Anda di halaman 1dari 3

2 1.

PENDAHULUAN Permasalahan kepasiran sering terjadi pada sumur yang sudah lama beroperasi (brown
field) dan formasi yang pengendapannya relatif muda (tertiary). Pada umumnya formasi tertiary memiliki
derajat konsolidasi yang rendah karena proses sementasi yang belum sempurna sehingga membentuk formasi
yang poorly consolidated dan friable sand yang mudah memproduksikan pasir. Sedangkan, brown field
memiliki tekanan pori yang relatif rendah karena fluida yang mengisi pori telah terproduksi ke permukaan
sehingga terdapat rongga-rongga yang kosong. Rongga-rongga kosong inilah yang nantinya mengakibatkan
terjadinya sand failure akibat dari tekanan overburden yang besar. Dalam ilmu mekanistik (Penberthy dan
Shaughnessy, 1992) terdapat 3 hal yang menjadi penyebab utama permasalahan kepasiran, yaitu : 1) Shear
failure Shear failure merupakan mekanisme terlepasnya butiran pasir akibat dari gaya gesekan fluida.
Besarnya gaya gesekan ini ditentukan oleh parameter viskositas dan laju produksi fluida. Makin besar
viskositas suatu fluida maka makin besar gaya friksinya. Selain itu, makin besar laju produksi fluida makin
besar potensi terlepasnya butiran pasir dalam formasi. 3) Cohesive failure Cohesive failure merupakan
mekanisme terlepasnya butiran pasir yang lebih disebabkan oleh materialmaterial pengikat (semen) antara
butiran yang tidak cukup kuat dalam menahan antar butiran pasir. Mekanisme ini sering terjadi pada
formasi-formasi yang masih muda dan shallow. Hampir seluruh lapangan di Indonesia merupakan lapangan
brown field dan memiliki formasi pada tertiary basin (Manur dan Barraclough, 1994; Kusumastuti, 2000;
Purwanti dan Bachtiar, 2001; Satyana dan Purwaningsih, 2003). Oleh karena itu, permasalahan produksi pasir
di Indonesia merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dan membutuhkan penanganan yang serius.
Saat ini, teknologi penanganan produksi pasir di lapangan sering kali menggunakan metode mekanistik, yaitu
gravel pack dan dilengkapi dengan slotted liner. Padahal penggunaan metode gravel pack membutuhkan biaya
yang sangat besar. Bahkan untuk sebuah sumur multicompletion yang akan dipasang gravel pack
membutuhkan biaya setidaknya rata-rata 3 juta US Dollar. Hal ini tentu akan memperbesar biaya yang akan
ditanggung oleh pemerintah Indonesia dalam kegiatan operasional migas. Solusi terbaik sangat dibutuhkan
dalam menyelesaikan masalah kepasiran secara efektif dan efisien ini serta dengan pertimbangan biaya yang
lebih ekonomis. 2) Tensile failure Sama halnya dengan shear failure, namun penyebab terlepasnya butiran
pasir akibat dari penurunan tekanan pori dalam formasi. Mekanisme ini sering terjadi pada lapangan brown
field. 2. METODOLOGI Penelitian pertama pengembangan resin dalam mencegah masalah kepasiran hanya
dilakukan di lapangan Gulf of Mexico dan telah menunjukkan keberhasilan yang dipublikasikan dalam
beberapa paper ilmiah. Injeksi resin dilakukan bertujuan untuk Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 2

3 mengkonsolidasi formasi dengan memberikan ikatan antara butiran-butiran pasir. Resin yang awalnya
berupa fasa liquid kemudian dapat memadat dan mengikat butiran-butiran pasir bersama-sama yang saling
kontak satu sama lain. Jika injeksi resin berhasil, peningkatan kekuatan formasi akan cukup untuk menahan
gaya gesekan (drag forces) selama memproduksikan fluida pada laju yang diinginkan (P.D Fader, 1992).
Epoxy resin pada umumnya disintesis antara ephichlorohydrin dan bisphenol A sehingga menghasilkan
senyawa kimia yang disebut epoxy groups (Kurt Ripper & Firtz Pollac, 1930). Epoxy groups inilah yang akan
digunakan untuk mengikat butiran-butiran pada formasi. akan lebih besar karena harus menutup sumur selama
proses injeksi dan memperbesar biaya pekerja lapangan yang dibayar tiap jam. Berikut ini diberikan reaksi
antara resin dengan hardener (katalis eksternal) sehingga membentuk padatan yang kuat. Gambar 2 Reaksi
antara Resin dengan Katalis Eksternal (Sumber: Polymers And Plastics Technology Handbook, 2003)
Komposisi antara resin dan hardener sangat menentukan lamanya curing time. Oleh karena itu, dibutuhkan
konsentrasi yang tepat dalam mereaksikan antara resin dengan katalis eksternal. Gambar 1 Reaksi Pembuatan
Resin (Sumber: Polymers And Plastics Technology Handbook, 2003) Ketika memasuki formasi, resin berada
pada fasa liquid. Untuk mengeraskan resin dibutuhkan katalis eksternal (curing agent) untuk mempercepat
reaksi pengerasan ini. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah dari fasa liquid menjadi fasa solid disebut
curing time. Parameter curing time sangat penting karena menentukan lamanya operasi injeksi resin. Lamanya
operasi injeksi resin ini akan menentukan besarnya biaya operasional yang akan ditanggung perusahaan.
Makin lama curing time dipastikan biaya Pengukuran Sifat Fisis Resin dan Curing Time Untuk mengetahui
pengaruh temperatur dan invasi air formasi terhadap kinerja resin perlu dilakukan pengukuran rheology resin.
Pengukuran rheology ini menghasilkan beragam parameter antara lain shear stress, shear rate, viskositas
plastik, viskositas nyata, dan yield point yang kemudian dianalisis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
temperatur dan invasi air formasi terhadap parameter-parameter tersebut. Shear stress dan shear rate dapat
ditentukan dengan persamaan: N...(1) (2) Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 3

4 Viskositas plastik merupakan nilai viskositas rata-rata dimana fluida telah stabil atau bercampur satu sama
lain. Viskositas plastik ditentukan dengan menset kecepatan putaran yang tinggi agar fluida dapat bercampur
satu sama lain. Berikut persamaan yang digunakan dalam menentukan viskositas plastik: P P (3) poise HASIL
DAN PEMBAHASAN Pengaruh Temperatur dan Invasi Air Formasi terhadap Kinerja Resin Pengaruh
temperatur dan invasi air formasi terhadap kinerja resin dapat diketahui dengan melakukan pengukuran
rheology resin tersebut. Pengukuran rheology resin dilakukan pada tiga tingkatan temperatur, yaitu 60 o F, 100
o F dan 140 o F. 600 cp...(4) P 300 Viskositas nyata atau biasa disebut apparent viscosity merupakan nilai
viskositas yang besarnya tergantung pada besarnya shear rate yang bekerja pada fluida. Viskositas nyata juga
dapat dianalogikan sebagai perbandingan antara shear stress dengan shear rate....(5) a N a N...(6) 3 N N poise
300 N a cp N....(7) Yield point merupakan gaya minimum yang diberikan kepada fluida agar dapat mengalir.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan parameter yield point yaitu: YP 300 P...(8) Shear Stress
Gambar 3 Grafik yang Menunjukkan Pengaruh Temperatur terhadap Kinerja Resin Dari hasil pengukuran
rheology di atas, menunjukkan bahwa kenaikan temperatur pada resin dengan konsentrasi hardener lebih
tinggi mengakibatkan makin lamanya curing time. Sebaliknya, untuk resin dengan konsentrasi hardener yang
lebih rendah menunjukkan berkurangnya curing time jika dibandingkan resin dengan konsentrasi hardener
lebih tinggi Shear Rate Sample 1 (60 F) Sample 1 (100 F) Sample 1 (140 F) Sample 2 (60 F) Sample 2 (100F)
Sample 2 (140 F) Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 4

5 Shear Stress Shear Rate Sample A (60 F) Sample A (100 F) Sample B+Water (60 F) Sample B+Water (100F)
Penentuan Komposisi Optimum Berdasarkan Curing Time Pengukuran curing time ini dilakukan dengan
mereaksikan resin dengan variasi jumlah hardener. Kemudian dilakukan pengukuran rheologi tiap jam untuk
mengetahui kecepatan perubahan kombinasi resin dan hardener tersebut. Total waktu yang dibutuhkan dalam
pengukuran rheology ini adalah 12 jam. 25 Gambar 4 Grafik yang Menunjukkan Pengaruh Invasi Air Formasi
terhadap Kinerja Resin Pengaruh invasi air formasi juga dapat diamati dari pengukuran rheology di atas.
Adanya invasi air formasi akan mengakibatkan semakin lamanya curing time atau gelling process pada resin.
Secara fisis, air formasi jika bercampur dengan resin dapat membuat resin tersebut lebih encer. Selain itu, sifat
kimia dari air dapat mengganggu kinerja hardener (Irfan Kurawle, 2009) Dari hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa resin dan hardener tidak dapat bekerja secara optimum apabila berada pada zona yang
memiliki temperatur tinggi dan terdapat sejumlah besar air formasi di sepanjang zona efektif formasi. Oleh
karena itu, diperlukan katalis tambahan yang mampu viskositas (cp) Waktu (jam) Gambar 5 Grafik Viskositas
vs waktu (Menunjukkan Pengukuran Curing Time) Dari grafik di atas, diperoleh pertimbangan dalam
menentukan komposisi antara resin dengan hardener yang tepat agar dapat bereaksi secara efektif dan efisien.
Komposisi optimum antara hardener dengan resin yang digunakan pada pengujian resin selanjutnya adalah 2:3.
Hardener 50 ml Hardener 40 ml Hardener 30 ml Hardener 20 ml mempertahankan kinerja resin khususnya
untuk katalis internal pada kondisi temperatur tinggi. Selain itu, dapat dilakukan penggantian jenis hardener
dari yang semula menggunakan gugus amin menjadi asam. Dengan menggunakan hardener yang berbeda
berat jenisnya diharapkan berpengaruh terhadap ketahanan temperatur. Pengujian Efektivitas Resin Untuk
mengetahui seberapa besar kinerja resin yang digunakan, maka diperlukan uji terhadap kekuatan ikatan dari
resin itu sendiri dan efek plugging akibat pemberian resin pada formasi. Pada tahap pengujian Imam Fathoni
Rasyid, , Semester /2010 5

6 ini diperlukan model yang merepresentasikan kondisi formasi yang mudah untuk mengalami permasalahan
kepasiran. Untuk itu, dibuatlah core khusus, yakni unconsolidated core yang mana merepresentasikan kondisi
unconsolidated formation yang rapuh terhadap tekanan yang tinggi. Kekuatan ikatan dari resin dapat diukur
dengan cara memberikan resin pada sampel unconsolidated core. Kemudian sampel tersebut diukur kekuatan
batuannya hingga damage atau hancur. Sementara efek plugging, dapat diukur dengan cara mengukur
porositas atau permeabilitas dari core sebelum dan sesudah pemberian resin. Tabel 2 Data Compressive
Strength dari Core Sampel Sebelum dan Sesudah Pemberian Resin (Sistem Uji Uniaxial) Compressive
Strength (ton) Tanpa Resin Compressive Strength (ton) Setelah Diberikan Resin Gambar 6 Unconsolidated
Core Buatan Tabel 1 Data Porositas Core Sebelum dan Sesudah Sampel Pemberian Resin (Menggunakan Alat
Ultraporosity) Porositas (%) Tanpa Resin Porositas (%) Setelah Diberikan Resin Penurunan (%) Dari tabel
hasil pengukuran porositas dan compressive strength sebelum dan sesudah diinjeksikan resin, menunjukkan
bahwa terjadi penurunan porositas dengan range 20 hingga 40% setelah dilakukan injeksi resin, namun
sebaliknya terjadi kenaikan compressive strength dari core hingga 2 kali lipat setelah diinjeksikan resin.
Permasalahan Penyumbatan pada Formasi Akibat Injeksi Resin Salah satu kelemahan yang harus dikurangi
dalam penggunaan resin sebagai teknologi penanganan masalah kepasiran yaitu penyumbatan pada zona
efektif. Pada bab 4 buku Completion Technology for Unconsolidated Formations, penyumbatan ini biasa
terjadi karena 3 hal utama, antara lain: 1) Pemberian hardener berlebih. Hardener yang berlebih tidak akan
bereaksi dengan resin untuk membentuk solid. Hardener yang berlebih Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010
6
7 ini cenderung untuk menyumbat formasi sehingga dapat menrurunkan kinerja produksi fluida dalam sumur.
2) Tekanan yang diberikan untuk menginjeksikan resin terlalu rendah. Tekanan yang terlalu rendah untuk
menginjeksikan resin akan membuat resin cenderung terkumpul dalam satu spot dan penyebaran resin sendiri
akan kurang merata. Hal ini akan menyebakan penyumbatan dalam formasi. 3) Proses penyaringan resin yang
tidak sempurna. Sebelum diinjeksikan, resin harus dapat melalui saringan minimal berukuran 2 mikron. Hal
ini bertujuan agar resin dapat masuk dan menyebar dalam formasi. Sehingga terjadinya plugging dapat
terhindarkan. Dari hasil laboratorium menunjukkan bahwa sifat resin dapat dikendalikan dengan
menggunakan katalis internal. Dalam penelitian digunakan aseton sebagai katalis internal dimana aseton
mudah menguap pada temperatur ruangan. Gambar 6 Struktur Kimia Aseton (Sumber: (Sumber: Polymers
And Plastics Technology Handbook, 2003) Secara umum, katalis internal berfungsi untuk memperbaiki
permeabilitas akibat penyumbatan pada zona formasi yang telah diinjeksikan resin. Dengan menggunakan
katalis internal ini permasalahan plugging akibat injeksi resin dapat diatasi. Penambahan internal katalis
secara tepat akan memberikan kinerja resin yang lebih baik. 4. KESIMPULAN Injeksi resin bertujuan untuk
memperkuat formasi sehingga permasalahan kepasiran di lapangan migas dapat diatasi. Hasil laboratorium
membuktikan bahwa sistem resin yang terdiri dari resin utama, katalis internal, dan katalis eksternal dapat
bekerja terintegrasi dan saling melengkapi satu sama lain untuk membentuk struktur ikatan polimer yang kuat
pada batuan. Dengan memberikan resin dengan komposisi yang tepat pada core maka dapat memperkuat core
hingga 2 kali lipat. Namun, penambahan resin tersebut akan mengakibatkan penyumbatan pada core sehingga
dapat menurunkan harga porositas hingga 40%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana dan Bapak Dr. I Made Arcana selaku pembimbing selama
penulis menyusun paper ini, beserta pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian paper ini, antara
lain Gema Wahyudi, Ecep Muhammad Mujib, Henny Firdaus dan Andry Wahyudi. DAFTAR PUSTAKA 1.
Completion Technology for Unconsolidated Formations, Rev. 2 / June Asia Pacific Business Press Inc.,
Polymer and Plastics Technology Handbook, Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 7

8 3. C.M. Ross, SPE, E.R. Rangel-German*, SPE, and L.M. Castainer, SPE, Stanford U.; P.S. Hara, SPE,
Tidelands Oil Production Co.; and A.R. Kovscek, SPE, Stanford U.: A Laboratory Investigation of
Temperature Induced Sand Consolidation, paper SPE 92398, SPE Western Regional Meeting, Irvine, CA,
U.S.A., David L. Triffin, SPE, BP America Inc., Michael H. Stein, SPE, BP America Inc., Xiuli Wang, SPE,
BP, America Inc.: Drawdown Guidelines for Sand Control Completions, paper SPE 84495, Annual Technical
Conference and Exhibition, Denver, Colorado, Irfan Kurawle, Nakul Mahalle, Mohit Kaul, Amith Nair, Nikhil
Kulkarni, SPE, Maharashtra, Institute of Technology, Pune.: Silanol Resin Consolidation System for
Deepwater Completions and Production Optimization, paper SPE , European Formation Damage Conference,
Scheveningen, The Netherlands, N.J. Shotts, * Texaco USA, and B.W. Surles and P. D. Fader, Texaco Inc.:
Case Histories of Low-Cost Sand Consolidation in Thermal Wells, paper SPE 24840, 6 th Annual Technical
Conference and Exhibition of SPE, Washington, DC, 1992 Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 8

9 LAMPIRAN A Tabel A-1 Hasil Pengukuran Rheology Resin Terhadap Pengaruh Invasi Air dan Perubahan
Temperatur Sampel Sampel A Sampel B Komposisi Int Katalis Resin Hardener Air 100 ml 30 ml 70 ml ml 30
ml 70 ml 40 ml Temperatur Pembacaan Skala Fann VG ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F Shear stress (dyne/cm2) Shear rate
(second-1) Sampel Sampel A Sampel B Apparent Viscousity (cp) Plastic Yield Point Temperatur Viscousity
(cp) (lb/100 ft2) 60 ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F Imam Fathoni Rasyid, , Semester /2010 9

10 Tabel A-2 Hasil Pengukuran Rheology Resin Terhadap Pengaruh Perubahan Temperatur Sampel
Komposisi Pembacaan Skala Fann VG Temperatur Int Katalis Resin Hardener Sampel A 100 ml 30 ml 70 ml
Sampel B 100 ml 70 ml 30 ml 60 ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F Shear stress (dyne/cm2) Shear rate (second-1) Sampel
Komposisi Plastic Yield Point Temperatur Int. Katalis Resin Hardener Viscousity (cp) (lb/100ft2) Sampel A
100 ml 30 ml 70 ml Sampel B 100 ml 70 ml 30 ml 60 ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F ⁰F 8 0 Imam Fathoni Rasyid, , Semester /

11 Studi Pengembangan Resin Dalam Mengatasi Permasalahan Produksi Pasir di Lapangan Migas Disusun
Oleh: Imam Fathoni Rasyid, Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana 2 1) Mahasiswa Program Studi Teknik
Perminyakan ITB 2) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan ITB

Anda mungkin juga menyukai