Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan
suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer,tindakan
(operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suara aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadan otot polos usus, hormon-
hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Ileus palitik hampir di jumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-27 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung
pada lamanya operasi/narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak
dengan udara luar. Pencemaran peritonium dengan asam lambung, isi kolon, enzim
pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti
hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan
ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia
paru bagian bawah, empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan
elektrolit terutama hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.
Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanin dan non
mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang. Ileus akibat meconium tercatat 9-33%
dari obstruksi ileus pada kelahiran baru.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari ileus?


2. Apa yang dimaksud jenis-jenis ileus ?
3. Apa saja klasifikasi dari ileus ?
4. Apa saja faktor resiko dari ileus ?
5. Apa saja etiologi dari ileus ?
6. Apa saja patofisiologis dari ileus ?
7. Apa saja diagnosa dari ileus ?
8. Apa saja pemeriksaan fisik ?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang ileus ?
10. Apa saja penatalaksanaan ileus ?
11. Apa saja asuhan keperawatan ileus ?

1
1.2 Tujuan Penulisan

1. Mampu mengetahui definisi ileus ?


2. Mampu mengetahui jenis-jenis ileus ?
3. Mampu mengetahui klasifikasi dari ileus ?
4. Mampu mengetahui faktor resiko dari ileus ?
5. Mampu mengetahui etiologi dari ileus ?
6. Mampu mengetahui patofisiologis dari ileus ?
7. Mampu mengetahui diagnosa dari ileus ?
8. Mampu mengetahui pemeriksaan fisik ?
9. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang ileus ?
10. Mampu mengetahui penatalaksanaan ileus ?
11. Mampu mengetahui asuhan keperawatan ileus ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
pada traktus intestinal (Sylvia A. Price,2007). Ileus obstruksi terjadi ketika ada
gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan
peristaltiknya normal (Reeves,2001). Ileus obstruksi merupakan suatu blok saluran
usus yang menghambat pasase cairan, flatus makanan baik secara mekanis atau
fungsional(tucker,1998).

Ileus abstruksi dibagi menjadi 2 jenis yaitu Ileus obstruksi paralitik dan
obstruksi mekanik.

2.2 Jenis-jenis
Terdapat dua jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus di hambat sebagai akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakn usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah
tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkap
tertutup tidak dapat di dekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulase ini mengganggu suplai darah,
kematian jaringan dan menyebabkan gangguan dinding usus.

2.3 Klasifikasi
Obstruksi usus halus dapat di klasifikasikan berdasarkan total dan parsial.
Menurut klinisnya dini dan lanjut (<30 hari setelah pembedahan). Menurut sebabnya
ileus mekanikal dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karena gangguan
vaskularisasi. (fevabg,2004;Maung,2012)

3
Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih dapat
sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total terjadi akibat
lumen usus tersumbat total sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat kearah
distal. Ileus obstruksi total menyebabkan peningkatan resiko gangguan vaskular atau
strangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan penangan operatif segera.
(Moran,2007;Maung,2012)
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko yang paling berperan terhadap terjadinya obstruksi usus halus akibat
adhesi adalah teknik operasi dan luasnya jaringan peritonium yang mengalami
kersakan. Teknik operasi laparaskopi dan operasi terbuka mempunyai peran yang
penting terhadap morbilitas adhesi. Faktor resiko lainnya adalah usia lebih muda dari
60 tahun, peritonitis, tindakan operasi emergensi, luka tusuk, luka tembak, tindakan
laparatomi dalam lima tahun belakang, mempunyai resiko yang lebih besar untuk
mengalami adhesi.(Di Saverio,2013)
2.5 Etiologi
 Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus abtruktif,
sekitan 50-70 % dari semua khasus.
 Hernia inkaserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab terserin.
 Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
 Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskemia terhadap bagian
usus.
 Penyakit cron dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai imflamasi akut
selama masa infeksi.
 Falfulus sering disebabkan oleh adesi atau kelainan kongenital.
 Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
dapat menyebabkan fistul dalam saluran empedu ke duodenum.
 Penekanan eksternal oleh tumor abses hematoma.
 Benda asing, seperti besoar.
 Difertikulum meckel yang bisa menyebabkan folvulus, atau hernia betre.

4
2.6 Patofisiologi
Semua peristiwa patofisioogi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanda
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik dan non
mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik di hambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermiten, dan akhirnya hilang sekitar 6-8 liter cairan di ekskresikan
kedalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum
mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adanya lumen
usus yang tersumbat, ini menjadi perkembangan bakteri sehingga terjadi gas dan
cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat
meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan
elektrolit di peritonial. Dengan peningkatan permea bilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan di rongga peritonium mengakibatkan
terjadinya penuunan sirkulasi dan volume darah. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri
masuk kedalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari ileus berdasarkan adanya tanda-tanda dan gejala klasis dari ileus
lalu di konfirmasikan dengan pencitraan yaitu foto polos abdomen atau dilakukan
CT-Scan. Untuk llebih dapat melihat antara sumbatan total atau parsial dapat dilihat
dari pemeriksaan water soluble follow through. Etiologi dapat ditemukan dengan
anamnesa yang seksama di sertai pencitraan radiologis.(Salamah,2006;Choi,2001)
2.8 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dan harus meliputi tanda-tanda fital dan status
hidrasi, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan kearah pintu-pintu hernia dan
pemeriksaan colok dubur. Adanya luka operasi sebelumnya juga harus
diperhatikan.(kamel,2010
Pada ileus obstruksi, pemeriksaan abdomen sangat memegang peranan. Pada
inspeksi dapat terlihat kontur usus dan gerakan usus yang terlihat dari luar (visible
peristatic). Pada auskultasi bising usus akan meningkat biasanya akan terdengar
suara tinggi (metallic sound) dan menyerupai suara tetes air yang jatuh kedalam

5
penampungan yang besar. Pada palpasi dapat dijumpai tanda tanda rangsang
peritoneal seperti nyeri lepas dan muscular rigidity.(kamel,2010)
Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total atau tidaknya
suatu obstruksi dengan menilai kollaps tidaknya ampulla rekti. Bila pasien telah
mengalami peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan pada pemeriksaan
ini.(Kamel,2010)

2.9 Pemeriksaan penunjang


1. Labolatorium
Data labolaturium tidak dapat membantu diagnostik tetapi dapat membantu
dalam menetukan kondisi dari pasien dan memandu resusitasi. Pemeriksaan
darah lengkapdan hitung jenis, disertai elektrolit darah, kadar ureum dan
kreatinin serta urinalisis harus dilakukan untuk menilai status hidrasi dan
menyingkirkan sepsis.
2. Pencintraan Ileus Obstruksi
Foto toraks tegak dikombinasikan dengan foto abdomen tegak dan datar dapat
menjadi alat bantu diagnostik pasien yang di curigai ileus obstruksi. Foto toraks
tegak dapat membantu untuk mendeteksi kondisi di luar abdomen yang dapat
menyerupai ileus obstruksi, misalnya proses pneumonia. Adanya udara bebas
intraabdomen yang mengindikasikan adanya perforasi organ berongga dan dapat
terlihat pada foto toraks tegak. (Maung,2012)

Gambar 2.1 : foto polos abdomen supine dan erek dengan dijumpainya dilatasi
usus, gambaran herring bone dan multiple air fluid level disertai mukosa yang
edema, tidak dijumpai pada kolon.

6
Semua pasien yang di curigai ilious obstruksi harus di periksa foto polos abdomen.
Pasien dengan foto polos yang tidak mendukung ileus obstruksi letak tinggi atau total perlu
dilakukan diperiksa CT-Scan. CT-Scan memberikan informasi lebih jelas dibandingkan foto
polos. CT-Scan dapat memberikan informasi adanya tanda-tanda strangulasi. Tanda-tanda
pada CT-Scan yang mengindikasikan adanya strangulasi merupakan indikasi mutlak untuk
pembedahan.(Di Saverio,2013;Maung,2012)

7
DIAGNOSIS SUMBATAN USUS HALUS AKUT

Evaluasi Awal

 Pemeriksaan Fisik
 Leokosit, Laktat, Elektrolit,BUN:Cr
 Riwayat Operasi

Curiga Sumbatan Usus Halus

X-Ray Abdomen Supine-Erek dan atau USG Abdomen (keterbatasan nilai)


dengan kontras water soluble
 Peristaltik/Distensi
 Multiple air-fluid level  Deferensiasi lipatan mukosa
 Distensi usus halus didaerah transisional
 Tidak di jumpai gas pada kolon  Cairan bebas (iskemia)

CT Scan abdomen dengan kontras MRI Abdomen (keterbatasan nilai)


water soluble
 Terbatas hanya pada pasien
 Multiple air-fluid level yang kontraindikasi terhadap
 Distensi usus halus CT atau kontras iodin
 Tidak dijumpai gas pada kolon

Kontras water-soluble follow-through

Pasien dirawat konservatif untuk


menyingkirkan sumbatan total usus
halus dan memprediksi perlunya
tindakan pembedahan

8
2.10 Penatalaksanaan
1) Non-Operatif Ileus Obstruksi Adhesi Pascaoperasi
Penatalaksanaan non-operatif ditujukan untuk pasien dengan ileus
obstruksi usus halus baik total maupun parsial dengan klinis tanpa tanda-
tanda peritonitis dan atau strangulata. Indikator klinis, yang meliputi demam,
leukositosis, takikardia, nyeri yang terus menerus, asidosis metabolik,
dan sistemik inflamasi respon sindrom (SIRS), menunjukkan telah terjadinya
iskemia usus pada 40% hingga 50% kasus. Pencitraan akan lebih menentukan
apakah pasien membutuhkan tindakan operasi segera pada 70%-96%
kasus.(Shou- Chuan,2003, Di Saverio, 2013)

Manajemen awal pasien dengan obstruksi total usus halus masih


kontroversial. Meskipun pada obstruksi total akan membutuhkan reseksi
usus hingga 31%, namun manajemen non operatif masih berhasil pada
41% hingga73% pasien. Sementara angka keberhasilan terapi non operatif
secara keseluruhan mencapai 65-81%, terutama pada pasien dengan parsial
obstruksi.(Maung, 2012)

Pasien yang diterapi non-operatif memerlukan observasi ketat selama 24-48


jam. Adanya tanda dan gejala seperti demam, takikardia, leukositosis, nyeri
tekan terlokalisir, nyeri abdomen yang terus menerus dan peritonitis
mengindikasikan adanya obstruksi dengan komplikasi. Bila terdapat 3 dari gejala
berikut ini: nyeri berkelanjutan, takikardia, leukositosis, tanda rangsang
peritonitis dan demam memiliki angka prediktif 82% untuk ileus obstruksi
strangulata sementara bila terdapat 4 dari gejala diatas memiliki angka
prediktif mendekati100%. (Isaksson,2011)

Bila pada foto abdomen ulang ternyata terdapat udara bebas intraabdomen
atau tanda-tanda dari obstruksi “closed-loop” maka pasien harus segera
diterapi operatif. Bila pada CT-Scan terdapat bukti iskhemia, strangulata atau
gangguan vaskular maka pasien juga harus segera diterapi operatif. (Di
Saverio,2013; Isakson,2011)

Bila setelah 72 jam ternyata tidak ada perbaikan dengan terapi non-
operatif maka sebaiknya dilakukan terapi operatif segera karena dengan
memperpanjang terapi non-operatif akan meningkatkan lama rawat inap di

9
rumah sakit, meningkatkan biaya dan meningkatkan risiko morbiditas
perioperatif. (Di Saverio,2013; Isaksson,2011)

2) Prognosis Ileus Obstruksi Adhesi Pasca Operasi

Studi oleh Fevang dkk tahun 2002 menunjukkan bahwa angka


mortalitas pada kelompok ileus obstruksi total yang diterapi non-operatif
hanya sebesar 6%. Ileus obstruksi karena adhesi pasca operasi menyebabkan
morbiditas yang cukup bermakna. Kemungkinan akan terjadi ileus obstruksi
adhesi pascaoperasi berulang pada 12 % pasien yang diberi terapi non-
operatif dan 8-32% pada pasien setelah tindakan operatif. (Moran,2007;
Wilson,1999)

Hasil penelitian Fevang et al tahun 2004 mengatakan bahwa satu tahun


setelah tindakan operasi dalam kasus sumbatan usus halus akibat adhesi akan
mempunyai risiko untuk terjadi sumbatan ulang sebesar 7%, dalam 10 tahun
akan mempunyai risiko 18% dan akan tetap meningkat hingga 29% pada
25 tahun pasca operasi yang pertama. Tidak ada pasien yang mengalami
kejadian obstruksi berulang setelah 25 tahun pasca sumbatan usus halus
akibat adhe

10
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas diri pada klien
- Nama
- Jenis kelamin
- Umur
- Tempat/ tanggal lahir
- Alamat
- Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Sesak napas disertai dengan nyeri menelan
 Kesehatan sekarang
Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam, lesu,
pucat, sakit kepala, anoreksia.
 Kesehatan dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret becampur darah
 Kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
B. Pemeriksaan Fisik
1. B1 : Breating
Adanya pembekakan kelenjar limfe (Buul’s neck), timbul peradangan pada
laring/trakea, suara serak, stidor, sesak napas.
2. B2 : Blood
Adanya degenerasi fatty infiltrate dan nekrosis pada jantung menimbulkan
miokarditis dengan tanda irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup,
kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
3. B3 : Brain
Gangguan system motorik menyebabkan paralise.

11
4. B4 : Bladder
Tidak ada kelainan.
5. B5 : Bowel
Nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, anoreksia, tampak kurus, BB cenderung
menurun, pucat.
6. B6 : Bone
Bedrest.

C. Diagnosa yang mungkin muncul

1. Pola nafas, nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan edema
kelenjar limfe, laring dan trakea.
2. Nyerri berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil dan faring.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses masuknya kuman dalam tubuh.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

No Diagnosa keperwatan Tujuan Intervensi


1. Kekurangan volume Kebutuhan cairan dan 1. Kaji kebutuhan cairan
cairan dan elektrolit elektrolit terpenuhi, pasien
berhubungan dengam mempertahankan hidrasi R/: sebagai data dasar
intek yang tidak adekuat dengan bukti untuk mengetahui
adekuat dan ketidak membran mukosa lembab, kebutuhan cairan
efektifan penyerapan turgor kulit baik, dan pasien
usus halus yang pengisian kapiler baik, 2. Observasi tanda-
ditandai dengan tanda-tanda vital setabil, tanda vital :N,TD,
adanya mual, muntah, dan secara individual P,S.
demam dan diaforeses mengeluarkan urin dengan R/ : untuk
tepat mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Monitor intake dan
out put secara tepat.
R/ : unutuk menilai
keseimbangan cairan
apakah sudah tepat

12
atau masih
kekurangan cairan.
4. Kolaborasi dengan
medik untuk
pemberian terapi
intavena.
5. R/ : terapi intravena
diberikan untuk
memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit
pasien.

1. Kaji status
pernafasan : pola,
frekuensi,
kedalaman,
R/ : sebagai data
dasar mengenai
status pernafasan
pasien.
2. Atur posisi pasien
fowler atau semi
fowler. Tinggikan
kepala tempat
tidur 40-60
derajat.
R/ : mengatur
2 ketidak efektifan pola
Pola nafas pasien menjadi posisi pasien
nafas berhubungan
efektif bertujuan untuk
dengan distensi pola
mengurangi
nafas.
penekanan pada
paru akibat

13
distensi abdomen.
3. Lakukan latihan
nafas dalam.
R/ : nafas dalam
dapat membuka
ekspansi paru-
paru bisa lebih
mengembang lagi.
4. Kolaborasi
dengan tim medis
mengenai
pemberian
nasalkanul sesuai
dengan therapy.
R/ : hal ini
bertujuan untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigenasi pasien.

D. PELAKSANAAN
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-raktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

14
E. EVALUASI
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah
berhasil di capai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu
jalannya isi usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanda memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaa, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dana gas (70% dari gas yang di telan) akibat peningkatan tekanan intra lumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah
4.2 SARAN
Setelah membaca makalah ini di harapkan kepada pembaca dapat mengetahui
tinjauan medis ileus paralitik/obstruksi dan asuhan keperawatan dan
memberikan pendapat/saran dari materi yang di sajikan oleh penulis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.2002. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : penerbit buku kedokteran

Brunner & Sudart. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Black 7 Hawk. (2005). Medical surdikal nursing Clinical Managemen For Positive
Outcomes. Fifith Edition, Vol 1. St. Louis Missouri:Mosby.

Hernawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21.obstruksi-


usus/Diakses tanggal 12 juli 2017

Ali Djumhana. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilit II. FKUI, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai