Disusun Oleh :
Farin Limanda Mulia, S.Ked
FAB 118 091
Pembimbing :
dr. SOETOPO, Sp.KFR
dr. TAGOR SIBARANI
dr. C. YUNIARDI ALRIYANTO
PENDAHULUAN
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Anemia
Diagnosis Etiologi : Susp. Gastritis Erosiva
Diagnosis Kerja : Anemia ec Susp. Gastritis Erosiva
Dilaporkan pria dengan umur 45 tahun datang ke IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus. Dilakukan pemeriksaan dan didiagnosa Anemia ec gastritis erosiva. Pada
kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai penegakan diagnosis, tatalaksana,
prognosis dan tindak lanjut dari penyakit pada pasien.
Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan Pasien datang dengan keluhan
muntah darah yang dialami sejak 1 hari SMRS. Muntah darah berwarna merah
kehitaman. Muntah darah dialami ± 5 kali, setiap kali muntah sebanyak lebih dari 1
gelas aqua. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya BAB darah sejak 1 hari SMRS.
BAB dengan konsistensi lunak berwarna kehitaman seperti petis. Dalam 1 hari pasien
mengaku BAB cair kehitaman sebanyak 5 kali, setiap kali BAB sebanyak ½ gelas aqua.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut yang sering dialami. Nyeri perut dibagian
atas sekitar ulu hati. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan dirasa perih. Nyeri perut tidak
berkurang setelah makan. Pasien mengatakan tidak ada keluhan sulit menelan, tidak
ada rasa panas seperti terbakar didada, tidak penurunan berat badan, tidak pernah sakit
kuning, tidak ada kencing berwarna seperti teh, tidak pernah minum obat-obatan untuk
mengencerkan darah.
Berdasarkan anamnesis pasien mengalami muntah darah berwarna merah
kehitaman dan BAB dengan konsistensi lunak berwarna kehitaman seperti petis.
Berdasarkan literatur, hal ini merupakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas
atau SCBA. Secara terminologi, perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
perdarahan saluran cerna yang terjadi di ligamentum treitz bagian proksimal. Pada
pasien mengalami muntah darah hal ini dinamakan dengan hematemesis yaitu
dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan/cairan warna merah cerah) atau berubah warna menjadi kecoklatan
dan berbentuk seperti butiran kopi karena tercampur enzim dan asam lambung. Pada
pasien juga mengalami BAB konsistensi lunak berwarna hitam. Hal ini dinamakan
dengan melena yang diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang
khas, Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau
usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah
kanan dengan perlambatan mobilitas.
Menurut Oxford handbook of Clinical Medicine 2010 penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas yang paling sering ditemukan adalah:
Ulkus peptikum
Sindrome Mallory-Weis
Varises esophagus
Erosi gastritis
Penggunaan obat trombolitik dan antikoagulan
Keganasan
Idiopatik
Dari anamnesis, selain muntah dan BAB berwarna merah kehitaman, pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri perut disekitar ulu hati, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk.
Pasien juga memiliki riwayat mengkonsumsi obat Meloxicam dan Piroxicam selama
± 1 tahun ini dikonsumsi.
Dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium. Hal
ini sesuai dengan teori dimana secara umum seorang yang mengalami hematemesis
melena biasanya akan mengeluhkan dispepsia berulang dan salah satunya dengan
riwayat penggunaan NSAID jangka panjang. Keluhan dispepsia dan riwayat
penggunaan obat NSAID merupakan faktor predisposisi yang menyebabkan gangguan
fisiokimia pertahanan mukosa lambung dan menyebabkan kerusakan mukosa akan
terus berlanjut, hingga memudahkan terjadinya proses inflamasi. Berdasarkan teori
NSAID memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang
mengubah asam arakidonat (AA) menjadi prostaglandin (PG) yang merupakan
mediator nyeri. Dihambatnya sintesa prostaglandin, timbulnya rasa nyeri juga akan
dihambat seperti pada kaus ini karena sering mengkonsumsi NSAID. Tetapi efek lain
yang ditimbulkan dalam penggunaan jangka panjang NSID justru berdampak negative
atau menjadi faktor predisposisi terjadinya kerusakan organ seperti pada kasus ini
adalah gaster/lambung.
Secara prostaglandin pada lambung memiliki efek sitoprotektif terhadap
lapisan mukosa dan berperan penting dalam meningkatkan sekresi mucus dan
bikarbonat, mempertahakan pompa sodium, stabilisasi membrane sel serta
meningkatkan aliran darah mukosa. Apabila terjadi hambatan pada sintesis
prostaglandin akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek lesi pada mukosa
lambung dengan bentuk ringan-berat.
Obat antiinflamasi non-steroid/NSAID akan merusak mukosa lambung melalui
2 mekanisme utama yaitu local dan sistemik. Kerusakan mukosa secara local terjadi
karena OAINS bersifat lipofilik dan asam, sehingga mempermudah trapping ion
hydrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan ulserasi. Efek sistemik NSAID
lebih penting yaitu terjadinya kerusakan mukosa lambung akibat dari produksi
prostaglandin yang menurun.
Bila karena suatu sebab ketahanan mukosa rusak, maka akan terjadi difusi H+
dari lumen masuk ke dalam mukosa. Difusi baik H+ akan menyebabkan reaksi berantai
yang dapat merusak mukosa lambung dan menyebabkan pepsin dilepas dalam jumlah
besar. Na+ dan protein plasma banyak yang masuk ke dalam lumen dan terjadi
pelepasan histamine. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi asam
lambung oleh sel parietal, peningkatakan permeabilitas kapiler, edema, dan
perdarahan. Disamping itu juga akan merangsang parasimpatik lokal akibat dari sekresi
asam lambung dan tonus muskularis mukosa meningkat, sehingga kongesti vena makin
hebat dan menyebabkan perdarahan.
Perdarahan saluran cerna bagian atas dibagi menjadi dua bagian yakni
perdarahan oleh karena varises esophagus atau non esophagus. Pada kasus ini pasien
mengatakan tidak pernah memiliki riwayat sakit kuning, kencing berwarna seperti teh.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya ikterus, ascites, spider nevi, eritema
palmaris,edema pada tungkai, tidak ditemuka organomegali (hepatomegali dan
splenomegali). Pada perdarahan yang disebabkan karena varises esophagus sangat
sering terjadi dan erat kaitannya dengan kasus sirosis hepatis yang dapat disebabkan
oleh karena hepatitis B, C, atau penyakit hati alkoholik, dimana terjadi peningkatan
tekanan dalam vena porta >10 mmHg oleh karena adanya obstruksi aliran darah vena
porta. Varises dapat pecah dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Sehingga, pada pasien ini dapat
disingkirkan penyebab perdarahan tersebut disebabkan non-varises esophagus.
Pengelolaan dasar Tn. B dengan kasus perdarahan saluran cerna atas sama
seperti perdarahan pada umumnya, yakni dengan pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosis dan terapi. Tujuannya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan berulang. Pada kasus ini,
pemeriksaan awal yang perlu diperhatikan adalah status hemodinamik dari pasien.
Didapatkan tekanan darah 80/50 mmHg dengan nadi 113x/menit regular, kuat angkat.
Kesadaran compos mentis, dengan akral teraba hangat, respiratory rate 22x/menit. Pada
pasien ini, didapatkan instabilitias dari hemodinamik khususnya pada tekanan darah.
Berdasarkan teori, dikatakan status hemodinamik tidak stabil bila ditemukan tanda-
tanda sebagai berikut:
Berdasarkan hasil tersebut, Tn.B mengalami anemia. Untuk lebih mengetahui lebih
lanjut anemia akibat perdarahan akut pada saluran cerna bagian atas. Untuk mengatasi
anemia tersebut, Tn.B pro transfusi darah PRC 1 kolf/12 jam dengan target Hb ≥ g/dL.
Berdasarkan rumus transfusi :
Sehingga pada pasien memerlukan 1.267,5 mL PRC yaitu sebanyak ± 4-5 kolf
PRC. Transfusi darah dapat diberikan, tergantung jumlah darah yang hilang,
perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung dan
akibat klinik perdarahan tersebut. Dalam hal ini pasien diberikan transfusi darah agar
suplai oksigen kejaringan tercukupi dan mencegah kegagalan sirkulasi. Selain itu,
untuk mencegah perdarahan ulang pada perdarahan saluran cerna bagian atas pada
pasien ini diberikan Inj. Omeprazole 40 mg (IV). Berdasarkan Konsensus Nasional
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non Varises oleh PGI tahun 2012
merekomendasikan penggunaan obat golongan PPI karena dapat dengan cepat
menetralkan asam lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel
kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin
dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regimen. Mekanisme
kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+ ATPase yang akan memecah K+H+
ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asal HCl dari
kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu, pada pasien ini diberikan terapi Inj. Asam traneksamat 500 mg (IV).
Asam traneksamat merupakan obat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi
perdarahan dengan cara menghambat aktivitas plasminogen menjadi plasmin pada
pembekuan darah. Plasmin berfungsi mendegradasi fibrin, yang berujung pada
meningkatnya aktivias pembekuan darah.
Prognosis Tn.B berdasarkan atas status hemodinamik, evaluasi perdarahan
pada pasien. Diperlukan adanya tindak lanjut ataupun pemeriksaan lanjutan untuk
memastikan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien B 45 tahun datang dengan keluhan muntah dan BAB darah kehitaman.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis Anemia ec Gastritis erosiva. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan
atau perdarahan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus atau local. Penyebab
terbanyak akibat obat-obatan yang mengiritasi lambung dan obat yang merangsang
timbulnya tukak. Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan
untuk memastikan diagnosa.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA