Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

ANEMIA E.C. SUSPECT GASTRITIS EROSIVA

Disusun Oleh :
Farin Limanda Mulia, S.Ked
FAB 118 091

Pembimbing :
dr. SOETOPO, Sp.KFR
dr. TAGOR SIBARANI
dr. C. YUNIARDI ALRIYANTO

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency
Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastroinstestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di
rumah sakit yang menimbulkan 8-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang
berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah
ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan
sumber perdarahan.1
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah
sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas
yang cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-
penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis
,renjatan dan gangguan hemostasis.2
Di Eropa dan Amerika dalam buku Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology, sebagian besar penyebab perdarahan saluran cerna atas adalah
tukak peptik. Hal itu sesuai data penelitian CURE yaitu sekitar 55% pasien
perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh tukak peptic. Di negara barat
insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-
laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia.2,3
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari
catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan
Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat karena perdarahan
SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura varises
gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis
erosiva hemoragika sekitar 25- 30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab
lainnya < 5%.Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%,
kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan
SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena
penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke,
penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.4
Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan
perdarahan saluran cerna bahagian atas.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 PRIMARY SURVEY


Tn.B 45 tahun
Vital Sign:
 Tekanan Darah : 80/50 mmHg
 Nadi : 113 x/menit, regular, kuat angkat
 Respirasi : 22 x/menit, regular, pernapasan torakoabdominal
 Suhu : 36,6o C
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 22 x/menit, pernapasan torakoabdominal
Circulation : nadi 113 x/menit, regular, kuat angkat. CRT <2 detik
Disability : compos mentis (E4V5M6)
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign karena pasien datang
dengan keluhan muntah darah dengan diberi label kuning.
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah memposisikan
pasien, oksigenasi 2 liter permenit dan memasang IV line.

2.2 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn.B
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Mahir Mahar Km. 12
MRS : 12 Januari 2020
Tanggal pemeriksaan : 12 Januari 2020
2.3 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis kepada pasien di ruang IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
 Keluhan Utama : Muntah Darah
 Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien datang dengan keluhan muntah darah yang dialami sejak 1 hari SMRS.
Muntah darah berwarna merah kehitaman. Muntah darah dialami ± 5 kali,
setiap kali muntah sebanyak lebih dari 1 gelas aqua. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya BAB darah sejak 1 hari SMRS. BAB dengan konsistensi
lunak berwarna kehitaman seperti petis. Dalam 1 hari pasien mengaku BAB
dengan konsistensi lunak berwarna kehitaman sebanyak 5 kali, setiap kali BAB
sebanyak ½ gelas aqua.
 Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut yang sering dialami. Nyeri perut
dibagian atas sekitar ulu hati. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan dirasa perih.
 Keluhan perut membesar dan kekuningan (-), demam (-), keluhan sulit menelan
(-), tidak ada penurunan berat badan, tidak pernah sakit kuning dan tidak ada
kencing berwarna seperti teh, riwayat penggunaan obat pengencer darah (-)
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan serupa dalam 1 bulan terakhir dan di rawat
di RS Bayangkara selama 3 hari.
 Riwayat asam urat tinggi.
 Riwayat konsumsi obat Meloxicam dan Piroxicam (+) Meloxicam dan
Piroxicam selama ± 1 tahun ini dikonsumsi.
Riwayat kebiasaan meminum alkohol disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai sakit serupa
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit : Tampak sakit sedang, tampak anemis
b. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
B. Vital sign
a. Tekanan Darah: 80/50 mmHg
b. Nadi : 113 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
c. Respirasi : 22 x/menit, regular, pernapasan torakoabdominal
d. Suhu : 36,6o C
C. Kepala : Normocephal, ubun-ubun sudah menutup
D. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil isokor
E. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), darah (-)
F. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar.
G. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi: SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
b. Pulmo :
Inspeksi : Simetris (+/+), Massa (-), Retraksi (-/-)
Palpasi : Massa (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
H. Abdomen
Inspeksi : datar, Massa (-), Jejas (-), spider nevi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)↑
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba.
I. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik, pallor skin (+)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 3,5 g/dl 11-16 g/dl Menurun
Leukosit 10.980 /Ul 4000-10.000/Ul Meningkat
Trombosit 102.000/Ul 150000- Menurun
450000/Ul
Hematokrit 10,5% 37-54% Menurun
GDS 118mg/dl <200 mg/dl Normal
Ureum 52mg/Dl 21-53 mg/Dl Normal
Creatinin 0,76 mg/Dl 0,7-1,5 mg/Dl Normal
Natrium 136 mmol/L 135-148 mmol/L Normal
Kalium 3,7 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L Normal
Calcium 1,05 mmol/L 0,98-1,2 mmol/L Normal

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Anemia
Diagnosis Etiologi : Susp. Gastritis Erosiva
Diagnosis Kerja : Anemia ec Susp. Gastritis Erosiva

2.7 PENATALAKSANAAN DI IGD


1. Oksigenasi 2 liter permenit
2. Pemasangan IV line  IVFD RL 500 Ml (loading)
3. Pemasangan NGT terbuka dan pasien puasa.
4. Inj. Asam Traneksamat 500 mg (IV)
5. Inj. Omeprazole 40 mg (IV)
6. Po: Sucralfat syr 3x10 Ml
7. Po: Rebamipide 3x1
8. Rencana transfusi PRC 1 kolf/12 jam dengan target Hb ≥ 10 g/Dl
9. Observasi tanda vital.
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN

Dilaporkan pria dengan umur 45 tahun datang ke IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus. Dilakukan pemeriksaan dan didiagnosa Anemia ec gastritis erosiva. Pada
kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai penegakan diagnosis, tatalaksana,
prognosis dan tindak lanjut dari penyakit pada pasien.
Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan Pasien datang dengan keluhan
muntah darah yang dialami sejak 1 hari SMRS. Muntah darah berwarna merah
kehitaman. Muntah darah dialami ± 5 kali, setiap kali muntah sebanyak lebih dari 1
gelas aqua. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya BAB darah sejak 1 hari SMRS.
BAB dengan konsistensi lunak berwarna kehitaman seperti petis. Dalam 1 hari pasien
mengaku BAB cair kehitaman sebanyak 5 kali, setiap kali BAB sebanyak ½ gelas aqua.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut yang sering dialami. Nyeri perut dibagian
atas sekitar ulu hati. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan dirasa perih. Nyeri perut tidak
berkurang setelah makan. Pasien mengatakan tidak ada keluhan sulit menelan, tidak
ada rasa panas seperti terbakar didada, tidak penurunan berat badan, tidak pernah sakit
kuning, tidak ada kencing berwarna seperti teh, tidak pernah minum obat-obatan untuk
mengencerkan darah.
Berdasarkan anamnesis pasien mengalami muntah darah berwarna merah
kehitaman dan BAB dengan konsistensi lunak berwarna kehitaman seperti petis.
Berdasarkan literatur, hal ini merupakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas
atau SCBA. Secara terminologi, perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
perdarahan saluran cerna yang terjadi di ligamentum treitz bagian proksimal. Pada
pasien mengalami muntah darah hal ini dinamakan dengan hematemesis yaitu
dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan/cairan warna merah cerah) atau berubah warna menjadi kecoklatan
dan berbentuk seperti butiran kopi karena tercampur enzim dan asam lambung. Pada
pasien juga mengalami BAB konsistensi lunak berwarna hitam. Hal ini dinamakan
dengan melena yang diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang
khas, Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau
usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah
kanan dengan perlambatan mobilitas.
Menurut Oxford handbook of Clinical Medicine 2010 penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas yang paling sering ditemukan adalah:
 Ulkus peptikum
 Sindrome Mallory-Weis
 Varises esophagus
 Erosi gastritis
 Penggunaan obat trombolitik dan antikoagulan
 Keganasan
 Idiopatik
Dari anamnesis, selain muntah dan BAB berwarna merah kehitaman, pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri perut disekitar ulu hati, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk.
Pasien juga memiliki riwayat mengkonsumsi obat Meloxicam dan Piroxicam selama
± 1 tahun ini dikonsumsi.
Dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium. Hal
ini sesuai dengan teori dimana secara umum seorang yang mengalami hematemesis
melena biasanya akan mengeluhkan dispepsia berulang dan salah satunya dengan
riwayat penggunaan NSAID jangka panjang. Keluhan dispepsia dan riwayat
penggunaan obat NSAID merupakan faktor predisposisi yang menyebabkan gangguan
fisiokimia pertahanan mukosa lambung dan menyebabkan kerusakan mukosa akan
terus berlanjut, hingga memudahkan terjadinya proses inflamasi. Berdasarkan teori
NSAID memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang
mengubah asam arakidonat (AA) menjadi prostaglandin (PG) yang merupakan
mediator nyeri. Dihambatnya sintesa prostaglandin, timbulnya rasa nyeri juga akan
dihambat seperti pada kaus ini karena sering mengkonsumsi NSAID. Tetapi efek lain
yang ditimbulkan dalam penggunaan jangka panjang NSID justru berdampak negative
atau menjadi faktor predisposisi terjadinya kerusakan organ seperti pada kasus ini
adalah gaster/lambung.
Secara prostaglandin pada lambung memiliki efek sitoprotektif terhadap
lapisan mukosa dan berperan penting dalam meningkatkan sekresi mucus dan
bikarbonat, mempertahakan pompa sodium, stabilisasi membrane sel serta
meningkatkan aliran darah mukosa. Apabila terjadi hambatan pada sintesis
prostaglandin akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek lesi pada mukosa
lambung dengan bentuk ringan-berat.
Obat antiinflamasi non-steroid/NSAID akan merusak mukosa lambung melalui
2 mekanisme utama yaitu local dan sistemik. Kerusakan mukosa secara local terjadi
karena OAINS bersifat lipofilik dan asam, sehingga mempermudah trapping ion
hydrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan ulserasi. Efek sistemik NSAID
lebih penting yaitu terjadinya kerusakan mukosa lambung akibat dari produksi
prostaglandin yang menurun.
Bila karena suatu sebab ketahanan mukosa rusak, maka akan terjadi difusi H+
dari lumen masuk ke dalam mukosa. Difusi baik H+ akan menyebabkan reaksi berantai
yang dapat merusak mukosa lambung dan menyebabkan pepsin dilepas dalam jumlah
besar. Na+ dan protein plasma banyak yang masuk ke dalam lumen dan terjadi
pelepasan histamine. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi asam
lambung oleh sel parietal, peningkatakan permeabilitas kapiler, edema, dan
perdarahan. Disamping itu juga akan merangsang parasimpatik lokal akibat dari sekresi
asam lambung dan tonus muskularis mukosa meningkat, sehingga kongesti vena makin
hebat dan menyebabkan perdarahan.
Perdarahan saluran cerna bagian atas dibagi menjadi dua bagian yakni
perdarahan oleh karena varises esophagus atau non esophagus. Pada kasus ini pasien
mengatakan tidak pernah memiliki riwayat sakit kuning, kencing berwarna seperti teh.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya ikterus, ascites, spider nevi, eritema
palmaris,edema pada tungkai, tidak ditemuka organomegali (hepatomegali dan
splenomegali). Pada perdarahan yang disebabkan karena varises esophagus sangat
sering terjadi dan erat kaitannya dengan kasus sirosis hepatis yang dapat disebabkan
oleh karena hepatitis B, C, atau penyakit hati alkoholik, dimana terjadi peningkatan
tekanan dalam vena porta >10 mmHg oleh karena adanya obstruksi aliran darah vena
porta. Varises dapat pecah dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Sehingga, pada pasien ini dapat
disingkirkan penyebab perdarahan tersebut disebabkan non-varises esophagus.
Pengelolaan dasar Tn. B dengan kasus perdarahan saluran cerna atas sama
seperti perdarahan pada umumnya, yakni dengan pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosis dan terapi. Tujuannya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan berulang. Pada kasus ini,
pemeriksaan awal yang perlu diperhatikan adalah status hemodinamik dari pasien.
Didapatkan tekanan darah 80/50 mmHg dengan nadi 113x/menit regular, kuat angkat.
Kesadaran compos mentis, dengan akral teraba hangat, respiratory rate 22x/menit. Pada
pasien ini, didapatkan instabilitias dari hemodinamik khususnya pada tekanan darah.
Berdasarkan teori, dikatakan status hemodinamik tidak stabil bila ditemukan tanda-
tanda sebagai berikut:

1. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg)


2. Frekuensi nadi > 100 x/menit
3. Tekanan diastolic ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik > 20 mmHg
4. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >151x/menit
5. Akral teraba dingin
6. Kesadaran menurun
7. Anuria atau oliguria
8. Produksi urin < 30mL/jam
Sehingga pada pasien ini, diberikan tatalaksana terapi cairan dengan loading RL
500 mL. Resusitasi cairan ini bertujuan untuk meningkatkan aliran darah
mikrovaskuler dan meningkatkan curah jantung. Berdasarkan rumus 20 mL/kgBB.
Pada pasien berat badan ± 65 kg. Sehingga resusitasi cairan yang dibutuhkan Tn.M
adalah 1.300 mL. Namun, dengan pemberian resusitasi cairan RL 500 mL (loading)
tekanan darah pasien mengalami perbaikan yaitu 100/70 mmHg setelah loading.
Pada pemeriksaan fisik Tn.M didapatkan adanya tanda-tanda anemia yakni pasien
tampak terlihat pucat dengan konjungtiva anemis +/+ yang menandakan kurang darah.
Adanya anemia merupakan manifestasi perdarahan akut yang dialami pasien. Hal ini
sesuai dengan hasil laboratorium yang didapatkan :

Berdasarkan hasil tersebut, Tn.B mengalami anemia. Untuk lebih mengetahui lebih
lanjut anemia akibat perdarahan akut pada saluran cerna bagian atas. Untuk mengatasi
anemia tersebut, Tn.B pro transfusi darah PRC 1 kolf/12 jam dengan target Hb ≥ g/dL.
Berdasarkan rumus transfusi :

Hb yang diinginkan – Hb sekarang x BB x 3

Sehingga pada pasien memerlukan 1.267,5 mL PRC yaitu sebanyak ± 4-5 kolf
PRC. Transfusi darah dapat diberikan, tergantung jumlah darah yang hilang,
perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung dan
akibat klinik perdarahan tersebut. Dalam hal ini pasien diberikan transfusi darah agar
suplai oksigen kejaringan tercukupi dan mencegah kegagalan sirkulasi. Selain itu,
untuk mencegah perdarahan ulang pada perdarahan saluran cerna bagian atas pada
pasien ini diberikan Inj. Omeprazole 40 mg (IV). Berdasarkan Konsensus Nasional
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non Varises oleh PGI tahun 2012
merekomendasikan penggunaan obat golongan PPI karena dapat dengan cepat
menetralkan asam lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel
kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin
dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regimen. Mekanisme
kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+ ATPase yang akan memecah K+H+
ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asal HCl dari
kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu, pada pasien ini diberikan terapi Inj. Asam traneksamat 500 mg (IV).
Asam traneksamat merupakan obat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi
perdarahan dengan cara menghambat aktivitas plasminogen menjadi plasmin pada
pembekuan darah. Plasmin berfungsi mendegradasi fibrin, yang berujung pada
meningkatnya aktivias pembekuan darah.
Prognosis Tn.B berdasarkan atas status hemodinamik, evaluasi perdarahan
pada pasien. Diperlukan adanya tindak lanjut ataupun pemeriksaan lanjutan untuk
memastikan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien B 45 tahun datang dengan keluhan muntah dan BAB darah kehitaman.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis Anemia ec Gastritis erosiva. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan
atau perdarahan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus atau local. Penyebab
terbanyak akibat obat-obatan yang mengiritasi lambung dan obat yang merangsang
timbulnya tukak. Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan
untuk memastikan diagnosa.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Triatmojo, N. Cahyono, J. Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas. Kapita


Selekta Penanganan Kegawatan Medis. Simposium Clinical Updates 2015.
Yogyakarta: 2015. Hal. 93.
2. Chapman, RW. Modern Management of Oesophageal Varices. Postgrad Med.
2017Feb. Hal. 75-81.
3. Stiegmann, V. Greg. Endoscopic Approaches to Upper Gastrointestinal
Bleeding, From Gastrointestinal,Tumor & Endocrine Surgery. University of
Colorado Denver and Health Science Center, Denver Colorado.
4. Nur F.2018. Hematemesis Melana ec Gastritirs Erosiva. Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung
5. Dodd W. 2019. Hematemesis Melena and Hematochezia. Clinical Methods:
The History Physical and Laboratory
6. Alami D. 2014. Hematemesis Melena et causa NSAID. Medula: 1(01)

Anda mungkin juga menyukai