Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)

1. Pengertian IDO

Infeksi yang terjadi pada luka yang ditimbulkan oleh prosedur

operasi invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi

atau Surgical Site Infection (SSI). Infeksi daerah operasi (IDO) masih

menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas yang berarti pada pasien

di rumah sakit. Penelitian di Amerika oleh Klevens et al .(2007)

menunjukkan bahwa IDO menyumbang 20% dari seluruh infeksi

nosokomial pada pasien dewasa dan anak-anak di luar unit perawatan

intensif. Pada penelitian tersebut juga didapatkan jumlah kematian

karena infeksi nosokomial sebesar 98,987 di tahun 2002 dan 8,205

diantaranya disebabkan oleh IDO.

Identifikasi IDO ditegakkan berdasarkan interpretasi klinis dan

penemuan laboratorium dan sangat penting untuk program surveillance

menggunakan definisi yang konsisten dan terstandar agar data yang

dilaporkan akurat dan dapat diinterpretasi. Centers for Disease Control

and Prevention’s (CDC) National Nosocomial Infections Surveillance

(NNIS) sistem telah mendefinisikan IDO. Berdasarkan kriteria tersebut

IDO diklasifikasikan menjadi infeksi daerah operasi superfisial, dalam

(deep), dan organ. Infeksi daerah operasi superfisial yaitu infeksi yang

8
9

terjadi dalam 30 hari setelah prosedur operasi yang hanya melibatkan

kulit atau jaringan subkutan dari insisi. Infeksi daerah operasi dalam

yaitu infeksi yang muncul dalam 30 hari setela operasi atau dalam satu

tahun jika terdapat implan dan infeksi berkaitan dengan operasi dan

infeksi melibatkan jaringan lunak dalam (fascia, otot). Sedangkan IDO

organ atau spasium yaitu infeksi berkaitan dengan operasi dan

melibatkan bagian tubuh apapun kecuali insisi kulit, fascia atau lapisan

otot.

Kontaminasi bakteri merupakan pemicu terjadinya infeksi daerah

operasi. Bakteri memasuki tubuh melalui luka sayatan pada daerah

operasi. Pertumbuhan bakteri pada luka operasi tergantung pada

mekanisme pertahanan tuan rumah dan kemampuan bakteri untuk

melawan sistem pertahanan tubuh atau yang disebutvirulensi bakteri.

Risiko terjadinya IDO dapat dikonsepkan dalam hubungan sebagai

berikut.

Jumlah kontaminasi bakteri x virulensi = infeksi daerah operasi


Sistem pertahanan tubuh pasien

Secara kuantitatif jika jumlah bakteri yang mengkontaminasi lebih

dari 105 mikroorganisme maka risiko terjadinya IDO akan meningkat

secara nyata. Virulensi dari bakteri yang muncul dalam 30 hari setela

operasi atau dalam satu tahun jika terdapat implan dan infeksi

berkaitan dengan operasi dan infeksi melibatkan jaringan lunak dalam

(fascia, otot). Sedangkan IDO organ atau spasium yaitu infeksi


10

berkaitan dengan operasi dan melibatkan bagian tubuh apapun kecuali

insisi kulit, fascia atau lapisan ototberperan dalam menginvasi atau

merusak jaringan. Pada sebagian besar infeksi daerah operasi bakteri

patogen berasal dari endogen yaitu flora kulit, membran mukosa dan

traktus gastrointestinal atau berasal dari fokus infeksi yang telah ada.

Sebagai tambahan, infeksi dapat bersumber dari eksogen yaitu petugas

operasi termasuk dokter bedah dan tim operasi melalui pakaian yang

terkontaminasi dan kebersihan tangan yang kurang, lingkungan fisik

ruang operasi dan peralatan,perlengkapan serta material yang terdapat

di ruang operasi.

2. Faktor risiko IDO

Berkembangnya infeksi tergantung dari beberapa faktor

diantaranya adalah jumlah bakteri, mekanisme pertahanan tubuh

pasien, virulensi bakteri dan faktor eksternal lainnya. Selain itu

terdapat banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya

infeksi daerah operasi. Diantaranya adalah faktor pasien, faktor operasi

dan faktor mikrobiologi. Faktor yang berhubungan dengan pasien

diantaranya adalah infeksi yang telah ada, usia tua, obesitas, merokok,

diabetes mellitus, malnutrisi, kolonisasi bakteri pada kulit, transfusi

darah sebelum operasi. Faktor yang berhubungan dengan operasi

termasuk didalamnya adalah lama prosedur operasi, preparasi kulit


11

preoperasi yang tidak adekuat, antimikroba profilaksis, pencukuran

sebelum operasi, ventilasi ruang preoperasi, sterilisasi instrumen,

ventilasi ruang operasi (Permenkes,2017)

Salah satu faktor risiko terjadinya IDO post operatif yaitu adanya

kolonisasi S. aureus praoperatif. Risiko relatif terjadinya IDO 2-9 kali

lebih besar pada karier S. aureus dibanding non karier. Penelitian oleh

Kalmeijer et al. pada operasi ortopedi menunjukkan 18 pasien (6,6%)

mengalami IDO, diantaranya disebabkan oleh S. aureus. Enam

diantara 9 pasien terdapat kolonisasi S. aureus praoperatif. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi lebih besar pada karier S.

aureus.

3. Patogen potensial penyebab IDO

Penelitian oleh Munez et al. (2011) di Spanyol menunjukkan

bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan IDO pada operasi

traktus gastrointestinal yaitu E.coli (28%), Enterococcus sp. (15%),

Streptococcus sp. (8%), Pseudomonas aeruginosa (7%), dan

Staphylococcus. aureus (5%). Namun, pada prosedur pembedahan

traktus gastrointestinal bagian atas, Staphylococcus sp. mempunyai

proporsi yang lebih besar sebagai penyebab IDO dibandingkan dengan

E. coli. Menurut data yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Dokter Kariadi Semarang selama 2012 didapatkan bakteri


12

yang paling sering menyebabkan IDO yaitu S. aureus, Enterobacter sp,

E. coli, Pseudomonas sp dan Klebsiella sp.

4. Kriteria Infeksi Daerah Operasi

1. Infeksi Daerah Operasi Superfisial, Infeksi daerah operasi

superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut

ini:

a. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30

hari pasca bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan

atau jaringan lain diatas fascia.

b. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:

1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang

diatas fascia, Biakan positif dari cairan yang keluar

dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik,

2) Terdapat tanda–tanda peradangan (paling sedikit

terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut: nyeri,

bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal), kecuali

jika hasil biakan negatif.

3) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.


13

2. Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional, Infeksi

daerah operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu

kriteria berikut ini:

a. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu

30 hari pasca bedah atau sampai satu tahun pasca

bedah (bila ada implant berupa non human derived

implant yang dipasang permanan) dan

meliputijaringan lunak yang dalam (misal lapisan

fascia dan otot) dari insisi.

b. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:

a) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi

bukan berasal dari komponen organ/rongga

dari daerah pembedahan.

b) Insisi dalam secara spontan mengalami

dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh

ahli bedah bila pasien mempunyai paling

sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-

gejala berikut: demam (> 38ºC) atau nyeri

lokal, terkecuali biakan insisi negatif.

c) Ditemukan abses atau bukti lain adanya

infeksi yang mengenai insisi dalam pada

pemeriksaan langsung, waktu pembedahan


14

ulang, atau dengan pemeriksaan

histopatologis atau radiologis.

d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi

infeksi.

3. Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga, Infeksi daerah operasi

organ/rongga memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur

pembedahan, bila tidak dipasang implantatau dalam

waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi

tampaknya ada hubungannya dengan prosedur

pembedahan.

b. Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali

insisi kulit, fascia atau lapisan lapisan otot yang dibuka

atau dimanipulasi selama prosedur pembedahan.

Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut:

a. Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui

luka tusuk ke dalam organ/rongga.

b. Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara

aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ

atau rongga:
15

1) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang

mengenai organ/rongga yang ditemukan

pada pemeriksaan langsung waktu

pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan

histopatologis atau radiologis.

2) Dokter menyatakan sebagai IDO

organ/rongga.

B. BUNDLES HAIs

Pemakaian peralatan perawatan pasien dan tindakan operasi terkait

pelayanan kesehatan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan.

Pemakaian dan tindakan ini akan membuka jalan masuk kuman yang dapat

menimbulkan risiko infeksi tinggi. Untuk itu diperlukan PPI terkait dengan

pelayanan kesehatan tersebut melalui penerapan langkah-langkah yang

harus dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs. Berikut

dibahas bundles terhadap 4 (empat) risiko infeksi yang dapat

menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas dan beban pembiayaan

yaitu: Ventilator Associated Pneumonia (VAP), Infeksi Aliran Darah (Iad),

Infeksi Saluran Kemih (Isk) dan Infeksi daerah Operasi (IDO).


16

C. BUNDLE INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO).

Pengendalian Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical

Site Infections (SSI) adalah suatu cara yang dilakukan untuk mencegah

dan mengendalikan kejadian infeksi setelah tindakan operasi,

misalnyaoperasi mata.

Risiko Infeksi daerah Operasi = ( Jumlah bakteri yang

masuk X virelensi ) / resistensi pasien.

Paling banyak infeksi daerah operasi bersumber dari patogen

flora endogenous kulit pasien, membrane mukosa. Bila membrane

mukosa atau kulit di insisi, jaringan tereksposur risiko dengan

flora endogenous. Selain itu terdapat sumber exogenous dari

infeksi daerah operasi. Sumber exogenous tersebut adalah:

1. Tim bedah,

2. Lingkungan ruang operasi,

3. Peralatan, instrumen dan alat kesehatan,

4. Kolonisasi mikroorganisme,

5. Daya tahan tubuh lemah,

6. Lama rawat inap pra bedah.

Pencegahan infeksi daerah operasi terdiri dari pencegahan

infeksi sebelum operasi (pra bedah), pencegahan infeksi selama

operasi dan pencegahan infeksi setelah operasi.


17

a. Pencegahan Infeksi Sebelum Operasi (Pra Bedah), Persiapan

pasien sebelum operasi :

1) Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih

dahulu infeksi nya sebelum hari operasi elektif, dan jika

perlu tunda hari operasi sampai infeksi tersebut sembuh.

2) Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada

sekitar daerah operasi dan atau akan menggangu jalannya

operasi.

3) Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah

beberapa saat sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan

pencukur listrik (Bila tidak ada pencukur listrik gunakan

silet baru).

4) Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan

hindari kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum

operasi.

5) Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari

sebelum hari elektif operasi.

6) Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari sebelum

hari operasi.

7) Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya

untuk menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan

persiapan kulit dengan anti septik.

8) Gunakan antiseptik kulit yang sesuai untuk persiapan kulit.


18

9) Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar

mulai dari bagian tengah menuju ke arah luar. Daerah yang

dipersiapkan haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi,

jika diperlukan membuat insisi baru atau memasang drain

bila diperlukan.

10) Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat

mungkin dan cukup waktu untuk persiapan operasi yang

memadai.

11) Belum ada rekomendasi mengenai penghentian atau

pengurangan steroid sistemik sebelum operasi.

12) Belum ada rekomendasi mengenai makanan tambahan

yang berhubungan dengan pencegahan infeksi untuk pra

bedah.

13) Belum ada rekomendasi untuk memberikan mupirocin

melalui lubang hidung untuk mencegah IDO.

14) Belum ada rekomendasi untuk mengusahakan

oksigenisasi pada luka untuk mencegah IDO.

b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah

Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu.

1) Lakukan kebersihan tangan bedah (surgical scrub)

dengan antiseptik yang sesuai. Cuci tangan dan lengan

sampai ke siku.
19

2) Setelah cuci tangan, lengan harus tetap mengarah ke atas

dan di jauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung

jari ke siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan

kemudian pakailah gaun dan sarung tangan.

3) Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum

cuci tangan bedah yang pertama.

4) Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan.

5) Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian cat kuku,

namun sebaiknya tidak memakai.

c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi

Didiklah dan biasakan anggota tim bedah agar melapor jika

mempunyai tanda dan gejala penyakit infeksi dan segera

melapor kepada petugas pelayan kesehatan karyawan.

1) Susun satu kebijakan mengenai perawatan pasien bila

karyawan mengidap infeksi yang kemungkinan dapat

menular. Kebijakan ini mencakup:

2) Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa

pelayanan medis karyawan dan melaporkan penyakitnya.

3) Pelarangan bekerja.

4) Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya.

5) Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelarangan

bekerja.
20

6) Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja

untuk anggota tim bedah yang memiliki luka pada kulit,

hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang memadai.

7) Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi

mikroorganisme seperti AureusBagi anggota tim bedah

yang terkolonisasi mikroorganisme seperti S.

Aureus atau Streptococcus grup A tidak perlu dilarang

bekerja, kecuali bila ada hubungan epidemiologis dengan

penyebaran mikroorganisme tersebut di rumah sakit.

d. Pencegahan Infeksi Selama Operasi

1) Ventilasi

a) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah

dibandingkan dengan koridor dan ruangan di sekitarnya.

b) Pertahankan minimun 15 kali pergantian udara per jam,

dengan minimun 3 di antaranya adalah udara segar.

c) Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun

udara hasil resirkulasi.

d) Semua udara masuk harus melalui langit-langit dan

keluar melalui dekat lantai.

e) Jangan menggunakan fogging dan sinar ultraviolet di

kamar bedah untuk mencegah infeksi IDO.


21

f) Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila

dibutuhkan untuk lewatnya peralatan, petugas dan

pasien.

g) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah.

2) Membersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan.

a) Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh

lainnya pada permukaan benda atau peralatan, gunakan

disinfektan untuk membersihkannya sebelum operasi

dimulai.

b) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau

penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.

c) Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar

bedah ataupun daerah sekitarnya.

d) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan disinfeksi

permukaan lingkungan atau peralatan dalam kamar

bedah setelah selesai operasi terakhir setiap harinya

dengan disinfektan.

e) Tidak ada rekomendasi mengenai disinfeksi permukaan

lingkungan atau peralatan dalam kamar bedah di antara

dua operasi bila tidak tampak adanya kotoran.

3) Sterilisasi instrumen kamar bedah


22

a) Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk.

b) Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang

harus segera digunakan seperti instrumen yang jatuh

tidak sengaja saat operasi berlangsung. Jangan

melaksanakan sterilisasi kilat dengan alasan

kepraktisan, untuk menghemat pembelian instrumen

baru atau untuk menghemat waktu.

4) Pakaian bedah dan drape.

a) Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara

menyeluruh bila memasuki kamar bedah saat operasi

akan di mulai atau sedang berjalan, atau instrumen steril

sedang dalam keadaan terbuka. Pakai masker bedah

selama operasi berlangsung.

b) Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala dan

wajah secara menyeluruh bila memasuki kamar bedah

(semua rambut yang ada di kepala dan wajah harus

tertutup).

c) Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk

mencegah IDO.

d) Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tangan bedah,

pakailah sarung tangan steril. Sarung tangan dipakai

setelah memakai gaun steril.


23

e) Gunakan gaun dan drape yang kedap air.

f) Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi

percikan cairan tubuh pasien.

g) Sebaiknya gunakan gaun yang dispossable.

5) Teknik aseptik dan bedah.

a) Lakukan tehnik aseptik saat memasukkan peralatan

intravaskuler (CVP), kateter anastesi spinal atau

epidural, atau bila menuang atau menyiapkan obat-

obatan intravena.

b) Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum

penggunaan.

c) Perlakukan jaringan dengan lembut, lakukan hemostatis

yang efektif, minimalkan jaringan mati atau ruang

kosong (deadspace) pada lokasi operasi.

d) Biarkan luka operasi terbuka atau tertutup dengan tidak

rapat, bila ahli bedah menganggap luka operasi tersebut

sangat kotor atau terkontaminasi.

e) Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap

tertutup. Letakkan drain pada insisi yang terpisah dari

insisi bedah. Lepas drain sesegera mungkin bila drain

sudah tidak dibutuhkan lagi.


24

e. Pencegahan Infeksi Setelah Operasi, Perawatan luka setelah

operasi:

1) Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril

selama 24 sampai 48 jam paska bedah.

2) Lakukan Kebersihan tangan sesuai ketentuan: sebelum dan

sesudah mengganti perban atau bersentuhan dengan luka

operasi.

3) Bila perban harus diganti gunakan tehnik aseptik.

4) Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai

perawatan luka operasi yang benar.

Selain pencegahan infeksi daerah operasi diatas, pencegahan

infeksi dapat di lakukan dengan penerapan bundles IDO yaitu :.

1. Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya

operasi dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan

operasi.

2. Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan

operasi dan sesuai dengan empirik.

3. Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal.

4. Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal.


25

D. PENGETAHUAN (Knowledge)

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi

melalui pancaindra manusia. Sebagian besar diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara

langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan

bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada,

sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai

pertanyaan yang muncul dalam hidup (Suriasumatri, 2009).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman

langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2012).

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat


26

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo,

2012).

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

dengan benar tentang objek yang diketahui dan

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo,

2012).

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2012).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam satu struktur organisasi yang ada kaitannya satu sama

lain (Notoatmodjo, 2012).

e. Sintesis (synthesis)
27

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2012).

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).


28

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ialah umur,

pendidikan, paparan media massa, social ekonomi (pendapat), hubungan sosial,

pengalaman. Untuk pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat

disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan yang ada (Soekidjo

Natoatmodjo, 2007: 35).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah, sebagai berikut:

a. Faktor internal

1) Usia

Semakin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnuya bertambah baik. Akan tetapi, pada usia tertentu bertambahnya

proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur

belasan tahun.

2) Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa lalu.


29

3) Intelegensia

Intelegensia diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.

Intelegensia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari

proses belajar. Intelegensia bagi seseorang merupakan salah satu modal

untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah, sehingga ia

mampu menguasai lingkungan.

4) Jenis Kelamin

Beberapa orang beranggapan bahwa pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh jenis kelaminnya. Dan hal ini sudah tertanam sejak

zaman penjajahan. Namun, hal itu di zaman sekarang ini sudah terbantah

karena apapun jenis kelamin seseorang, bila dia masih produktif,

berpendidikan, atau berpengalaman maka iia akan cenderung mempunyai

tingkat pengetahuan yang tinggi.

b. Faktor eksternal

a) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan tertentu, sehingga sasaran pendidikan itu dapat

berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,

pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik

pula pengetahuannya.
30

b) Pekerjaan

Memang secara tidak langsung pekerjaan turut andil dalam

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan

pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan

kebudayaan, sedangkan interaksi sosial dan budaya berhubungan erat

dengan proses pertukaran informasi. Dan hal ini tentunya akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang

c) Sosial budaya dan ekonomi

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan

orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar

dan memperoleh suatu pengetahuan. Status ekonomi seseorang juga akan

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

d) Lingkungan

Merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di

mana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal

yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya.

e) Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan

seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi


31

jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media, missal TV,

radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan

seseorang.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

(1) Pengetahuan baik : hasil presentase 76% - 100%

(2) Pengetahuan cukup : Hasil presentasi 56% - 75%

(3) Pengetahuan kurang : hasil presentasi <56%

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Penerapan Bundle IDO

Tenaga kesehatan khususnya perawat tentunya akan semakin menambah risiko

penularan infeksi nosokomial suatu penyakit jika kepatuhan penggunaan bundle IDO

diabaikan. Hal ini dapat disebabkan karena setiap hari tenaga kesehatan selalu mengalami

kontak langsung dengan pasien dengan 3 berbagai macam jenis penyakit. Faktor yang

mempengaruhi kepatuhan salah satunya adalah pengetahuan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang baik

selanjutnya akan mewujudkan perilaku kepatuhan penerapan bundle IDO dengan baik.

Setelah seseorang memiliki pengetahuan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat

terhadap apa yang diketahuinya dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan

seseorang tersebut akan melaksanakan dan mempraktikkan sesuatu yang disebut dengan

perilaku
32

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Aisyah Zuhrotul (2012) tentang Surveilans

Infeksi Daerah Operasi (IDO) Menurut Komponen Surveilans di Rumah Sakit X

Surabaya. Penelitian tentang surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) ini bertujuan untuk

melihat gambaran pelaksanaan surveilans di salah satu rumah sakit di Surabaya kemudian

membandingkannya dengan pedoman surveilans infeksi rumah sakit yang diterbitkan

oleh Kemenkes RI (2010). Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan

mempelajari dokumendokumen, wawancara dan observasi di lapangan tempat penelitian.

Hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan Pedoman Surveilans Infeksi Rumah

Sakit yang diterbitkan oleh Kemenkes RI Tahun 2010 untuk mengevaluasi pelaksanaan

surveilans IDO tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen

surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) di Rumah Sakit X Surabaya tahun 2012 berjalan

dengan baik sesuai dengan pedoman surveilans yang ada.

Penelitian Elsye M Rosa (2012) Surveilans HAIs Kejadian ISK, Infeksi Daerah

Operasi (IDO dan Phlebitis di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kuantitif dengan menggunakan rancangan pendekatan

Surveilence. Populasi seluruh pasien yang beresiko terjadinya HAIs di RSUD

Panembahan Senopati Bantul. Sampel penelitian adalah pasien yang terpasang catheter

pasien yang telah dioperasi pasien yang telah terpasang infuse dipergunakan sebagai

subjek penelitian melalui accidental sampling Hasil penelitian : Kejadian Infeksi Saluran

Kemih di RS. Panembahan Senopati Bantul adalah 114,75‰ dan Pola kuman penyebab

infeksi saluran kemih adalah Kuman Escherichia Coli. Kejadian Infeksi Daerah Operasi,

Infeksi daerah operasi. 87% infeksi superficial dan 13% deep incision dan 40% kuman

penyebab infeksi daerah operasi disebabkan oleh staphylococcus aureus . Angka kejadian
33

phlebitis di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada bulan Mei sampai Juni sebesar

178,21‰ Jenis mikroorganisme yang ditemukan pada penderita phlebitis yaitu bakteri

E.colly, staphylococcus, dan Basillus.

F. KERANGKA TEORI

Pengetahuan perawat Bundles IDO Infeksi Luka Operasi

Faktor yang 1. Ventilator Associated Faktor Resiko IDO


mempengaruhi Pneumonia (VAP) 1. Faktor pasien
1. Faktor Internal 2. Infeksi Aliran Darah (Iad). 2. Faktor operasi
Usia 3. Infeksi Saluran Kemih (Isk). 3. Faktor Mikrobiologi
Pengalaman 4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
Intelegensia
Jenis kelamin
2. Faktor Eksternal
Pendidikan
Pekerjaan
Social budaya
Ekonomi
Lingkungan
informasi

Sumber: (Soekidjo Natoatmodjo, 2007: 35), KemenkesRI, No.27 (2017)

Gambar 2.1
Kerangka teori hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap
penerapan bundle IDO

Anda mungkin juga menyukai