de Myer NEURO PDF
de Myer NEURO PDF
1. Anamnesis
Sebagian besar dari pemeriksaan neurologis sesungguhnya dapat dievaluasi saat anamnesis
antara lain saat anamnesis pemeriksa dapat sekaligus memeriksa artikulasi, isi pe,bicaraan, alur
pembicaraan, pemeriksaan mental secara umum. Dapat juga sekaligus menginspeksi pergerakan
bola mata, kedipan mata pasien, adanya endoftalmus atau eksoftalmus, menilai ekspresi wajah
apakah terdapat asimetri atau tidak, menilai kemampuan menelan pasien secara umum dengan
mengobservasi cara pasien menelan saliva, menilai cara pasien bernafas dan mengamati apakah
terdapat kelainan postural atau gerakan involunter seperti tremor, dsb.
5. Menginspeksi kontur dan proporsi wajah pasien meliputi hidung, mulut, dagu dan
telinga
B. Palpasi
Pemeriksa harus melakukan palpasi pada tengkorak pasien apakah terdapat tanda – tanda
fraktur seperti depresi tulang atau nyeri tekan. Pemeriksa juga harus melakukan palpasi
arteri temporalis.
C. Auskultasi
Pemeriksa harus melakukan auskultasi untuk memeriksa apakah ada bising pada pembuluh
darah leher, mata ataupun mastoid.
B. Brachiomotor Group and Tongue : meliputi Nervus V,VII, IX,X,XI, dan XII
1. N.V : Inspeksi massa otot masseter dan temporalis serta melakukan palpasi
muskulus masseter saat pasien menggigit.
2. N.VII : Melakukan pemeriksaan dengan meminta pasien mengerutkan dahi,
menutup kelopak mata, retraksi mulut, bersiul, menggembungkan pipi dan lakukan
pemeriksaan chovstek pada kasus tertentu misal pada hipokalsemia.
3. N.IX dan N.X : Melakukan pemeriksaan phonasi, artikulasi, fungsi menelan, refleks
muntah, dan elevasi palatal.
4. N.XI : Melakukan inspeksi musculus sternocleidomastoideus dan trapezius
serta melakukan pengujian kekuatan dari kedua otot tersebut
C. Special Sensory Group : Meliputi nervus I, II,VII, VIII (Pemeriksaan Nervus II telah
disampaikan sebelumnya)
1. Olfaksi (N.I) : Dalam pemeriksaan pemeriksa harus menggunakan subtasni yang non
iritatif dan melakkan pemeriksaan pada masing – masing nostril dengan mata pasien
dalam keadaan tertutup.
2. Indera Pengecap (N.VII) : Lakukan pemeriksaan pengencapan dengan menggunakan
garam dan gula.
3. Fungsi pendengaran (N.VIII)
No. Kriteria
1. Lakukan pemeriksaan otoskopi
3. Bila dari anamnesis dicurigai lesi serebral, pemeriksaan fungsi auditori dapat
dilakukan dengan stimulasi secara bersamaan pada keuda telinga dengan
menggesekkan jari (finger rustling)
2. Pemeriksaan gait dilakukan dengan meminta pasien berjalan normal, berjalan dengan
menggunakan tumit, dan berjalan jinjit atau dan berjalan cepat.
4. Pemeriksa harus mengamati apakah ada tanda stigmata neurokutaneus yang khas
seperti cafe au lait atau yang lainnya pada pasien.
B. Palpasi
Lakukan pemeriksaan palpasi untuk memastikan massa otot, trofi otot dan ada tidaknya
spasme atau nyeri tekan pada pasien.
C. Pemeriksaan Kekuatan
No. Kriteria
1. Pemeriksaan kekuatan otot bahu dan amati apakah terdapat kelainan seperti winging
scapula.
2. Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas seperti otot bisep, trisep, dorsofleksi
pergelangan tangan, grip dan kekuatan otot jari tangan.
4. pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah seperti dengan gerakan fleksi panggul,
abduksi, adduksi, fleksi lutut, dorsofleksi kaki, inversi maupun eversi.
2. Lakukan pemeriksaan diskriminasi suhu pada ekstremitas atas, bawah, dan badan.
3. Lakukan pemeriksaan persepsi nyeri pada ekstremitas atas, bawah dan badan.
No. Kriteria
1. Sebelum melakukan pemeriksaan indera penciuman, pertama-tama pemeriksa harus
memastikan dulu bahwa tidak ada obstruksi intranasal seperti sekret akibat rhinitis, sinusitis atau
penyebab lain.
2. Pemeriksaan nervus olfaktorius harus dilakukan dengan menggunakan substansi yang tidak
bersifat iritatif.
4. Mintalah pasien untuk menutup mata, lalu dengan keadaan salah satu nostril ditutup, dekatkan
substansi yang akan diujikan ke nostril yang terbuka, minta lah pasien untuk mencium dan
mengidentifikasinya, lakukan pada sisi nostril lainnya dan bandingkan hasilnya.
6. Penilaian terhadap kemampuan pasien dalam mempersepsikan bau lebih penting dibandingkan
ketepatan identifikasi karena sudah cukup untuk menandakan adanya keutuhan dari traktus
olfaktorius.
No. Kriteria
1. Pemeriksaan nervus optikus yang dilakukan meliputi dua pemeriksaan utama yaitu ketajaman
visus dan pemeriksaan lapang pandang.
2. Pertama-tama lakukan inspeksi terlebih dahulu apakah terdapat abnormalitas lokal pada mata
seperti katarak, konjungtivitis, opasitas kornea, uveitis atau korpal dll yang dapat mengacaukan
hasil pemeriksaan visus.
3. Lakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dengan jarak 6 meter bila pasien
bisa duduk, bila tidak, lakukan pemeriksaan visus bedside.
4. Saat dilakukan pemeriksaan pada salah satu mata, sisi lain harus ditutup, misalnya saat dilakukan
pemeriksaan pada mata kanan, maka mata kiri harus ditutup.
No. Kriteria
1. Lakukan inpeksi terlebih dahulu apakah terdapat eksoftalmus maupun endoftalmus.
3. Lakukan pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, kesamaan antara kanan dan kiri, posisis, dan
reaktivitas terhadap cahaya ( refleks pupil) baik secara direk ataupun indirek.
- Refleks pupik direk : menyinari mata dengan senter kemudian perhatikan reaksi pupil pada
mata yang disinari
- Refleks pupil indirek : menyinari mata dengan senter kemudian perhatikan reaksi pupil
pada mata yang tidak disinari
4. Pemeriksaan refleks akomodasi dengan cara meminta pasien untuk fokus pada sebuah objek lalu
objek tersebut didekatkan pada pasien sehingga menyebabkan penebalan pada lensa dan
menimbulkan konvergensi dari bola mata dan diikuti miosis pada pupil.
No. Kriteria
1. Pemeriksaan nervus trigeminus meliputi fungsi motorik dan sensorik.
2. Pemeriksaan motorik :
- Pemeriksaan fungsi motorik dari nervus trigeminal adalah dengan memeriksa fungsi
mastikasi dengan melakukan palpasi pada musculus masseter dan pterygoid saat pasien
mengatupkan rahangnya
- Meminta pasien untuk membuka mulut, bila terdapat abnormalitas, maka akan terdapat
deviasi rahang ke arah lesi.
- Meminta pasien untuk melakukan gerakan protrusi dan retraksi pada rahang untuk melihat
apakah ada kelemahan atau deviasi.
3. Pemeriksaan sensorik :
- Lakukan pemeriksaan sensorik terutama komponen protopatik pada wajah sesuai area
distribusi cabang oftalmika, maxilla dan mandibula.
- Tanyakan pada pasien apakah pasien merasakan sensasi yang sama pada kedua sisi.
5. Refleks Kornea :
- Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa nervus oftalmikus
- Lakukan sapuan secara lembut pada limbus kornea dengan kapas basah dengan arah yang
dimulai dari lateral.
- Tindakan pemeriksaan lebih baik dilakukan pada kornea bagian atas agar tidak
terinterferensi dengan distribusi area nervus maxillaris
- Amati respon berupa kedipan mata pada mata yang distimulasi (efek direk) dan mata yang
tidak distimulasi (efek indirek)
No. Kriteria
1. Pemeriksaan motorik :
Pemeriksaan fungsi motorik pada nervus facialis berpusat pada pemeriksaan otot-otot yang
berfungsi untuk ekspresi wajah.
- Amati tonus otot wajah, adakah tanda-tanda atrofi atau fasikulasi
- Amati lipatan nasolabial baik kedalamannya maupun simetrisitasnya, amati apabila ada
asimetri pada lipatan nasolabial tersebut
- Meminta pasien untuk meringis, tersenyum, dan mengernyitkan dahi, mencembungkan pipi.
- Meminta pasien untuk menutup mata sekuat-kuatnya, amati kekuatan otot orbicularis oculi
dan simetrisitas kanan dan kiri.
- Lakukan tarikan pada kelopak mata untuk membandingkan kekuatan otot kanan dan kiri.
2. Pemeriksaan sensorik :
Pemeriksaan sensorik meliputi fungsi nervus facialis sebagai afferen dari indera perasa pada 2/3
lidah bagian depan meliputi rasa manis, asam, dan asin dan dilakukan dengan keadaan lidah
menjulur, lidah tidak diperbolehkan retraksi kebelakang karena akan menimbulkan bias akibat
pencampuran dari semua stimulus.
No. Kriteria
1. Sebelum melakukan tes pendengaran, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan otoskopik untuk
memastikan tidak ada pus, obstruksi kanal maupun kerusakan membran timpani.
2. Lakukan pemeriksaan pada regio mastoid apakah terdapat tanda- tanda inflamasi dan nyeri.
3. Pemeriksaan fungsi pendengaran sederhana dapat dilakukan dengan cara berbisik dan
membandingkan ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri dengan syarat saat dilakukan
pengetesan salah satu sisi telinga, sisi telinga yang lain ditutup dengan menggunakan kapas atau
dengan melakukan penekanan pada tragus.
No. Kriteria
1. Pemeriksaan fungsi sensorik yang dimiliki nervus glossopharyngeus dapat dilakukan dengan uji
sensibilitas pada 1/3 posterior lidah baik sensasi GSA ( General Somato Afferent) ataupun SSA (
Special Somato Afferent).
2. Pemeriksaan fungsi motorik dari nervus glossofaringeus dan vagus sangat sulit dilakukan karena
adanya tumpang tindih dalam inervasinya
3. Lakukan pemeriksaan arkus pharyng dengan meminta pasien membuka mulut dan berkata “aaa”
dan amati apakah ada deviasi uvula atau tidak.
4. Lakukan pemeriksaan refleks muntah dengan menggunakan spatula lidah yang disentuhkan ke
area pharynx dan palatum
5. Lakukan uji menelan dengan menggunakan “water swallowing test” dengan meminta pasien
meminum air putih dengan menggunakan cangkir, dan amati apakah pasien tersedak atau tidak.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan
Dilakukan dengan pemeriksaan kekuatan motorik otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius
dengan gerakan mengangkat bahu dan menolehkan kepala.
Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana teknik pemeriksaan otot sternocleidomastoideus dan
trapezius yang diinervasi oleh nervus accesorius.
2. Pertama, mintalah pasien untuk membuka mulut, amati posisi lidah saat di dalam rongga mulut.
perhatikan papilanya apakah terdapat atrofi atau tidak, apakah ada fasikulasi atau tidak.
3. Mintalah pasien untuk menjulurkan lidah, perhatikan apakah ada deviasi atau tidak, dan lakukan
penekanan dengan menggunakan jari pemeriksa pada pipi pasien dan minta pasien menahan
tekanan yang diberikan dengan lidah, kekuatan lidah yang normal mampu mempertahankan
posisi lidah tidak berubah dengan penekanan ini.
No. Kriteria
1. Meminta pasien untuk rileks dan memposisikan diri dalam posisi berbaring/supinasi.
2. Lakukan fleksi pada sendi panggul dan fleksi pada sendi lutut dengan membentuk sudut
90 derajat.
3. Lakukan ekstensi perlahan pada sendi lutut dan rasakan apakah ada spasme dan resistensi
pada otot hamstring atau pasien mengeluhkan rasa nyeri menandakan hasil positif pada
pemeriksaan ini.
No. Kriteria
1. Pertama-tama posisikan pasien dalam posisi terlentang dan tidak menggunakan bantal.
2. Pastikan tidak ada kekakuan leher dengan menggerakkan leher ke kanan dan kekiri.
3. Dengan salah satu tangan pemeriksa diletakkan di belakang leher pasien dan tangan
lainnya menahan pada dada pasien, lakukan gerakan menekuk leher mendekatkan dagu
pasien ke dada. Hasil positif didapatkan bila terdapat kekakuan pada manuver ini.
4. Angkat bahu pasien untuk memastikan leher pasien bisa melakukan posisi hiperekstensi
yang menandakan positinya pemriksaan kaku kuduk karena iritasi meningeal bukan
karena kelainan lainnya.
3. Pemeriksaan Bikele
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi sendi siku dalam keadaan fleksi, sendi bahu dalam posisi
abduksi, elevasi dan rotasi eksternal.
3. Hasil positif ditandai dengan adanya resistensi saat dilakukannya ekstensi siku.
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
2. Lakukan gerakan fleksi pasif pada sendi panggul dengan sendi lutut dalam posisi ekstensi.
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
2. Lakukan fleksi pasif pada leher pasien.
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
3 Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi pada sendi siku dengan “upward jerking” pada
lengan.
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
3 Hasil positif ditandai dengan munculnya fleksi pada sendi lutut bilateral.
8. Pemeriksaan Guillain
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
3 Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi panggul dan lutut kontralateral.
No. Kriteria
1. Memposisikan lengan pasien dalam keadaan abduksi
2. Lakukan pergerakan pasif lengan bawah terhadap lengan atas dengan melakukan fleksi
dan ekstensi secara bergantian.
3. Hipotonus ditandai dengan adanya peningkatan fleksibilitas dan mobilitas.
No. Kriteria
1. Pasien dalam posisi berbaring tanpa bantal, rileks, mata tertutup, dan perhatian teralih.
2. Letakkan tangan pemeriksa pada occiput pasien, perlahan lakukan fleksi pada leher pasien
dan jatuhkan kepala pasien. pada keadaan normal, kepala pasien akan segera jatuh ke
tangan pemeriksa
3. Pada kasus hiperrigiditas akan ditemukan keterlambatan.
No. Kriteria
1. Pasien diminta duduk di tepi meja pemeriksa, rileks dengan posisi kaki tergantung.
2. Pemeriksa melakukan ekstensi pada kedua tungkai dan lepaskan (Wartenbergs Pendulum
Test)
3. Ayunan tungkai dalam keadaan normal berkisar antara 6-8 kali ayunan. bila ayunan
berhenti sebelum itu maka dsimpulkan bahwa didapatkan peningkatan tonus.
No. Kriteria
1. Pemeriksa meletakkan tangan pada kedua bahu pasien
2. Lakukan gerakan ke depan dan ke belakang dan perhatikan gerakan resiprokal pada
lengan.
3. Pada kasus hipertonia, akan ditemukan penurunan jumlah ayunan pada lengan pasien.
No. Kriteria
1. Pemeriksa mengangkat lengan pasien hingga sejajar bahu.
2. Pemeriksa lalu menjatuhkan kedua lengan pasien tersebut dan perhatikan bila pada kasus
spastisitas akan terdapat keterlambatan “downward movement” dari sisi yang abnormal.
No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam kondisi rileks dan posisi duduk
2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.
5. Dengan menggunakan palu refleks, lakukan pukulan pada jempol pemeriksa untuk
mendapatkan refleks biseps.
6. Reaksi yang muncul berupa kontraksi dari otot biseps dan diikuti fleksi sendi siku.
No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam kondisi rileks dan posisi duduk
2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.
3. Refleks ini dimunculkan dengan pengetukan pada tendon otot triseps persis di atas
olecranon.
4. Respon yang diharapkan adalah kontraksi otot triceps dengan ekstensi sendi siku.
2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.
5. Dengan menggunakan palu refleks, lakukan pukulan diatas processus styloideus dari
radius dengan posisi lengan bawah adalah semifleksi dan semipronasi.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan yan ditemukan.
No. Kriteria
1. Meminta pasien untuk duduk dalam posisi rileks.
2. Memposisikan tangan pasien dalam posisi supine dengan jari2 sedikit fleksi
4. Lakukan pengetukan pada jari kedua dan ketiga pada pasien dengan menggunakan palu
refleks.
5. Hasil yang diharapkan adalah fleksi keempat jari dan fleksi jempol distal.
5. Refleks Patella
No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam posisi duduk dengan posisi tungkai tergantung
2. Lakukan palpasi pada sisi kanan dan sisi kiri tendon patela
3. Dengan posisi memegang bagian distal paha pasien, lakukan pukulan pada tendon patela
dengan palu refleks untuk memunculkan refleks patela
4. Respon yang diharapkan berupa ekstensi dari sendi lutut.
No. Kriteria
1. Memposisikan posisi pasien dalam keadaan regangan pada tendon achiles dengan posisi
kaki dorsofleksi.
2. Lakukan pemukulan pada tendon achiles dengan menggunakan palu refleks.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
6 Gores telapak kaki pasien dari sisi lateral dengan lembut dimulai dari
dekat tumit lalu sepanjang sisi lateral sampai basis jari kaki lainnya. (J
Stroke)
7 Bila tidak ada respon, ulangi pemeriksaan dengan tekanan yang lebih
kuat.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
6 Gores aspek lateral kaki pasien dengan ujung tumpul, dibawah dan
memutari malleolus eksternal dengan arah sirkuler
7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.
3. Tanda Gordon
Tanda Gordon diperoleh dengan mencubit atau memberikan tekanan pada otot gastrocnemius.
Refleks abnormal muncul ketika terjadi dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
5. Oppenheim’s Sign
Muncul dengan memberikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada aspek
anterior tibia terutama pada aspek medial yang diteruskan dari region infrapatelar ke ankle.
Respon yang muncul ditandai dengan dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
8. Pemeriksaan Bing
Muncul dengan melakukan penusukan pada dorsum pedis jari keempat, pemeriksaan ini
dilakukan dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Hasil yang abnormal ditunjukkan
dengan terjadinya dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Terdapat beberapa hal yang harus dipahami dalam pemeriksaan sensibilitas yaitu :
1. Pasien harus dalam keadaan sadar.
2. Pasien tidak sedang dalam keadaan lelah karena kelelahan dapat memicu gangguan atensi yang
menimbulkan bias pada pemeriksaan.
3. Pasien harus memahami dan mengerti prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan . Kerja sama
antara dokter dan pasien sangat diperlukan.
4. Penilaian tidak hanya pada sensasi yang dirasakan tetapi juga pada intensitas dan gradasi
stimulus yang dirasakan pasien.
5. Prinsip simetris merupakan hal yang sangat penting yakni membandingkan antara sisi kiri dan
sisi kanan. Prinsip ekstrim juga merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan sensibilitas
untuk membandingkan sensasi yang dirasakan pasien pada point ekstrim atas dan esktrim
bawah hingga didapatkan batas perbedaan yang jelas.
6. Pemeriksaan sensibilitas harus dilakukan dengan sabar dan perlahan, tidak boleh terburu-buru
dengan menggunakan alat yang benar dan aman.
No. Kriteria
1. Mata pasien harus dalam keadaan tertutup
2. Pemeriksa harus mencobakan terlebih dahulu instrumen yang akan digunakan pada diri sendiri
sebelum diujikan pada pasien.
3. Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan dengan benar dan lembut, tidak melukai pasien.
4. Pemeriksa menggunakan instrumen yang tepat seperti ujung yang tajam atau yang tumpul.
5. Pemeriksa menanyakan pada pasien mengenai respon pasien terhadap stimulus yang diberikan
termasuk intensitasnya.
6. Bila terdapat perbedaan sensasi yang dirasakan pasien, pemeriksaan harus diulang dan
dibandingkan kembali pada area yang abormal dengan area yang normal untuk konfirmasi.
No. Kriteria
1. Pasien diposisikan dalam posisi supinasi.
3. Pemeriksa harus mengujikan sensasi suhu pada diri pemeriksa terlebih dahulu sebelum diujikan
pada pasien.
4. Tabung disentuhkan ke kulit pasien dan pasien dimintai responnya apakah merasakan sensasi
tersebut dingin/hangat.
Pemeriksaan posisi
No. Kriteria
1. Pemeriksaan ini tidak membutuhkan peralatan khusus.
2. Mata pasien dalam keadaan tertutup, pasien dalam posisi supinasi atau duduk.
3. Jari-jari pasien harus dalam keadaan bebas dan rileks sehingga dapat digerakkan secara bebas
oleh pemeriksa. dengan memengan pada tepi jari sisi kanan dan kiri sehingga tidak menimbulkan
penekanan.
Pemeriksaan Vibrasi
No. Kriteria
1. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan garpu tala 128 Hz
2. Garpu tala digetarkan dan ditempelkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti
maleolus lateral/medial, tibia, sacrum, SIAS, procesus spinosus vertebra, sternum, clavicula,
prosesus styloideus radius/ulna.
Anamnesis
No. Kriteria
1. Pertama, deskripsikan secara jelas apa yang dimaksud dengan pusing oleh pasien, apakah terasa
berputar, melayang, atau seperti mau pingsan
2. Menanyakan mengenai sifat serangan vertigo apakah periodik, kontinue, ringan atau berat.
3. Menanyakan mengenai faktor pencetus atau situasi pencetus seperti perubhan posisi kepala atau
posisi, pada situasi tertentu seperti keramaian atau saat emosional.
6. Menayakan apakah ada defisit neurologis fokal seperti hemihipestesi, hemiparesis, disfagia,
ataksia,dll
8. Menanyakan apakah pasien memiliki riwayat mengkonsumsi pengobatan2 tertentu atau tidak.
9. Menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi seperti temporal bone surgery atau operasi
membran tympani.
No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien
2. Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di dada, kedua mata terbuka
4. Setelah itu diminta pasien untuk menutup mata dan diamati selama 30 detik.
5. Jika pada saat mata terbuka pasien sudah jatuh maka dipastikan kelainan serebelum.
6. Jika saat mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandai adanya kelainan
vestibular/proprioseptif.
No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien
4. Kemudian pasien diminta untuk menutup mata dan diamati selama 30 detik.
3. Tes Tandem-Gait
No. Kriteria
1. Pasien diminta berjalan dengan sebuah garis lurus, dengan menempatkan tumit di depan
jari kaki sisi yang lain secara bergantian
2. Pada kelainan serebelar pasien tidak dapat melakukan pemeriksaan ini, pasien akan
langsung jatuh.
4. Tes Fukuda
No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien
2. Tangan diluruskan ke depan, mata pasien ditutup
4. Tes fukuda dianggap abnormal bila deviasi ke satu sisi lebih dari 30 derajat atau
maju/mundur lebih dari 1 meter.
No. Kriteria
1. Pada posisi duduk, pasien diminta untuk mengangkat satu tangan dengan jari mengarah
ke atas
4. Setelah itu lakukan dengan cara yang sama dengan mata tertutup
5. Pada kelainan vestibular ketika mata tertutup maka jari pasien deviasi ke arah lesi
No. Kriteria
1. Pasien dan pemeriksa duduk dalam posisi saling berhadapan. Pasien diminta
memfiksasikan mata pada hidung/dahi pemeriksa.
7. Pemeriksaan Nistagmus
No. Kriteria
1. Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke kiri dan ke kanan 30 derajat, perhatikan
apakah ada nistagmus horizontal.
2. Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke atas atau ke bawah apakah ada nistagmus
vertikal.
No. Kriteria
1. Pasien dan pemeriksa duduk dalam posisi saling berhadapan.
2. Pasien digerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri secara bergantian sebanyak 20 hitungan