Anda di halaman 1dari 47

BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

VULNUS PUNCTUM AKIBAT KERJA PADA KARYAWAN INDUSTRI


PT. ADE SULTRA PERSADA

Oleh:
Ahmad Arief J. Bana, S.Ked
K1A1 13 002

Pembimbing:
dr. Zida Maulina Aini, M.Ked. Trop

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawahini, menyatakan bahwa:


Nama : Ahmad Arief J. Bana
NIM : K1A1 13 002
Judul Laporan : Vulnus P unctum Akibat Kerja pada Karyawan Industri PT.
Ade Sultra Persada

Telah menyelesaikan tugas Laporan Studi Kasus Kedokteran Okupasi dalam


rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kedokteran Okupasi Ilmu Kedokteran
Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Januari 2020


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Zida Maulina Aini, M.Ked. Trop


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat Laporan Studi Kasus
Kedokteran Okupasi ini dalam rangka sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian
Kedokteran Okupasi Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan laporan ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua
pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya
sangat penulis harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Zida
Maulina Aini, M.Ked. Trop atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai
masalah dan kendala dalam proses penyusunan laporan ini dapat teratasi dan
terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga Laporan Studi Kasus Kedokteran Okupasi ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umunya
serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas segala bantuan dan
perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi pada semua pihak yang terlibat
dalam menyelesaikan laporan ini penulis ucapkan terima kasih.

Kendari, Januari 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik

dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait

pekerjaan. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia, kesehatan kerja bertujuan untuk memberi bantuan

kepada tenaga kerja, melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan

yang timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan,

memberi pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi (Paramita, 2012).

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmani maupun rohani tenaga kesehatan pada khususnya dan manusia

pada umumnya menuju masyarakat yang makmur dan sentosa. Secara

keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan

dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Redjeki, 2016).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang

memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat

sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut

merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan

mencegah, mengurangi bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero

accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya

1
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

menghabiskan banyak biaya. Melainkan harus dianggap sebagai bentuk

investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan yang berlimpah

pada masa yang akan datang (Hotendkk, 2015).

Penyebab penyakit akibat kerja terdiri dari berbagai macam

diantaranya golongan fisik, golongan kimiawi, golongan biologik,

ganguuan fisiologik (Ergonomi) dan gangguan psikososil. Namun akhir-

akhir ini gangguan ergonomi atau fisiologik yang menyebabkan gangguan

muskuloskeletal pada pekerja. Menurut ILO, setiap tahun lebih dari 250

juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi

sakit karena bahaya di tempat kerja. Risiko yang dapat dialami seorang

pekerja antara lain yaitu penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan

kematian akibat kerja, sehingga diperlukan antisipasi oleh pihak

perusahaan baik saat proses kerja maupun lingkungan kerja itu sendiri.

Penyediaan fasilitas kerja berupa tempat kerja yang kondusif, alat

pelindung diri bagi pekerja dan pelayanan kesehatan kerja harus menjadi

perhatian bagi setiap perusahaan (ILO, 2013).

Dalam rangka identifikasi masalah atau bahaya potensial, maka

dilakukan survey pada tempat kerja dengan cara observasi dan

pengumpulan data perusahaan atau tempat kerja yang berhubungan dengan

kesehatan dan keselamatan kerja, yang pada kesempatan ini dilakukan di

PT. Ade Sultra Persada yang merupakan suatu perusahaan pembuatan es

balok.
B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pendekatan diagnosis kedokteran okupasi

penyakit akibat hubungan kerja pada karyawan PT. Ade Sultra Persada

C. Manfaat

Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi,

mampu melakukan penilaian bahaya potensial, dan mampu melakukan

pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat

hubungan kerja (PAHK).


BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

A. Profil Umum Perusahaan

Gambar 1. PT. Ade Sultra Persada

Pelabuhan perikanan samudera (PPS) merupakan pusat industri

perikanan terpadu di Kawasan Timur Indonesia dan khususnya di Sulawesi

Tenggara yang mempunyai pekerja 9.113 orang yang sudah termaksud

jumlah nelayan.Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Pelabuhan

Perikanan Samudera ditunjang oleh pihak swasta untuk berinvestasi, sehingga

dapat memberikan dampak positif berupa kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat perikanan.Pada kawasan industri PPS Kendari

tercatat 33 Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha salah satunya

adalah PT. Ade Sultra Persada yang bergerak di bidang pembuatan es balok

(PPS Kendari, 2018).

PT. Ade Sultra Persada bertempat di Kompleks PPS Kendari, Jl.

Samudra No.1,blok. M, Puday, Sulawesi Tenggara.Industri PT. Ade Sultra


Persada yang di dirikan pada tahun 2007 bergerak dalam bidang pembuatan

es balok. Perusahaan ini memproduksi es balok yang kemudian digunakan

untuk pengawetan hasil tangkapan ikan oleh nelayan maupun pengepul ikan

(PT. Ade Sultra Persada, 2018).

Saat ini Industri pembuatan es balok PT. Ade Sultra Persada dipimpin

oleh bapak Ahmad Aljufri sejak tahun 2007 sampai sekarang. PT. Ade Sultra

Persada memiliki 12 orang karyawan, 7 karyawan tetap dan 5 karyawan

lepas, dengan jam kerja mulaidari 08.00-16.00 WITA (PT. Ade Sultra

Persada, 2018).

B. Alur Proses Produksi

Proses pembekuan es balok melalui beberapa tahapan sebagai berikut

(PT. Ade Sultra Persada, 2018) :

a. Pengisian air

Dalam proses produksinya, air sumur bor disedot dengan mesin

pompa lalu disalurkan ke bak penampungan air kemudian dialirkan ke bak

pengisian air. Dalam pengisian air ke dalam cetakan, air yang masuk diatur

oleh pipa-pipa yang sudah diarahkan ke ice can. Ice can tersebut diisi air

dalam jumlah yang tidak penuh yaitu dari 15 cm dibawah permukaan atas

cetakan. Hal ini dilakukan agar air garam yang ada di bak pendingin tak

bercampur dengan air di cetakan.

b. Pembekuan air

Air yang dimasukkan ke dalam cetakan mempunyai temperatur

30oC. Selanjutnya ice can dimasukkan sebagian permukaanya ke dalam


larutan garam (brine) dalam tangki pendingin (freezing tank) dengan lama

pembekuan untuk es balok adalah 21 jam. Pada saat cetakannya direndam,

permukaan air garam harus tinggi dari permukaan air berada dalam

cetakan dengan tinggi lebih kurang 8 sentimeter. Bila suhu dingin tidak

mencapai -80C hingga -12oC maka es tersebut tidak akan menjadi beku.

c. Pemisahan es dengan ice can

Ice can dimasukkan ke dalam diptank untuk proses pelepasan awal

antara ice can dan ice can. Setelah itu, ice can diisi ulang kembali dengan

air bersih dari water reservoir dan ditempatkan kembali pada ice bank

dengan menggunakan crane untuk memproduksi ulang kembali.

d. Penyimpanan dan Distribusi

Setelah melalui tahap pengolahan dengan prosedur yang baik maka

dapat dipastikan seluruh produk siap untuk disimpan dan atau langsung

didistribusikan pada agen kapal.


C. Analisis Potensi Bahaya
Tabel 1.Potensi bahaya PT. Ade Sultra Persada
Bahaya Potensial Gangguan
kesehatan Risiko Kecelakaan
UrutanKegiatan Fisiologik/
Fisik Kimia Biologi Psikologi yang mungkin kerja
Ergonomi
terjadi
Pengisian air Lantai - Mikrobiologi Gerakan - Fraktur Tergelincir
licin (jamur, bakteri) berulang Dislokasi
Berdiri lama Dermatitis
Penekanan kontakiritan
tombol Myalgia
kendali Carpal Tunnel
mesin Syndrome
Pembekuan air Lantai Amonia Mikrobiologi Gerakan - Fraktur Tergelincir
licin (jamur, bakteri) berulang Dislokasi
Suhu Berdiri lama PPOK
dingin Penekanan ISPA
tombol Dermatitis
kendali kontakiritan

7
Bahaya Potensial Gangguan
kesehatan Risiko Kecelakaan
UrutanKegiatan Fisiologik/
Fisik Kimia Biologi Psikologi yang mungkin kerja
Ergonomi
terjadi
mesin Carpal Tunnel
Syndrome
Myalgia

Pemisahan es dengan ice can Suhu - Mikrobiologi Penekanan - Hipotermia Tergelincir


Dingin (jamur, bakteri) tombol Fraktur
Lantai kendali Dislokasi
licin mesin ISPA
Carpal Tunnel
Syndrome
Penyimpanan dan Distribusi Suhu - Mikrobiologi Mengancu es - Hipotermi Tergelincir
dingin, (jamur, bakteri) balok, Fraktur Tergiling mesin
lantai menggiling Dislokasi Tertindis es balok
licin, debu es balok, ISPA
Bahaya Potensial Gangguan
kesehatan Risiko Kecelakaan
UrutanKegiatan Fisiologik/
Fisik Kimia Biologi Psikologi yang mungkin kerja
Ergonomi
terjadi
tertindis es Dermatitis
balok kontakiritan
,kecelakaan Vulnus
lalu lintas laseratum
Low back pain
D. Pengendalian Bahaya

Tabel 2. Pengendalian bahaya


Hierarki Pengendalian Upaya Pengendalian

Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi

Substitusi Mengganti alat penggancu dengan alat yang

lebih aman, seperti tongkat pendorong atau

kayu pengait.

Redesain Penggunaan troli untuk memindahkan bahan

baku

Administratif Memasang rambu-rambu peringatan pada

tempat-tempat yang menyebabkan terjadinya

risiko kecelakaan.

Alat Pelindung Diri  Celemek untuk menghindari pakaian basah

saat bekerja dalam mesin pendingin

 Penggunaan sepatu boots pada saat bekerja

karena lantai yang licin

 Penggunaan sarung tangan untuk mencegah

alat yang dipegang melukai pekerja

E. Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja yang dilakukan oleh PT. Ade Sultra Persada dinlai

belum maksimal dalam upaya promotif dan preventif pada saat melakukan

kunjungan dan wawancara kepada pekerja.

10
a. Pelayanan promotif

PT. Ade Sultra Persada tidak melakukan upaya edukasi untuk

meningkatkan produktivitas kerja pegawainya.Pemeliharaan tempat dan

lingkungan kerja dinilai kurang sehat, dibuktikan dengan kondisi lantai

bekerja yang dibiarkan licin, tempat istirahat dengan anti baju pekerja

yang kurang layak, serta toilet yang tidak bersih.

b. Pelayanan preventif

Perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses gangguan

kerja telah dilakukan namun belum maksimal. Pekerja di PT. Ade Sultra

Persada terkadang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperi

celemek dan sarung tangan, namun tidak terdapat pengawasan terhadap

pekerja yang tidak menggunakan APD. Pemeriksaan kesehatan awal,

berkala, khusus dan purna tugas tidak dilakukan oleh PT. Ade Sultra

Persada.

c. Pelayanan kuratif

Terdapat beberapa pekerja yang mengeluhkan nyeri pada bagian

pinggul diakibatkan posisi mengangkat barang yang tidak benar dan

berdiri yang terlalu lama. Untuk pelayanan pengobatan belum diberikan

oleh pihak PT. Ade Sultra Persada

d. Pelayanan rehabilitatif

Belum terdapat pelayanan kuratif disebabkan pekerja belum ada yang

mengalami penyakit parah atau kecelakaan parah yang telah mengakibat

cacat permanen.

11
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Data Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 30 Tahun

Alamat : Poasia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Karyawan PT. Ade Sultra Persada bagian produksi

pembuatan es balok

B. Anamnesis Klinis

1. Keluhan Utama

Luka pada jari tangan

2. Anamnesis Terpimpin

Tn. R, usia 30 tahun dengan keluhan luka pada jari tangan kiri

sejak 1 hari yang lalu akibat kecelakaan kerja. Pasien terluka pada saat

melakukan proses pemindahan es dengan menggancu es balok tersebut.

Pasien mengeluhkan nyeri terasa lebih berat ketika bekerja dan saat

terkena air. Keluhan lain demam (-), bengkak (-), kemerahan (+). Pasien

mengaku pernah mengalami keluhan yang sama.

Dalam kesehariannya pasien bekerja memindahkan es balok ke

tempat penyimpanan atau ke tempat penggilingan es dengan menggunakan

12
alat penggancu. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Jadwal kerja

pasien 7 hari dalam seminggu dengan durasi 8 jam perhari, yakni mulai

pukul 08.00-16.00 WITA. Pasien menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) hanya berupa Apron dan sepatu boot, pasien tidak selalu

menggunakan masker dan sarung tangan.

3. Riwayat Penyakit Terdahulu

a. Riwayat menderita penyakit serupa sebelumnya (+)

b. Riwayat menderita tumor atau operasi disangkal.

c. Riwayat trauma disangkal

d. Riwayat hipertensi (-)

e. Riwayat dispepsia (-)

f. Riwayat DM disangkal

4. Riwayat Kebiasaan

Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (+),

konsumsi karbohidrat berlebih (+), berolahraga rutin (-), riwayat merokok

(+).

5. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhan yang

sedang dialami.

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Aspek ekonomi keluarga Tn.R masuk dalam kategori menengah ke

bawah. Saat ini Tn.R bekerja sebagai karyawan di perusahaan pembuatan

es balok. Tn.R tinggal bersama istri dan 2 orang anak. Keuangan keluarga

13
Tn.R bersumber dari penghasilannya sebagai karyawan di PT Ade Sultra

Persada. Pembiayaan kesehatan Tn.R menggunakan kartu asuransi

kesehatan.

C. Anamnesis Okupasi

1. Jenis Pekerjaan

Tabel 3.Jenis pekerjaan pasien


Jenis Pekerjaan Tempat Kerja Masa Kerja
Pemindah es balok Karyawan PT. Ade 2019-2020 (1 Tahun)
ketempat penyimpanan Sultra Persada bagian
dan penggilingan es produksi pembuatan
es

2. Uraian Tugas

a. Tugas

Pekerjaan Tn.R yakni memindahkan es balok ke tempat

penyimpanan dan penggilingan es.

b. Jadwal kerja

Satu pekan dengan durasi 8 jam kerja setiap harinya mulai pukul

08.00-16.00 WITA. Waktu istirahat kerja mulai pukul 12.00-13.00

WITA.

Tabel 4. Urutan kerja pasien


Waktu (WITA) Kegiatan
05.00-06.00 Bangun, sholat, sarapan pagi
06.00-07.00 Membersihkan dan merapikan rumah
07.00-07.30 Mandi dan bersiap menuju tempat kerja

07.30-08.00 Berangkat kerja

14
08.00-12.00 Mengisi daftar hadir, memakai APD, lalu memindahkan
es balok ke tempat penyimpanan dan ke tempat
penggilingan es.
12.00-13.00 Istrahat sholat makan siang
13.00-16.00 Memakai APD, lalu memindahkan es balok ke tempat
penyimpanan dan ke tempat penggilingan es.
16.00-17.00 Pulang kerja

15
3. Bahaya Potensial

Tabel 5. Bahaya potensial di Lingkungan Kerja Pasien


Daftar Bahaya Potensial Gangguan Risiko
Kegiatan Fisika Kimia Biologi Ergonomis Psikososial Kesehatan Kecelakaan
Dermatits,
Mengisi daftar - - Jamur dan - - -
Bakteri Taenia
hadir
- - - - - - -
Briefing

- - Jamur dan - - Dermatits, -


Memakai APD Bakteri Taenia

Memasuki Lantai licin - - - - Tergelincir


ruangan kerja
Suhu dingin, - Jamur dan Mengancu es - Hipotermi, Tergelincir
Memindahkan Lantai licin, Bakteri balok, Fraktur,
es balok ke Debu, menggiling es Dislokasi,
tempat balok, ISPA,
penyimpanan tertindis es Dermatitis
dan balok kontakiritan,
penggilingan Vulnus
es. laseratum,
Low back pain

16
4. Hubungan Pekerjaan Dengan Penyakit Yang Dialami

Pasien mengeluhkan nyeri pada jari tangan kiri, yaitu jari telunjuk

yang semakin memberat pada saat bekerja di perusahaan pembuatan es

balok. Dalam melakukan pekerjaannya pasien sering menggunakan

tangannya untuk bekerja, yaitu dalam memindahkan es balok

menggunakan alat gancu, dan bekerja di lantai yang licin. Pasien hanya

menggunakan APD sepatu boot dan Apron, pasien tidak selalu

menggunakan sarung tangan dan masker yang telah disiapkan perusahaan

sehingga pasien sering mengalami luka tusuk pada jarinya.

D. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Tampak baik, sakit ringan, kesadaran

composmentis (GCS E4V5M6)

2. Tanda Vital

- Tekanan darah : 110/80 mmHg

- Frekwensi nadi : 80 x/menit

- Frekwensi napas : 18 x/menit

- Suhu : 36,7oC

- Berat badan : 61 Kg

- Tinggi badan : 164 cm

- Gizi : Baik

3. Status Generalisata

- Kepala : Normocephal, rambut dalam batas normal

- Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).

17
- Mata : Pupil isokor

- Telinga : Otore (-)

- Hidung : Rinore (-)

- Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)

- Tonsil : T1/T1

- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

- Thorax

Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-)

Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri =

kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : -/-

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Pekak, Batas kiri pada linea midclavicularis

sinistra, Batas kanan pada linea parasternalis

dextra

Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular

- Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, ikut gerakan napas

Auskultasi : Bising usus kesan normal

18
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani

- Ekstremitas atas : luka pada digiti 2 manus sinistra, Perdarahan (+),

Edema (-), Akral dingin (-), CRT Normal

- Ekstremitas bawah

- Edema : Tidak ada udema

- Akral dingin : Tidak

- CRT : Normal

Tabel 6. Pemeriksaan Kelenjar limfe

Leher Kanan : Normal Kiri : Normal

Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal

Inguinal Kanan : Nomral Kiri : Normal

E. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

F. Resume

Tn. R, usia 30 tahun dengan keluhan luka pada jari tangan kiri

sejak 1 hari yang lalu akibat kecelakaan kerja. Pasien terluka pada saat

melakukan proses pemindahan es dengan menggancu es balok tersebut.

Pasien mengeluhkan nyeri terasa lebih berat ketika bekerja dan saat

terkena air. Keluhan lain demam (-), bengkak (-), kemerahan (+). Pasien

mengaku pernah mengalami keluhan yang sama. Dalam kesehariannya

pasien bekerja memindahkan es balok ke tempat penyimpanan atau ke

19
tempat penggilingan es. Pasien menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

hanya berupa Apron dan sepatu boot, pasien tidak selalu menggunakan

masker dan sarung tangan. Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola

makan berlebih (+), konsumsi karbohidrat berlebih (+), berolahraga rutin

(-), riwayat merokok (+).

Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada

pemeriksaan fisik pada ektremitas atas terdapat luka tusuk pada jari tangan

kiri sehingga pasien mengeluhkan nyeri, perdarahan (+).

G. Diagnosis Okupasi

1. Diagnosis Klinis

a) Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat disimpulkan

bahwa pasien menderita Luka tusuk (Vulnus punctum)

b) Bahaya Potensial Dasar

Tabel 7. Bahaya potensial

Biologi Mikroorganisme (jamur, bakteri, dll)

Kimia -

Fisika lantai licin, suhu dingin, debu

Ergonomi Menggancu es balok, menggiling es balok,

tertindis es balok

Psikososial -

20
c) Hubungan Antara Pajanan Dengan Penyakit

Pasien mengeluhkan nyeri pada jari tangan kiri, yaitu jari telunjuk

yang semakin memberat pada saat bekerja di perusahaan pembuatan es

balok. Dalam melakukan pekerjaannya pasien sering menggunakan

tangannya untuk bekerja, yaitu dalam memindahkan es balok

menggunakan alat gancu, dan bekerja di lantai yang licin. Pasien hanya

menggunakan APD sepatu boot dan Apron, pasien tidak selalu

menggunakan sarung tangan dan masker yang telah disiapkan perusahaan

sehingga pasien sering mengalami luka tusuk pada jarinya.

d) Penentuan Kecukupan Pajanan

Masa kerja 1 tahun dengan durasi kerja 8 jam setiap harinya (7 hari

kerja dalam sepekan).

e) Penentuan Faktor Individu

Pasien tidak konsisten memakai APD dan ada riwayat keluhan

yang sama sebelumnya.

f) Kemungkinan Lain Yang Dapat Menyebabkan Penyakit Di Luar

Pekerjaan

Pasien sering menggunakan alat tajam seperti parang ketika

membersikan halaman rumahnya.

2. Diagnosis Okupasi

Vulnus punctum dapat berhubungan dengan lingkungan kerja atau

dapat disimpulkan penyakit akibat kerja (PAK).

21
H. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Amoxicilin Tab 500 mg 3x1

Asam Mefenamat 500mg 3x1

2. Non Medikamentosa

a. membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2

b. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi sehingga

ada aliran udara yang terjadi

3. Okupasi

a. Merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan berkala

b. Melakukan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja

22
BAB IV

PEMBAHASAN

A. ANATOMI KULIT

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh

yang merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya

sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya

sekitar 1,5–1,9 m2. Tebal kulit bervariasi mulai dari 0,5 mm sampai 6 mm

tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin (Perdanakusuma, 2007).

Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit

bagian medial lengan atas. Kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak

kaki, punggung dan bahu. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapisan

yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel

berasal dari ektoderm, sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm

adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat

(Perdanakusuma, 2007).

Kulit tersusun atas 3 lapisan, yaitu :

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan

avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng berkeratin, mengandung sel

melanosit, sel Langerhans dan sel merkel. Tebal epidermis berbeda-beda

pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.

Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit.

23
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai

yang terdalam):

a. Stratum Korneum (lapisan tanduk)

Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari beberapa sel

gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah

menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum Lusidum

Terdapat langsung di bawah lapisan korneum. Lapisan ini terdiri

dari sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah

menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas

pada kulit telapak kaki dan telapak tangan.

c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)

Lapisan ini merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan

sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir kasar ini

terdiri dari keratohialin.

d. Stratum Spinosum

Lapisan ini terdiri atas sel-sel kuboid atau agak gepeng dengan

inti di tengah dengan nukleolus dan sitoplasma yang aktif menyintesis

filamen keratin. Filamen keratin membentuk berkas yang tampak

secara mikroskopis disebut tonofibril. Terdapat sel Langerhans

diantara sel-sel spinosum.

e. Stratum Basal (Stratum Germinativum)

24
Lapisan ini terdiri atas sel-sel selapis kuboid atau kolumnar yang

tersusun vertikal pada perbatasan antara epidermis dengan dermis

yang tersusun seperti pagar (palisade). Lapisan ini terdiri atas 2 jenis

sel:

1) Sel-sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti

lonjong dan besar yang dihubungkan oleh jembatan antar sel.

2) Sel pembentuk melanin (melanosit) yang merupakan sel-sel

berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan

mengandung butir pigmen (melanosome).

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang terdiri atas

lapisan elastik dan fibrosa padat. Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu:

a. Pars Papilare

Lapisan ini merupakan lapisan tipis yang menonjol ke

epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. Lapisan ini

terdiri dari jaringan ikat longgar, dengan fibroblas dan sel jaringan

ikat lainnya, seperti sel mast dan makrofag.

b. Pars Retikulare

Lapisan ini merupakan lapisan tebal yang menonjol ke arah

subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya

serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

25
3. Lapisan Subkutis / Hipodermis

Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang

terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat longgar yang

menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.

Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan

nutrisi individu. Lapisan ini terdiri dari ujungujung saraf tepi, pembuluh

darah, dan getah bening.

Gambar 2. Anatomi Kulit

(Sumber: Perdanakusuma, 2007).

B. DEFINISI

Vulnus atau luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya

kontinuitas jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan

substansi jaringan.

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal

akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan

mengenai organ tertentu. Penyebab luka dapat berasal dari

26
tusukan/goresan benda tajam, benturan benda tumpul, kecelakaan, terkena

tembakan, gigitan hewan, bahan kimia, air panas, uap air, terkena

api atau terbakar, listrik dan petir (Pusponegoro, 2005).

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi luka menurut Dorland (2009) dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Luka tertutup

Luka tertutup merupakan luka dimana kulit korban tetap utuh dan

tidak ada kontak antara jaringan yang ada di bawah dengan dunia luar,

kerusakannya diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Luka tertutup

umumnya dikenal sebagai luka memar yang dapat digolongkan menjadi 2

jenis yaitu:

a. Kontusio, kerusakan jaringan di bawah kulit yang mana dari luar

hanya tampak sebagai benjolan.

b. Hematoma, kerusakan jaringan di bawah kulit disertai pendarahan

sehingga dari luar tampak kebiruan.

2. Luka terbuka

Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan di bawahnya

mengalami kerusakan. Penyebab luka ini adalah benda tajam, tembakan,

benturan benda keras, dan lain-lain.

Jenis-jenis luka terbuka antara lain yaitu

a. Luka lecet (vulnus ekskoriasi) adalah cedera pada permukaan

epidermis akibat bersentuhan dengan benda yang permukaan

kasar/tajam.

27
b. Luka gigitan (vulnus marsum) adalah luka gigitan hewan yang

memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang

menggigit.

c. Luka iris atau sayat (vulnus scisum) merupakan luka yang ditandai

dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scisum

biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisu dapur,

silet, parang dan sayatan benda tajam lainnya. Luka berbentuk

memanjang, tepi luka berbentuk lurus, tetapi jaringan kulit di sekitar

luka tidak mengalami kerusakan.

d. Luka robek (vulnus laceratum) merupakan luka dengan tepi tidak

beraturan karena tarikan atau goresan benda tumpul.

e. Luka tusuk (Vulnus punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang

sukar dilihat. Disebabkan oleh tertusuk paku atau benda yang

runcing, lukanya kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman

tetanus gampang masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau

sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar

tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai

abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum (luka tembus).

f. Luka bakar (combutio) merupakan luka karena terbakar api atau

cairan panas maupun sengatan listrik.

28
D. ETIOLOGI LUKA

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:

a) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur

dan terjepit.

b) Trauma elektrik yang disebabkan karena listrik dan petir.

c) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.

d) Trauma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa

serta zat iritatif dan korosif. (Suriadi, 2015).

E. GEJALA KLINIS

Apabila terjadi trauma, maka akan muncul gejala yang merupakan

tanda terjadinya luka yang meliputi gejala umum dan gejala lokal.

a) Gejala umum

- Syok

Syok dapat terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer, yang dapat

diketahui dengan adanya gejala berikut: tekanan darah turun hingga

tidak teratur, nadi tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran

menurun.

- Crush syndrome

Sindroma ini terjadi akibat banyaknya daerah yang hancur,

misalnya otot-otot pada daerah luka.

29
b) Gejala lokal

- Rasa nyeri

Adanya rasa nyeri ditimbulkan oleh adanya lesi pada sistem saraf.

Pada luka besar biasanya tidak terasa nyeri karena gangguan

sensibilitas akibat syok setempat pada jaringan tersebut.

- Perdarahan

Perdarahan terjadi karena terpotongnya pembuluh darah pada

daerah yang mengalami luka. Banyaknya perdarahan tergantung

vaskularisasi daerah luka dan banyaknya pembuluh darah yang

terpotong atau rusak. Perdarahan akan terhenti apabila terjadi

retraksi/kontraksi pembuluh darah dan cincin thrombosis telah

terbentuk. (Suriadi, 2015).

F. DERAJAT LUKA

Berdasarkan kualitas deskriptif luka dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Stadium I : Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan

epidermis/lecet.

2. Stadium II : Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan epidermis

hingga lapisan dermis bagian atas.

3. Stadium III : Hilangnya atau rusaknya kulit dari lapisan dermis bagian

bawah hingga lapisan subkutis.

4. Stadium IV : Hilangnya atau rusaknya seluruh lapisan kulit hingga otot

dan tulang. (Suriadi, 2015).

30
G. PENATALAKSANAAN

Pembersihan luka harus dilakukan dengan baik, sehingga akan

membuang kontaminan yang mungkin menjadi sumber infeksi. Cairan

pembersih luka adalah cairan fisiologis (normalsalin) sehingga tidak

membahayakan cairan luka.

Pemeberian antibiotik topikal diberikan pada tepi luka sehingga dapat

memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Pemberian antibiotik

profilaksis diberikan ketika terjadi kontaminasi.

Pembalutan luka dilakukan dengan tujuan yaitu untuk melindungi luka

dari kontaminasi mikroorganisme, membantu homeostasis, dan mempercepat

penyembuhan luka. Pembalutan terdiri dari balut basah dan kering.

a) Luka lecet (vulnus ekskoriasi)

Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih

dahulu menggunakan NaCl 0,9%. Setelah bersih, berikan desinfektan.

Perawatan jenis luka ini adalah perawatan luka terbuka, namun harus

tetap bersih, hindari penggunaan iodine salep pada luka jenis ini, karena

hanya akan menjadi sarang kuman, dan pemberian iodine juga tidak perlu

dilakukan tiap hari, karena akan melukai jaringan yang baru terbentuk.

b) Luka gigitan (vulnus marsum)

Mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban

dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar

sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan

mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya,

31
apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya.

Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan

(ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah

semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain.

c) Luka iris atau sayat (vulnus scisum)

Menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan

menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa

steril atau kain yang bersih. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi

kemudian ditutup kasa steril.

d) Luka robek (vulnus laceratum)

Cara mengatasi luka robek, bila ada perdarahan dihentikan terlebih

dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan

kasa steril atau kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka

dengan NaCl. Luka dibersihkan dengan kasa steril. Perhatikan pada luka,

bila dijumpai benda asing (kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan.

Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine

atau kasa anti-infeksi.

e) Luka tusuk (Vulnus punctum)

Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal

menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan

tempat lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang

menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah

membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian

32
didesinfktan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun

dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi.

f) Luka bakar (combutio)

Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air

mengalir. Bila terbentuk bula boleh dipecahkan, perawatan luka jenis ini

adalah perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga sterilitas mengingat

luka jenis ini sangat mudah terinfeksi. (Suriadi, 2015).

H. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses untuk memperbaiki

kerusakan yang terjadi. Penyembuhan luka secara alami akan mengalami

fase-fase seperti dibawah ini (Perdana kusuma, 2007):

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi terjadi pada hari 0–5 proses penyembuhan luka. Luka

karena trauma atau luka karena pembedahan menimbulkan kerusakan

jaringan dan mengakibatkan perdarahan. Darah akan mengisi daerah

cedera dan paparan terhadap kolagen menimbulkan degranulasi trombosit.

Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming

Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag.

Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) akan mengaktivasi fibroblas

untuk mensintesis kolagen (Perdanakusuma, 2007).

Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia

dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur

33
tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit,

kemudian terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah.

Pembekuan darah atau koagulasi memicu munculnya mediator

inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan serotonin yang akan

berikatan dengan fibrinogen. Fibrinogen akan berubah menjadi benang

fibrin oleh trombin yang akan membentuk bekuan pada luka di kulit.

Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah di daerah luka. Hal tersebut menimbulkan edema dan

nyeri pada awal terjadinya luka. Leukosit, neutrofil, dan monosit akan

menuju bagian luka pada kulit yang telah terjadi bekuan fibrin.

Polimorfonuklear (PMN) adalah sel pertama yang menuju tempat

terjadinya luka. Neutrofil akan mengeluarkan sitokin sebagai sinyal untuk

menarik sel-sel leukosit lain agar berpindah ke bagian luka untuk

mencegah infeksi. Monosit akan berubah menjadi makrofag untuk

membersihkan debris pada luka.

2. Fase proliferasi

Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat

menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis

kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan

untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi

luka dan epitelialisasi (Perdanakusuma, 2007).

Fase ini terjadi pada hari ke 3–14. Fase inflamasi berlangsung

pendek apabila tidak ada kontaminasi atau infeksi yang bermakna. Fase

34
proliferasi dimulai setelah luka berhasil dibersihkan dari jaringan mati dan

sisa material yang tidak berguna. Fase proliferasi ditandai dengan

pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan

kombinasi dari elemen seluler termasuk fibroblas dan sel inflamasi, yang

bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar

ekstraseluler dari matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik

(Perdanakusuma, 2007).

Fibroblas muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke 3 dan

mencapai puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblas pada

daerah luka merupakan kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblas

ini berasal dari sel-sel mesenkimal lokal, terutama yang berhubungan

dengan lapisan adventisia, pertumbuhannya disebabkan oleh sitokin yang

diproduksi oleh makrofag dan limfosit. Fibroblas merupakan elemen

utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang

berperan dalam pembentukan jaringan. Fibroblas menghasilkan

mukopolisakarid dan serat kolagen yang terdiri dari asam-asam amino

glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-

serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru

dibentuk, diatur, yang tidak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka

mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas,

serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru membentuk jaringan kemerahan

dengan permukaan tidak rata disebut jaringan granulasi (Perdanakusuma,

2007).

35
Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Sel epitel tumbuh

dari tepi luka, bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup. Epidermis

segera mendekati tepi luka dan menebal dalam 24 jam setelah luka. Sel

basal marginal pada tepi luka menjadi longgar ikatannya dari dermis di

dekatnya, membesar dan bermigrasi ke permukaan luka yang sudah mulai

terisi matriks sebelumnya. Sel basal pada daerah dekat luka mengalami

pembelahan yang cepat dan bermigrasi dengan pergerakan menyilang satu

dengan yang lain sampai defek yang terjadi tertutup semua. Sel epitel yang

bermigrasi berubah bentuk menjadi lebih kolumner dan meningkat

aktivitas mitotiknya apabila sudah terbentuk jembatan. Proses reepitelisasi

sempurna kurang dari 48 jam pada luka sayat yang tepinya saling

berdekatan dan memerlukan waktu lebih panjang pada luka dengan defek

lebar (Perdanakusuma, 2007).

3. Fase maturasi

Fase ini berlangsung berlangsung dari hari ke 7 sampai 1 tahun.

Reorganisasi dimulai setelah matriks ekstrasel terbentuk. Fase ini

merupakan fase terpanjang penyembuhan luka, yaitu pematangan proses

yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi

yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan

pada luka. Remodeling meliputi deposit dari matriks dan deposit kolagen

pada tempatnya. Pada fase remodeling kekuatan peregangan jaringan

ditingkatkan karena cross-linking intermolekular dari kolagen melalui

hidroksilasi yang membutuhkan vitamin C (Perdanakusuma, 2007).

36
Salah satu ciri dari fase ini adalah perubahan matriks ekstraseluler.

Kolagen tipe III muncul pertama kali sesudah 48–72 jam dan maksimal

disekresi antara 5–7 hari. Jumlah kolagen total meningkat pada awal

perbaikan, mencapai maksimum antara 2 sampai 3 minggu sesudah cedera

(Li et al., 2007). Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama

fase proliferasi akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan

berikutnya melalui proses yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner,

2007). Selama periode 1 tahun atau lebih, dermis secara bertahap kembali

kepada fenotip yang stabil seperti sebelum cedera dan komposisi

terbanyak adalah kolagen tipe I. Kekuatan regangan yang merupakan

penilaian dari fungsi kolagen, meningkat 40% kekuatannya dalam jangka

waktu 1 bulan dan terus meningkat sampai 1 tahun, mencapai lebih dari

70% kekuatannya dari normal pada akhir fase remodeling

(Perdanakusuma, 2007).

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan

peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.

2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan

sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang

mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami

proses penyembuhan lama.

37
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan

atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan

dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat

proses penyembuhan luka.

4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka adanya penyakit,

seperti diabetes dan ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan

luka.

5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama

karena kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh,

vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi penutupan luka

dan kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim

yang mengatur metabolism protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin c

dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta

membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis

protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah. Sekresi insulin

dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat

terjadi penipisan protein-kalori

6. Kegemukan, obat-obatan, dan stress mempengaruhi proses penyembuhan

luka. Individu yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, atau

stress akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama. Jahitan

luka yang kurang baik atau tidak dapat menempel pada proses epitelisasi

penyembuhan luka merupakan salah satu indikasi terhambatnya

penyembuhan luka perineum dan luka lainnya. Infeksi luka jahitan dan

38
perawatan yang tidak bersih atau tidak steril pada luka jahitan robekan

(episiotomi) daerah perineum atau luka jahitan operasi akan

mengakibatkan peradangan atau infeksi. Tanda-tanda peradangan tersebut,

antara lain pembengkakan kulit daerah sekitarnya merah, rasa panas dan

nyeri, serta mengandung cairan nanah, tanpa atau disertai demam. Luka

terinfeksi sembuh lebih sulit dan lebih lama.

7. Personal hygiene

Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat

penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu

dan kuman.v(Perdanakusuma, 2007).

J. KOMPLIKASI

a) Hemoragi

Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal

terjadi selama trauma. Perdarahan dapat terjadi secara internal

(perdarahan didalam jaringan) maupun ekternal (perdarahan diluar

jaringan dan lebih jelas terlihat).

b) Infeksi

Infeksi luka merupakan infeksi nasokomial yang sering terjadi, luka

mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka. Resiko

infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung jaringan mati atau

nekrotik, terdapat benda asing pada luka, suplai darah serta pertahanan

jaringan disekitar luka menurun.

39
c) Dehisens

Dehisens adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Hal ini

terjadi apabila luka tidak sembuh dengan baik dan paling sering sebelum

pembentukan kolagen yaitu 3-11 hari setelah cedera). (Perdanakusuma,

2007).

K. PROGNOSIS

Prognosis untuk penyembuhan luka tergantung pada jenis luka, cedera

yang mendasari, dan kesehatan dasar pasien.

1. Kebanyakan luka ringan termasuk luka robek sederhana, luka iris dan luka

lecet akan sembuh sendiri dan tidak memerlukan perawatan medis.

2. Semakin rumit pasien dan semakin rumit luka, prognosis untuk hasil yang

sempurna semakin sulit. Tujuan penyembuhan luka adalah memiliki

penyembuhan yang memungkinkan cedera segera sembuh dan berfungsi

normal.

3. Hasil juga tergantung pada faktor risiko. Luka yang terkontaminasi dan

sangat kotor lebih mungkin untuk menjadi terinfeksi, dan penyembuhan

lebih buruk. (Perdanakusuma, 2007).

40
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Luka tusuk (Vulnus punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang

sukar dilihat. Disebabkan oleh tertusuk paku atau benda yang runcing,

lukanya kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus

gampang masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang

masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi

didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut

vulnus penetrosum (luka tembus).

2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penilaian bahaya potensial

di lingkungan kerja pasien maka dapat disimpulkan bahwa Vulnus

punctum yang di deritanya saat ini termasuk ke dalam penyakit akibat

kerja (PAK).

B. SARAN

1. Kepada seluruh pekerja perusahaan PT. Ade Sultra Persada agar

menggunakan APD saat bekerja

2. Agar pihak industri melakukan peninjauan bahaya potensial secara berkala

serta memperbaiki sistim pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3).

41
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pengawasan Norma K3. 2016. Himpunan Peraturan Perundang-

Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-02/MEN/1980 tentang

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan

Keselamatan Kerja. Jakarta : Kemenaker RI.

Hoten, H. V., Mainil, A. K., Permadi, A. I. 2015. Keselamatan dan Kesehatan

Kerja(k3) Mekanik pada Stasiun Boiler PT X. Universitas Bengkulu.

Bengkulu.

Salmah, A. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan

Kerja Dalam Proses Produksi Pada PT. Aneka Adhilogam Karya Klaten.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Hadi. 2010. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) dengan Produktivitas

Kerja Karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung

Mas, Bogor). Jurnal. Institut Pertanian Bogor.

Ardani HN, Santoso H, Rumita R. Analisis risiko kesehatan dan keselamatan

kerja pada pekerja divisi mill boiler (studi kasus di PT. laju perdana

indah pg pakis baru, pati). Semarang: Program Studi Tehnik Industri

Universitas Diponegoro; 2014.

Orsted HL. 2010. Basic Principle of Wound Healing: An understanding of the

basic physiology of wound healing provides the clinician with the

34
framework necessary to implement the basic principles of chronic wound

care.

Franz, MD. (2008). The Use of Amnion - Derived Cellular Cytokine Solution to

Improve Healing in Acute and Chronic Wound Models. Journal of

Plastic Surgery. 8 : 188 - 199.

Suriadi. (2015). Pengkajian Luka & Penanganannya. Jakarta : CV Sagung Seto.

Sudjatmiko Gentur. 2007. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi.

Edisi 3. Yayasan Khazanah Kebajikan.

Perdanakusuma, D. S. (2007). Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka,

Plastic Surgery Departement, Airlangga University School of Medicine-

Dr. Soetomo General Hospital, Surabaya. hal: 3.

Pusponegoro A.D. (2005). Luka dalam Sjamsuhidajat R, De Jong W, Penyunting.

Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta. hal: 66-88.

Dorland, Newman W.A. 2009. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:

EGC.

35
LAMPIRAN

Lampiran 1.Proses Pembekuan air dalam cetakan es balok

Lampiran 2. Ruang penyimpanan es balok sebelum diproduksi

Lampiran 3. Mesin kompresor pembuatan es balok

36

Anda mungkin juga menyukai