Anda di halaman 1dari 33

ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI

“CYTOGENETIC IN REPRODUCTION”

Dosen Mata Kuliah :


Dr. dr. Hj. YUSRAWATI, Sp. OG (K)

DISUSUN OLEH:
Silmi Aulia Gusti
1820332009

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya tugas

makalah mata kuliah Embriologi Manusia dengan judul “Cytogenetic in Reproduction

”dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan saran serta masukan yang bermanfaat dalam kesempurnaan

makalah ini.

Padang, Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Sitogenetika..........................................................................................3
B. Organisasi Kromosom Manusia.............................................................................4
C. Pola Pewarisan Penyakit Genetik...........................................................................6
D. Metode studi dalam Sitogenetik...........................................................................11
E. Oogenesis dan Spermatogenesis...........................................................................21
F. Penyusunan Struktural Kromosom.......................................................................25
BAB III PENUTUP.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sitogenetik adalah bidang biologi yang berhubungan dengan studi

kromosom. Sitogenetik klasik menyediakan gambaran baik dari genom dan

kemampuan untuk mengidentifikasi pengubahan posisi kromosom dan kelainan

numeric. Analisis sitogenetik digunakan untuk menilai jumlah dan integritas

kromosom.

Sitogenetik klasik menyediakan gambaran baik dari genom dan kemampuan

untuk mengidentifikasi pengubahan posisi kromosom dan kelainan numerik.

Sitogenetik molekuler memungkinkan pemeriksaan yang lebih baik dari spesifik

genom dan telah menjadi alat yang ampuh dalam mapping gen. Penerapan

sitogenetika teknik molekuler, khususnya fluorescence in situ hybridization (FISH)

dan array-based comparative genomic hybridization (array CGH), sekarang

memungkinkan membuat diagnosis rutin dari sindrom mikrodelesi dan penyusunan

ulang kromosom samar di laboratorium klinis.

Kelainan kromosom penyebab umum infertilitas dan hilangnya kehamilan,

serta dysmorphology seksual. Kebanyakan kromosom abnormal konsepsi timbul de

novo setelah peristiwa nondisjunction meiosis, namun anomali kromosom dalam

beberapa konsepsus diwariskan dari orang tua yang memiliki kromosom abnormal.

Kelainan kromosom dalam konseptus mungkin atau mungkin juga tidak menjadi

identik dengan orangtua, tergantung rekombinasi dan pemisahan kromosom selama

gametogenesis. Meskipun beberapa penyimpangan kromosom mengakibatkan

1
kelainan fenotip terbuka, penyimpangan lainnya tidak memiliki fenotip efek yang

jelas.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian sitogenetika


2. Mengetahui organisasi kromosom manusia dan metode studi
3. Mengetahui pola pewarisan penyakit genetic
4. Mengetahui metode studi dalam sitogenetika
5. Mengetahui oogenesis dan spermatogenesis
6. Mengetahui penyususnan structural kromosom

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sitogenetika

Sitogenetika berasal dari kata sitologi dan genetika. Sitologi adalah Ilmu yang

mempelajari struktur, fungsi, perkembangan, reproduksi dan sejarah hidup dari sel.

Genetika adalah Ilmu yang mempelajari struktur materi genetik, replikasi dan

transmisi materi genetik, mutasi dan segregasi gen-gen dari tetua (parental) kepada

keturunannya.

Sitogenetika adalah ilmu yang berkembang dari ilmu pengetahuan sitologi dan

genetika. Ilmu ini mempelajari perilaku kromosom-kromosom selama mitosis dan

meiosis, hubungan kromosom dengan transmisi dan rekombinasi dari gen-gen, dan

mempelajari penyebab serta akibat dari perubahan struktur dan jumlah kromosom.

Manusia terdiri dari 23 pasang kromosom pada setiap selnya. Kromosom

terdiri dari lengan pendek (p) dan lengan panjang (q) yang keduanya dihubungkan

oleh centromere. Kromosom diberi nomor 1 s/d 22 dengan ukuran yang semakin

kecil sementara kromosom seks ditempatkan pada urutan setelah kromosom

autosom. Untaian kromosom digambarkan sebagai bentuk kerakteristik yang

disebut dengan karyotipe.

Karyotipe dapat dilihat dari sel darah putih dengan proses tertentu di

laboratorium Karyotipe yang normal ditulis dengan standar penamaan sebagai 46.XY

(laki-laki) dan 46.XX (wanita). Euploid yaitu bila terdapat kromosom haploid (23)

atau kelipatannya didalam germ cell. Kromosom diploid didapatkan pada

individu normal. Walaupun triploidi (3 n) dan tetraploidi (4 n) digolongkan ke

3
dalam haploid, tapi dapat menghasilkan abnormalitas fenotip yang biasanya

mengakibatkan abortus spontan dan jarang sekali bisa lahir hidup.

Penggunaan utama sitogenetik secara klinis adalah untuk mendiagnosa adanya

aneuploidi (kelainan jumlah kromosom yang bukan kelipatan jumlah haploid) dan

abnormalitas struktur, seperti deletion (hilangnya salah satu bagian kromosom)

translocation. dan inversion. Aneuploidi yang paling sering adalah trisomi dan

monosomi.

B. Organisasi Kromosom Manusia

Kromosom manusia merupakan struktur kompleks yang terdiri asam

deoksiribonukleat (DNA), asam ribonukleat (RNA), dan protein. Setiap kromosom

manusia normal memiliki satu sentromer, lokasi dimana pembentukan kinetokor,

yang memungkinkan gelendong (spindle) bermitosis dan segregasi kromosom

selama pembelahan sel. Sentromer juga membagi kromosom menjadi dua lengan

yang diidentifikasi sebagai p (petit) untuk lengan pendek dan q untuk lengan

panjang.
Pada kromosom manusia, posisi dari sentromer dapat di pusat (metasentrik),

distal (akrosentrik), atau diantaranya (submetasentrik), untuk mengidentifikasi

kromosom tertentu. Pada ujung lengan pendek dari akrosentrik kromosom

(kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22) adalah satelit, perbedaan stuktur ukuran terdiri

dari heterochromatin. Satelit yang melekat pada kromosom melalui penyempitan

sekunder dikenal sebagai satellite stalk (tangkai satelit), yang berisi gen untuk 18S,

5.8S, dan 28S ribosomal RNA. Pada akhir dari setiap lengan kromosom adalah

telomer, terdiri dari sruktur pengulangan, sekuens nukleotida pendek.

4
Kromosom manusia bervariasi dalam ukuran, dengan kromosom terbesar

dikenal sebagai kromosom 1. Pada tahun 1956, Tjio dan Levan

menentukan jumlah total normal kromosom di setiap sel somatik manusia menjadi

46, dengan 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom seks. Untuk setiap pasangan

kromosom, satu kromosom diwariskan dari ayah dan satu kromosom diwariskan

dari ibu. Dengan pengecualian pasangan kromosom 21 dan 22, penunjukan numerik

mencerminkan ukuran kromosom (misalnya, kromosom 4 adalah kromosom

terbesar keempat komplemen manusia). Meskipun kromosom 21 lebih kecil dari

kromosom 22, ini inkonsistensi dalam nomenklatur yang telah ditetapkan untuk

menghindari kebingungan referensi historis untuk Sindrom Down sebagai trisomi

21.

Gambar 1. Skema diagram metasentrik manusia, submetasentrik, dan kromosom akrosentrik. Lokasi
dari telomer, sentromer, lengan pendek, dan lengan panjang ditampilkan, lokasi dari satelit dan
tangkai pada kromosom akrosentrik.

Kariotip adalah tampilan dari kromosom dalam order numerik, dengan

kromosom berorientasi sedemikian rupa sehingga lengan p di atas.

5
Gambar 2. Tampilan normal manusia laki-laki GTG-banded kariotip (46, XY).

Pada manusia, perempuan adalah homogamet seks, dengan kariotipe wanita

normal 46, XX. Laki-laki adalah seks heterogamet, dengan kariotip laki-laki normal

46, XY.

C. Pola Pewarisan Penyakit Genetik

1. Penyakit genetik klasik

Pola pewarisan genetik klasik meliputi penyakit autosomal dan X-linked. Secara

praktik penurunan penyakit Y-linked tidak penting kecuali gen penentu seks dan

kemungkinan beberapa gen spermatogenesis. Bila dibutuhkan 2 kopi mutan gen

(satu dari ibu dan satu dari bapak) untuk mendapatkan fenotip, maka gangguan

ini disebut resesif . Jika hanya dibutuhkan satu kopi gen mutan. disebut

dominant. Pada penyakit tertentu didapatkan 2 mutasi pada lokus yang berbeda,

disebut compound heterozigot.

a. Autosomal Resesif

Individu yang di kenai kelainan autosomal - resesif adalah homozigot (terdapat

dua gen yang sifatnya sama) sedangkan orang tuanya heterozigot (terdapat dua

gen yang sifatnya berbeda). Karakteristik penyakit autosomal-resetif adalah : a).

Transmisi horizontal (saudara, kakak - adik), b). distribusi yang sama untuk

6
laki-laki dan perempuan, c). resiko pewarisan 25 % untuk setiap kehamilan

berikutnya bagi pasangan heterozigot, d). bagi keturunan (anak-anak) yang

tampaknya normal, 2/3 adalah carier dan 1/3 nya adalah homozigot yang

normal. Kelainan autosomal resesif diantaranya adalah sebahagian besar defekt

enzim-enzim, Tay Sach, cystic fibrosis , sickle cell anemia, thalassemia dan

ataxia telangectasia.. Bila terjadi perkawinan sedarah (consanguinitas) maka

terjadi peningkatan resiko penyakit autosomal - resesif karena terjadinya sharing

alele.

b. Autosomal-dominan

Pada kelainan ini hanya dibutuhkan satu kopi gen mutan untuk menghasilkan

fenotip. Kadang-kadang didapatkan homozigot dan keadaan ini meningkatkan

derajat kesakitan pada individu yang dikenai seperti yang terlihat pada pasien

dengan familial type-2 hyperlipoteinemia, yang mengalami mutasi pada

reseptor LDL. Type heterozigot meningkatkan resiko penyakit jantung pada usia

pertengahan dan menderita lipoma, sedangkan type homozigot menderita

penyakit jantung yang lebih hebat pada usia yang lebih muda ; dan biasanya

merupakan penyakit jantung yang fatal di usia anak-anak. Karakteristik yang

penting dari penyakit autosomal-dominan adalah a). tranmisi vertikal ( dari

orang tua ke anak ), b). seks ratio, 50 : 50 , c). resiko rekuren untuk kehamilan

berikutnya 50%. Contoh penyakit autosomal - dominan antara lain :

neurofibromatosis, miotonic dystrophy, sebagian osteogenesis inperfecta,

achodro plasia, penyakit Hutington, dan sebagian familial cancer syndrome

seperti sindroma Li-Fraumeni, retino blastoma, Ca mamae & Ca ovarium .

Mutasi dominan biasanya menimbulkan penyakit bila “protein encoded” dari

7
alele mutan bergabung dengan produk protein encoded dari alele normal.

Mekanisme seperti ini disebut dengan dominant-negative effect.

Gambaran penting penyakit autosomal-dominan adalah penetrance, variable

expressivity dan anticipation. Penetrance adalah all or none phenomenan yang

menunjukkan apakah orang tersebut mendapatkan atau tidak mendapatkan gen

mutan yang memunculkan penyakit . Bila suatu gen mutan tidak selalu

memunculkan penyakit, keadaan ini disebut dengan penetrance inkomplit /

parsial ; misalnya penetrance 70%, maksudnya adalah hanya 70% dari mereka

yang mengalami mutasi yang muncul menjadi penyakit. Penetrance inkomplit

misalnya pada retinoblastoma dan split hand deformity. Variable expressivity

menunjukkan variasi manifestasi suatu penyakit, baik dalam beratnya penyakit

maupun bentuk kelainan yang muncul, termasuk yang terjadi dalam satu

keluarga ; misalnya pada neurofibromatosis tipe I dan Marfan syndrome.

Kadang kala derajat beratnya penyakit autosomal dominan meningkat dari satu

generasi ke generasi berikutnya misalnya seperti pada myotonic distropy,

keadaan seperti ini disebut anticipation.

c. X-linked resesif. Terjadi pada laki-laki dimana mutasi terjadi pada kromosom

X. Gambaran klinis adalah a). hampir semuanya terjadi pada laki-laki, b).

didapatkan dari carier wanita oleh separoh anak laki-lakinya, c). separoh anak

wanita dari carier adalah carier yang beresiko tinggi untuk menurunkan kepada

separoh anak laki-lakinya, d). tidak pernah diwariskan oleh laki-laki yang

terkena penyakit ini kepada anak laki-lakinya, e). penyakit diwariskan melalui

carier wanita. Laki-laki yang tekena disebut hemizigous karena mempunyai satu

gen kromosom X mutan. Wanita jarang sekali dikenai penyakit ini, dan bila ada,

8
kromosom X abnormal harus ada, misalnya wanita dengan karyotip 45 X atau

yang mengalami translokasi X -autosom. Pada kasus ini analisa kromosom perlu

dilakukan pada wanita dengan penyakit X-linked resesif, seperti pada Duchene

muscular distrophy, Kallman syndrome, hemophilia A dan B dan androgen

insensitivity syndrome.

d. X-linked dominant.

Sangat jarang dan sukar dibedakan dengan penyakit turunan lain kerena

memiliki karakteristik autosomal-dominant dan X-linked resesive. Sama seperti

pada autosomal-dominant, gen mutan pada X-linked dominant terdapat hanya

pada satu kromosom dan laki-laki maupun wanita dapat dikenai. Gambaran yang

menonjol adalah : a). laki-laki yang terkena dengan pasangan normal tak

mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya, b). laki-laki maupun wanita

yang lahir dari carier wanita mendapat kemungkinan 50% dikenai pada setiap

kehamilan, c). laki-laki dan wanita dapat dikenai, tapi pada kasus-kasus yang

jarang wanita hampir dikenai 2 kali laki-laki. Penyakit X-linked dominant

misalnya vitamin D resistant (hypophos phatemic) rickets, the urea cycle defect

ornithine transcarbamilase (OTC) deficiency dan Rett syndrome. Pada Rett

syndrome terdapat retardasi mental pada wanita sedangkan pada laki-laki

bersifat letal, sehingga seolah-olah hanya mempunyai anak wanita saja. Pada

fragille X syndrome terdapat retardasi mental dan macro-orchidism.

2. Pola pewarisan non klasik

Disamping pola klasik , terdapat pula pewarisan non klasik seperti pada

mitochondrial inheritance, uniparental disomy, genomic imprinting dan

somatic cell and germline mosaicism.

9
a. Mitochondrial inheritance. Wanita mewariskan kelainan ini kepada seluruh

anak-anaknya sedangkan laki-laki tidak demikian. Hal ini disebabkan ovum

terdiri dari beberapa ribu sampai 100 ribu DNA mitochondria, sedangkan

spermatozoa hanya beberapa ratus saja. Secara praktis setelah terjadi fertilisasi

boleh dikatakan bahwa semua DNA mitochondria berasal dari pihak ibu.

Penyakit DNA mitochondria biasanya mengenai organ yang membutuhkan

energi tinggi seperti otot, otak, sistem syaraf pusat, jantung, ginjal dan organ

kelenjar terutama pankreas. Penyakit yang tergolong disini antara lain Leber

hereditary optic neuropathy (LHON), myoclonus epilepsy with ragged red fiber

(MERRF) dan mitochonrial encephalopathy

b. Uniparental disomy ( UPD) . UPD adalah keadaan dimana kedua kromosom

pada suatu pasangan kromosom berasal dari salah satu orang tua, misalnya

pada Prader Willi syndrome, Angelman syndrom dan cytic fibrosis.

Meskipun cytic fibrosis merupakan penyakit autosomal resesif, tapi dapat

ditemukan keadaan yang membingungkan pada satu keluarga. Salah satu

orang tua heterozigot sedangkan yang lain homozigot normal , mendapatkan

anak dengan cytic fibrosis. Analisa DNA menunjukan bahwa kedua kromosom

berasal dari orang tua yang sama (ibu). Ini memperlihatkan pentingnya

pewarisan pasangan kromosom baik dari bapak maupun ibu .

c. Genomic imprinting . Dimaksudkan sebagai ketidak seimbangan expreasi

alele dari bapak maupun ibu, misalnya Prader Willi syndrom dan Angelman

syndrom dimana terjadi deletion pada kromosom 15 q11q13. Pada Prader

Willi syndrom deletion terjadi pada kromosom paternal sedangkan pada

Angelman terjadi pada kromosom maternal .

10
d. Germline mosaicism . yaitu terdapatnya alele mutan pada gamet tetapi tidak

terdapat pada sel-sel lain . Keadaan ini dapat menerangkan mengapa orang tua

dengan fenotip normal mempunyai anak dengan kelainan autosomal dominan

atau non carier melahirkan anak laki-laki dengan penyakit X-linked, misalnya

achondroplasia dan Duchene muscular distrophy. Pada somatic sel mosaicism

mutasi hanya terjadi pada beberapa sel saja pada satu organ misalnya ; pada

neoplasma jinak dan cancer .

e. Kelainan kompleks ( poligen / multi faktor ), Kebanyakan penyakit manusia

tidak mengikuti pola pewarisan Mendel dengan tegas, yang mungkin

merupakan pengaruh dari sejumlah faktor-faktor gen dan lingkungan. Tidak

ditemukan riwayat adanya penyakit tersebut atau individu yang dikenai dalam

suatu keluarga, seperti hipertensi, DM, cleft palate, schizophrenia, manic

depressive, neural tube defect, pyloric stenosis dan congenital heart anomalies.

Resiko rekuren berkisar antara 1-4 %, tergantung kepada tipe penyakit,

prevalensi dan banyaknya anggota keluarga yang dikenai . Pada kelainan

tertentu juga di pengaruhi oleh jenis kelamin

D. Metode studi dalam Sitogenetik

1. Metode Dalam Sitogenetik Klasik

a. Preparasi Metafase dari Kultur Sel

Analisis sitogenetik kebanyakan dilakukan pada kromosom yang pada

metafase mitosis. Sel metafase dapat menunjukkan baik numerik dan kelainan

struktur kromosom. Pada tahap ini siklus sel, kondensasi kromosom DNA

menghasilkan entitas yang mencolok (misalnya, yang pada akhirnya dapat

11
divisualisasikan sebagai pola tertentu dari pita gelap dan terang, karakteristik

untuk masing-masing spesies). Untuk menguji suatu daerah kromosom tertentu

pada resolusi yang lebih tinggi, kromosom kurang kental (misalnya, yang

ditemukan di prometaphase) mungkin berguna.

Yang paling sering digunakan untuk evaluasi sitogenetika adalah

jaringan, terutama karena aksesibilitasnya, yakni limfosit darah perifer, sel

cairan ketuban, vili korionik, kulit fibroblast, sumsum tulang, kelenjar getah

bening (lymph nodes), dan tumor padat. Proses penyusunan kromosom untuk

analisis dikenal sebagai panen (harvest). Kromosom dipanen baik setelah

kultur jaringan atau setelah panen langsung dari sel mitosis, seperti dalam

kasus sumsum tulang, beberapa tumor padat, sitotrofoblas dan darah tali pusat.

Panen sendiri mungkin dilakukan dalam larutan, seperti yang biasa dilakukan

untuk kultur limfosit dan kultur lain dimana sel-sel terpasang dilepaskan dari

wadah kultur jaringan, atau mungkin dilakukan in situ, yaitu, melekat pada

permukaan kultur jaringan. Dalam prosedur in situ sering digunakan kultur

cairan ketuban untuk mengevaluasi koloni sel untuk memungkinkan

memastikan mosaic kromosom.

Dalam semua kasus, sel membagi harus terhenti selama mitosis. Hal

ini karena adanya tambahan colchicines (atau colcemid), yang merusak

gelendong mitosis dan dengan demikian sel terhenti pada metafase. Setelah

inkubasi, panen berlanjut dengan treatment hipotonik dimana sel membengkak.

Beberapa putaran fiksasi (biasanya metanol/ asam glasial asetat rasio 3:1)

menyelesaikan panen. Metafase sekarang akan jatuh ke slide jika telah dipanen

dalam larutan atau menyebar pada coverslip atau slide jika telah dipanen in

12
situ. Persiapan slide atau coverslips etelah panen adalah salah satu langkah

yang paling penting dalam memperoleh bahan berkualitas untuk analisis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan, seperti suhu dan

kelembaban, merupakan variable yang meragukan dalam pembuatan slide.

b. Banding Techniques (Teknik Pita)


Sebelum pengembangan banding techniques, tidak semua kromosom

dapat dibedakan, dan kromosom dikelompokkan menurut ukuran dan posisi

sentromer. Saat ini, beberapa techniques banding yang berbeda digunakan rutin

dalam sitogenetic untuk memungkinkan identifikasi tegas dari setiap

kromosom. Yang paling populer banding techniques adalah GTG-dan reverse-

banding.
Di Amerika Serikat, GTG-banding, juga dikenal sebagai G-banding,

adalah metode yang paling umum digunakan. Metode ini dari banding

menghasilkan pola alternative pita terang dan gelap yang memungkinkan

identifikasi masing-masing pasangan kromosom dari bagian terang mikroskop

(bright-field microscopy). Investigasi kromosom pola pita dengan antibodi

antinukleotida mengindikasikan bahwa G-band terang yang didominasi kaya-

GC dan yang G-band gelap adalah kaya-AT. Baru-baru ini, analisis sekuens

genom manusia menegaskan bahwa besar daerah GC-poor yang sangat

berkorelasi dengan G-bands gelap. G-band terang diyakini mengandung lebih

euchromatin, DNA yang direplikasi di awal S-fase dari siklus sel dan

ditranskripsi. Sebaliknya, G-band gelap diyakini terdiri dari persentase lebih

besar dari heterochromatin, DNA yang lebih kental dan terakhir bereplikasi.

Pengelolaan gen berada di G-band-G terang, dan yang paling spesifik gen

jaringan tampaknya terletak di G-band gelap.

13
Gambar 3. Kromosom 1 ditampilkan setelah berbagai teknik pita: GTG, QFQ, reverse, CBG,
DA / DAPI (distamycin A/ diamidinophenylindole), dan Rx-FISH (lintas-warna pita spesies).
Kode tiga huruf sebutan pita mengacu pada jenis pita, metode yang digunakan, dan stain yang
digunakan (misalnya, GTG = G-banding oleh tripsin dengan Giemsa). (Dari Shaffer LG,
Tommerup N (eds) ISCN 2005:. Sistem Internasional untuk Nomenklatur Sitogenetika
Manusia. Basel, S. Karger, 1995.)

Q-banding, prosedur fluorescent staining, menghasilkan sebuah pola

mirip dengan G-banding. Fluorescent band terang sesuai dengan G-band

gelap, dan Q-band buram sesuai untuk G-band terang. Q-banding adalah salah

satu teknik yang paling umum digunakan, menurut sejarah, untuk

mengidentifikasi kromosom heteromorphisms terkait dengan sentromer

kromosom 3, 4, 13, dan 22; lengan pendek dan satelit kromosom akrosentrik

13 14, 15, 21, dan 22, dan daerah distal kromosom Y.

Reverse banding, juga dikenal sebagai R-banding, menghasilkan

pola pita yang pada dasarnya berlawanan dengan yang terlihat pada G-banding

atau Q-banding. Dengan kata lain, G-band terang akan menjadi R-band gelap,

dan sebaliknya. Terminal berbagai kromosom cenderung pucat oleh G-banding

atau Q-banding, dan delesi kecil atau penyusunan ulang mungkin sulit untuk

dideteksi. Dalam kasus tersebut, persiapan R-banded dapat membuat semacam

terlihat penyimpangan, tetapi metode molekuler telah digantikan penggunaan

R-banding ini dalam analisis telomeric.

c. Special Stains (Pewarnaan Khusus)

14
Teknik pewarnaan khusus telah digunakan untuk membantu dalam

analisis kromosom tertentu atau daerah kromosom tertentu. Sebagai contoh, C-

banding (juga disebut sebagai heterochromatin konstitutif atau pita sentromer)

telah berguna dalam analisis sentromer.Teknik ini melibatkan treatment asam

kromosom metafase, diikuti dengan inkubasi dalam alkali (misalnya, barium

hidroksida) dan kemudian pewarnaan Giemsa. Dasar C-banding adalah

perbedaan jenis kromatin, yang dikenal sebagai heterochromatin konstitutif,

yang hadir di daerah centromeric dari semua kromosom yang normal dan

bagian distal kromosom Y. Heterochromatin konstitutif terdiri dari DNA yang

diyakini tetap kental dan secara genetik tidak aktif. Di sisi lain, fakultatif

heterochromatin (seperti pada kromosom X tidak aktif) adalah khusus tidak

aktif dalam tipe sel tertentu atau perkembangan fase-fase tertentu, namun

masih memiliki potensi untuk decondense dan menjadi genetik aktif.

Kromosom 1, 9, dan 16 cenderung memiliki jumlah yang lebih besar dari

material C-banded dalam pericentromeric, yang dapat bervariasi ukurannya

dari setiap populasi manusia. C-banding juga dapat digunakan untuk

menunjukkan inversi di wilayah pericentromeric kromosom, polimorfisme

umumnya terbatas heterochromatin. Meskipun C-banding digunakan di masa

lalu untuk menjelaskan asal penanda kromosom tak dikenal atau derivate

kromosom, metode molekular menggunakan alat pemeriksa sentromer-spesifik

DNA kurang subjektif dan sekarang merupakan metode yang dipilih.

Pewarnaan khusus lainnya termasuk pewarnaan perak, juga dikenal

sebagai NOR staining, yang mengidentifikasi nucleolar aktif (yaitu, bagian dari

gen RNA ribosomal) pada kromosom akrosentrik, dan pewarnaan distamycin

15
A/ diamidinophenylindole (DA /DAPI), yang bereaksi dengan sentromer dari

kromosom 1, 9, dan 16, sedangkan lengan pendek kromosom 15, dan ujung

distal kromosom Y. Baru-baru ini, pola pita telah diproduksi dengan kombinasi

genetik molekular dan teknik sitogenetik. Kromosom juga dapat dicerna secara

enzimatik dan pewarnaan atau hibridisasi dengan sekuens DNA repetitif

spesifik DNA untuk menghasilkan pola pita G-dan C-band dan R-band, secara

berurutan.

d. High-Resolution Banding

Secara umum, laboratorium klinis melakukan teknik pita pada

kromosom di midmetaphase, dimana pada saat itu 400-550 pita dapat

diselesaikan. Teknik lain yang memperkaya pada tahap awal metafase, atau di

profase, yakni metode high-resolution banding dan berguna dalam analisis

arget dari kromosom tertentu. Metode resolusi tinggi dalam praktek termasuk

sinkronisasi amethopterin dari kultur sel dengan memberikan timidin dan

penambahan actinomycin D (dactinomycin) atau etidium bromid selama akhir

jam kultur, sebelum panen.

e. Idiograms dan Nomenklatur Kromosom

Idiogram adalah sebuah skema kariotip standar yang berasal dari

ukuran pita yang terukur. Idiograms dan nomenklatur kromosom telah

dirancang oleh sebuah komite internasional sejak 1960. Wilayah kromosom

dibagi lagi menjadi band dan, pada resolusi yang lebih tinggi, menjadi sub-

band. Sebagai contoh, 14q24 menunjukkan kromosom 14, lengan panjang,

wilayah 2, band 4. Pada idiogram tersebut, band kromosom diberi nomor

16
secara naik dari sentromer dan menuju telomer masing-masing lengan

kromosom.

Gambar 4. Standar idiogram kromosom manusia 1 pada tahap 400-band.


p lengan pendek; q, lengan panjang.
Sebuah cara yang modern untuk mendeskripsikan kelainan kromosom.

Cara ini ditetapkan di ISCN 2005: Sebuah Sistem Internasional untuk

Nomenklatur Sitogenetik Manusia. Pada dasarnya, jumlah total kromosom

ditentukan pertama, diikuti oleh kromosom seks (misalnya, kariotipe laki-laki

normal yang diberikan sebagai 46, XY).

Metode Sitogenetik Molekular

Metode biologi molekuler telah merevolusi studi sitogenetik dan akan

terus akan memberikan perubahan. Kromosom hibridisasi in situ pertama kali

digunakan untuk menentukan lokasi sekuens DNA tertentu dan

dikerjakan secara rutin di laboratorium klinis sitogenetika. Ini menjadi metode

17
yang sangat berharga uncultural dan untuk mendeteksi pertumbuhan sindrom

mikrodelesi dan mikroduplikasi pada saat sel interfase dan metafase. Metode ini

juga diterapkan secara teratur pada kromosom metafase untuk mengkarakterisasi

penyusunan ulang kromosom halus dan mengidentifikasi penanda kromosom,

yang secara definisidikenal sebagai sitogenetika klasik.

Gambar 5. A, Penyebaran kromosom metaphase menunjukkan mikrodelesi pada satu kromosom


15 sindrom Prader-Willi/ Angelman. B, Sel interfase cairan ketuban dengan trisomi 21, diagnosis
klinis sindrom Down.

Meskipun hibridisasi in situ pertama kali dikembangkan dengan isotop,

laboratorium klinis sekarang menggunakan fluorescent nonisotop. Metode ini

telah dikenal secara luas sebagai FISH (fluoresensi hibridisasi in situ). Berbeda

dengan analisis sitogenetika konvensional, dimana kelainan kromosom secara

global dinilai secara langsung dengan mikroskop. Metode FISH multicolor

(misalnya, spectral karyotyping [SKY], multipleks FISH [M-FISH], dan cross-

species color banding [Rx-FISH]), merupakan genome besar, FISH berbasis

teknologi yang bisa dengan segera menunjukkan penyusunan ulang kromosom

yang kompleks dalam percobaan hibridisasi tunggal. Kromosom CGH secara

klasik adalah variasi metode FISH yang digunakan untuk mengidentifikasi

18
ketidakseimbangan dalam diuji pada resolusi sekitar 5 sampai 10 Mb untuk satu-

copy keberhasilan atau kerusakan. Baru-baru ini aplikasi CGH pada suatu

microarray platform (array CGH) mengandung klon genomik (misalnya, bacterial

artificial chromosomes [BACs]) atau sekuens DNA pendek (oligonukleotida)

memungkinkan identifikasi keberhasilan dan kehilangan pada genomik sebanyak

resolusi 30- sampai 40-kb. Array CGH menjadi teknologi signifikan dalam

peningkatan sitogenetik klinik, dan implementasi dari teknologi ini dalam studi

penyakit manusia membawa wawasan baru ke dalam patogenesis penyakit.

Berbagai jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi kelainan

kromosom pada FISH. Repetitive DNA, seluruh gambaran kromosom, dan

sekuens unik dapat divisualisasikan. Secara umum, sekuens DNA (misalnya,

sekuens alpha-satelit dan beta-satelit) hibridisasi pada sekuens sentromer tertentu

biasanya digunakan dalam penghitungan kromosom, sedangkan penerapan

seluruh gambaran kromosom untuk menunjukkan penyusunan ulang yang samar

dan menguraikan penanda asal kromosom. Sekuens yang unik digunakan untuk

mendeteksi microdeletions, microduplications tertentu, dan penyusunan ulang

kromosom lainnya.

Kromosom-spesifik sentromerik tersedia untuk sebagian kromosom.

Namun, sekuens centromeric pasangan kromosom 13 dan 21 dan pasangan 14

dan 22 adalah serupa, dan centromeric tersedia secara komersial belum

dikembangkan. Dengan demikian, untuk mendeteksi kromosom aneuploidi,

sekuens yang unik digunakan. Kerugian utama dari cara ini relatif terhadap

repetitive centromeric yang intensitas sinyal umumnya lemah dan beberapa

19
penanda kromosom mungkin kehilangan sekuens unik di lokasi distal, membuat

probe ini kurang informatif dalam kasus-kasus klinis tertentu.

Gambar 6. Sebuah contoh dari utilitas hibridisasi Array Genomik Comparatif (CGH) di klinik
diagnostik sitogenetika. A, A GTG-banded kariotipe diperoleh dari cairan ketuban yang diambil
pada usia kehamilan 15 minggu dari seorang wanita 39-tahun dengan kehamilan dicapai
melalui in vitro fertilisasi. Dari 49 sel diperiksa, 13 membawa penanda kromosom asal
tidak diketahui. Analisis GTG-banded kariotipe dari darah tali pusat diambil di
kehamilan 21 minggu menunjukkan hasil yang sama. B, Pengujian Array CGH,
menggunakan oligo-berbasis platform 244K (Agilent, Santa Clara, CA) dengan sekitar
10-kb resolusi efektif, menunjukkan keuntungan yang signifikan dari DNA genom dari
posisi nukleotida perkiraan dari 15,927,891 sampai 24,158,055, di proksimal lengan
pendek kromosom 19. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa kromosom
penanda terdiri dari sekitar 8,2 juta basa DNA dari lengan pendek kromosom 19
proksimal. (Gambar diberikan oleh Chun Hwa Ihm, MD, PhD, dari University Hospital
Eulji [Daejeon, Korea Selatan], dan Ji Hyeon Park, MD, dari Rumah Sakit Umum CHA
[Seoul, Korea Selatan]).

Gambaran kromosom dapat dikembangkan dari DNA dari urutan

kromosom manusia atau DNA amplified dari sel hibrida monochromosomal

somatik manusia. Hibridisasi dengan probe DNA menghasilkan fluorescent

20
staining dari seluruh kromosom (Karenanya, disebut dengan istilah "gambaran

kromosom"). Ini untuk setiap kromosom manusia, dan sangat berguna untuk

menentukan penyusunan ulang interchromosomal (yakni, penyusunan ulang

kromosom yang melibatkan kromosom nonhomolog) yang tidak dapat ditafsirkan

dengan analisis kromosom konvensional banding. Gambaran tidak terlalu berguna

dalam analisis interfase karena sinyal hibridisasi besar dan menyebar,

dibandingkan dikembangkannya pada kromosom tertentu (misalnya, alpha-satelit

centromeric sekuens yang unik.

Jenis ketiga probe FISH hibridasi sekuens DNA locus-sepecific unik.

Probe ini biasanya genom klon dan biasanya bervariasi dalam ukuran dari sekitar

40 kb hingga ratusan kb. Probe ini telah menjadi standar

dalam mengevaluasi spesimen klinis untuk gangguan mikrodelesi (misalnya,

Prader-Willi dan X-linked Kallmann sindrom).

E. Oogenesis dan Spermatogenesis

Meiosis merupakan proses pembelahan sel yang menghasilkan sel haploid

dari prekursor sel diploid, merupakan proses fundamental oogenesis dan

spermatogenesis. Secara keseluruhan peristiwa meiosis sama pada oogenesis dan

spermatogenesis, namun ada beberapa perbedaan utama.


Gametogenesis wanita dan pria, jumlah kromosom berkurang setengah,

dihasilkan gamet haploid dengan 23 kromosom melalui proses dimana precursor sel

germinal diploid mereplikasi DNA dan kemudian menjalani dua pembelahan sel

yang berurutan. Pembelahan sel pertama, meiosis I, disebut pembelahan

pengurangan, karena kromosom menjadi setengah. Pasangan kromosom homolog

21
melalui rekombinasi saling bertukaran material atau melakukan penyilangan.

Rekombinasi sangat meningkatkan keragaman genetik pada gamet dengan

reassorting paternal dan maternal yang mewarisi informasi genetik. Setelah

melakukan rekombinasi, kromosom homolog, kromatid yang sekarang berisi DNA

ayah dan ibu bersegregasi ke kutub yang berlawanan dan membentuk dua sel dengan

23 kromosom. Pada point ini, masing-masing kromosom terdiri dari dua sister

kromatid yang tetap bersama-sama sampai meiosis II, dimana nantinya melakukan

pemisahan secara analog dengan pembelahan mitosis. Meiosis spermatogenesis dan

oogenesis menghasilkan sel germinal haploid dengan 23 kromosom masing-masing

terdiri dari satu kromatid.


Meskipun meiosis menghasilkan sel germinal haploid pada gametogenesis

wanita dan laki-laki, ada beberapa perbedaan kritis dari dua proses tersebut. Salah

satu perbedaan penting adalah waktu peristiwa gametogenesis. Dalam

spermatogenesis, produksi sperma haploid matang dari diploid spermatogonium

tidak dimulai saat pubertas, namun sepanjang hidup. Produksi sperma haploid dari

diploid spermatogonia membutuhkan waktu sekitar 64 hari dan melibatkan

serangkaian pembelahan mitosis dan meiosis secara terus menerus. Dalam oogenesis,

pembelahsan mitosis yang mendahului meiosis selesai selama perkembangan janin

dan tidak berlanjut sepanjang hidup, seperti dalam spermatogenesis. Meiosis pada

wanita terjadi selama perkembangan janin, tetapi terhenti sebelum kelahiran, pada

akhir profase I. Meiosis tidak berlanjut sampai ovulasi, dimana satu oosit melengkapi

meiosis I dan hasil untuk meiosis II. Meiosis II selesai hanya jika terjadi pembuahan.
Perbedaan waktu pembelahan mitosis dan meiosis diyakini memainkan

peran penting oosit dan spermatosit dalam kerentanan mutasi dan kesalahan

reproduksi. Spermatogenesis, yang melibatkan terus-menerus pembelahan sel yang

22
karena terjadi replikasi DNA, lebih rentan terhadap kerusakan DNA dan kesalahan

replikasi. Dengan demikian, point mutasi de novo pada umumnya dari ayah dan ibu.

Sebaliknya, meiosis yang terhenti pada oogenesis dipercaya berkontribusi pada

nondisjunction dan kromosom ekstra dalam trisomi biasanya berasal dari ibu.
Saat dimana sitoplasma terbagi selama meiosis juga berbeda dalam

gametogenesis perempuan dan laki-laki. Dalam spermatogenesis, spermatosit primer

membagi sama sitoplasma untuk menghasilkan empat sperma fungsional yang sama.

Sebaliknya, oosit primer membagi sitoplasma yang tidak merata pada meiosis

pertama, menghasilkan satu badan polar dan satu oosit sekunder yang

mempertahankan sebagian besar sitoplasma. Jika oosit sekunder dibuahi, ia akan

menyelesaikan meiosis II, menghasilkan badan polar kedua dan fertilisasi ovum itu

lagi mempertahankan sebagian besar sitoplasma. Pembelahan yang tidak sama pada

isi sitoplasma ini tidak penting karena ovum memberikan kontribusi sebagian besar

sitoplasma tak berinti untuk fertilisasi. Dengan demikian, mitokondria dan komponen

sitoplasmik lainnya pada dasarnya eksklusif berasal dari ibu.

Gambar 7. Perbandingan nondisjunction dalam meiosis I dan meiosis II. Dengan kesalahan dalam
meiosis I, keempat gamet (a, b, c, dan d) aneuploid. Dua gamet (a dan b) nullisomic, berpotensi
menghasilkan konsepsi monosomi. Dua gamet (c dan d) disomic, berpotensi menghasilkan konsepsi
trisomic. Dua kromosom homolog dalam gamet disomic (c dan d) heterodisomic. Dengan kesalahan

23
dalam meiosis II, hanya dua gamet (e dan f) aneuploid. Satu gamet (e) adalah nullisomic, dan gamet
aneuploid lainnya (f) adalah disomic. Dua kromosom homolog dalam gamet nonreduced (f)
isodisomic.

Perbedaan penting ketiga antara oogenesis dan spermatogenesis adalah

konfigurasi sinapsis kromosom seksselama meiosis. Dalam meiosis perempuan, dua

pasangan kromosom X bergabung kembali seluruhnya dari kromosom. Dalam

meiosis pria, dengan perbandingan, morfologis berbeda pasangan kromosom X dan

Y bergabung kembali hanya dalam dua wilayah. Wilayah yang pertama diidentifikasi

terletak di lengan pendek distal kromosom X dan Y dan dikenal sebagai

pseudoautosomal region 1 (PAR1). DNA di wilayah ini dapat ditransfer dari satu

kromosom seks ke yang lain, dan tidak ada setidaknya 24 gen yang digambarkan

tampaknya spesifik diferensiasi seksual pria atau wanita. Ini mungkin penting untuk

memulai pasangan kromosom dan membentuk synaptonemal kompleks dalam

meiosis pria, dan tampaknya bahwa satu peristiwa rekombinasi diperlukan untuk

disjungsi dari XY bivalent. Kromosom X dan kromosom Y kadang-kadang juga

berpasangan dan bergabung kembali pada wilayah kedua pada lengan panjang setiap

kromosom mengandung setidaknya lima gen, yang disebut pseudoautosomal region

2 (PAR2).

F. Penyusunan Struktural Kromosom

1. Translokasi

Translokasi (pertukaran kromatin antara dua atau lebih kromosom)

diklasifikasikan: reciprocal dan robertsonian. Reciprocal translokasi, seperti

namanya, melibatkan pertukaran reciprocal dari segmen satu kromosom dengan

segmen kromosom lain. Robertsonian translokasi, penyusunan kromosom yang

24
paling umum pada manusia, pada dasarnya melibatkan pertukaran seluruh lengan

kromosom akrosentrik.
Lebih khusus lagi, kebanyakan translokasi robertsonian melibatkan dua

kromosom nonhomolog dan tampaknya menghasilkan dari rekombinasi antara

sekuens DNA homolog yang ada pada lengan pendek kromosom akrosentrik.

Penyusunan yang dihasilkan adalah kromosom disentrik yang berisi dari dua

lengan panjang dari kromosom akrosentrik, dengan hilangnya sebagian besar

material lengan pendek. Satu dari dua sentromer tidak aktif, robertsonian

memungkinkan perpaduan untuk variasi siklus sel. Translokasi homolog

robertsonian jauh lebih umum daripada translokasi robertsonian nonhomolog,

faktanya, biasanya isokromosom, sitogenetik dibedakan dari translokasi homolog.

Carrier translokasi robertsonian baik homolog maupun nonhomolog memiliki

kariotip simbang yang mengandung 45 kromosom.

2. Inversi

Inversi seimbang, mirip dengan translokasi seimbang, paling sering tidak

memiliki efek fenotip. Namun, berhubungan dengan peningkatan risiko gamet

abnormal pada carrier. Dua jenis inversi: inversi paracentric, di mana segmen

terbalik tidak termasuk sentromer dan pericentric inversi, di mana segmen

terbalik meliputi sentromer. Kedua jenis inversi membawa perbedaan risiko untuk

keturunan kromosom tidak seimbang. Dalam kedua jenis inversi, risiko

ketidakseimbangan kromosom adalah hasil dari rekombinasi meiosis dalam

segmen terbalik. Untuk inversi paracentric, struktural penyusunan yang dihasilkan

dari rekombinasi akan menjadi fragmen kromosom disentrik dan kromosom

25
acentric. Dengan pengecualian yang jarang, rekombinan kromosom ini tidak stabil

dan tidak akan menyebabkan keturunan layak.


Inversi Pericentric lebih bermasalah. Rekombinasi dapat menghasilkan

monocentric kromosom dengan materi duplikasi dan delesi. Rekombinan

kromosom ini stabil dan dapat ditemukan pada keturunan yang tidak baik. Untuk

dua alasan, pembawa inversi pericentric besar berada pada risiko tinggi untuk

memiliki keturunan tidak baik daripada pembawa inversi pericentric kecil.

Pertama, segmen kromosom inversi besar lebih mungkin daripada segmen inverse

kecil untuk terlibat dalam suatu rekombinasi. Kedua, duplikasi dan delesi yang

dihasilkan akan lebih kecil jika segmen inversi lebih besar, dan dengan demikian,

keturunan lebih mungkin untuk menjadi layak.

3. Insersi

Insersi seimbang, jenis lain dari penyusunan, jarang memiliki efek

fenotip pada carrier, namun meramalkan suatu peningkatan risiko gamet

abnormal. Jika dua kromosom terlibat dalam insersi tidak memisahkan diri

bersama-sama dalam meiosis, gamet dengan duplikasi atau delesi dari segmen

insersi akan dihasilkan. Rekombinasi meiosis juga dapat menghasilkan kromosom

rekombinan dengan persilangan antara wilayah tertentu dari penyusunan

kromosom dengan homolog normal. Risiko kelahiran tidak seimbang tergantung

pada duplikasi atau delesi.

26
Gambar 8. Segregasi meiosis dengan translokasi reciprocal. Dari enam gamet mungkin setelah
2:2 segregasi, dua akan seimbang (a dan b) dan empat akan tidak seimbang (c, d, e, dan f).
Setelah pembuahan dengan haploid gamet normal, gamet akan menghasilkan konsepsus
kromosom normal dan gamet b akan menghasilkan carrier seimbang dari translokasi.

Gambar 9. Segresi meiosis dalam robertsonian carrier t(14; 21) (q10, q10). Dari enam gamet
mungkin setelah 2:1 segregasi, dua (a dan b) akan seimbang dan empat (c, d, e, dan f) tidak akan
seimbang. Dari gamet seimbang, hanya satu (c) memiliki potensi untuk menghasilkan keturunan
lahir hidup.

27
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Sitogenetik adalah bidang biologi yang berhubungan dengan studi kromosom.

Sitogenetik klasik menyediakan gambaran baik dari genom dan kemampuan untuk

mengidentifikasi pengubahan posisi kromosom dan kelainan numerik. Sitogenetik

molekuler memungkinkan pemeriksaan yang lebih baik dari spesifik genom dan telah

menjadi alat yang ampuh dalam mapping gen.


Kromosom manusia merupakan struktur kompleks yang terdiri asam

deoksiribonukleat (DNA), asam ribonukleat (RNA), dan protein. Setiap kromosom

manusia normal memiliki satu sentromer, lokasi dimana pembentukan kinetokor, yang

memungkinkan gelendong (spindle) bermitosis dan segregasi kromosom selama

pembelahan sel. Sentromer juga membagi kromosom menjadi dua lengan yang

diidentifikasi sebagai p (petit) untuk lengan pendek dan q untuk lengan panjang. Pada

kromosom manusia, posisi dari sentromer dapat di pusat (metasentrik), distal

(akrosentrik) atau diantaranya (submetasentrik), untuk mengidentifikasi kromosom

tertentu. Pada manusia, perempuan adalah homogamet seks, dengan kariotipe wanita

normal 46, XX. Laki-laki adalah seks heterogamet, dengan kariotip laki-laki normal 46,

XY.
Metode yang digunakan dalam sitogenetk klasik adalah :
a) Preparasi metafase dari kultur sel
b) Banding techniques
c) Special Stains (pewarnaan khusus)
d) High-Resolution Banding
e) Nomenklatur Idiogram dan Kromosom
Penyusunan structural kromosom ada 3 cara yaitu :
a) Translokasi
b) Inversi

28
c) Insersi

29
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri William. Edisi 21. EGC, Jakarta.

Heffner, LJ dan Schust, DJ. 2010. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi 2. Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Speroff, L, Robert H. Glass, Nathan G. Kase. 1999. Clinical Gynecologic


Endocrinology and Infertility 6th ed: Lippincott Williams & Wilkins

30

Anda mungkin juga menyukai