Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................................2
A. Deskripsi Penyakit Alzheimer ..................................................................................... 2
B. Patogenesis Penyakit Alzheimer ..................................................................................3
C. Genetika Molekuler. ....................................................................................................4
BAB III. KESIMPULAN........................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................7
BAB I. PENDAHULUAN

Demensia merupakan salah satu penyakit yang menjadi fokus utama dalam bidang
kajian kesehatan publik hingga saat ini. Demensia adalah suatu karakteristik dari sindrom yang
mengganggu fungsi pusat otak, orientasi, gangguan pemahaman seseorang, kalkulasi dan
bahasa serta adanya gangguan sistem intelektual progresif seseorang atau penurunan
kemampuan daya ingat seseorang yang berdampak pada deteriorasi kognitif dan fungsional,
yang dampak nyatanya itu berujung pada terganggunya kemampuan bersosialisasi sesorang
(Chien and Lee, 2008)

Penyakit Alzheimer , penyebab paling umum dari demensia, merupakan masalah


kesehatan global yang berkembang dengan implikasi besar bagi individu dan masyarakat.
Alzheimer ditandai oleh berbagai penanda patologis di otak - sejumlah besar plak amiloid yang
dikelilingi oleh neuron yang mengandung kusut neurofibrillary (Hardy and Higgins, 1992).

Prevalensi meningkat meskipun tidak secepat yang diyakini sebelumnya. Diagnosis


klinis mungkin sulit, tetapi metode diagnostic telah diperkenalkan dan terbukti akurat dalam
mendukung diagnosis klinis. Penerapan metode ini meningkat, sebagian karena peningkatan
kesadaran akan gejala kognitif dan relevansi deteksi dini dan diagnosis, terutama karena obat
pemodifikasi penyakit yang lebih efektif tersedia. Saat ini, hanya pengobatan simtomatik yang
dapat diterapkan dan focus harus strategi profilaksis potensial (Oboudiyat et al., 2013)

Saat ini, Alzheimer berada di garis depan penelitian biomedis. Para peneliti sedang
berupaya mengungkap sebanyak mungkin aspek penyakit Alzheimer dan demensia
lainnya . Beberapa kemajuan yang paling luar biasa telah menjelaskan bagaimana Alzheimer
mempengaruhi otak. Harapannya pemahaman yang lebih baik ini akan mengarah pada
perawatan baru. Banyak pendekatan potensial saat ini sedang diselidiki di seluruh dunia.

1
BAB II. PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI PENYAKIT ALZHEIMER

Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible akibat
penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan, orientasi fisik secara
keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan
penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang
muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β
amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari mikrotubular protein tau.
Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari potongan-potongan protein yang lebih besar,
prekursor protein β-amyloid, tiga seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ sekretase
secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentukan peptida β-amyloid -Aβ42-
yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa serat toksik
yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa massa serabut amyloid
pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien Alzheimer. (Goodman and Pardee, 2003).

Gambar 1. Otak Normal dan Alzheimer


Insiden penyakit Alzheimer dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita
pada usia 65 tahun kebawah (onset dini) dan kelompok yang menderita pada usia 65 tahun
keatas (onset lanjut).3 Insiden terjadinya penyakit Alzheimer meningkat sesuai umur antara
0,3% - 0,6% terjadi pada usia 65 – 69 tahun dan 5,3% - 7,5% terjadi pada usia 85–90 tahun .
Terjadinya penyakit Alzheimer onset lanjut dihubungkan dengan adanya apolipoprotein E.
Sedangkan penyakit Alzheimer onset dini tipe familial dihubungkan dengan 3 gen yang

2
mengalami mutasi yaitu amyloid precursor protein (APP), presenilin-1 (PS1), dan presenilin-2
(PS2). Dimana mutasi ini terjadi dalam produksi yang berlebih dan/atau adanya peningkatan
agregasi dari Beta-Amyloid (Aβ). Gen APOE4 meningkatkan risiko Alzheimer hingga dua
hingga tiga kali. Dalam kombinasi dengan lemak, APOE menciptakan lipoprotein, yang
membantu mengangkut dan mengatur kadar kolesterol di seluruh aliran darah (Messinger-
Rapport, 2003)

B. PATOGENESIS PENYAKIT ALZHEIMER

Pada penyakit Alzheimer ditemukan karakteristik neuropatologikal seperti hilangnya


neuronal selektif dan sinap, adanya plak neuritis yang mengandung peptida Aβ dan
neurofibrillary tangles (NFTs) yang membentuk hiperfosforilasi dari protein tau. Plak neuritik
yang terjadi merupakan lesi ekstraseluler yang tersusun atas inti sentral dari agregasi Aβ
peptida yang dikelilingi oleh neurit distropi, mikroglial yang teraktivasi, dan atrosit reaktif.
Sedangkan NFTs merupakan buntalan filamen di dalam sitoplasma sel saraf yang mengelilingi
sel saraf (Effendi et al., 2014)

Deposisi Aβ pada otak merupakan salah satu implikasi dari patogenesis penyakit
Alzheimer. Akumulasi Aβ (khususnya Aβ42 peptida) pada otak merupakan inisiasi terjadinya
disfungsi neuron, neurodegenerasi, dan dementia. Mutasi gen APP pada kromosom 21, PS1
pada kromosom 14, dan PS2 pada kromosom 1 mengarah pada early onset penyakit Alzheimer
tipe familial yang terjadi dalam produksi berlebihan dan/atau peningkatan agregasi dari Aβ.

Beta-Amyloid terkadang memulai aksi toksik sebelum terbentuknya fibril. Peningkatan


derajat Aβ soluble dan bukan plak Aβ berhubungan dengan disfungsi kognitif pada penyakit
Alzheimer. Adanya gangguan kognitif pada individu yang menderita penyakit Alzheimer
sangat kuat dihubungkan dengan hilangnya sinap yang melewati region kortikal otak.

Self-agregation dari Aβ menjadi oligomer soluble low-n merupakan penyebab utama


sinaptoksisitas pada penyakit Alzheimer. Terdapat dua varian terminal karboksil dari Aβ yaitu
Aβ40 yang merupakan sekret spesies utama dari sel kultur dan terdapat pada cairan
cerebrospinal sedangkan Aβ42 merupakan komponen utama amyloid yang berdeposit di otak
pada penyakit Alzheimer. Peningkatan Aβ42 lebih sering mengalami agregasi dan membentuk
fibril. Neurotoksik yang dihasilkan oleh agregasi Aβ menghasilkan beberapa mekanisme,

3
seperti adanya akumulasi radikal bebas, disregulasi dari homeostatis kalsium, respon inflamasi,
dan adanya aktivasi dari beberapa signaling pathway (Klafki et al., 2006).

C. GENETIKA MOLEKULER

Hubungan kekerabatan dan DNA sequencing menunjukkan bahwa mutasi yang


bertanggung jawab atas pewarisan Alzheimer adalah penyandian prekursor protein β-amyloid
pada kromosom 21 dan dua gen yang satu sama lainnya mirip yaitu presenilin 1 (PSEN1) pada
kromosom 14 dan presenelin 2 (PSEN2) pada kromosom 1. Mutasi pada PSEN1 lebih banyak
dibandingkan dengan mutasi di PSEN2. Mutasi pada PSEN dan βAPP ditemukan pada pasien
Alzheimer yang disebabkan oleh keturunan menunjukkan adanya peningkatan produksi Aβ42.
Aβ42 merupakan bahan neurotoksik penyebab Alzheimer secara pathogen. Dalam bentuk
penyakit Alzheimer, mutasi terjadi pada βAPP atau PSEN dapat mengganti fragmen pada situs
γ sekretase dan secara khusus meningkatkan produksi toksin peptida Aβ42 yang lebih pendek,
peptida Aβ40 yang kurang toksik. Peptida toksik meningkat dalam serum penderita dengan
berbagai mutasi pada βAPP, PESN1 dan PSEN2 menyababkan timbulnya potensi Alzheimer.
Kultur transfeksi sel yang dapat menunjukkan aktifitas normal βAPP menghasilkan toksik
peptida Aβ42 mendekati 10%. Ekspresi dari berbagai mutan βAPP atau gen PSEN 1
berhubungan dengan potensi timbunya Alzheimer yang hasilnya dapat berupa meningkatnya
produksi Aβ42 yang nilainya lebih dari 10%. Tiga varian gen dan protein ditemukan pada
populasi manusia dan hasil dari perubahan asam amino tunggal pada apolipoprotein E
(mengacu pada alel APOEε2, ε3, dan ε4). Memiliki satu alel APOEε4 menggandakan risiko
waktu hidup penyakit Alzheimer (dari 15% menjadi 29%), sementara tidak memiliki alel
APOEε4 menurunkan risiko sebanyak 40%. Awalnya, kurva kelangsungan hidup menganalisa
efek alel APOEε4 pada timbulnya penyakit Alzheimer menyatakan 70-90% orang tanpa alel
ini bebas penyakit pada usia 80 tahun, sementara 36% orang dengan 1 alel APOEε4 dan hanya
10% orang homozygot yang bebas penyakit pada usia 80 tahun. Pada penelitian terkini juga
membuktikan bahwa APOEε4 berperan pada penyakit Alzheimer, tetapi efeknya kurang nyata,
dengan rata-rata bebas penyakit sebanyak 70% pada orang-orang homozigot (McKhann et al.,
1984)

4
Pathway :

5
BAB III. KESIMPULAN

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan


terjadi terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun, tapi tidak menutup
kemungkinan dapat juga menyerang anak-anak, bahkan bayi. Dengan penyakit Alzheimer
mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan
parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuron fibrillar. Penyebab pasti penyakit ini belum
diketahui, namun terdapat beberapa factor predisposisi seperti proses infeksi virus lambat,
autoimun, genetik dan trauma.

Penyakit Alzheimer merupakan tantangan yang semakin meningkat terhadap kesehatan


masyarakat dan sistem perawatan kesehatan, dan telah memiliki dampak luar biasa baik pada
tingkat individu maupun masyarakat. Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti yang
cukup bahwa faktor risiko vaskular pada orang dewasa paruh baya dan yang lebih tua
memainkan peran penting dalam pengembangan dan perkembangan demensia dan AD,
sedangkan jaringan sosial yang luas dan keterlibatan aktif dalam aktivitas mental, sosial, dan
fisik dapat menunda onset. dari gangguan dementing. Percobaan intervensi komunitas
multidomain diperlukan untuk menentukan sejauh mana strategi pencegahan terhadap kontrol
optimal berbagai faktor dan gangguan vaskular, serta pemeliharaan gaya hidup aktif, efektif
terhadap demensia dan AD.

6
DAFTAR PUSTAKA

Chien WT, Lee YM. 2008. A disease management program for families of persons in Hong
Kong with dementia. Psychiatric Services 59: 433-6
Effendi AD, Mardijana A, Dewi R. 2014. Hubungan antara aktivitas fisik dan kejadian
demensia pada lansia di upt pelayanan sosial lanjut usia Jember. Pustaka Kesehatan 2:
332-6
Goodman AB, Pardee AB. 2003. Evidence for defective retinoid transport and function in late
onset Alzheimer's disease. Proceedings of the National Academy of Sciences 100: 2901-
5
Hardy JA, Higgins GA. 1992. Alzheimer's disease: the amyloid cascade hypothesis. Science
256: 184-6
Klafki H-W, Staufenbiel M, Kornhuber J, et al. 2006. Therapeutic approaches to Alzheimer's
disease. Brain 129: 2840-55
McKhann G, Drachman D, Folstein M, et al. 1984. Clinical diagnosis of Alzheimer's disease:
Report of the NINCDS‐ADRDA Work Group* under the auspices of Department of
Health and Human Services Task Force on Alzheimer's Disease. Neurology 34: 939-
Messinger-Rapport BJ. 2003. Does this patient have Alzheimer disease? Diagnosing and
treating dementia. Cleveland Clinic journal of medicine 70: 762-76
Oboudiyat C, Glazer H, Seifan A, et al. 2013. Alzheimer's disease. Semin Neurol 33: 313-29

Anda mungkin juga menyukai