Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN SALISILAT KUALITATIF

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
salisilat dan mengetahui ada atau tidaknya bahan pengawet salisilat dalam sampel
B. Dasar Teori
Asam salisilat dikenal juga dengan Asam 2,hidroksi-benzoat merupakan senyawa
golongan fenol. Pemerian hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus;
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak
berbau. Kelarutannya sukar larut dalam air dan dalam benzena. Mudah larut dalam etanol
dan dalam eter. Larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform. Khasiat
dan penggunaan sebagai keratolitikum (menipiskan selaput kulit/meratakan kulit) dan
anti fungi. Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisi dan
bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam sediaan
obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan (Astuti, 2007).
Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI No.772/Menkes/Per/IX/88
No. 1168/Menkes/Per/XI/1999, adalah salah satu bahan tambahan makanan yang
dilarang adalah asam salisilat. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet
makanan di Indonesia, karena asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau
tertelan. Bahan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan
pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi,
2006).
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat dengan
konsentrasi tinggi dalam sediaan kosmetik lain juga seperti cream dan gel. BPOM telah
menetapkan kadar maksimum untuk asam salisilat yang diizinkan terkandung dalam
produk kosmetik adalah tidak boleh lebih dari 2% (Anonim, 2008).
Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanannya.
Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah menguji stabilitas warna pada kadar
senyawa aktif obat dalam pengendalian mutu bahan obat. Penentuan kadar senyawa aktif
melalui uji stabilitas warna pada pola penyimpanan suhu ruangan, bahan obat ini
memerlukan suatu metode analisis yang baik (Wulandari, 2007).
Pada uji stabilitas warna tersebut akan berpengaruh terhadap kadar asam salisilat,
dimana pada pengujian ini sediaan serbuk asam salisilat direaksikan dengan FeCl3 larutan
yang terbentuk adalah warna ungu. Pembentukan warna ini dapat dipakai untuk
menentukan adanya perubahan kadar asam salisilat setelah dilakukan penyimpanan pada
suhu ruangan dengan metode spektrofotometri Visibel (Depkes RI, 1995).

C. Metode
1. Waktu dan Tempat
Praktikum Non Klinik ini telah dilaksanakan pada Jumat, 22 Februari 2019, Waktu
13.00-17.30 di ruang Laboratorium Kimia Klinik Univeritas ‘Aisyiyah Yogyakarta
2. Alat
Alat yang digunakan pada kegiatan praktikum ini antara lain: Corong Pisah, Cawan
Penguap, Water bath, Penjepit, Gelas Ukur, Kapas, Corong dan Erlemeyer, stik pH
universal.
3. Bahan
Bahan yang digunakan pada kegiatan praktikum ini antara lain: NaOH 10%, HCl
1:3, etil eter, FeCl3 0,5% pH netral, Sampel berasal dari produk PT. Nissin Biscuit
Indonesia seperti malkist abon, saos tomat.
4. Cara Kerja
a. Preparasi Sampel Padatan atau Semi padat
Siapkan alat dan bahan, masukkan 50 gram bahan ke dalam erlenmeyer dengan
ditambahkan 300 ml akuades, lalu diaduk sampai homogen. Tambahkan NaOH 10 %
sampai larutan menjadi alkalis (basa) dengan kisaran pH 9-10. Biarkan selama 2 jam
kemudian disaring (jika tidak memungkinkan menunggu 2 jam, cukup diamkan 30
menit).

b. Cara Identifikasi
Siapakan alat dan bahan, pipet 50 mL filtrat dari preparasi sampel, masukkan ke
dalam 2 buah corong pisah. Tambahkan pada masing-masing corong pisah, HCl pekat :
aquades (1:4) (Hati-hati, masukkan aquades terlebih dahulu) sampai asam dengan pH 3-
4, kemudian tambahkan lagi 5 ml HCl pekat (1:4). Ekstraksi 1 kali 10 ml etil eter dengan
cara menggoncangkan corong pisah dengan kuat dan dengan arah yang teratur. Corong
kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan gas. Diamkan sejenak (1 menit).
Kemudian ambil ekstrak etil eter yang terdapat pada corong pisah. Ekstrak berada di
bagian atas corong pisah dan dibawahnya adalah air sampel. Cuci ekstrak etil eter
sebanyak 1 kali masing-masing dengan 5 mL air, masukkan ekstrak etil eter ke dalam
beaker gelas. Uapkan etil eter diatas penangas air hingga diperoleh residu agak kering
yang melekat pada wadah penguap (bisa menggunakan gelas beaker diberi akuades
dengan tinggi volume minimal sama dengan tinggi volume ekstrak etil eter, lalu
dipanaskan diatas hot plate atau kaki tiga). Residu yang diperoleh dilarutkan dengan
aquades, panaskan sampai 800 / 850C Selama 10 menit. Larutan yang diperoleh
ditempatkan di cawan porselin / beaker gelas. Untuk uji salisilat tambahkan beberapa
tetes FeCl3 0,5% pH netral.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil
Pemeriksaan salisilat kualitatif pada sampel saos sambal dan biskuit nissin (malkist
abon) hasilnya Negatif (-), yang ditandai dengan tidak terbentuknya warna ungu setelah
di reaksikan dengan FeCl3 0,5 %.
2. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan salisilat kualitatif yang yang bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengawet jenis salisilat pada sampel saos tomat dan
biskuit nissin (malkist abon). Pada prinsipnya pengawet salisilat diekstraksi dengan eter,
fraksi eter diuapkan, residu dilakukan uji secara reaksi kimia dengan FeCl3 0,5% adanya
salisilat ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu setelah penambahan FeCl3
0,5%.Pemeriksaan salisilat secara kualitatif dilakukan dengan melarutakan 50 gram
sampel saos tomat dan biskuit nissin dengan 300 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan
larutan NaOH 10 % sampai larutan menjadi alkalis dengan kisaran pH 9-10. Fungsi
penambahan NaOH untuk memperoleh larutan yang sifatnya basa. Setelah itu di biarkan
selama 2 jam kemudian di saring menggunakan kertas saring. Hasil dari penyaringan
terbagi dua yaitu filtrat dan residu, namun yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ini adalah
filtrat dari penyiapan sampel. Filtrat hasil saringan berwarna merah bata dari masing-
masing sampel, kemudian diekstraksi menggunakan corong pisah.
Filtrat asam salisilat yang di peroleh dari hasil preparasi sampel saos tomat dan
biskuit nissin (malkist abon) akan di pipet sebanyak 50 mL ke dalam 2 buah corong
pisah. Kemudian tambahkan HCl pekat : aquades (1:4) ke dalam masing-masing corong
pisah. Kemudian tambahkan lagi 5 mL HCl pekat (1:4). Penambahan HCl berfungsi
untuk menetralkan campuran karena campuran bersifat basa akibat kelebihan NaOH
serta mempercepat reaksi. Selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan pelarut etil eter
1 kali dengan volume ekstraksi 20 mL. Untuk mencegah emulsi, digoyang-goyang secara
kontinyu setiap kali ekstraksi dengan gerakan memutar/rotasi. Lapisan etil eter dari tiap
ekstraksi kemudian ditampung dari masing-masing sampel. Tujuan dari ekstraksi yaitu
untuk memisahkan suatu zat terlarut diantara dua fasa. Setelah ekstraksi akan terdapat
dua lapisan yang terpisah. Lapisan bawah adalah fase aqueous, sedangkan lapisan atas
merupakan fase eter. Hal ini disebabkan berat jenis eter (ρ=0.713 g/mL) lebih rendah
daripada berat jenis air (ρ=1 g/ml) maka ekstraksi sampel dengan menggunakan pelarut
etil eter agar pelarut yang digunakan dapat menarik zat-zat yang ada pada saos tomat dan
biskuit nissin. Etil eter memiliki sifat non polar yang mudah dipisahkan sehingga pelarut
pertama tidak bercampur dengan pelarut kedua.
Cuci ekstrak etil eter sebanyak 1 kali masing-masing dengan 5 mL air, masukkan
ekstrak etil eter ke dalam cawan penguap. Uapkan etil eter diatas penangas air hingga
diperoleh residu agak kering yang melekat pada wadah penguap (bisa menggunakan
gelas beaker diberi akuades dengan tinggi volume minimal sama dengan tinggi volume
ekstrak etileter, lalu dipanaskan diatas hot plate atau kaki tiga). Residu yang diperoleh
dilarutkan dengan air, panaskan sampai 80 ⁰C Selama 10 menit. Larutan yang diperoleh
ditempatkan di cawan porselin dan di tambahkan beberapa tetes NH4OH 2N encer sampai
larutan menjadi basa pH 9-10. Hilangkan kelebihan NH4OH 2N encer dengan
pemanasan. Setelah itu tambahkan beberapa tetes FeCl3 0,5% untuk melihat reaksi kimia
yang terjadi.
Hasil positif pemeriksaan salisilat di tandai dengan terbentuknya warna ungu.
Perubahan biru violet yang terjadi pada pereaksi FeCl3 terjadi karena asam salisilat
membentuk kompleks berwarna ungu dengan penambahan FeCl3, kompleks ungu ini
hanya bisa terjadi antara asam salisilat dengan FeCl3 karena dalam molekul asam salisilat,
atom O dalam gugus OH (fenolik) akan menyerang atom Fe dengan melepaskan atom
H-nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2.
Dari hasil uji kualitatif yang telah dilakukan pada sampel saos tomat dan biskuit
nissin (malkist abon) diperoleh hasil bahwa kedua sampel tersebut tidak mengandung
salisilat. Hasil tersebut di tandai dengan tidak terbentuknya warna ungu setelah di
reaksikan dengan FeCl3 0,5 %. Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI
No.772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/XI/1999, adalah salah satu bahan
tambahan makanan yang dilarang. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan
pengawet makanan di Indonesia, karena asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika
terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan
gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika
tertelan (Cahyadi, 2006).
E. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan pada praktikum pemeriksaan salisilat
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengawet jenis salisilat pada
sampel saos tomat dan biskuit nissin (malkist abon). Dari hasil pemeriksaan salisilat
kualitatif yang telah dilakukan semua sampel tersebut negatif (-) mengandung salisilat.
Hasil tersebut di tandai dengan tidak terbentuknya warna ungu setelah di reaksikan
dengan FeCl3 0,5 %.

F. Daftar pustaka
Astuti, Y. I., Sudirman, I., dan Hidayat, U. 2007. Pengaruh Konsentrasi Adaps Lanae
dalam Dasar Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat. Pharmacy,
Vol. 05, Universitas Muhammmadiyah Purwokerto
Cahyadi, W,. 2006, Kajian dan Analisis Bahan Tambahan Pangan, Edisi Pertama, Bumi
Aksara: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III.
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Permenkes
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
No. 722/ Menkes/Per/IX/1999. Bahan tambahan makanan. Jakarta: Depertemen
Kesehatan republic.
Sudarmadji, S., Bambang, dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian, Edisi Ke-empat. Liberty: Yogyakarta.
A. Judul
HITUNG KOLONI BAKTERI METODE CAWAN
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mahasiswa dapat menghitung koloni bakteri metode
cawan (Total Plate Count).

C. Dasar Teori
Perhitungan bakteri adalah suatu cara atau suatu metode yang bisa digunakan untuk
dapat menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh di media pembiakkan bakteri..
Untuk dapat mempermudah penghitungan koloni suatu bakteri juga diperlukan
pengetahuan serta wawasan tentang morfologi bakteri tersebut sehingga suatu media
pertumbuhan yang akan digunakan sesuai dengan sifat bakteri tersebut. Pertumbuhan
mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni yang
tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni bakteri ,maka
dapat diketahui penyebaran koloni bakteri yang ada pada media pembiakkan bakteri.
Jumlah bakteri pada suatu media dapat juga dihitung dengan menggunakan berbagai
cara, tergantung pada jens media dan juga jenis bakteri. Ada banyak metode yang
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri secara kuantitatif dari suatu populasi koloni
bakteri (Brady,1999).
Proses penghitungan sel bakteri juga dapat dilakukan dengan beberapa metode baik
secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya adalah metode hitung pada cawan
petri atau biasa disebut (standard plate count), metode pengamatan langsung dengan
menggunakan kaca objek atau juga metode hitung dengan menggunakan
haemocytometer, serta metode ukur kekeruhan atau biasa disebut dengan (turbidimetri),
khusus pada metode ini yaitu menggunakan suatu alat yang disebut
spektrofotometer dan juga dengan menggunakan metode tentang beberapa jumlah
perkiraan terdekatrinsip pengujian TPC adalah pembiakan bakteri yang ada dalam contoh
medium yang mengandung nutrient yang diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Koloni
yang tumbuh menunjukkan jumlah seluruh mikroorganisme yang ada di dalam sampel
seperti: bakteri, kapang dan khamir (Krisna, 2005).

D. Metode
1. Waktu dan Tempat
Praktikum Non Klinik ini telah dilaksanakan pada Jumat, 22 Februari 2019, Waktu
15.30-17.30 di ruang Laboratorium Kimia Klinik Univeritas ‘Aisyiyah Yogyakarta
2. Alat
Alat-alat yang digunakan pada kegiatan praktikum ini antara lain: plate hasil
penanaman koloni, counter, spidol
3. Cara Kerja
a. Cara perhitungan
Cawan yang dipilih adalah cawan yang mengandung jumlah koloni 30-3000 koloni.
Hasil yang dilaporkan terdiri dari 2 angka, angka didepan koma satu angka dan belakang
koma satu angka . Jika semua pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni,
hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai
kurang dari 30 koloni dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah sebenarnya
harus dicantumkan dengan tanda kurung. Jika pengenceran menghasilkan angka lebih
dari 300 koloni, hanya koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasil dilaporkan
sebagai lebih dari 300 koloni dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah
sebenarnya harus dicantumkan dengan tanda kurung. Jika semua pengenceran
menghasilkan angka 30-300 koloni, harus dibuat perbandingan. Jika perbandingan <2,
yang dilaporkan adalah rata-rata pengenceran. Akan tetapi, jika perbandingan >2, yang
dilaporkan adalah pengenceran terendah. Jika menggunakan dua cawan petri per
pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut meskipun salah satu
cawan duplo tidak memenuhi syarat 30-300 koloni
b. Syarat koloni yang dihitung
Jumlah koloni yang dihitung pada tiap cawan adalah jumlah koloni 30-300. Dua
koloni yang bertumpuk dihitung satu. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu.
Dua koloni berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua. Koloni yang lebih
besar dari setengah cawan tidak dihitung . Koloni yang besarnya kurang dari setengah
cawan dihitung
E. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
a. Didapatkan jumlah koloni pada pengenceran 10-3 (1.000) pada sampel air galon
UNISA sebesar 255 koloni.
b. Didapatkan jumlah koloni pada pengenceran 10-4 (10.000) pada sampel pada sampel
air galon UNISA sebesar 250 koloni.
c. Perhitungan ALT :

ALT 
 jmlh koloni  1 x pengenceran   jmlh koloni  1 x pengenceran
2


255  1 x 1.000  250  1 x 10.000
2
244 x 1.000  249 x 10.000

2
244.000  2.490.000

2

 1.367.000 gr
cc

2. Pembahasan
Pada praktikum perhitungan koloni metode cawan, sampel yang digunakan yaitu air
galon UNISA, tujuannya yaitu untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat
pada sampel. Prinsip dari metode ini yaitu menumbuhkan sel mikroorganisme yang
masih hidup pada media agar, sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan metode yang paling sensitif untuk
menentukan jumlah mikroorganisme. Dengan metode ini, kita dapat menghitung sel yang
masih hidup, menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam media tersebut serta dapat
mengisolasi dan mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut.
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai. Sebelum
mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu dilakukan pengenceran
sampel menggunakan larutan fisiologis. Tujuan dari pengenceran sampel yaitu
mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati
dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan
yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993).
Menurut Waluyo (2005), tahapan pengenceran dimulai dari membuat larutan sampel
sebanyak 10 mL (campuran 1 mL/1gram sampel dengan 9 mL larutan fisiologis). Dari
larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9 mL larutan fisiologis
sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan
pengenceran 10-3, begitu seterusnya. Setelah dilakukan pengenceran, kemudian
dilakukan penanaman pada media lempeng agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni
masing-masing cawan diamati dan dihitung. Koloni merupakan sekumpulan
mikroorganisme yang memiliki kesamaan sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan
sebagainya. Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah
koloni bakteri antara 30-300.
Perhitungan Total Plate Count dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil
perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC adalah dapat
mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya
mikroba jenis lain. Pada paktikum pemeriksaan hitung koloni metode cawan, didapatkan
hasil jumlah koloni pada pengenceran 10-3 (1.000) pada sampel sebesar 255 koloni
sedangkan jumlah koloni pada pengenceran 10-4 (10.000) pada sampel sebesar 250
koloni. Lalu setelah dihitung dengan menggunakan rumus, didapatkan hasil 1.367.000
gr⁄
cc.
F. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahsan dapat disimpulkan Pada praktikum perhitungan koloni
metode cawan, sampel yang digunakan yaitu air galon UNISA, tujuannya yaitu untuk
mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat pada sampe. Pada paktikum
pemeriksaan hitung koloni metode cawan, didapatkan hasil jumlah koloni pada
pengenceran 10-3 (1.000) pada sampel sebesar 255 koloni sedangkan jumlah koloni pada
pengenceran 10-4 (10.000) pada sampel sebesar 250 koloni. Lalu setelah dihitung dengan
gr
menggunakan rumus, didapatkan hasil 1.367.000 ⁄cc.

G. Daftar pustaka
Waluyo Lud. 2005. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. UMM Press: Malang.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Krisna. 2005. Ada Coliform di air tap ITB. Diakes dari processing. Art.itb.ac.id
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai