengan berat lahir 3000
gram dan panjang 49 cm, skor Apgar 9/10. Manajemen aktif kala tiga dilakukan, plasenta dilahirkan lengkap 5
menit kemudian. Didapatkan ruptur perineum gr I tanpa perdarahan aktif. Total perdarahan +200 cc.

Soal

Isilah hasil pemeriksaan dan obeservasi pasien diatas kedalam partograf !


No. Keterangan 0 1 2 Nilai maks
1 Mengisi Identitas pasien 1
2 Memulai pengisian berdasarkan tilik pertolongan 2
pembukaan dan garis waspada
3 Mengisi data pemantauan janin dengan benar 2
a. Denyut jantung janin
b. Ketuban
c. Molase kepala janin
4 Mengisi data pemantauan kemajuan persalinan 2
dengan benar :
A. Pembukaan serviks
B. Penurunan kepala
C. Kontraksi uteru s
5 Mengisi data kondis ibu dengan benar 2
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Suhu
d. Urin
Nilai total 9

Daftar checklist penilaian


DAFTAR PUSTAKA
 BUKU SAKU, PELAYANAN KESEHATAN IBU DI FASILITAS KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN, ed pertama,
2013.
Asuhan Persalinan Normal

Ilustrasi Kasus
Seorang wanita, 21 tahun hamil 39 minggu datang dengan keluhan mulas-mulas sejak 12 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merasa sudah keluar air dari vagina. Air berwana bening, keabu-abuan, dan bercampur
darah. Pasien mengaku ini merupakan hamil yang pertama. Kontrol kehamilan teratur dilakukan di bidan dan
dokter.

Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 100 kali per menit, frekuensi napas 20
kali per menit, suhu tubuh 37C. Dari hasil vaginal touche, pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah,
presentasi kepala. Selain itu, didapatkan denyut jantung janin 147 kali per menit.

Soal

1. Kapan dilakukan pimpinan meneran pada pasien tersebut?


a. Ibu merasa ada dorongan kuat meneran
b. Pembukaan sudah lengkap
c. Pembukaan lengkap dan kepala di hodge III-IV
d. Kepala bayi di introitus vagina
e. Kepala bayi sudah meregang vulva 5cm

Penjelasan :
Jawaban E. Kepala bayi sudah meregang vulva 5 cm
Pimpinan meneran dilakukan ketika kepala sudah crowning, yaitu kepala sudah meregang vulva 5cm.

2. Obat apa yang harus disiapkan dalam managemen aktif kala III pada kasus tersebut?
a. Oksitosin
b. Lidokain
c. Metilergometrin
d. MgSO4
e. Misoprostol

Penjelasan :
Jawaban A. Oksitosin
Oksitosin perlu disiapkan karena akan digunakan saat kala III. Lidokain blm tentu digunakan karena tidak
semua persalinan akan terjadi robekan sehingga harus dilakukan penjahitan dengan pemberian

3. Disebut apakah jika terdapat robekan pada vagina hingga mencapai otot bulbokavernosum dan otot
perineum tranversal superfisial?
a. Ruptur grade I
b. Ruptur grade II
c. Ruptur grade III a
d. Ruptur grade IIIB
e. Ruptur grade IV

Penjelasan :
Jawaban B. Ruptur grade II
Ruptur grade II adalah robekan pada jalan lahir yang meliputi mukosa vagina, otot bulbokavernosum dan otot
perineum transversal superficialis
4. Jenis benang
yang dapat anda
gunakan untuk
melakukan repair
rupture perineum grade
II pada kasus di atas?
a. Silk 2-0
b. Chromic
cat gut no 1
c. Nylon 2-0
d.
Polyglicolic acid 2-0
e. Prolene 2-0

Penjelasan :
Jawaban D. Polyglicolic acid 2-0
Repair perineum menggunakan benang ukuran 2-0 atau 3-0 yang bersifat diserap. Dari pilihan diatas benang
yang diserap hanya chromic cat gut dan polyglicolic acid. Ukuran yang sesuai hanya disebutkan pada
polyglicolic acid.
Daftar Tilik Asuhan Persalinan Normal

No Keterangan
1 Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda Kala Dua
 Ibu merasa ada dorongan kuat menekan
 Ibu merasa regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfinger ani membuka
II Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asfiksia  tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
 Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bah
u bayi
 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di d
alam partus set
3 Pakai celemek plastik
4 Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk
pribadi yang bersih dan kering
5 Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan periksa dalam.
6 Masukan Oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai saru
ng tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
III
7 Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-
hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasah
i air DTT.
• Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan
seksama dari arah depan ke belakang.
• Buang kapas atau kasa pembersih (terkonrasminasi) dalam wadah yang te
rsedia.
• Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5%  langkah #9).
8 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
 Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lak
ukan
amniotomi.
9 Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih mem
akai sarung
tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam

10 Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk m
emastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)
• Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
• Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil
hasil penilaian serta asuhan
IV
11 Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan ba
ntu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginann
ya.
• Tunggu hingga rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan
ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua
temuan yang ada
• Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan
memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12 Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin men
eran dan terjadi kontrakasi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman
13 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran :
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang pada waktu yang lama).
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 meni
t (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigra
vida)
14 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, ji
ka ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
V
15 Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16 Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
17 Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18 Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
VI PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
19 Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-
6 cm membuka vulva maka lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan
yang lain menahan
kepala bayi
untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu
untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.
20 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang ses
uai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepa
la bayi
 Jika tali pusat melilit leher secar kuat, klem tali pusat di dua tempat
dan potong diantara dua klem tersebut
21 Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
Lahirnya Bahu
22 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan
ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan
distal hingga
bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan
distal untuk
melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk meny
anggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri
dan memegang
lengan dan siku sebelah atas.
24 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
VII PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25 Lakukan penilaian (selintas):
 Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-
megap segera lakukan tindakan resusitasi
( langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi
baru lahir dengan
asfiksia)

26 Keringkan dan posisikan tubuh bayi diatas perut ibu


 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya (tanpa m
embersihkan
verniks) kecuali bagian tangan
 Ganti handuk basah dengan yang kering
 Pastikan bayi dalam kondisi mantap diatas perut ibu.
27 Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (ha
mil tunggal).
28 Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikan oksitosin (agar uterus
berkontraksi
baik).
29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit (intramuskule
r) di 1/3 paha
atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30 Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (2 menit setelah bayi lahir) pada sek
itar 3 cm dari
pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat
kearah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31 Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) diantara 2 klem tsb.
 Ikat tali pusat dengan benang DTT /steril pada satu sisi kemudian lingkarka
n kembali
benang kesisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan
simpul kunci
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32 Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi d
engan posisi
tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan
baik di dinding
dada-
perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebi
h
rendah dari posisi puting payudara ibu.
33 Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi
VIII PENATALAKSANAAN AKTIF KALA TIGA
34 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit (intramuskule
r) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan o
ksitosin).
35 Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
36 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk m
endeteksi,
tangan lain menegangkan tali pusat.
37 Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan y
ang lain
mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluar
ga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan Plasenta
38 Lakukan penegangan dan dorongan dorso-
kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tal
i pusat dengan
arah sejajar lantai kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir
(tetap lakukan tekanan
dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
bayi lahir
6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual
39 Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta
pada wadah yang telah disediakan
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT
atau steril untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
40 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakk
an telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus
berkontraksi (fundus terasa keras)
 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 1
5 detik
melakukan rangsangan taktil/masase
XI Menilai Perdarahan
41 Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ke
tuban lengkap
dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus
42 Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bil
a laserasi
menyebabkan perdarahan Bila ada robekan yang menimbulkan pardarahan aktif,
segera lakukan
X Melakukan Asuhan Pasca Persalinan
43 Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervagina
m
44 Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-
bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berh
asil menyusu
45 Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan
vitamin K1
1 mg intramuskuler di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi
46 Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian vitamin K1 )
di paha kanan anterolateral.
 Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
 Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu
jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
47 Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
 Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk
menatalaksana atonia uteri
48 Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
49 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
50 Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pascapersalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
51 Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 kali /menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5)
KEBERSIHAN DAN KEAMANAN
52 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekont
aminasi
(10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
53 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
54 Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah.
Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
55 Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untu
k memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya
56 Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
57 Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dala
m keluar dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
58 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan de
ngan tissue
atau handuk yang kering dan bersih.
Dokumentasi
59 Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuha
n kala IV

Ketuban Pecah Dini

Ilustrasi Kasus
Seorang wanita, 27 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan sejak 1 jam yang
lalu. Air berwarna bening keabu-abuan dan dirasakan keluar secara tiba-tiba, darah (-). Pasien mengaku
sedang hamil usia 36 minggu. 2 bulan yang lalu saat pasien kontrol kehamilan, dokter mengatakan pasien
mengalami infeksi di kemaluan. Pasien kemudian diberikan obat antibiotik. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan merokok
Soal

4. Pemeriksaan apa yang menunjukkan adanya ketuban pecah pada kasus di atas ?
f. pH vagina 3,5
g. pH vagina 4,5
h. Tes lakmus biru menjadi merah
i. Adanya gambaran bakteri gram negatif pada pemeriksaan mikroskopis
j. Tes Ferning positif

Penjelasan :
Jawaban E. Tes Ferning positif
Ketuban pecah dini dapat diketahui dengan pemeriksaan penunjang. Seperti tes ferning positif (ditemukan
gambaran pakis pada pemeriksaan mikroskopis), ph menjadi menjadi basa/tes nitrazin positif (kertas lakmus
merah menjadi biru).

5. Tatalaksana apa yang dapat anda lakukan untuk kasus diatas?


f. Eritromisin 4x250 mg
g. Dexamethasone 2 x 6 mg
h. Rujuk ke fasilitas yang memadai
i. Metronidazol 3 x 500 mg
j. Tokolitik

Penjelasan :
Jawaban C. Rujuk ke fasilitas yang memadai
Pasien harus dirujuk ke fasilitas yang memadai karena umur kehamilan 36 minggu dan setting kasus pada
puskesmas. Di fasilitas memadai, nantinya dokter spesialis obgin akan menentukan apakah pasien ini akan
dilahirkan atau tidak, dan harus dipersiapkan NICU.

6. Apa faktor predisposisi ketuban pecah dini pada kasus tersebut?


a. Genetik
b. Obesitas
c. Merokok
d. Hipertensi
e. Diabetes Mellitus

Penjelasan :
Jawaban C. Merokok
Faktor predisposisi ketuban pecah dini adalah riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, infeksi
traktus genital, perdarahan antepartum, dan merokok.

4. Kondisi yang menunjukkan adanya infeksi intrauterine pada kasus di atas adalah
a. Leukosit darah ibu 14.000/mm3
b. LEA (+) 2
c. Leukosit urin 30-50/LPB
d. Denyut jantung janin menjadi 170 dpm saat his
e. Air ketuban hijau encer

Penjelasan :
Jawaban B. LEA (+) 2
LEA (+) 2 merupakan indikasi adanya infeksi intrauterine. Pada ibu hamil, nilai leukosit yang menunjukkan
adanya infeksi adalah > 15.000/mm3. Air ketuban hijau keruh merupakan tanda infeksi. Leukosit urin yang
meningkat bukan merupakan tanda infeksi intrauterine.

Perdarahan Post Partum

Ilustrasi kasus :
Seorang wanita usia 29 tahun, P1, dirujuk dengan perdarahan pasca persalinan. Pasien melahirkan
spontan 1 jam yang lalu ditolong oleh bidan, lahir bayi 3800 gram AS 9/10, plasenta lahir lengkap. Setelah
plasenta lahir terdapat perdarahan pervaginam, pasien dirujuk ke Puskesmas. Perdarahan kurang lebih 2
kain. Persalinan timbul spontan (tanpa induksi). Tidak ada riwayat manual plasenta. Sudah diberikan
oksitosin 10 IU intramuskular.
Tidak ada riwayat perdarahan spontan sebelumnya dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernafasan 24 x/menit, konjungtiva pucat dan
akral dingin. Berat badan pasien adalah 70 kg.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 2 jari di atas pusat dan kontraksi buruk. Pada pemeriksaan
genitalia tidak terdapat robekan serviks dan vagina.

Pertanyaan :
1. Apa kemungkinan penyebab perdarahan per vaginam pada pasien ini?
a. Retensio plasenta
b. Robekan jalan lahir
c. Atonia uteri
d. Inversio uteri
e. Sisa plasenta

Penjelasan :
Jawaban C. Atonia uteri
Penilaian pasien perdatahan pasca salin harus mencoba mencari etiologi perdarahan berdasarkan 4T
(tone,tissue,tear dan trombin). Pada pasien di atas ditemukan kontraksi uterus yang buruk dan fundus 2 jari di
atas pusat. Sesuai dengan atonia uteri.

2. Apa tatalaksana awal yang harus segera dilakukan?


a. Pasang infus RL dengan 20 unit oksitosin
b. Berikan ergometrin 0.2 mg IM
c. Kompresi bimanual interna
d. Kompresi bimanual eksterna
e. Resusitasi cairan

Penjelasan :
Jawaban E. Resusitasi cairan
Pasien datang dengan kondisi syok hipovolemik sehingga hal pertama yang dilakukan adalah resusitasi cairan
untuk mempertahankan perfusi jaringan

3. Berapa perkiraan kehilangan darah yang diperkirakan terjadi pada kasus di atas
a. 400 cc
b. 600 cc
c. 1500 cc
d. 2000 cc
e. 2500 cc

Penjelasan :
Jawaban C. 1500 cc
Berat badan pasien adalah 70 kg, dengan perkiraan volume darah 4900 cc. Bila pasien datang dengan keadaan
syok maka kehilangan darah diperkirakan adalah 30% = 1470 cc ≈ 1500 cc

4. Dengan perkiraan perdarahan yang terjadi, berapa cairan yang akan diberikan sebagai langkah
resusitasi ?
a. 600 cc
b. 1200 cc
c. 1800 cc
d. 3600 cc
e. 4500 cc

Penjelasan :
Jawaban E. 4500 cc
Langkah awal resusitasi adalah memberikan cairan kristaloid sebanyak 3x estimasi kehilangan darah sehingga
cairan yang harus diberikan adalah 4500 cc

5. Apa yang akan anda lakukan apabila pasien tetap perdarahan pasca dilakukan kompresi bimanual
interna ?
a. Tranfusi Whole blood untuk mengatasi kehilangan darah
b. Tranfusi PRC disertai FFP untuk mengatasi gangguan koagulasi
c. Melakukan pemasangan kateter folley 24 intrauterin
d. Merujuk pasien untuk dilakukan laparotomi
e. Merujuk pasien dengan melakukan kompresi bimanual eksterna

Penjelasan :
Jawaban E. Merujuk pasien dengan melakukan kompresi bimanual eksterna
Sebagai layanan primer, apabila pasien tetap perdarahan setelah dilakukan kompresi bimanual interna maka
sikap utama adalah merujuk pasien. Namun untuk mengurangi perdarahan yang dapat terus berlanjut maka
saat merujuk perlu disertai tindakan kompresi bimanual eksterna atau pemasangan kondom kateter.

Kompresi Bimanual

Ilustrasi Kasus
Seorang wanita usia 29 tahun, P1, dirujuk dengan perdarahan pasca persalinan. Pasien melahirkan
spontan 1 jam yang lalu ditolong oleh bidan, lahir bayi 3800 gram AS 9/10, plasenta lahir lengkap. Setelah
plasenta lahir terdapat perdarahan pervaginam, pasien dirujuk ke Puskesmas. Perdarahan kurang lebih 2
kain. Persalinan timbul spontan (tanpa induksi). Tidak ada riwayat manual plasenta. Sudah diberikan
oksitosin 10 IU intramuskular.
Tidak ada riwayat perdarahan spontan sebelumnya dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernafasan 24 x/menit, konjungtiva pucat dan
akral dingin. Berat badan pasien adalah 70 kg.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 2 jari di atas pusat dan kontraksi buruk. Pada pemeriksaan
genitalia tidak terdapat robekan serviks dan vagina.

No. Daftar Tilik Kompresi Bimanual


Persiapan pasien
1. Persiapan tindakan medik (informed consent)
 Beritahu pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan
 Berikan dukungan emosional
 Memberitahu suami atau keluarga terdekat akan kondisi ibu dan
tindakan yang akan dilakukan
2. Posisi litotomi
3. Pastikan kembali kelengkapan alat dan kondisi pasien
4. Penerangan yang cukup
5. Tempat yang hangat
Pencegahan infeksi sebelum tindakan
1. Kenakan pelindung pribadi
2. Cuci tangan
3. Keringkan tangan dan gunakan sarung tangan panjang disinfektan tingkat
tinggi atau steril
Kompresi Bimanual Interna
1. Dengan lembut masukan tangan (dengan menyatukan kelima ujung jari)
ke introitus vagina dan kedalam vagina ibu.
2. Periksa vagina dan serviks (jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri, mungkin uterus tidak akan berkontraksi secara penuh)
3. Ubah tangan tersebut menjadi kepalan tinju dan letakkan kepalan tangan
pada forniks anterior. Tekan dinding anterior uteri (usahakan seluruh
dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking menyentuh fornik
anterior), sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan
dengan kuat dinding belakang uterus kearah kepalan tangan dalam.
4. Tetap berikan tekanan pada uterus dengan kedua tangan secara kuat
sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding
uterus dan merangsang miometrium untuk berkontraksi
5. Evaluasi Keberhasilan :
 Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan – lahan keluarkan
tangan dari dalam vagina pantau kondisi ibu selama kala IV.
 Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah ada laserasi di bagian tersebut.
Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi
 Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, lanjutkan
langkah berikut
Kompresi Bimanual Eksterna
1. Ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE)
sementara penolong melanjutkan dengan langkah–langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya :
a. Mencuci tangan pada larutan klorin 0,5% dan melepaskannya
b. Menggunakan sarung tangan steril
c. Berikan ergometrin 0,2 mg IM
d. Pasang infus (RL) dengan 20 unit oksitosin
2. Tekan dinding perut bawah untuk menaikkan fundus uteri agar telapak
tangan kiri dapat mencakup dinding belakang uterus.
3. Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan kanan dapat
menekan korpus uteri bagian depan
4. Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan
kanan dan perhatikan perdarahan yang terjadi.
5. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus
dapat berkontraksi dengan baik. Serta lanjutkan ke langkah berikut.
Dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan
1. Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus tiap 10 menit
dalam 2 jam pertama
2. Tuliskan hasil tindakan dan instruksi perawatan lanjutan, jelaskan dan
serahkan pemantauan dan status pada petugas
3. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya tentang tindakan dan
hasilnya serta perawatan lanjutan yang masih diperlukan
4. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan
5. Namun apabila KBE, perdarahan belum berhenti, lakukan inform consent
untuk perujukan

KONTRASEPSI

Ilustrasi kasus
Seorang perempuan 25 tahun, melahirkan anak pertama dengan persalinan spontan 2 bulan yang lalu. Datang
ke poli klinik untuk konsultasi penggunaan kontrasepsi yang tepat. Saat ini pasien menyusui ekslusif. Pasien
bekerja sebagi karyawan dan berencana untuk menunda kehamilan hingga 4 tahun kedepan. Pasien ingin
tetap mendapatkan siklus menstruasi secara teratur. Pasien tidak ada riwayat radang panggul sebelumnya.
Riwayat berganti pasangan disangkal
Pemeriksaan fisik dan ginekologi dalam batas normal.

Soal
1. Apakah pilihan kontrasepsi yang paling tepat pada pasien ini?
a. LNG AKDR
b. SUNTIK KOMBINASI
c. IMPLAN NET-EN
d. AKDR
e. DMPA PROGESTIN

Penjelasan
Jawaban D. AKDR.
Adapun pilihan kontrasepsi yang dapat diberikan kepada pasien dengan riwayat persalinan normal sejak 2
bulan yang lalu, adalah kontyrasepsi dalam lahir (AKDR) dan progestin. Mengingat pemasangan AKDR tidak
dapat mempengaruhi proses laktasi dalam oleh ibu. Ditambah lagi dengan keinginan pasien untuk menunda
kehamilan hingga 4 tahun dan ingin tetap mendapatkan mentruasi secara teratur sehingga kontrasepsi yang
paling tepat untuk pasien ini adalah AKDR.

2. Hal apakah yang paling penting ditanyakan sebelum memasan kontrasepsi untuk pasien diatas?
a. Hamil pertama atau tidak
b. Memiliki penyakit penyerta lain seperti IMS atau keganasan
c. Pasien sedang menyusui atau tidak
d. Memiliki faktor risiko multiple kardiovaskular
e. Memiliki riwayat sroke

Penjelasan :
Jawaban B. Memiliki penyakit penyerta lain seperti IMS atau keganasan.
Adapun salah satu efek samping dari pemasangan AKDR yaitu dapat meningkatakn penyakit infesi radang
panggul. Oleh karena itu sebelum pemasangan AKDR, sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit
penyerta seperti infeksi menular seksual seperti klamidia atau gonorea.

3. Jenis kontrasepsi tidak boleh digunakan pada ibu menyusui dan pasca-melahirkan 6 minggu?
a. SUNTIK KOMBINASI
b. IMPLAN NET-EN
c. AKDR
d. PROGRESTIN
e. IMPLAN

Penjelasan :
Jawaban A.Suntik kombinasi.
Pada ibu yang sedang menyusui < 6 minggu tidak diperbolehkan untuk menggunakan kontrasepsi hoormonal
baik suntik ataupun pil. untuk ibu yang menyusui dalam 6 minggu-<6 bulan, tidak direkomendasikan kecuali
tidak ada metode lain yang lebih sesuai atau dapat diterima. Untuk > 6 bulan pascamelahirkan, Keuntungan
pada umumnya lebih besar dari risiko

Referensi
1. Affandi, Biran. Baharudin, M. soekir, S. BUKU PANDUAN PRAKTIS PELAYANAN KONTRASEPSI. Edisi
kedua.PT BINA PUSTAKA SARWONG PRAWIROHARJO. Jakarta. 2010
2. BUKU SAKU, PELAYANAN KESEHATAN IBU DIFASILITAS KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN, ed pertama,
2013
3. Wesite :
www.Litbang.depkes.go.id
www.bkkbn.go.id
http://www.contraceptivetechnology.org

Kondiloma Akuminatum

Ilustrasi kasus :
Ny. J usia 25 tahun, P2, datang ke puskesmas dengan keluhan timbul kutil di sekitar bibir kemaluan sejak 2
minggu yang lalu. Suami bekerja sebagai supir truk antar kota antar provinsi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan genitalia eksterna didapatkan lesi khas papul sewarna kulit, hiperkeratotik, eksofitik,
dengan permukaan yang tidak rata dan ukuran yang bervariasi di labia mayor dan perineum. Nyeri tidak ada.

Soal
1. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus di atas?
a. Herpes simpleks
b. Herpes zoster
c. Kondiloma akuminata
d. Liomfogranuloma venerum
e. Ulkus molle

Penjelasan :
Jawaban C. Kondiloma akuminatum
Gambaran klinik seusai dengan kondiloma akuminata. Herpes baik simpleks maupun zooster memiliki
gambaran khas vesikel-vesikel di atas dasar yang hiperemis. Limfogranuloma venereum memilik gejala
benjolan di inguinal sesuai dengan letak kelenjar getah bening. Pada pasien ini juga tidak ada ulkus sehingga
diagnosis ulkus molle tidak tepat.

2. Apa penyebab paling sering pada kasus di atas?


a. HSV tipe I
b. HPV tipe 6 dan 11
c. HPV tipe 16 dan 18
d. HSV tipe 2
e. HPV tipe 45
Penjelasan :
Jawaban B. HPV tipe 6 dan 11
Virus HPV tipe 6 dan 11 adalah penyebab dari kondiloma akuminata. Tipe 16,18 dan 45 dikaitkan
dengan neoplasia intraepitelial serviks dan kanker serviks. Kondiloma juga tidak disebabkan oleh virus
herpes.

Penyakit Radang Panggul

Ilustrasi kasus :
Ny. M, 23 tahun, G0P0, datang ke poliklinik rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perut bagian
bawah. Pasien juga merasa demam. Pasien mengatakan siklus menstruasi yang terakhir mulai lebih cepat 5
hari dan lebih banyak dari biasanya. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit saat berhubungan seksual dengan
suaminya yang timbul baru-baru ini. Pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari kemaluan atau
menderita penyakit menular seksual baru-baru ini.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu tubuh pasien 38.20C, tekanan darah 90/70, dan nadi
90x/menit. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri
tekan pada bagian bawah. Tidak terdapat nyeri pada sudut costovertebra. Pada pemeriksaan pelvik, genitalia
eksterna dalam batas normal. Serviks hiperemis dan terdapat nyeri yang hebat pada uterus serta adneksa. Tes
kehamilan (-).

Soal

1. Apa diagnosis yang paling mungkin pada pasien diatas?


a. Pelvic inflammatory disease (PID)
b. Appendisitis
c. Kehamilan ektopik
d. Batu ureter
e. Torsi kista ovarium

Penjelasan :
Jawaban A. Pelvic inflammatory disease (PID)
Pasien nulipara menderita nyeri pada abdomen bagian bawah, nyeri adneksa dan nyeri pada pergerakan
serviks. Adanya nyeri pada pergerakan serviks berdasarkan dari keluhan nyeri saat senggama dan serviks yang
hiperemis. Pasien juga mengeluhkan adanya demam. Gejala dan tanda-tanda ini merupakan kriteria untuk
pelvic inflammatory disease atau salpingitis (infeksi pada tuba falopii).

2. Kapan dimulai terapi antibiotik pada pasien dengan diagnosis tersebut


a. Apabila demam menetap di atas 24 jam
b. Setelah didapatkan hasil lekosit darah
c. Setelah didapatkan hasil CRP yang meningkat
d. Segera setelah ditegakkan diagnosis penyakit radang panggul
e. Setelah didapatkan sampel untuk kultur mikrobiologis

Penjelasan :
Jawaban D. Segera setelah ditegakkan diagnosis penyakit radang panggul
Sesuai panduan CDC, maka terapi antibiotik secara empirik harus diberikan segera sesudah diagnosis radang
panggul ditegakkan.

3. Apa komplikasi jangka panjang yang dapat timbul dari kondisi pasien ini?
a. Endometritis
b. Infertilitas faktor tuba
c. Neoplasia intraepitelial serviks
d. Vaginitis kronik
e. Servisitis kronik

Penjelasan :
Jawaban B. Infertilitas faktor tuba
Salpingitis paling sering disebabkan oleh bakteri patogen dari endoserviks yang menyebar ke atas (tuba). Tuba
falopi dapat rusak akibat infeksi, menyebabkan oklusi tuba dan infertilitas dan kehamilan ektopik.

4. Mikroorganisme apa yang tidak biasa ditemukan pada pasien dengan salpingitis?
a. Neisseria gonorrhoeae
b. Treponema pallidum
c. Candida albicans
d. Chlamydia trachomatis
e. Sreptococcus agalctiae

Penjelasan :
Jawaban B. Treponema pallidum
Pada umumnya, sifilis bukan penyebab dari salpingitis. Salpingitis melibatkan Chlamydia, Gonorrhea, dan
organisme vagina lainnya seperti bakteri anaerob.

4. Apa pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosa acute salpingitis?


a. Kriteria klinis
b. USG
c. CT Scan
d. Laparoskopi
e. Kultur

Penjelasan :
Jawaban D. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosa salpingitis. Ditandai dengan adanya
cairan purulen pada fimbrae.

Vaginosis Bakterialis

Ilustrasi kasus :
Ny. I usia 30 tahun datang dengan keluhan keputihan yang disertai dengan rasa gatal sejak 7 hari yang lalu.
Pasien mengaku keputihan tersebut berbau amis terutama setelah berhubungan seksual dengan suaminya.
Pasien menyangkal pernah mendapat pengobatan untuk penyakit menular seksual. Tidak ada riwayat penyakit
lain sebelumnya. Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun selain obat kontrasepsi oral.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/menit dan suhu tubuh dalam batas
normal. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan genitalia eksterna dalam batas
normal. Pada pemeriksaan dengan spekulum didapatkan sekret berwarna putih keabu-abuan yang melekat di
dinding vagina dan berbau amis. Tidak terdapat eritema atau lesi pada vagina.
Soal :

1. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien?


a. Trichomoniasis
b. Bakterial vaginosis
c. Candidiasis
d. Sifilis
e. Gonore
Penjelasan :
Jawaban B. Bakterial vaginosis
Gambaran klinis sesuai dengan bakterial vaginosis dengan keluhan keputihan berbau amis dan
pemeriksaan fisik didapatkan sekret putih keabu-abuan yang berbau amis.

2. Apa yang khas didapatkan pada pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa tersebut?
a. Adanya pseudohifa
b. Ditemukan diplokokus gram negatif intrasel
c. Ditemukan adanya spora
d. Ditemukan clue cells
e. Ditemukan kuman pada pemeriksaan mikroskop dark field

Penjelasan :
Jawaban D. Ditemukan clue cells
Dengan gambaran klinis yang mengarah ke bakterial vaginosis, maka pemeriksaan penunjang yang mengarah
adalah ditemukannya clue cell pada pemeriksaan mikroskopis. Pseudohifa dan spora terutama untuk diagnosis
jamur, diplokokus gram negatif intrasel untuk diagnosis gonnorhea dan pemeriksaan mikroskopis dark field
untuk diagnosis sifilis

3. Apa tatalaksana yang tepat untuk diagnosis diatas?


a. Fluconazole 150 mg dosis tunggal
b. Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari
c. Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal
d. Doxycycline 2x100 mg selama 7 hari
e. Hydrocortisone cream 1 %

Penjelasan :
Jawaban B. Metronidazol 3x500mg selama 7 hari
Metronidazol adalah pengobatan terpilih untuk pasien dengan diagnosis bakterial vaginosis. Pemberian
fluconazole dosis tunggal untuk pasien dengan kandidosis, doksisiklin untuk pasien dengan infeksi chlamydia
sementara pemberian krim hidrokortison pada umumnya untuk pasien dengan reaksi alergi atau dermatitis.

Kanker Serviks

Ilustrasi Kasus
Ny. SF, 50 tahun, P2A0 datang dengan keluhan perdarahan pasca senggama sejak 6 bulan lalu. Sejak kurang
lebih 6 bulan yang lalu pasien juga mengeluh keputihan yang berbau dari vagina yang tidak sembuh-sembuh.
Dia mengaku hanya berhubungan seksual dengan satu pasangan. Semua persalinannya berjalan normal dan
tanpa ada komplikasi. Pasien menikah satu kali pada usia 17 tahun. Tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 90 kali per menit, frekuensi nafas 18 kali
per menit, dan suhu 36oC. Konjungtiva pucat, pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan
abdomen tidak menunjukan adanya massa, asites, atau nyeri tekan.
Pada pemeriksaan genitalia tidak terdapat kelainan pada genitalia eksterna. Pada pemeriksaan inspekulo
didapatkan mukosa vagina licin dan terdapat massa eksofitik pada serviks berukuran 1 cm x 0,5 cm dan mudah
berdarah. Pada pemeriksaan dalam, porsio kaku, uterus bentuk dan ukuran normal antefleksi, parametrium
lemas, tidak teraba masa adneksa, dan tidak ada nyeri tekan.
Soal
8. Apa diagnosis pada kasus ini?
a. Kanker serviks
b. Lesi prankanker
c. PID
d. Kandidiasis
e. Bacterial vaginosis

Penjelasan :
Jawaban A. Kanker serviks
Diagnosis pada kasus ini adalah karsinoma serviks. Data yang mendukung pada anamnesis antara lain adalah
perdarahan pasca sanggama, keluarnya sekret berbau. Pasien juga memiliki faktor risiko yang tinggi dengan
menikah pada usia yang dini. Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan pertumbuhan massa di serviks yang
bersifat eksofitik dan mudah berdarah.
9. Apa yang dapat memicu terjadinya kanker serviks ?
a. Punya anak sedikit
b. Melahirkan pervaginam
c. Infeksi jamur
d. Infeksi human papiloma virus
e. Jarang melakukan sanggama

Penjelasan :
Jawaban D. Infeksi human papiloma virus
Infeksi human papiloma virus yang bersifat onkogenik terutama dari tipe 16 dan 18 dapat memicu terjadinya
perubahan pada lapisan epitel serviks yang disebut sebagai displasia. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun
sebelum pada akhirnya proses displasia tersebut dapat menjadi kanker serviks
10. Apa yang selanjutnya harus dilakukan kepada pasien dengan temuan klinis seperti di atas ?
a. Pemeriksaan IVA
b. Pemeriksaan tes Pap
c. Biopsi serviks
d. Krioterapi
e. Konisasi

Penjelasan :
Jawaban C. Biopsi serviks
Pada temuan klinis yang sudah sugestif untuk kecurigaan terhadap karsinoma serviks tidak perlu dilakukan lagi
upaya deteksi dini seperti IVA atau tes Pap. Karena upaya deteksi dini hanya berlaku pada kondisi lesi pra-
kanker. Tindakan biopsi terutama pada daerah yang sangat dicurigai merupakan lesi kanker servik amat
dibutuhkan untuk memastikan diagnosis kanker serviks. Tindakan krioterapi dan konisasi dilakukan untuk
tujuan terapi bagi kondisi lesi prakanker serviks.
11. Apa yang sebaiknya dianjurkan kepada seorang wanita usia muda dan belum menikah agar dapat
terhindar dari kanker serviks ?
a. Melakukan hubungan suami isteri dengan menggunakan kondom
b. Mendapatkan vaksinasi terhadap human papiloma virus
c. Menikah pada usia semuda mungkin
d. Menggunakan kontrasepsi pil KB kombinasi
e. Melakukan tes pap setiap 5 tahun sekali

Penjelasan :
Jawaban B. Mendapatkan vaksinasi terhadap human papiloma virus
Dasar dari terjadinya karsinoma serviks adalah diakibatkan karena infeksi human papiloma virus. Untuk itu
upaya pencegahan yang cukup efektif adalah dengan melakukan vaksinasi terhadap human papiloma virus
pada wanita usia muda yang belum terpapar dengan virus human papiloma. Kemungkinan terjadinya infeksi
human papiloma virus meningkat apabila seorang wanita menikah pada usia dini atau melakukan hubungan
seksual dengan lebih dari satu pasangan.

Kehamilan Ektopik

Ilustrasi Kasus
Ny. N, 20 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut hebat bagian bawah sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dirasakan
tajam, tidak ada penyebaran, keringat dingin (+), tidak hilang dengan minum obat paracetamol. Keluar darah
dari kemaluan disangkal. Mual dan muntah juga disangkal. Pasien sebelumnya mengaku tidak haid sejak satu
setengah bulan yang lalu. Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien gelisah, tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per
menit, napas 20 kali per menit, suhu 36,5C. Konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru
dalam batas normal, terdapat tanda akut abdomen. Pada pemeriksaan genitalia: inspeksi tidak ditemukan
kelainan pada genitalia eksterna, inspekulo tampak portio licin ostium tertutup, tampak darah mengalir dari
ostium. Pada periksa dalam didapatkan nyeri pada adneksa kanan dan nyeri goyang portio, dan cavum Douglas
teraba menonjol.

Soal
4. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus ini?
a. Appendisitis akut
b. Kolik ureter
c. Kehamilan ektopik terganggu
d. Penyakit radang panggul
e. Kista ovarium terpuntir

Penjelasan :
Jawaban C. Kehamilan ektopik terganggu
Pasien ini diduga kuat mengalami kehamilan ektopik, didasarkan atas adanya riwayat terlambat haid dan
pasien tidak menggunakan kontrasepsi. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa kemungkinan pasien hamil.
Selanjutnya pasien mengalami perdarahan pervaginam yang tidak banyak namun pasien menunjukkan tanda-
tanda syok yang dapat diartikan ada kemungkinan pasien mengalami perdarahan intra-abdomen. Hal ini ini
diperkuat dengan tanda-tanda berupa pasien tampak pucat dan terdapat tanda akut abdomen.
5. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien tersebut ?
a. Berikan antibiotik
b. Berikan spasmolitik
c. Resusitasi cairan
d. Berikan anti-inflamasi
e. Berikan analgetik

Penjelasan :
Jawaban C. Resusitasi cairan
Pasien diperkirakan mengalami perdarahan intra-abdomen akibat kehamilan ektopik terganggu yang memicu
terjadinya syok. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya penurunan perfusi oksigen terhadap organ-organ di
perifer. Maka untuk memperbaiki perfusi organ, maka volume darah ditingkatkan dulu dengan menggunakan
cairan kristaloid atau koloid, sementara menunggu datangnya darah dan persiapan untuk tindakan
pembedahan cito.

6. Tindakan definitif apa yang akan direncanakan pada pasien tersebut ?


a. Tindakan appendektomi
b. Tindakan bedah pada ureter
c. Tindakan salpingektomi
d. Tindakan evakuasi sumber infeksi
e. Tindakan ooforektomi
Penjelasan :
Jawaban C. Tindakan salpingektomi
Perdarahan terjadi akibat rupturnya tuba pada tempat terjadinya kehamilan yang diakibatkan oleh karenaa
struktur tuba yang tidak dapat mengakomodasi ekspansi dari hasil konsepsi yang berimplantasi di daerah tuba.
Tuba mendapatkan pendarahan dari cabang-cabang arteri ovarika yang tentu dapat robek dan mengakibatkan
terjadinya perdarahan yang cukup masif. Tindakan definitif untuk situasi tersebut adalah melakukan
salpingektomi dengan tujuan untuk mengangkat bagian dari tuba yang telah rusak beserta dengan hasil
konsepsi yang berimplantasi di lokasi tersebut, serta sekaligus melakukan tindakan hemostasis cabang-cabang
dari arteri ovarika yang memperdarahi tuba.

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI, TES PAP & IVA

Kebutuhan:
 1 Spekulum cocor bebek
 1 Senter atau lampu
 1 Spatula
 2 gelas obyek
 1 cytobrush
 1 larutan fiksasi
 1 swab kapas
 Larutan asam asetat
 Kantung plastik
 Larutan klorin 0,5%
 Sarung tangan /handscoen
No Butir Penilaian

I PEMERIKSAAN TES PAP DAN TES VISUAL MENGGUNAKAN ASAM ASETAT (INSPEKSI VISUAL
DENGAN APLIKASI ASAM
1 Memasang
ASETAT/IVA) spekulum dan menyesuaikannya sehingga seluruh leher rahim
dapat terlihat.
2 Memasang cocor bebek spekulum dalam posisi terbuka sehingga spekulum tetap berada di tempatnya agar
leher rahim dapat terlihat
3 Memindahkan lampu/senter sehingga dapat melihat leher rahim dengan jelas.
4 Memeriksa leher rahim apakah curiga Kanker Serviks atau terdapat servisitis,ektopion, tumor, ovula Naboti
atau luka. Bila Curiga
Kanker Serviks, pemeriksaan diakhiri, langsung ke langkah 15 dan seterusnya tanpa melakukan langkah
ke 16. Bila banyak keputihan/ darah, tes pap tidak dapat dilanjutkan dan bila memungkinkan lanjutkan
5 Mengambil apusan dari cervix dengan menggunakan spatula (diputar 360o), mengoleskan hasil apusan ke
dengan prosedur pemeriksaan test IVA langkah 8.
6 gelas obyek.
Memasukkan cytobrush ke dalam kanalis servikalis (diputar 180o searah jarum jam), mengoleskan hasil
apusan dengan cara
memutar cytobrush
7 Memasukkan berlawanan
gelas obyek arahfiksasi
ke larutan jarumsegera.
jam ke gelas obyek.
8 Menggunakan swab kapas yang bersih untuk menghilangkan cairan, darah, atau mukosa dari leher
rahim. Membuang swab
9 Mengidentifikasi ostium ke
kapas yang telah dipakai uteri,
dalamSSKwadah
(sambungan skuamo
tahan bocor koloumnar)
atau dan zona transformasi. Bila SSK tidak
kantung plastik.
bisa ditampakkan,
10 pemeriksaan
MencelupkanIVA swab tidak dilanjutkan,
bersih lanjutkan
ke dalam cairan keasetat
asam langkah
lalu15, dan seterusnya.
mengoleskan pada leher rahim. Membuang swab kapas ke
11 Menunggu minimal 1 menit agar asam asetat terserap dan tampak perubahan warna putih yang disebut
12 dalam
dengankantung
lesi SSK plastik.
putih.
Memeriksa dengan teliti.
Memeriksa apakah leher rahim mudah berdarah.
Mencari apakah terdapat plak putih yang tebal dan meninggi atau lesi putih.
13 Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap leher rahim dengan swab
Bersih untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris.
Membuang swab ke dalam kantung plastic.
14 Bila pemeriksaan visual telah selesai, gunakan swab baru untuk
menghilangkan sisa cairan asam asetat dari leher rahim
dan vagina. Membuang swab ke dalam kantung plastik.
15 Melepaskan spekulum dan melakukan dekontaminasi dengan meletakkan
spekulum dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
16 Melakukan pemeriksaan bimanual
II TUGAS/LANGKAH PASCA-TES IVA
1 Meminta ibu untuk duduk, turun dari meja periksa dan berpakaian.
2 Membersihkan lampu/senter dan alas tempat duduk pasien berturut-turut dengan larutan klorin 0,5%,
cairan deterjen dan air
bersih.
3 Merendam sarung tangan dalam keadaan dipakai ke dalam larutan klorin
0,5%. Melepas sarung tangan dengan membalik sisi dalam keluar.
 Jika sarung tangan akan dibuang, buang ke dalam kantung plastik.
 Jika sarung tangan akan dipakai ulang, dekontaminasi dengan merendam sarung tangan dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
4 Mencuci tangan dengan air dan sabun sampai benar-benar bersih lalu
dikeringkan dengan kain kering dan bersih atau dianginkan.
5 Mencatat hasil tes IVA dan temuan lain ke dalam catatan medis ibu.
 Jika didapatkan lesi putih, menggambar peta leher rahim dan daerah lesi putih pada catatan medis ibu.
6 Membahas hasil pemeriksaan payudara dan tes IVA bersama ibu dan
menjawab pertanyaan
 Jika hasil pemeriksaan payudara dan tes IVA negatif, sebutkan waktu kunjungan berikutnya untuk
menjalani kembali pemeriksaan payudara dan tes IVA.
 Jika hasil pemeriksaan payudara atau tes IVA positif atau dicurigai terdapat kanker, membahas langkah-
7 Meyakinkan
langkahibu bahwa dia bisa kembali setiap saat bila membutuhkan konsultasi atau perawatan medis.
selanjutnya

8 Setelah memberi konseling, memberikan pengobatan atau merujuk.


Ilustrasi Kasus

Seorang wanita berusia 33 tahun P2A0 datang dengan keluhan keputihan banyak
dan perdarahan pasca sanggama. Pasien haid terakhir 2 minggu yang lalu. pasien
adalah seorang perokok, menikah pada usia 15 tahun dan sering bergonta ganti
pasangan. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Pemeriksaan ginekologis
didapat vagina dan vulva licin. Inspekulo didapatkan portio licin, mudah berdarah
dan SSK dapat ditampakkan. Pemeriksaan dalam mendapatkan uterus dan adnexa
dalam batas normal.

1. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?


a. Lesi prakanker
b. Kanker serviks
c. Bakterial vaginosis
d. Gonorea
e. Candidiasis

Penjelasan :
Jawaban A. Lesi prakanker
Kemungkinan diagnosis ini adalah lesi pra-kanker serviks. Diagnosis tersebut
didasarkan adanya riwayat promiskuitas, kemudian kontak seksual dibawah usia 17
tahun, serta ditemukan gejala adanya keputihan banyak dan perdarahan abnormal
pasca senggama yang umumnya khas ditemukan pada lesi pra-kanker kanker serviks.
2. Apa yang harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan di atas ?
a. IVA
b. Biopsi
c. Pemeriksaan KOH
d. Pemeriksaan pewarnaan gram
e. Kolposkopi

Penjelasan :
Jawaban A. IVA
Mengingat dari hasil pemeriksaan inspekulo tidak didapatkan adanya gambaran yang
spesifik terhada lesi kanker serviks, maka dipikirkan kemungkinan adanya lesi pra-
kanker serviks. Infeksi pada daerah serviks umumnya juga dapat memicu reaksi
inflamasi yang dapat meningkatkan vaskularisasi pada serviks. Namun selain itu
umumnya harus ditemukan pula discharge yang spesifik. Pemeriksaan IVA sebaiknya
dilakukan karena prosedur ini paling murah dan mudah untuk dilakukan dan
prasyarat utama bahwa SSK harus dapat diidentifikasi dapat dilakukan pada pasien
ini. Pemeriksaan biopsi hanya dilakukan sekiranya ada lesi atau massa yang
mencurigakan. Sementara kolposkopi dapat dilakukan setelah memastikan adanya
daerah yang mencurigakan pasca aplikasi asam asetat atau lugol.
3. Apakah penyebab terjadinya keluhan tersebut ?
a. HPV
b. Trichomonas vaginalis
c. Neisseria gonorrhoeae
d. Gardnerella vaginalis
e. Candida albicans

Penjelasan :
Jawaban A. HPV
Infeksi human papiloma virus (HPV) dapat memicu perubahan epitel serviks yang
dapat disebut sebagai displasia. Perubahan tersebut juga diikuti dengan peningkatan
vaskularisasi yang menyebabkan terdapatnya pembuluh-pembuluh darah yang
abnormal. Apabila tidak diatasi dengan baik, maka kondisi displasia (lesi pra-kanker
serviks) tersebut dapat memicu kejadian kanker serviks.

Tumor jinak Pelvik

Ilustrasi Kasus
Nn. M, 22 tahun, mengeluh perutnya yang semakin membesar sejak 6 bulan yang
lalu. Selain perut yang membesar, pasien juga merasakan kesulitan saat hendak BAB,
namun BAK masih lancar. Adanya keluhan lain berupa penurunan berat badan,
disangkal. Pasien masih haid teratur tiap bulan, lama 5 hari. Jumlah pembalut yang
digunakan bertambah per harinya. Biasanya pasien menggunakan paling banyak 2-3
pembalut per hari, namun sejak 2 bulan terakhir pasien harus mengganti pembalut
sampai antara 5-6 pembalut per hari. Nyeri haid tidak ada. Pasien mengaku belum
pernah melakukan hubungan seksual dan tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu sebelumnya. Tidak ada
anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit kanker.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg, HR 100 kali per
menit, suhu 36oC. pemeriksaan tiroid, jantung, dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen, didapatkan massa padat setinggi pusat, mobile dan tidak
nyeri. Tidak didapatkan tanda akut abdomen.
Pemeriksaan genitalia didapatkan pada inspeksi tidak ditemukan kelainan pada
genitalia eksterna. Pada inspekulo didapatkan mukosa vagina licin, portio licin,
ostium tertutup, tidak ditemukan fluor atau perdarahan. Periksa dalam
mendapatkan portio konsistensi kenyal dengan ukuran normal, uterus teraba
membesar hingga sepusat, mobile. Perabaan adneksa lemas, tidak teraba massa,
dan tidak ada nyeri tekan.

Soal
3. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien ini ?
a. Neoplasma ovarium kistik
b. Kista fungsional ovarium
c. Retentio urine
d. Myoma uteri
e. Tumor jaringan lunak

Penjelasan :
Jawaban D. Myoma uteri
Diagnosis yang mungkin pada pasien ini adalah myoma uteri mengingat lokasi massa
dan konsistensi dari massa tersebut yang relatif padat. Pemeriksaan fisik juga
mengkonfirmasi bahwa massa tersebut berasal dari uterus. Gejala yang diakibatkan
berupa perdarahan haid yang jumlahnya menjadi banyak juga semakin menguatkan
kecurigaan ke arah kemungkinan adanya myoma uteri terutana yang
pertumbuhannya mengarak ke arah cavum uteri. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan semakin luasnya permukaan cavum uteri yang berakibat pada
meningkatnya jumlah darah haid yang dihasilkan tiap bulannya.
4. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat dianjurkan untuk mengidentifikasi
tumor pelvik tersebut ?
a. USG
b. CT Scan
c. MRI
d. Foto Polos abdomen
e. Biopsi trans kutan

Penjelasan :
Jawaban A. USG
Pemeriksaan USG adalah pemeriksaan yang bersifat non-invasif, cukup murah dan
memiliki angka spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi adanya myoma uteri.
Penggunaan USG pada pasien ini juga untuk mendeteksi lokasi dari massa, jumlah
dan arah pertumbuhannya. Pemeriksaan CT-scan dan MRI saat ini masih cukup
mahal dengan tingkat spesifisitas yang tidak jauh berbeda dengan USG. Sementara
tindakan biopsi sangat bersifat invasif dan memiliki risiko untuk mencederai organ
intra-abdomen dan bukan merupakan prosedur diagnostik standar untuk leiomyoma
uteri.

5. Bagaimana tatalaksana yang definitif bagi pasien tersebut?


a. Observasi saja
b. Pemberian tranexamic acid
c. Pemberian GnRH agonist
d. Histerektomi
e. Myomektomi

Penjelasan :
Jawaban E. Myomektomi
Pasien masih berusia muda dan belum menikah. Tentu fungsi reproduksi harus tetap
dipertahankan. Namun mengingat myoma uteri yang diderita pasien telah
menimbulkan peningkatan pada jumlah perdarahan, maka pemberian obat yang
bersifat simtomatik saja dirasakan kurang tepat. Tindakan definitif yang sebaiknya
dilakukan adalah mengangkat myoma tersebut, agar penyebab dari meningkatnya
jumlah darah haid berupa peningkatan luas permukaan, gangguan kontraktilitas,
stasis dan pelebaran pembuluh darah serta adanya nekrosis pada myoma
submukosum dapat teratasi.

Anda mungkin juga menyukai