Anda di halaman 1dari 53

RINGKASAN PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Kerangka Pemeriksaan Neurologis Standard ( De Myer)

1. Anamnesis
Sebagian besar dari pemeriksaan neurologis sesungguhnya dapat dievaluasi saat anamnesis
antara lain saat anamnesis pemeriksa dapat sekaligus memeriksa artikulasi, isi pe,bicaraan, alur
pembicaraan, pemeriksaan mental secara umum. Dapat juga sekaligus menginspeksi pergerakan
bola mata, kedipan mata pasien, adanya endoftalmus atau eksoftalmus, menilai ekspresi wajah
apakah terdapat asimetri atau tidak, menilai kemampuan menelan pasien secara umum dengan
mengobservasi cara pasien menelan saliva, menilai cara pasien bernafas dan mengamati apakah
terdapat kelainan postural atau gerakan involunter seperti tremor, dsb.

2. Pemeriksaan Status Mental


A. Keadaan Umum
B. Alur Pembicaraan
C. Mood dan Afek
D. Isi Pikir
E. Kapasitas Intelektual
F. Sensorium yang meliputi kesadaran, atensi, orientasi, memori jangka pendek dan jangka
panjang, kalkulasi, tilik diri, pengambilan keputusan dan planning.

3. Speech : Apakah pasien mengalami disfonia, disarthria, disprosodi atau


disfasia?
A. Disfonia : Gangguan dalam menghasilkan suara
B. Disarthria : Gangguan dalam artikulasi
C. Disprosodi : Gangguan dalam melodi dan ritme pembicaraan, aksen dari ejaan dan intonasi
saat berbicara
D. Disfasia : Gangguan atau kesulitan dalam mengekspresikan atau memahami kata – kata
sebagai simbol dalam komunikasi.

4. Pemeriksaan Kepala dan Leher


A. Inspeksi
No Kriteria
1. Pemeriksa harus melakukan pengamatan terhadap impresi umum pada wajah pasien,
apakah ada gambaran spesifik yang mendukung sindrom tertentu seperti sindrom
down atau yang lainnya.

2. Melakukan inspeksi pada kepala untuk menilai bentuk dan simetrisitas

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 1
3. Melakukan inspeksi pada kulit kepala, alis mata, janggut atau kumis pasien

4. Membandingkan simetrisitas fisura palpebra pada kedua mata pasien.

5. Menginspeksi kontur dan proporsi wajah pasien meliputi hidung, mulut, dagu dan
telinga

B. Palpasi
Pemeriksa harus melakukan palpasi pada tengkorak pasien apakah terdapat tanda – tanda
fraktur seperti depresi tulang atau nyeri tekan. Pemeriksa juga harus melakukan palpasi
arteri temporalis.

C. Auskultasi
Pemeriksa harus melakukan auskultasi untuk memeriksa apakah ada bising pada pembuluh
darah leher, mata ataupun mastoid.

5. Pemeriksaan Nervi Kraniales


A. Optic Group : Meliputi Nervus II,III, IV, dan VI
No. Kriteria
1. Pemeriksa harus melakukan inspeksi untuk melihat lebar fisura palpebra, jarak
interorbital dan mengamati ada tidaknya ptosis atau endoftalmus atau eksoftalmus.

2. Melakukan pemeriksaan fungsi visual

3. Melakukan pemeriksaan motilitas okular

4. Melakukan pemeriksaan pupil

5. Melakukan pemeriksaan oftalmoskopi

B. Brachiomotor Group and Tongue : meliputi Nervus V,VII, IX,X,XI, dan XII
1. N.V : Inspeksi massa otot masseter dan temporalis serta melakukan palpasi
muskulus masseter saat pasien menggigit.
2. N.VII : Melakukan pemeriksaan dengan meminta pasien mengerutkan dahi,
menutup kelopak mata, retraksi mulut, bersiul, menggembungkan pipi dan lakukan
pemeriksaan chovstek pada kasus tertentu misal pada hipokalsemia.
3. N.IX dan N.X : Melakukan pemeriksaan phonasi, artikulasi, fungsi menelan, refleks
muntah, dan elevasi palatal.
4. N.XI : Melakukan inspeksi musculus sternocleidomastoideus dan trapezius
serta melakukan pengujian kekuatan dari kedua otot tersebut

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 2
5. N.XII : Melakukan pemeriksaan artikulasi, protrusi lidah, amati apakah ada
tanda atrofi atau fasikulasi.

C. Special Sensory Group : Meliputi nervus I, II,VII, VIII (Pemeriksaan Nervus II telah
disampaikan sebelumnya)
1. Olfaksi (N.I) : Dalam pemeriksaan pemeriksa harus menggunakan subtasni yang non
iritatif dan melakkan pemeriksaan pada masing – masing nostril dengan mata pasien
dalam keadaan tertutup.
2. Indera Pengecap (N.VII) : Lakukan pemeriksaan pengencapan dengan menggunakan
garam dan gula.
3. Fungsi pendengaran (N.VIII)

No. Kriteria
1. Lakukan pemeriksaan otoskopi

2. Bila terdapat riwayat gangguan pendengaran, lakukan pemeriksaan garpu tala


seperti Rinne, Weber, dan Swabach

3. Bila dari anamnesis dicurigai lesi serebral, pemeriksaan fungsi auditori dapat
dilakukan dengan stimulasi secara bersamaan pada keuda telinga dengan
menggesekkan jari (finger rustling)

4. Fungsi Vestibular (N.VIII)


Bila didapatkan adanya riwayat yang mengarah pada gangguan vestibular, lakukan
pemeriksaan vestibulo-oculo reflex dengan maneuver doll-eye atau uji kalori dan
pemeriksaan nistagmus.

D. Somatic Sensation of the Face


Pemeriksaan sensibilitas pada area trigeminal saat ini sangat diperlukan. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan Refleks Kornea.
2. Pemeriksaan Raba halus pada ketiga divis cabang nervus trigeminus.
3. Pemeriksaan Diskriminasi suhu pada ketiga divisi cabang nervus trigeminus.
4. Pemeriksaan Persepsi Nyeri pada ketiga divisi cabang nervus trigeminus.
5. Pemeriksaan Buccal Mucosal Sensation pada kasus tertentu.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 3
6. Pemeriksaan Motorik
A. Inspeksi
No. Kriteria
1. Pemeriksa harus melakukan inspeksi postur pasien dan amati apakah ada tanda –
tanda gerakan involuter seperti tremor atau gerakan yang lain.

2. Pemeriksaan gait dilakukan dengan meminta pasien berjalan normal, berjalan dengan
menggunakan tumit, dan berjalan jinjit atau dan berjalan cepat.

3. Pemeriksa harus melakukan observasi apakah ditemukan adanya atrofi, fasikulasi,


hipertrofi, asimetrisitas, atau malformasi tulang dan sendi pada pasien.

4. Pemeriksa harus mengamati apakah ada tanda stigmata neurokutaneus yang khas
seperti cafe au lait atau yang lainnya pada pasien.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan.

B. Palpasi
Lakukan pemeriksaan palpasi untuk memastikan massa otot, trofi otot dan ada tidaknya
spasme atau nyeri tekan pada pasien.

C. Pemeriksaan Kekuatan
No. Kriteria
1. Pemeriksaan kekuatan otot bahu dan amati apakah terdapat kelainan seperti winging
scapula.

2. Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas seperti otot bisep, trisep, dorsofleksi
pergelangan tangan, grip dan kekuatan otot jari tangan.

3. Pemeriksaan kekuatan otot abdomen.

4. pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah seperti dengan gerakan fleksi panggul,
abduksi, adduksi, fleksi lutut, dorsofleksi kaki, inversi maupun eversi.

5. Menilai skala kekuatan otot tersebut dari skala 0-5.

D. Pemeriksaan Tonus dan ROM


E. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Patologis (Sama dengan De Jong)

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 4
7. Pemeriksaan Sistem Sensorik
A. Modalitas Sensorik Superfisial
No. Kriteria
1. Lakukan pemeriksaan raba halus pada ekstremitas atas, bawah dan badan.

2. Lakukan pemeriksaan diskriminasi suhu pada ekstremitas atas, bawah, dan badan.

3. Lakukan pemeriksaan persepsi nyeri pada ekstremitas atas, bawah dan badan.

B. Modalitas Sensorik Profunda


No. Kriteria
1. Lakukan pemeriksaan vibrasi pada jari – jari tangan dan kaki
2. Lakukan pemeriksaan posisi jari tangan dan kaki dengan melakukan stimulasi pada jari
keempat
3. Lakukan pemeriksaan astereognosis

Kerangka Pemeriksaan Neurologis Standard (De Jong)

1. Pemeriksaan Status Kesadaran


Dilakukan dengan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) yang meliputi aspek eye, verbal dan motorik.

Eye Opening Best Motor Response Best Motoric Response


4 Spontan 6 Mengikuti perintah 5 Oriented Conversation
3 Respon terhadap suara 5 Melokalisasi nyeri 4 Confused Conversation
2 Respon terhadap nyeri 4 Withdrawal 3 Inappropriate Word
1 Tidak ada Respon 3 Dekortikasi 2 Incomprehensible (Erangan)
2 Deserebrasi 1 Tidak ada Respon
1 Tidak ada respon

2. Pemeriksaan Nervus Olfaktorius

No. Kriteria
1. Sebelum melakukan pemeriksaan indera penciuman, pertama-tama pemeriksa harus
memastikan dulu bahwa tidak ada obstruksi intranasal seperti sekret akibat rhinitis, sinusitis atau
penyebab lain.

2. Pemeriksaan nervus olfaktorius harus dilakukan dengan menggunakan substansi yang tidak
bersifat iritatif.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 5
3. Lakukan pemeriksaan masing-masing nostril secara bergantian dengan menutup sisi lainnya.

4. Mintalah pasien untuk menutup mata, lalu dengan keadaan salah satu nostril ditutup, dekatkan
substansi yang akan diujikan ke nostril yang terbuka, minta lah pasien untuk mencium dan
mengidentifikasinya, lakukan pada sisi nostril lainnya dan bandingkan hasilnya.

5. Sisi yang dicurigai abnormal sebaiknya diperiksa terlebih dahulu.

6. Penilaian terhadap kemampuan pasien dalam mempersepsikan bau lebih penting dibandingkan
ketepatan identifikasi karena sudah cukup untuk menandakan adanya keutuhan dari traktus
olfaktorius.

3. Pemeriksaan Nervus Optikus

No. Kriteria
1. Pemeriksaan nervus optikus yang dilakukan meliputi dua pemeriksaan utama yaitu ketajaman
visus dan pemeriksaan lapang pandang.

2. Pertama-tama lakukan inspeksi terlebih dahulu apakah terdapat abnormalitas lokal pada mata
seperti katarak, konjungtivitis, opasitas kornea, uveitis atau korpal dll yang dapat mengacaukan
hasil pemeriksaan visus.

3. Lakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dengan jarak 6 meter bila pasien
bisa duduk, bila tidak, lakukan pemeriksaan visus bedside.

4. Lakukan pemerikssaan lapang pandang dengan langkah-langkah :


- Pemeriksa duduk sama tinggi dengan pasien dalam posisi berhadapan dengan jarak 1
lengan.
- Meminta pasien untuk menutup mata yang tidak diperiksa
- Pemeriksa juga menutup mata pada sisi yang sama dengan pasien.
- Meminta pasien untuk melaporkan saat pasien mulai melihat objek
- Gerakkan objek dengan perlahan dari lateral ke medial dengan arah lintasan yang lurus.
- Pastikan jarak antara objek dengan pemeriksa dan pasien adalah sama.
- Lanjutkan dengan pemeriksaan konfrontasi II
- Mintalah pasien untuk menutup mata yang tidak diperiksa
- Meminta pasien untuk memfiksasi penglihatannya pada hidung pemeriksa
- Pemeriksa dalam posisi yang berhadapan dengan pasien melihat mata pasien untuk
memastikan matanya terfiksasi.
- Meminta pasien menghitung jari pemeriksa dan bandingkan di empat kuadran yang
berbeda.
- Meminta pasien melaporkan di kuadran mana yang lebih jelas.

4. Saat dilakukan pemeriksaan pada salah satu mata, sisi lain harus ditutup, misalnya saat dilakukan
pemeriksaan pada mata kanan, maka mata kiri harus ditutup.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 6
Created by : Andre Lukas
Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 7
4. Pemeriksaan Nervus Occulomotorius, Trochlearis dan Abdusens

No. Kriteria
1. Lakukan inpeksi terlebih dahulu apakah terdapat eksoftalmus maupun endoftalmus.

2. Lakukan pemeriksaan kelopak mata apakah terdapat ptosis atau tidak.

3. Lakukan pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, kesamaan antara kanan dan kiri, posisis, dan
reaktivitas terhadap cahaya ( refleks pupil) baik secara direk ataupun indirek.
- Refleks pupik direk : menyinari mata dengan senter kemudian perhatikan reaksi pupil pada
mata yang disinari
- Refleks pupil indirek : menyinari mata dengan senter kemudian perhatikan reaksi pupil
pada mata yang tidak disinari

4. Pemeriksaan refleks akomodasi dengan cara meminta pasien untuk fokus pada sebuah objek lalu
objek tersebut didekatkan pada pasien sehingga menyebabkan penebalan pada lensa dan
menimbulkan konvergensi dari bola mata dan diikuti miosis pada pupil.

5. Lakukan pemeriksaan gerakan bola mata dengan cara :


- Pemeriksa duduk dengan level/tinggi yang sama di depan pasien dengan jarak kurang lebih
1 lengan.
- Meminta pasien untuk melihat kedepan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 8
- Dengan jarak kurang lebih 60 cm, lakukan penyinaran terhadap mata dan amati refleksi
sinar dari kornea.
- Meminta pasien untuk mengikuti pergerakan ujung pensil atau jari pemeriksa dengan
melirik, bukan dengan perubahan posisi kepala.
- Gerakkan jari atau pensil pemeriksa membentuk huruf “H” dengan arah ke kanan, kanan
atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, dan kiri bawah.
- Lakukan “pause” sejenak saat memeriksa gerakan ke atas dan lateral.
- Inspeksi posisi kedua bola mata saat melirik.

5. Pemeriksaan Nervus Trigeminus

No. Kriteria
1. Pemeriksaan nervus trigeminus meliputi fungsi motorik dan sensorik.
2. Pemeriksaan motorik :
- Pemeriksaan fungsi motorik dari nervus trigeminal adalah dengan memeriksa fungsi
mastikasi dengan melakukan palpasi pada musculus masseter dan pterygoid saat pasien
mengatupkan rahangnya
- Meminta pasien untuk membuka mulut, bila terdapat abnormalitas, maka akan terdapat
deviasi rahang ke arah lesi.
- Meminta pasien untuk melakukan gerakan protrusi dan retraksi pada rahang untuk melihat
apakah ada kelemahan atau deviasi.

3. Pemeriksaan sensorik :
- Lakukan pemeriksaan sensorik terutama komponen protopatik pada wajah sesuai area
distribusi cabang oftalmika, maxilla dan mandibula.
- Tanyakan pada pasien apakah pasien merasakan sensasi yang sama pada kedua sisi.

4. Pemeriksaan Refleks Masseter :


- Letakkan jari telunjuk/jempol di tengah dagu pasien
- Meminta pasien untuk membuka mulut dan merilekskan rahang pasien
- Lakukan ketukan pada jari pemeriksa dengan menggunakan palu refleks.
- Amati respon berupa gerakan mengatup pada rahang. (upward jerk).
- Pada orang normal, refleks ini sangat minimal atau bahkan tidak ditemukan.

5. Refleks Kornea :
- Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa nervus oftalmikus
- Lakukan sapuan secara lembut pada limbus kornea dengan kapas basah dengan arah yang
dimulai dari lateral.
- Tindakan pemeriksaan lebih baik dilakukan pada kornea bagian atas agar tidak
terinterferensi dengan distribusi area nervus maxillaris
- Amati respon berupa kedipan mata pada mata yang distimulasi (efek direk) dan mata yang
tidak distimulasi (efek indirek)

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 9
Berikut adalah gambar petunjuk pemeriksaan refleks kornea :

6. Pemeriksaan Nervus Facialis

No. Kriteria
1. Pemeriksaan motorik :
Pemeriksaan fungsi motorik pada nervus facialis berpusat pada pemeriksaan otot-otot yang
berfungsi untuk ekspresi wajah.
- Amati tonus otot wajah, adakah tanda-tanda atrofi atau fasikulasi
- Amati lipatan nasolabial baik kedalamannya maupun simetrisitasnya, amati apabila ada
asimetri pada lipatan nasolabial tersebut
- Meminta pasien untuk meringis, tersenyum, dan mengernyitkan dahi, mencembungkan pipi.
- Meminta pasien untuk menutup mata sekuat-kuatnya, amati kekuatan otot orbicularis oculi
dan simetrisitas kanan dan kiri.
- Lakukan tarikan pada kelopak mata untuk membandingkan kekuatan otot kanan dan kiri.

2. Pemeriksaan sensorik :
Pemeriksaan sensorik meliputi fungsi nervus facialis sebagai afferen dari indera perasa pada 2/3
lidah bagian depan meliputi rasa manis, asam, dan asin dan dilakukan dengan keadaan lidah
menjulur, lidah tidak diperbolehkan retraksi kebelakang karena akan menimbulkan bias akibat
pencampuran dari semua stimulus.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 10
3. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

Gambar Petunjuk Pemeriksaan Nervus Facialis

7. Pemeriksaan Nervus Vestibulococlearis

No. Kriteria
1. Sebelum melakukan tes pendengaran, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan otoskopik untuk
memastikan tidak ada pus, obstruksi kanal maupun kerusakan membran timpani.

2. Lakukan pemeriksaan pada regio mastoid apakah terdapat tanda- tanda inflamasi dan nyeri.

3. Pemeriksaan fungsi pendengaran sederhana dapat dilakukan dengan cara berbisik dan
membandingkan ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri dengan syarat saat dilakukan
pengetesan salah satu sisi telinga, sisi telinga yang lain ditutup dengan menggunakan kapas atau
dengan melakukan penekanan pada tragus.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 11
4. Uji yang lebih objektif dapat dilakukan dengan pemeriksaan garpu tala dengan frekuensi 256 Hz
,yaitu pemeriksaan Rinne dengan cara setelah garpu tala digetarkan, ditempelkan pada mastoid
hingga pasien tidak mendengar lagi, lalu pindahkan garpu tala mendekat ke liang telinga,
tujuannya adalah membandingkan antara AC dengan BC. Pemeriksaan Weber dilakukan dengan
cara menggetarkan garpu tala dan diletakkan di vertex dan pasien diminta merasakan apakah ada
lateralisasi ke arah kiri atau kanan. Tanda lateralisasi pada weber test mengindikasikan asanya
suatu CHL. Lalu terakhir adalah pemeriksaan schwabach yaitu setelah menggetarkan garpu tala,
garpu tala diletakkan dekat liang telinga pasien hingga pasien tidak mendengar lagi lalu dekatkan
garpu tala ke telinga pemeriksa apakah masih terdengar atau tidak.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan.

8. Pemeriksaan Nervus Glossopharyngeus dan Vagus

No. Kriteria
1. Pemeriksaan fungsi sensorik yang dimiliki nervus glossopharyngeus dapat dilakukan dengan uji
sensibilitas pada 1/3 posterior lidah baik sensasi GSA ( General Somato Afferent) ataupun SSA (
Special Somato Afferent).
2. Pemeriksaan fungsi motorik dari nervus glossofaringeus dan vagus sangat sulit dilakukan karena
adanya tumpang tindih dalam inervasinya
3. Lakukan pemeriksaan arkus pharyng dengan meminta pasien membuka mulut dan berkata “aaa”
dan amati apakah ada deviasi uvula atau tidak.
4. Lakukan pemeriksaan refleks muntah dengan menggunakan spatula lidah yang disentuhkan ke
area pharynx dan palatum
5. Lakukan uji menelan dengan menggunakan “water swallowing test” dengan meminta pasien
meminum air putih dengan menggunakan cangkir, dan amati apakah pasien tersedak atau tidak.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 12
9. Pemeriksaan Nervus Accesorius

Dilakukan dengan pemeriksaan kekuatan motorik otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius
dengan gerakan mengangkat bahu dan menolehkan kepala.
Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana teknik pemeriksaan otot sternocleidomastoideus dan
trapezius yang diinervasi oleh nervus accesorius.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 13
10. Pemeriksaan Nervus Hipoglossus
No. Kriteria
1. Pemeriksaan nervus hipoglossus meliputi pemeriksaan sikap dan kekuatan lidah, trofi lidah, amati
ada tidaknya fasikulasi atau tremor lidah.

2. Pertama, mintalah pasien untuk membuka mulut, amati posisi lidah saat di dalam rongga mulut.
perhatikan papilanya apakah terdapat atrofi atau tidak, apakah ada fasikulasi atau tidak.

3. Mintalah pasien untuk menjulurkan lidah, perhatikan apakah ada deviasi atau tidak, dan lakukan
penekanan dengan menggunakan jari pemeriksa pada pipi pasien dan minta pasien menahan
tekanan yang diberikan dengan lidah, kekuatan lidah yang normal mampu mempertahankan
posisi lidah tidak berubah dengan penekanan ini.

4. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 14
11. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
1. Pemeriksaan Kernig

No. Kriteria
1. Meminta pasien untuk rileks dan memposisikan diri dalam posisi berbaring/supinasi.

2. Lakukan fleksi pada sendi panggul dan fleksi pada sendi lutut dengan membentuk sudut
90 derajat.

3. Lakukan ekstensi perlahan pada sendi lutut dan rasakan apakah ada spasme dan resistensi
pada otot hamstring atau pasien mengeluhkan rasa nyeri menandakan hasil positif pada
pemeriksaan ini.

4. Lakukan pada sisi kontralateralnya.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 15
2. Pemeriksaan Kaku Kuduk

No. Kriteria
1. Pertama-tama posisikan pasien dalam posisi terlentang dan tidak menggunakan bantal.

2. Pastikan tidak ada kekakuan leher dengan menggerakkan leher ke kanan dan kekiri.

3. Dengan salah satu tangan pemeriksa diletakkan di belakang leher pasien dan tangan
lainnya menahan pada dada pasien, lakukan gerakan menekuk leher mendekatkan dagu
pasien ke dada. Hasil positif didapatkan bila terdapat kekakuan pada manuver ini.

4. Angkat bahu pasien untuk memastikan leher pasien bisa melakukan posisi hiperekstensi
yang menandakan positinya pemriksaan kaku kuduk karena iritasi meningeal bukan
karena kelainan lainnya.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

3. Pemeriksaan Bikele

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi sendi siku dalam keadaan fleksi, sendi bahu dalam posisi
abduksi, elevasi dan rotasi eksternal.

2. Lakukan gerakan ekstensi pada sendi siku secara pasif.

3. Hasil positif ditandai dengan adanya resistensi saat dilakukannya ekstensi siku.

4. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

4. Pemeriksaan Brudzinski contralateral leg

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
2. Lakukan gerakan fleksi pasif pada sendi panggul dengan sendi lutut dalam posisi ekstensi.

3. Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi sendi lutut kontralateral.

4. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 16
5. Pemeriksaan Brudzinski Neck Sign

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
2. Lakukan fleksi pasif pada leher pasien.

3. Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi pada sendi lutut.

4. Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan.

6. Pemeriksaan Brudzinski Cheek Sign

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi

2. Lakukan penekanan pada pipi pasien atau di bawah zygoma.

3 Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi pada sendi siku dengan “upward jerking” pada
lengan.

4 Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

7. Pemeriksaan Brudzinski Simphysis Sign

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi

2. Lakukan penekanan pada simfisis pubis.

3 Hasil positif ditandai dengan munculnya fleksi pada sendi lutut bilateral.

4 Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

8. Pemeriksaan Guillain

No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi

2. Lakukan penekanan atau cubitan pada otor quadriceps femoris.

3 Hasil positif ditandai dengan adanya fleksi panggul dan lutut kontralateral.

4 Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 17
9. Pemeriksaan Edelmann
No. Kriteria
1. Posisikan pasien dalam posisi berbaring/supinasi
2. Lakukan fleksi pasif sendi panggul dengan lutut dalam keadaan ekstensi.

3 Hasil positif ditandai dengan adanya ekstensi dari jempol kaki.

4 Melaporkan hasil pemeriksaan yang didapatkan

12. Pemeriksaan Motorik


Pemeriksaan motorik dengan melakukan uji kekuatan pada otot per segmen baik otot yang sinergis
maupun anatagonis dalam melakukan semua kemungkinan aksi.
Penilaian kekuatan dari masing-masing segmen digambarkan dengan menggunakan klasifikasi The
Medical Research Council Scale of Muscle Strength yakni :
0 : tidak didapatkan adanya kontraksi
1 : Terdapat kontraksi otot tapi tidak membuat perubahan posisi/pergerakan
2 : Pergerakan aktif tapi tidak mampu melawan gravitasi
3 : Pergerakan aktif yang mampu melawan gravitasi tapi tidak mampu melawan tahanan.
4-: Pergerakan aktif yang mampu melawan gravitasi dan mampu melawan sedikit tahanan.
4 : Pergerakan aktif yang mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan moderate.
4+: Pergerakan aktif yang mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan.
5 : Kekuatan Normal

Berikut beberapa petunjuk pemeriksaan motorik pada otot-otot yang diperiksa :


1. Pemeriksaan Fleksi Leher

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 18
2. Pemeriksaan Ekstensi Leher

3. Pemeriksaan Musculus Rhomboideus

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 19
4. Pemeriksaan Musculus Trapezius

5. Pemeriksaan Musculus Deltoideus

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 20
6. Pemeriksaan Musculus Supraspinatus

7. Pemeriksaan Musculus Pectoralis Mayor

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 21
8. Pemeriksaan Musculus Lattisiumus Dorsi

9. Pemeriksaan Musculus Biceps Brachii

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 22
10. Pemeriksaan Musculus Brachioradialis

11. Pemeriksaan Musculus Triceps

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 23
12. Pemeriksaan otot-otot Antebrachii

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 24
13. Pemeriksaan Fleksi Pergelangan Tangan

14. Pemeriksaan Ekstensi Pergelangan Tangan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 25
15. Pemeriksaan Fleksi jari tangan ( Pemeriksaan Musculus Flexor Digitorum Profundus)

16. Pemeriksaan Ekstensi Jari tangan ( Pemeriksaan Musculus Extensor Digitorum)

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 26
17. Pemeriksaan Fleksi Ibu Jari Tangan

18. Pemeriksaan Ekstensi Ibu Jari Tangan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 27
19. Pemeriksaan Musculus Opponens Pollicis

20. Pemeriksaan Musculus Opponens Digiti Minimi

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 28
21. Pemeriksaan Musculus Rectus Abdominis

22. Pemeriksaan Extensor Spinal

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 29
23. Pemeriksaan Fleksi otot Paha

24. Pemeriksaan Ekstensi Paha ( Pemeriksaan Musculus Hamstring)

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 30
25. Pemeriksaan Abduksi Paha

26. Pemeriksaan Adduksi Paha

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 31
27. Pemeriksaan Fleksi Lutut

28. Pemeriksaan Plantar Fleksi

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 32
29. Pemeriksaan Dorsofleksi kaki

30. Pemeriksaan Dorsofleksi jari kaki

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 33
31. Pemeriksaan Plantar fleksi jari kaki

32. Pemeriksaan Pronator Drift

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 34
13.Pemeriksaan Tonus

1. Babinski Tonus Test

No. Kriteria
1. Memposisikan lengan pasien dalam keadaan abduksi
2. Lakukan pergerakan pasif lengan bawah terhadap lengan atas dengan melakukan fleksi
dan ekstensi secara bergantian.
3. Hipotonus ditandai dengan adanya peningkatan fleksibilitas dan mobilitas.

2. Head Dropping Test

No. Kriteria
1. Pasien dalam posisi berbaring tanpa bantal, rileks, mata tertutup, dan perhatian teralih.

2. Letakkan tangan pemeriksa pada occiput pasien, perlahan lakukan fleksi pada leher pasien
dan jatuhkan kepala pasien. pada keadaan normal, kepala pasien akan segera jatuh ke
tangan pemeriksa
3. Pada kasus hiperrigiditas akan ditemukan keterlambatan.

3. Pendulousness od the Legs

No. Kriteria
1. Pasien diminta duduk di tepi meja pemeriksa, rileks dengan posisi kaki tergantung.

2. Pemeriksa melakukan ekstensi pada kedua tungkai dan lepaskan (Wartenbergs Pendulum
Test)

3. Ayunan tungkai dalam keadaan normal berkisar antara 6-8 kali ayunan. bila ayunan
berhenti sebelum itu maka dsimpulkan bahwa didapatkan peningkatan tonus.

4. Shoulder Shaking Test

No. Kriteria
1. Pemeriksa meletakkan tangan pada kedua bahu pasien

2. Lakukan gerakan ke depan dan ke belakang dan perhatikan gerakan resiprokal pada
lengan.

3. Pada kasus hipertonia, akan ditemukan penurunan jumlah ayunan pada lengan pasien.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 35
5. Arm Dropping Test

No. Kriteria
1. Pemeriksa mengangkat lengan pasien hingga sejajar bahu.

2. Pemeriksa lalu menjatuhkan kedua lengan pasien tersebut dan perhatikan bila pada kasus
spastisitas akan terdapat keterlambatan “downward movement” dari sisi yang abnormal.

14.Pemeriksaan Refleks Fisiologis


1. Refleks Biseps

No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam kondisi rileks dan posisi duduk

2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.

3. Letakkan siku pasien pada tangan pemeriksa.

4. Letakkan jempol pemeriksa pada tendon biseps pasien.

5. Dengan menggunakan palu refleks, lakukan pukulan pada jempol pemeriksa untuk
mendapatkan refleks biseps.

6. Reaksi yang muncul berupa kontraksi dari otot biseps dan diikuti fleksi sendi siku.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 36
2. Refleks Triceps

No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam kondisi rileks dan posisi duduk

2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.

3. Refleks ini dimunculkan dengan pengetukan pada tendon otot triseps persis di atas
olecranon.

4. Respon yang diharapkan adalah kontraksi otot triceps dengan ekstensi sendi siku.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang dtemukan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 37
3. Refleks Brachioradialis
No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam kondisi rileks dan posisi duduk

2. Posisi pasien harus rileks dengan posisi lengan partially flexed pada siku.

4. Letakkan jempol pemeriksa pada tendon musculus brachioradialis pasien.

5. Dengan menggunakan palu refleks, lakukan pukulan diatas processus styloideus dari
radius dengan posisi lengan bawah adalah semifleksi dan semipronasi.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan yan ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 38
4. Refleks Wartenberg

No. Kriteria
1. Meminta pasien untuk duduk dalam posisi rileks.

2. Memposisikan tangan pasien dalam posisi supine dengan jari2 sedikit fleksi

3. Menopang tangan pasien dengan tangan pemeriksa

4. Lakukan pengetukan pada jari kedua dan ketiga pada pasien dengan menggunakan palu
refleks.

5. Hasil yang diharapkan adalah fleksi keempat jari dan fleksi jempol distal.

6. Melaporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

5. Refleks Patella

No. Kriteria
1. Memposisikan pasien dalam posisi duduk dengan posisi tungkai tergantung

2. Lakukan palpasi pada sisi kanan dan sisi kiri tendon patela

3. Dengan posisi memegang bagian distal paha pasien, lakukan pukulan pada tendon patela
dengan palu refleks untuk memunculkan refleks patela
4. Respon yang diharapkan berupa ekstensi dari sendi lutut.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 39
6. Refleks Achiles

No. Kriteria
1. Memposisikan posisi pasien dalam keadaan regangan pada tendon achiles dengan posisi
kaki dorsofleksi.
2. Lakukan pemukulan pada tendon achiles dengan menggunakan palu refleks.

3. Hasil postitif ditandai dengan gerakan plantar fleksi


4. Melaporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 40
15. Pemeriksaan Refleks Patologis
1. Refleks Babinski
Gunakan ujung dari palu reflex, goreskan pada telapak kaki pasien dari sisi lateral, yang dimulai
dari dekat tumit dan diteruskan sepanjang sisi lateral dekat jari kelingking lalu membelok ke
medial proksimal dari basis jari lainnya. Secara sederhana, goresan ini akan membentuk huruf J.
Selalu mulai dengan tekanan minimal, bila belum muncul lakukan dengan tekanan yang lebih
kuat. Respon normal dari pemeriksaan ini adalah fleksi dari jari kaki ( flexor plantar response).
Bila terdapat kerusakan pada jaras motoric system saraf pusat, akan muncul respon abnormal
berupa dorsofleksi jari jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Babinski

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit rileks diatas tempat tidur

6 Gores telapak kaki pasien dari sisi lateral dengan lembut dimulai dari
dekat tumit lalu sepanjang sisi lateral sampai basis jari kaki lainnya. (J
Stroke)

7 Bila tidak ada respon, ulangi pemeriksaan dengan tekanan yang lebih
kuat.

8 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 41
2. Refleks Chaddock’s
Refleks chaddock muncul dengan cara menstimulasi aspek lateral dari kaki dengan
menggunakan ujung yang tumpul. Stimulasi dilakukan pada daerah sekitar malleolus eksternal
dengan arah sirkular. Refleks abnormal muncul ditandai dengan dorsofleksi dari jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Chaddock

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit rileks diatas tempat tidur

6 Gores aspek lateral kaki pasien dengan ujung tumpul, dibawah dan
memutari malleolus eksternal dengan arah sirkuler
7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

3. Tanda Gordon
Tanda Gordon diperoleh dengan mencubit atau memberikan tekanan pada otot gastrocnemius.
Refleks abnormal muncul ketika terjadi dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Gordon

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit rileks diatas tempat tidur

6 Lakukan cubitan atau tekanan dalam pada otot gastrocnemius


7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 42
4. Schaeffer’s Sign
Muncul dengan pemberian tekanan terhadap tendon Achilles. Refleks abnormal ditandai
dengan dorsofleksi jari jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Schaeffer’s

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit rileks diatas tempat tidur

6 Lakukan cubitan atau tekanan dalam pada tendon achilles


7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

5. Oppenheim’s Sign
Muncul dengan memberikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada aspek
anterior tibia terutama pada aspek medial yang diteruskan dari region infrapatelar ke ankle.
Respon yang muncul ditandai dengan dorsofleksi jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Oppenheim

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit rileks diatas tempat tidur

6 Berikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada


permukaan anterior dari tibia, terutama pada aspek medial, dan
tekan dari region infrapatelar sampai ankle.
7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 43
6. Rossolimo’s Sign
Muncul dengan melakukan perkusi pada permukaan plantar, pemeriksaan ini dilakukan dengan
tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Pemeriksaan ini dikenal dengan nama lain reflex
tarsophalangeal. Hasil yang abnormal ditunjukkan dengan terjadinya fleksi plantar menandakan
adanya lesi pada traktus pyramidal.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Rossolimo

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan tungkai bawah ekstensi

6 Lakukan perkusi pada permukaan plantar dari jari jempol kaki.


7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 44
7. Mendel Bechtrew
Muncul dengan melakukan perkusi pada permukaan dorsum pedis, pemeriksaan ini dilakukan
dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Hasil yang abnormal ditunjukkan dengan
terjadinya fleksi plantar menandakan adanya lesi pada traktus pyramidal.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Mendel Bechtrew

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan tungkai bawah ekstensi

6 Lakukan perkusi pada permukaan dorsum pedis


7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

8. Pemeriksaan Bing
Muncul dengan melakukan penusukan pada dorsum pedis jari keempat, pemeriksaan ini
dilakukan dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Hasil yang abnormal ditunjukkan
dengan terjadinya dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Mendel Bechtrew

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan tungkai bawah ekstensi

6 Lakukan penusukan pada dorsum pedis pada jari keempat


7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 45
9. Hoffman Reflex
Untuk memunculkan reflex Hoffman, pemeriksa menyangga tangan pasien dengan posisi
dorsofleksi pada pergelangan tangan sehingga dalam kondisi relaks dan jari2 dlm posisi fleksi.
Jari tengan diekstensikan lalu dilakukan penekanan pada kuku jari tengah pasien dan didapatkan
respon abnormal yang ditandai dengan fleksi dan adduksi jempol dan fleksi jari telunjuk dan
terkadang diikuti dengan fleksi jari lainnya.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Meminta pasien dalam kondisi relaks

3 Pemeriksa menyangga tangan pasien, mendorsofleksikan


pergelangan tangan, sehingga kondisi relaks dan jari2 dalam keadaan
fleksi.

4 Dengan menggunakan jempol pemeriksa melakukan tekanan atau


“snapping” pada jari tengah pasien hingga fleksi lalu lepaskan secara
tiba-tiba
5 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 46
10. Tromner’s Reflex
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi awal tangan pasien sama dengan pemeriksaan
Hoffman, pemeriksa melakukan ketukan pada sisi volar dari jari tengah pasien dan hasil positif
ditunjukkan dengan respon yang sama dengan pemeriksaan Hoffman yang menandakan
terdapat lesi pada tractus pyramidal diatas segmen cervical 5-6.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

2 Meminta pasien dalam kondisi relaks

3 Pemeriksa menyangga tangan pasien, mendorsofleksikan


pergelangan tangan, sehingga kondisi relaks dan jari2 dalam keadaan
fleksi.

4 Dengan menggunakan jari tengah pemeriksa, lakukan ketukan pada


sisi volar phalanx distal dari jari tengah pasien.
5 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 47
16.Pemeriksaan Sensibilitas

Terdapat beberapa hal yang harus dipahami dalam pemeriksaan sensibilitas yaitu :
1. Pasien harus dalam keadaan sadar.
2. Pasien tidak sedang dalam keadaan lelah karena kelelahan dapat memicu gangguan atensi yang
menimbulkan bias pada pemeriksaan.
3. Pasien harus memahami dan mengerti prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan . Kerja sama
antara dokter dan pasien sangat diperlukan.
4. Penilaian tidak hanya pada sensasi yang dirasakan tetapi juga pada intensitas dan gradasi
stimulus yang dirasakan pasien.
5. Prinsip simetris merupakan hal yang sangat penting yakni membandingkan antara sisi kiri dan
sisi kanan. Prinsip ekstrim juga merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan sensibilitas
untuk membandingkan sensasi yang dirasakan pasien pada point ekstrim atas dan esktrim
bawah hingga didapatkan batas perbedaan yang jelas.
6. Pemeriksaan sensibilitas harus dilakukan dengan sabar dan perlahan, tidak boleh terburu-buru
dengan menggunakan alat yang benar dan aman.

Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial

No. Kriteria
1. Mata pasien harus dalam keadaan tertutup

2. Pemeriksa harus mencobakan terlebih dahulu instrumen yang akan digunakan pada diri sendiri
sebelum diujikan pada pasien.

3. Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan dengan benar dan lembut, tidak melukai pasien.

4. Pemeriksa menggunakan instrumen yang tepat seperti ujung yang tajam atau yang tumpul.

5. Pemeriksa menanyakan pada pasien mengenai respon pasien terhadap stimulus yang diberikan
termasuk intensitasnya.

6. Bila terdapat perbedaan sensasi yang dirasakan pasien, pemeriksaan harus diulang dan
dibandingkan kembali pada area yang abormal dengan area yang normal untuk konfirmasi.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 48
Pemeriksaan sensasi suhu

No. Kriteria
1. Pasien diposisikan dalam posisi supinasi.

2. Mata pasien harus dalam keadaan tertutup

3. Pemeriksa harus mengujikan sensasi suhu pada diri pemeriksa terlebih dahulu sebelum diujikan
pada pasien.

4. Tabung disentuhkan ke kulit pasien dan pasien dimintai responnya apakah merasakan sensasi
tersebut dingin/hangat.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Pemeriksaan posisi

No. Kriteria
1. Pemeriksaan ini tidak membutuhkan peralatan khusus.

2. Mata pasien dalam keadaan tertutup, pasien dalam posisi supinasi atau duduk.

3. Jari-jari pasien harus dalam keadaan bebas dan rileks sehingga dapat digerakkan secara bebas
oleh pemeriksa. dengan memengan pada tepi jari sisi kanan dan kiri sehingga tidak menimbulkan
penekanan.

4. Meminta respon pasien apakah jarinya digerakkan ke atas atau ke bawah


5. Bila terdapat abnormalitas , pemeriksa harus melakukan pengujian ulang pada bagian tubuh yang
lebih besar seperti lengan atau tungkai
6. Melaporkan hasil pemeriksaan yang ditemukan

Pemeriksaan Vibrasi

No. Kriteria
1. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan garpu tala 128 Hz

2. Garpu tala digetarkan dan ditempelkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti
maleolus lateral/medial, tibia, sacrum, SIAS, procesus spinosus vertebra, sternum, clavicula,
prosesus styloideus radius/ulna.

3. Menanyakan apakah pasien merasakan sensasi getaran garpu tala tersebut.

4. Melaporkan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 49
17.Pemeriksaan Vertigo / Pemeriksaan Sistem Vestibular

Anamnesis
No. Kriteria
1. Pertama, deskripsikan secara jelas apa yang dimaksud dengan pusing oleh pasien, apakah terasa
berputar, melayang, atau seperti mau pingsan
2. Menanyakan mengenai sifat serangan vertigo apakah periodik, kontinue, ringan atau berat.

3. Menanyakan mengenai faktor pencetus atau situasi pencetus seperti perubhan posisi kepala atau
posisi, pada situasi tertentu seperti keramaian atau saat emosional.

4. Menanyakan apakah didapatkan adanya gejala otonom atau tidak

5. Menanyakan apakah terdapat gangguan pendengaran atau tidak.

6. Menayakan apakah ada defisit neurologis fokal seperti hemihipestesi, hemiparesis, disfagia,
ataksia,dll

7. Menanyakan riwayat pasien apakah ada riwayat diabetes, atau hipertensi

8. Menanyakan apakah pasien memiliki riwayat mengkonsumsi pengobatan2 tertentu atau tidak.

9. Menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi seperti temporal bone surgery atau operasi
membran tympani.

Pemeriksaan khusus Neuro-Otologik


1. Tes Romberg

No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien

2. Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di dada, kedua mata terbuka

3. Diamati selama 30 detik

4. Setelah itu diminta pasien untuk menutup mata dan diamati selama 30 detik.

5. Jika pada saat mata terbuka pasien sudah jatuh maka dipastikan kelainan serebelum.

6. Jika saat mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandai adanya kelainan
vestibular/proprioseptif.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 50
2. Tes Romberg dipertajam

No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien

2. Tumit pasien berada di depan ibu jari kaki yang lainnya.

3. Pasien diamati dalam keadaan mata terbuka selama 30 detik

4. Kemudian pasien diminta untuk menutup mata dan diamati selama 30 detik.

5. Interpretasi hasil sama dengan pemeriksaan Romberg

3. Tes Tandem-Gait

No. Kriteria
1. Pasien diminta berjalan dengan sebuah garis lurus, dengan menempatkan tumit di depan
jari kaki sisi yang lain secara bergantian

2. Pada kelainan serebelar pasien tidak dapat melakukan pemeriksaan ini, pasien akan
langsung jatuh.

3. Pada kelainan vestibular pasien akan mengalami deviasi ke satu sisi.

4. Tes Fukuda

No. Kriteria
1. Pemeriksa berada di belakang pasien
2. Tangan diluruskan ke depan, mata pasien ditutup

3. Pasien diminta berjalan di tempat 50 langkah.

4. Tes fukuda dianggap abnormal bila deviasi ke satu sisi lebih dari 30 derajat atau
maju/mundur lebih dari 1 meter.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 51
5. Tes Past Pointing

No. Kriteria
1. Pada posisi duduk, pasien diminta untuk mengangkat satu tangan dengan jari mengarah
ke atas

2. Jari pemeriksa diletakkan di depan pasien


3. Pasien diminta dengan ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa beberapa kali
dengan mata terbuka

4. Setelah itu lakukan dengan cara yang sama dengan mata tertutup
5. Pada kelainan vestibular ketika mata tertutup maka jari pasien deviasi ke arah lesi

6. Pada kelainan serebelar akan terjadi hipometri atau hipermetri.

6. Head Thrust Test

No. Kriteria
1. Pasien dan pemeriksa duduk dalam posisi saling berhadapan. Pasien diminta
memfiksasikan mata pada hidung/dahi pemeriksa.

2. Setelah itu lakukan gerakan cepat kepala pasien ke satu sisi

3. Pada kelainan vestibular perifer akan didapatkan gerakan sakadik.

7. Pemeriksaan Nistagmus

No. Kriteria
1. Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke kiri dan ke kanan 30 derajat, perhatikan
apakah ada nistagmus horizontal.

2. Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke atas atau ke bawah apakah ada nistagmus
vertikal.

3. Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat sedangkan komponen lambat


menunjukkan lokasi lesi.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 52
8. Head Shaking Test

No. Kriteria
1. Pasien dan pemeriksa duduk dalam posisi saling berhadapan.
2. Pasien digerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri secara bergantian sebanyak 20 hitungan

3. Kemudian amati adanya nistagmus vertikal atau horizontal.

Created by : Andre Lukas


Supervised by : dr.Astuti,SpS(K) Page 53

Anda mungkin juga menyukai