Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

17, Nomor 6, Nopember 2011

Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural


Hermana Somantrie
hsomantr@hotmail.com / hsomantr@gmail.com

ABSTRAK: Kehidupan multikultural manusia merupakan potensi konflik dalam berbagai hal, baik antar
individu maupun antar kelompok, sebagai akibat dari adanya perbedaan perspektif, kepentingan, dan
tujuan hidup di antara mereka. Konflik bisa disebabkan dari masalah yang sangat sederhana atau kecil
sampai dengan masalah yang kompleks atau besar. Konflik di beberapa wilayah Indonesia sudah sampai
pada tahap yang sangat mengkuatirkan, yang ditandai dengan adanya: 1) kelompok masyarakat yang
menggunakan konflik sebagai mode untuk menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan yang mereka
rasakan, dan 2) kelompok masyarakat lainnya yang menggunakan konflik sebagai senjata untuk
menyelesaikan masalah. Salah satu upaya untuk mencegah konflik, yaitu dengan mewujudkan pendidikan
multikultural, karena konflik yang terjadi saat ini bukan lagi sekedar fenomena atau gejala, tetapi sudah
menjadi realitas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, otoritas pendidikan nasional
Indonesia harus bisa memprioritaskan pendidikan multikultural dalam kebijakan pendidikan nasional, sebagai
salah satu instrumen bagi penanganan konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

Kata kunci: konflik, multikulturalisme, pluralism, pelaku konflik, penyelesai konflik, pendidikan
multikultural

ABSTRACT: Conflict is a potential of individual or group tension in multicultural societies because of their
different perspectives and objectives among them. Conflict can be resulted from a simple problem to a
complex problem. Conflict in some areas of Indonesia has become a chaotic condition. In one hand, most
people use conflict as a mode to demonstrate frustrations and angers they feel; and in the other hand,
those who use conflict as a gun for resolving problems they have. The implementation of multicultural
education is an effort for conflict resolution, because conflict is no longer a phenomenon, but it has been
a reality in a daily society’s life. Therefore, national education authority of Indonesia should propose the
educational policy to prioritize the implementation of multicultural education, as an instrument to resolve
some conflicts happening in society, nation, and state level.

Keywords: conflict, multiculturalism, pluralism, conflict actors, conflict resolvers, multicultural education

Pendahuluan atau prinsip yang saling bertentangan; sedangkan


Banyak jenis konflik dalam kehidupan sehari-hari konflik dalam skala luas adalah persaingan,
dihadapi oleh umat manusia, seperti konflik yang perseteruan, atau peperangan antara dua atau lebih
dimulai dari dalam diri sendiri; lingkungan sekolah; kelompok orang atau negara. Dari berbagai jenis
lingkungan masyarakat; antar organisasi lokal, konflik ini dapat ditelaah bahwa di satu sisi konflik
nasional, dan internasional; sampai dengan konflik bukan faktor antecedent atau sesuatu yang
antar kelompok bangsa dan negara. Sebagaimana mengawali terjadinya suatu peristiwa lainnya, tetapi
telah kita ketahui bahwa konflik merupakan bagian semata-mata akibat dari suatu peristiwa yang pernah
dari masalah yang tidak terpisahkan dari kehidupan berlangsung sebelum konflik itu sendiri terjadi; dan di
manusia di berbagai tempat di seluruh permukaan sisi lainnya konflik pun dapat menjadi faktor pemula
bumi ini. Dengan kata lain, konflik secara sempit atau dari berbagai persitiwa lainnya sebagai akibat
luas akan terjadi kapan pun dan di mana pun, baik terjadinya konflik. Awal terjadinya konflik bisa
secara spontan atau tanpa terencana maupun secara berasal dari berbagai hal yang sifatnya problematik
terencana. seperti perbedaan pandangan, gagasan, pendapat
Konflik dalam skala sempit adalah ketidak- atau prinsip; disparitas budaya, masyarakat,
sesuaian aktif antara orang-orang dengan pendapat ekonomi, agama, dan politik; dan klaim perbatasan

660
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

atau status terhadap teritori suatu wilayah di tingkat Salah satu permasalahan saat ini yang dihadapi
daerah atau negara. oleh negara dan bangsa Indonesia dengan masya-
Dalam suatu konflik akan terdapat pelaku utama rakat multikultural antara lain yaitu seringkali terjadi
yang terdiri atas dua atau lebih individu atau konflik antar kelompok masyarakat. Bahkan konflik
kelompok masyarakat yang mempunyai beragam telah dianggap sebagai modus untuk menumpahkan
kepentingan. Para pelaku konflik (conflict actors) segala kekesalan dan kekecewaan yang mereka
akan dihadapkan pada dua kemungkinan harapan hadapi. Penggunaan modus konflik dalam perkara
dalam penyelesaian konfliknya: pertama, “dapat apa pun sebenarnya tidak akan menyelesaikan pokok
diselesaikan” dalam waktu yang singkat oleh mereka awal pe rkaranya. Bahkan mungkin denga n
yang berkepentingan dalam konflik dengan bantuan penggunaan modus semacam itu, konflik itu sendiri
atau dengan tidak ada bantuan dari pihak lain tanpa bisa cenderung mel uas tanpa batas wa kt u
menimbulkan dampak ikutan apapun, kalaupun ada penyelesaiannya secara tuntas.
dampak mungkin hanya pada batas-batas tertentu Konflik antar kelompok masyarakat di Indonesia,
saja; dan kedua “tidak dapat diselesaikan” sama baik secara vertikal maupun secara horizontal, sering
sekali oleh mereka yang berkepentingan dengan terjadi di beberapa daerah seperti yang ditunjukkan
bantuan atau dengan tidak ada bantuan dari pihak dalam Ilustrasi Tabel 1.
lain, baik dalam waktu yang singkat maupun waktu Secara faktual, saat ini Indonesia mempunyai
yang lama, dengan dampak ikutan yang dapat 33 provinsi. Jadi apabila sebanyak 14 provinsi dari
merusak tatanan kehidupan secara materil dan non 33 provinsi merupakan daerah yang sering dilanda
materil atau psikis dan psikologis. konflik seperti yang ditunjukkan dalam tabel data
Untuk mencegah suatu konflik diperlukan ada di atas, Indonesia sudah masuk ke dalam kategori
para pelaku penyelesaian konflik (conflict resolvers) wilayah merah. Oleh karena itu, Indonesia termasuk
yang mampu mengura i, mengurangi, ata u ke dalam negara travel alerts. Biasanya negara-
mengatasi konflik. Conflict resolvers perlu memiliki negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia
pemahaman yang kuat sekurang-kurangnya sering memberikan peringatan kepada para warga
mengenai: i) hakikat konflik; ii) cara menanggapi negaranya untuk berkunjung atau mengadakan
konflik; iii) multikulturalisme; iv) peranan pendidik- perjalanan (travel warnings) mengenai kondisi suatu
an multikultural dalam penyelesaian konflik; dan v) negara.
implementasi pendidikan multikultural.

Tabel 1. Data Konflik di Indonesia Tahun 1990-2003

No. Provinsi Korban Peristiwa


1. Maluku Utara 2,794 (25.0%) 72 (1.7%)
2. Maluku 2,046 (18.3%) 332 (7.8%)
3. Kalimantan Barat 1,515 (13.6%) 78 (1.8%)
4. Jakarta 1,322 (11.8%) 178 (4.2%)
5. Kalimantan 1,284 (11.5%) 62 (1.5%)
Tengah
6. Sulawesi Tengah 669 (6.0%) 101 (2.4%)
7. Jawa Barat 256 (2.3%) 871 (20.4%)
8. Jawa Timur 254 (2.3%) 655 (15.3%)
9. Jawa Tengah 165 (1.5%) 506 (11.9%)
10. Sulawesi Selatan 118 (1.1%) 223 (5.2%)
11. NTB 109 (1.0%) 198 (4.6%)
12. Riau 100 (0.9%) 165 (3.9%)
13. NTT 89 (0.8%) 55 (1.3%)
14. Banten 37 (0.3%) 112 (2.6%)
Total: 14 provinsi 10,758 (96.4%) 3,608 (84.5%)

Source: Ashutosh Varshney, Rizal Panggabean, & M. Zulfan Tadjoeddin. (2004). Pattern of Collective
Violence in Indonesia (1990-2003), Jakarta: United Nations Supports Facility for Indonesian Recovery
(UNSFIR), working paper-04/03.

661
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

Berdasarkan pada kenyataan itu, konflik di oleh Bartos dengan a good reason adalah bahwa para
Indonesia harus diupayakan untuk dapat diminimalisir ahli cenderung merefleksikan orientasi teoritis mereka
secara bertahap dengan berbagai cara, sebab apabila seperti ahli psikologi akan mengartikan konflik
tidak segera dilakukan upaya yang kondusif, konflik berkenaan dengan ‘the adversaries’ inner states —
akan menjadi unsur gangguan yang merusak proses kondisi permusuhan yang terdalam, para ahli sosiologi
pembangunan berkelanjutan sumber daya manusia berkenaan dengan observable behavior —perilaku
bagi kejayaan bangsa dan negara Indonesia. Salah teramati, dan sebagainya. Konflik dapat berasal dari
satu cara yang perlu diupayakan yaitu melalui pen- salah satu goal incompatibility or in hostility —tujuan
didikan multikultural, yang mempunyai peranan yang tidak cocok atau dalam penyangkalan, dan
strategis dalam masyarakat multikultur. Dengan menyangkut a unique type of conflict behavior —
adanya pendidikan multikultural diharapkan agar tipe unik perilaku konflik. Oleh karena itu, Bartos
setiap orang memiliki kemampuan dalam mengurangi (2002) mendefinisikan bahwa conflict as a situation
atau mengatasi terjadinya berbagai konflik dalam in which actors use conflict behavior against each
masyarakat multikultur. other to attain incompatible goals and/or to express
Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan their hostility —konflik sebagai suatu situasi di mana
pemahaman, kontribusi, dan partisipasi secara para pelaku menggunakan perilaku konflik melawan
proaktif, konseptual, dan praktikal dalam mengurai setiap yang lainnya untuk mencapai tujuan yang tidak
permasalahan konflik yang sudah seringkali terjadi cocok dan/atau untuk menunjukkan penyangkalan
di lingkungan masyarakat Indonesia yang multikultur. mereka.
Definisi konflik Bartos menunjukkan bahwa
Konflik Terjadi dalam Multikulturalisme dalam konflik menyangkut sekurang-kurangnya
Hakikat Konflik empat peristilahan: 1) pelaku; 2) perilaku atau
Beberapa konflik bisa bersifat sementara dan tindakan konflik; 3) tujuan yang tidak selaras; dan
laten. Namun, keduanya mempunyai konsekuensi 4) perbuatan yang tidak menyenangkan. Pelaku
yang sama, yaitu: i) apabila konflik dapat diselesai- adalah orang atau kelompok yang berperan
kan secara damai dan tuntas pasti tidak akan dalam suatu peristiwa. Konflik adalah perbuatan
menimbulkan dampak ikutan; dan ii) apabila konflik tertentu yang jahat dan tidak jahat. Perbuatan
tidak dapat diselesaikan secara damai dan tuntas tidak selaras adalah ketidakmampuan hidup untuk
akan ditindaklanjuti dengan tindakan secara terbuka berkumpul atau bersama-sama dalam kedamaian
melalui perseteruan, tawuran, atau peperangan. Hal dan keselarasan. Perbuatan yang tidak menyenang-
itu sangat penting untuk dipahami agar dapat kan adalah tindakan yang bertentangan dengan akal
menyepakati apa yang dimaksud dengan konflik dan sehat sebagai dorongan emosi yang berlebihan,
apa yang bukan konflik. Pada kenyataannya memang seperti marah cenderung terjadi secara spontan dan
tidak mudah dan tidak sederhana untuk memahami cepat. Alasan utama mengapa tindakan rasional dan
konflik, karena dikalangan para ahli itu sendiri berbeda emosional sering bertentangan adalah bahwa
pandangan mengenai pengertian konflik. Namun tindakan rasional memperhitungkan seluruh
demikian, untuk tujuan praktis, konflik dapat konsekuensi, sedangkan tindakan emosional
dipahami sebagai suatu himpunan khusus unsur- tidak mempertimbangkan kemungkinan timbulnya
unsur yang saling terkait secara kontekstual, risiko yang akan dihadapi.
yaitu: pihak-pihak yang berseteru atau bersilang Avrunin (1988) mendefinisikan bahwa conflict
pendapat, isu yang menjadi awal perseteruan, is the opposition of response (behavioral) tendencies,
dinamika perseteruan, dan durasi perseteruan. which may be within an individual or in different
Banyak macam definisi konflik dirumuskan oleh individuals. This definition includes conflicts such as
para ahli, antara lain seperti Bartos (2002) yang a conflict of an individual who faces a choice between
mengatakan bahwa we may begin by acknowledging two job offers, a conflict between the engineers and
that there is a good reason for the great variety of the stylists in planning a new car, or a conflict
conflict definitions —kita boleh memulai dengan between two sovereign states quarreling over fishing
memberitahukan bahwa ada alasan bagus bagi rights or one seeking hegemony over the other —
perbedaan besar definisi konflik. Apa yang dimaksud konflik merupakan ketidak-sepakatan yang kuat dari

662
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

kecenderungan tanggapan perilaku, yang mungkin tampak bahwa setiap tipe konflik ber-hubungan
dalam seseorang atau dalam orang-orang yang secara relatif dengan tipe yang lainnya, sehingga salah
berbeda. Pengertian ini meliputi konflik seperti suatu satu tipe memungkinkan untuk dapat memetakan
konflik seseorang yang menghadapi suatu pilihan konflik apapun secara lebih khusus.
antara dua pekerjaan yang ditawarkan, konflik antara
ahli mesin dan para ahli perancang dalam merencakan Menanggapi Konflik
suatu mobil baru, atau konflik antara dua negara Pihak yang bisa menanggapi konflik adalah
berdaulat yang berrtengkar mengenai hak menang- barangsiapa yang telah memiliki pengalaman dan/
kap ikan atau salah satu yang ingin berkuasa atau pernah terlibat dalam konflik. Hal yang penting
terhadap yang lainnya. Selanjutnya, Avrunin meyata- untuk dilakukan dalam menanggapi konflik adalah
kan bahwa untuk melengkapi definisi konfliknya, telah mencari tentang apa yang menjadi sumber nyata
merumuskan tiga jenis konflik sebagai berikut: a) dari ancaman yang kita persepsikan sebagai konflik
Type I Conflict: conflict that arises within individuals dengan memahami pemikiran semua pihak-pihak
because they are torn between incompatible goals; yang terlibat dalam konflik dan memberikan
b) Type II Conflict: conflict that arises between tanggapan terhadap perasaan yang timbul sebagai
individuals because they want different things and dampak dari peristiwa konflik. Atas dasar itu, semua
have to settle for the same thing; and c) Type III pihak akan memperoleh pandangan yang lebih baik
Conflict: conflict that arises between individuals who bagi penyelesaian terhadap masalah potensial konflik.
want the same thing and have to settle for different Webne-Behrman (1998) mengatakan bahwa we
things. Type I, Type II, dan Type III memiliki hubungan have emotional, cognitive, and physical responses
yang dapat bertransformasi antara yang satu to conflict —kita memiliki tanggapan emosional,
terhadap setiap tipe yang lainnya. Transformasi kognitif, fisikal terhadap konflik. Apa yang dimaksud
tersebut menurut Avrunin adalah sebagaimana yang oleh Webne-Behrman diuraikan secara rinci berikut
divisualkan dalam Ilustrasi 2. ini: a) Emotional responses: Tanggapan emosional
Ilustrasi 2 tersebut menunjukkan bahwa antara terhadap konflik, mulai dari marah dan takut sampai
yang diinginkan (want) dan yang diperoleh (get) dengan putus asa dan bingung. Tanggapan emosional
dapat menimbulkan dua kemungkinan, yaitu konflik ini sering tidak dipahami karena banyak orang
jika kedua hal tersebut berbeda dan tidak ada konflik cenderung percaya bahwa orang lain merasakan hal
jika kedua hal tersebut sama. Dalam ilustrasi itu yang sama seperti yang orang lain rasakan ketika
berada dalam konflik; b) Cognitive responses:
Tanggapan kognitif terhadap konflik, dengan cara
mengemukakan komentar, pendapat, dan pikiran
tentang peristiwa konflik. Meskipun seseorang tidak
terlibat dalam konflik, namun ia akan memberikan
komentar seolah-olah mengetahui konflik tersebut;
dan c) Physical responses: Tanggapan fisik dapat
memainkan suatu peranan penting sebagai
kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan
konflik. Tanggapan ini sebagai upaya untuk mengelola
tingginya stress, cepatnya detak jantung, panasnya
tubuh, terengahnya pernafasan, perasaan ingin
muntah, dan bertambnya kucuran keringat. Semua
ini dilakukan dapat melalui teknik manajemen stress
atau stress management techniques —teknik
manajemen stress.
Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure
of Conflict Multikulturalisme
Dunia adalah tempat untuk multikulturalisme. Suatu
Ilustrasi 2. Transformations of Conflict Type wilayah daerah dan negara adalah tempat untuk

663
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

multikulturalisme. Tempat kerja adalah tempat untuk dengan multikulturalisme. Di negara-negara tersebut,
multikulturalisme. Dengan kata lain, multikulturalisme multikulturalisme merupakan kebijakan, doktrin,
ditemukan di mana saja di permukaan bumi ini. filosofis, ideologi, dan sekaligus realitas yang
Menurut May (1999), multiculturalism is an approach menekankan pada karakteristik unik budaya yang
which replaces universalism and which introduces berbeda asal dari berbagai etnik, agama, dan bangsa
ethnicity unnecessarily and unhelpfully into the civic namun dengan status yang sama. Semuanya
realm that is, ‘civil society’ —multikulturalisme adalah berkumpul dan hidup secara damai dan adil dalam
suatu pendekatan yang menggantikan unversalisme suatu negara. Kondisi hidup seperti itu mengandung
dan yang memperkenalkan etnik yang tidak perlu makna bahwa setiap orang atau kelompok orang
dan tidak mendukung ke dalam wilayah perhatian harus saling menghargai perbedaan perspektif yang
atau kegiatan ‘masyakarat sipil’. Steinberg (1997) berkembang dan bertahan melalui berbagai macam
menguraikan bahwa the concept of multiculturalism pengalaman dan latar belakang perbedaannya.
is a multicultural position to respond racial, socio- Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh
economic class, gender, language, culture, sexual masyarakat multikultural ditunjukkan antara lain
preference, and disability-related diversity —konsep dengan: 1) lebih dari 700 bahasa yang digunakan
multikulturalisme adalah suatu posisi multikultural sehari-hari oleh setiap kelompok masyarakat
untuk menjawab perbedaan yang berkaitan dengan pemakainya; 2) penduduk yang berbeda agama
rasial, golongan sosial-ekonomi, jender, bahasa, yang terdiri atas Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan
budaya, jenis kelamin, dan ketunaan. Budha; dan 3) tradisi yang berasal dari nenek
Calhoun, Light, & Keller (1989) mendefinisikan moyang setiap suku bangsa.
bahwa multiculturalism is an approach to life in a Keberagaman masyarakat Indonesia dituang-
pluralistic society which calls for finding ways for kan dalam moto nasional “Bhinneka Tunggal Ika”
people to understand and interact with one another ( Unity in Diversity). Moto tersebut melambangkan
that do not depend on their sameness but rather on segala perbedaan kultural sebagai dasar kebijakan
respect for their differences —multikulturalisme masional, doktrin, filosofis, ideologis, dan realitas
adalah suatu pendekatan untuk kehidupan dalam sejak awal pembentukan bangsa dan negara
suatu masyarakat pluralistic, yang menuntut untuk Indonesia.
menemukan cara-cara bagi orang-orang untuk
memahami dan berhubungan dengan yang lainnya Menyelesaikan Konflik melalui Pendidikan
yang tidak tergantung kepada persamaan mereka, Multikultural
tetapi lebih pada penghargaan dari perbedaan Pentingnya Pendidikan Multikultural
mereka. Pendidikan multikultural telah berkembang sejak
Selanjutnya, Calhoun, Light, & Keller menambah- tahun 1960-an seiring dengan munculnya kesadaran
kan bahwa multiculturalism is more than a gerakan hak sipil sebagai koreksi terhadap kebijakan
prescription for better intergroup relations in the yang menyatukan kelompok minoritas ke dalam
United States. It can be also recognition of the budaya yang berpengaruh (melting pot), seperti yang
increasingly multicultural nature of social relations terjadi di Amerika Serikat. Hal itu ditunjukkan oleh
in a more international, globally integrated world — May (1999) bahwa over the years, multicultural
multikulturalisme lebih dari pada suatu suatu resep education has promised much and delivered little.
obat bagi hubungan antargroup yang lebih baik Since its popularization in the late 1960s and early
di Amerika Serikat. Hal itu juga dikenal sifat 1970s, proponents have argued that multicultural
multikultural yang meningkat dari hubungan sosial education, and the associated notion of cultural
dalam dunia yang lebih terpadu secara internasional pluralism, can accomplish all manner of things. A
dan global. central claim has been that multicultural education
Tidak ada satu negara pun di permukaan bumi can foster greater cultural interaction, interchange,
ini tanpa multikulturalisme. Hal itu dibuktikan and harmony, both in schools and beyond —
dengan banyak negara seperti the United States, bertahun-tahun, pendidikan multikultural telah
Canada, Australia, French, United Kingdom, dan menjanjikan banyak dan menyerahkan sesuatu yang
Indonesia sebagai contoh negara yang ditumbuhi kecil. Sejak popularitasnya di akhir tahun 1960-an

664
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

dan awal 1970-an, para pendukung telah membantah kultural Banks & Banks menguraikan bahwa
bahwa pendidikan multikultural, dan gagasan multicultural education not only draws content,
pluralism kultural, dapat mencapai semua kebiasa- concepts, paradigms, and theories from specialized
an. Klaim utama bahwa pendidikan multikultural telah interdisciplinary fields such as ethnic studies and
dapat mendorong interaksi, perubahan, dan women studies (and from history and the social and
harmosiasi kultural yang lebih besar, baik di sekolah behavioral sciences), it also interrogates, challenges,
maupun di luar itu. and reinterprets content, concepts, and paradigms
Menyadari pentingnya pendidikan multi- from the established disciplines. Multicultural
kultural, Banks & Banks (1995) mendefinisikan education applies content from these fields and
bahwa multicultural education is a field of study and disciplines to pedagogy and curriculum development
an emerging discipline whose major aim is to create in educational settings —pendidikan multikultural tidak
equal educational opportunities for students from hanya menggambarkan konten, konsep, paradigm,
diverse racial, ethnic, social-class, and cultural dan teori dari bidang interdisipliner khusus seperti
groups.—pendidikan multikultural adalah suatu kajian etnik dan perempuan (dan dari sejarah dan
bidang studi dan disiplin terpadu yang tujuan utama- ilmu sosial dan perilaku), namun juga interogasi,
nya adalah untuk menciptakan kesempatan tantangan, dan menafsirkan kembali konten, konsep,
pendidikan yang sama bagi peserta didik dari dan paradigm dari disiplin yang sudah mapan.
kelompok rasial, etnik, kelas sosial, budaya yang Pendidikan multikultural menerapkan konten dari
berbeda. Berkenaan dengan tujuan pendidikan bidang-bidang dan disiplin tersebut terhadap
multi kultural, se lanjut nya Banks & Banks pengembangan pedagogi dan kurikulum dalam seting
menyatakan bahwa one of its important goals is to pendidikan.
help all students to acquire the knowledge, attitudes, Beberapa ahli pendidikan multikultural telah
and skills needed to function effectively in a pluralistic mengembangkan typology pendidikan multikultural.
democratic society and to interact, negotiate, and Tipologi ini, menurut Banks (1994) dan Sleeter &
communicate with peoples from diverse groups in Grant (1993), can provide a framework for thinking
order to create a civic and moral community that about multicultural education, giving educators—and
works for the common good —salah satu tujuan others—a clearer understanding of what people mean
pendidikan multikultural adalah untuk membantu by the term. The multicultural typology is useful for
semua peserta didik menguasai pengetahuan, sikap educators, policy makers, and others who are just
dan keterampilan yang diperlukan untuk digunakan beginning to consider multicultural education
secara efektif dalam suatu masyarakat demokratis options; future digests will address more issues that
yang majemuk dan berinteraksi, bernegosiati, dan are advanced. The multicultural education typology
berkomunikasi dengan orang-orang dari kelompok comprises of programs that can be broadly divided
yang berbeda guna menciptakan komunitas madani into three categories, according to their primary
dan moral yang cocok dengan ketetntuan umum. emphasis —dapat melengkapi suatu kerangka untuk
Definisi pendidikan multikultural sebagaimana berpikir mengenai pendidikan multikultural,
yang diartikan oleh Banks & Banks mencakup a memberikan pendidikan—dan yang lainnya— suatu
field of study designed to increase educational equity pema-haman yang jelas apa yang dimaksud orang-
for all students that incorporates, for this purpose, orang dengan istilah. Tipologi multikultural berguna
content, concepts, principles, theories, and paradigms bagi pendidik, pembuat kebijakan, dan lainnya yang
from history, the social and behavioral sciences, and baru memulai untuk memper-timbangkan opti
particularly from ethnic studies and women studies pendidikan multikultural; cernaan masa depan akan
— suatu bidang kajian yang dirancang untuk mening- menyebutkan banyak isu yang terdahulu. Tipologi
katkan kebersamaan pendidikan yang menggabung- pendidikan multikultural terdiri atas program yang
kan, untuk tujuan ini, konten, konsep, prinsip, teori, dapat dibagi secara luas ke dalam tiga kategori,
dan paradigm dari sejarah, ilmu sosial dan perilaku, menurut penekanan utama mereka. Tipologi
dan khususnya dari kajian etnik dan kajian pendidikan multikultural sebagaimana yang dimaksud
perempuan. oleh Banks (1994) dan Sleeter & Grant (1993)
Berkenaan dengan materi pendidikan multi- adalah sebagaimana yang diuraikan berikut ini:

665
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

Content-Oriented Programs programs are intended to increase the academic


Program ini merupakan hal yang paling umum dikenal achievement of these groups, even when they do
dan menekankan pada materi yang berkaitan dengan not involve extensive changes in the content of the
multikultural. Tujuan utamanya yaitu meng- curriculum —sementara itu program kurikuler
integrasikan materi tentang kelompok cultural yang berusaha untuk meningkatkan bidang pengetahuan
berbeda-beda dalam kurikulum dan buku pelajaran mengenai kelompok etnik, budaya, dan jender,
untuk meningklatkan pengetahuan peserta didik program berorientasi peserta didik dimaksudkan
tentang kelompok kultural. untuk meningkatkan prestasi kademik dari kelompok-
Menurut Banks (1994) bahwa these programs kelompok ini, bahkan ketika mereka tidak terlibat
have three goals: 1) to develop multicultural content perubahan ekstensif dalam konten kurikulum.
throughout the disciplines; 2) to incorporate a variety Selanjutnya Banks menegaskan bahwa student-
of different viewpoints and perspectives in the oriented programs have four categories: 1) programs
curriculum; and 3) to transform the canon, ultimately that use research into culturally based learning styles
developing a new paradigm for the curriculum — in an attempt to determine which teaching styles to
program ini mempunyai tiga tujuan: 1) mengem- use with a particular group of students; 2) bilingual
bangkan konten multikultural melalui ilmu; 2) meng- or bicultural programs; 3) language programs built
gabungkan berbagai pandangan dan perspektif yang upon the language and culture of African-American
berbeda dalam kurikulum; dan 3) mentransformasi students; and 4) special math and science programs
aturan atau prinsip, utamanya mengembangkan fo r minority or female student s —pro gram
suatu paradigm baru bagi kurikulum. berorientasi peserta didik mempunyai empat
Program seperti ini oleh Sleeter and Grant kategori: 1) program yang menggunakan riset ke
(1993) disebut sebagai single-group studies; dalam gaya belajar berbasis kultural dalam suatu
common examples include black, ethnic, and women’s upaya untuk menentukan gaya mengajar yang
studies programs. Some schools have also created digunakan untuk kelompok khusus peserta didik; 2)
single-gender classrooms, designed specifically to program dua bahasa dan dua budaya; 3) program
meet the educational needs of girls away from the bahasa bibentuk atas bahasa dan budaya peserta
distractions of a mixed-gender situation. Afro centric didik Afrika d an Ameri ka; dan 4) pro gram
schools and single-gender classrooms, thus, combine matematika dan ilmu alam khusus untuk peserta didik
elements from content-oriented programs with minoritas dan perempuan.
aspects of student-oriented programs —contoh Terkait dengan program berorientasi peserta
umum mencakup program kajian orang hitam, etnik, didik, Sleeter and Grant (1993) menguraikan
dan perempuan. Beberapa sekolah telah menciptakan bahwa many of these programs are designed not to
kelas perempuan tersendiri, yang dirancang secara transform the curriculum or the social context of
spesifik sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak education, but to help culturally or linguistically
gadis jauh dari gangguan dari suatu situasi kelas different students make the transition into the
campuran. Jadi, sekolah orang keturunan Afrika dan educational mainstream. To do this, these programs
kelas tunggal perempuan mengkombinasikan unsur- often draw upon the varied linguistic and cultural
unsur dari program berorientasi konten dengan backgrounds of their student bodies —banyak
aspek-aspek program berorientasi peserta didik. program ini dirancang tidak untuk mentransformasi
kurikulum atau konteks sosial pendidikan, tetapi
Student-Oriented Programs untuk membantu peserta didik yang berbeda secara
Program ini ini memperhatikan kelompok siswa kultural dan bahasa membuat transisi ke dalam arus
minoritas, karena pendidikan multikultural merupa- pendidikan. Untuk melakukan ini, program tersebut
kan suatu upaya untuk merefleksikan tumbuhnya sering manggambarkan latar belakang bahasa dan
perbedaan di dalam kelas di AS. Utamanya adalah budaya yang bervariasi dari peserta didik.
sebagaimana yang dikatakan oleh Banks (1994)
bahwa while curricular programs attempt to increase Socially-Oriented Programs
the body of knowledge about different ethnic, Program ini mempunyai impak (impact) yang cukup
cultural, and gender groups, student-oriented luas dalam peningkatan toleransi budaya dan rasial

666
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

dan mengurangi bias kedua hal tersebut. Menurut (1988) bahwa some conflicts may not be very
Ba nks (199 4), thi s ca tego ry o f prog ram dramatic and are often resolved with little difficulty,
encompasses not only programs designed to but some have potential for escalation. We propose
restructure and desegregate schools, but also to show that there are systematic structural
programs designed to increase all kinds of contact properties running through the spectrum of all
among the races: programs to encourage minority conflicts and that these abstractions are relevant to
teachers, anti-bias programs, and cooperative the process of resolving conflict —beberapa konflik
learning programs —kategori ini mencakup program mungkin tidak begitu dramatic dan sering diselesaikan
tidak hanya program yang dirancang untuk dengan kesulitan kecil, tetapi beberapa memiliki
merestruktur dan memisahkan sekolah, tetapi potensi untuk menjadi lebih besar. Kita merancang
juga program yang dirancang untuk meningkatkan untuk menunjukkan bahwa ada property struktural
semua jenis kontak di antara bangsa: program untuk sistematik berlangsung melalui spektrum semua
mendorong guru minoritas, program anti-bias, dan konflik dan bahwa abstraksi berkaitan dengan proses
program belajar kooperatif. penyelesaian konflik.
Sleeter and Grant (1993) menguraikan program Penangan konflik sebagaimana yang disarankan
ini bahwa this type of multicultural education oleh Avrunin terdiri atas tiga tipe, yaitu sebagai
emphasizes “human relations” in all its forms and berikut:
incorporates some characteristics of the other two Pertama, Type I Conflict Resolution: The conflict
program types —tipe pendidikan multikultural ini between incompatible goals felt by an individual who
menekankan hubungan manusia dalam segala must make a difficult choice is usually regarded as
bentuknya dan menyatukan beberapa karakteristik something quite distinct from conflict between
tipe dua program lainnya. Bagaimanapun juga, individuals, and it may seem unreasonable to expect
menurut Sleeter and Grant selanjutnya bahwa this such intra-individual conflict to serve as a model for
type of multicultural education to include a much understanding inter-individual conflict —konflik
broader spectrum of programs with socially oriented antara tujuan yang tidak cocok dirasakan oleh
and social activist goals —tipe pendidikan multikultural seorang individu yang harus membuat suatu
mencakup spektrum yang sangat luas program pilihan sulit biasanya berkenaan dengan sesuatu
dengan tujuan berorientasi secara sosial dan para yang sangat berbeda dari konflik antara individu-
pegiat sosial. individu, dan itu akan tampak tidak beralasan untuk
Program ini menekankan penerapan keteram- mengharapkan konflik intra-individu digunakan
pilan berpikir kritis untuk mengkritisi masalah rasisme, sebagai model untuk memahami konflik antar
seksisme, dan aspek-aspek represif lainnya pada individu. Type I divisualisasikan sebagaimana yang
masyarakat Amerika. Selain itu juga menekankan tampak dalam Ilustrasi 3 berikut ini.
untuk mengkaji keragaman bahasa, budaya yang
berpengaruh, pendekatan belajar kooperatif,
keterampilan membuat keputusan guna memper-
siapkan siswa untuk menjadi warga negara aktif
secara sosial.

Penanganan Konflik
Konflik yang serius sangat penting untuk segera
ditangani sebagaimana dikatakan oleh Bartos Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure
(2002) bahwa because incompatibility of goals is a of Conflict
major source of conflict, a society can lessen conflict
Ilustrasi 3. Search for Option Optimality in
by addressing the main causes of incompatible — Resolving Individual Conflict
karena ketidakcocokkan tujuan adalah sumber
utama konflik, suatu masyarakat dapat mengurangi Ilustrasi 3 menunjukkan bahwa teori pilihan
konflik dengan mengemukakan penyebab utama individual menggambarkan kondisi di mana keputusan
ketidakcocokkan. Oleh karena itu, menurut Avrunin optimal tidak mudah dicapai dan memiliki penerapan

667
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

penting terhadap konflik di antara individual;


Kedua, Type II Conflict Resolution: The simple
classification of Type II conflicts is approach–
approach; approach–avoidance; and avoidance–
avoidance—klasifikasi sederhana Tipe II konflik
merupakan pendekatan–pendekatan; pendekatan–
penghindaran; dan penghindaran–penghindaran. Tipe Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure
ini menghasilkan sebanyak 5 macam penyelesaian of Conflict
konflik sebagaimana ditunjukkan dalam Ilustrasi 4,
Ilustrasi 5. Viable options bounded by a-3-b and a-
5, dan 6. 3-2-b
Ilustrasi 4 menunjukkan Type II dengan Viable
Options di mana A and B with peaks at ‘a – b’, Dalam Ilustrasi 6 dapat dilihat the ambience
respectively, with ‘a’ to the left of ‘b’ on the scale of untuk B telah menjadi negatif, maka konflik telah
options. berubah secara radikal dan berbeda secara kualitatif.
B memulai posisi 2 persimpangan jarak pilihan yang
cocok.

Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure


Sumber: Avrunin, George S. 1988. The Structure of Conflict
of Conflict
Ilustrasi 6. Viable Options Bounded By a-2-b
Ilustrasi 4. Viable Options Bounded By a-b and a-2-3-b

Ilustrasi 4 tersebut menjelaskan bahwa these Semua ilustrasi Type II Conflict di atas
initial positions for A are labeled 1 and 2, to the left menunjukkan bahwa penyelesaian konflik dapat
and right of a, respectively, and the intercepts for B dilakukan dengan 5 macam pilihan dan/atau
are labeled 3 and 4 to the left and right of b, terdistribusi ke dalam 5 tingkat kesulitan;
respectively. The peaks and intercepts partition the Ketiga, Type III Conflict Resolution: Trial by
scale of options into segments, and the figure is combat is the characteristic mode of resolving Type
drawn with the boundaries of segments equally III conflict. Karakteristik Type III Conflict Resolution
spaced —posisi utama untuk A dilabeli 1 dan 2, ke berikut ini membedakannya dari tipe-tipe yang
kiri dan kanan a, masing-masing, dan intersep lainnya: a) The options consist of alternative courses
untuk B dilabeli 3 dan 4, ke kiri dan kanan b, of action, rather than their consequences, and both
masing-masing. Tertinggi atau terkuat dan are unpredictable —pilihan berisi arah pilihan
intersep membagi skala pilihan ke dalam segmen tindakan; b) The course of a Type III conflict consists
dan figure digambarkan dengan batasan segmen of a sequence of actions and reactions taken by the
secara sama. antagonists unilaterally —konflik tipe III berisi suatu
Dalam Ilustrasi 5 dapat dilihat “the ambience” rangkaian tindakan dan raksi yang diambil oleh
untuk A telah menjadi negatif, maka konflik telah antagonis secara tunggal; c) Communication is
berubah secara radikal dan berbeda secara limited and untrustworthy, words and actions may
kualitatif. A memulai posisi 2 persimpangan jarak not be compatible —komunikasi dibatasi dan tidak
pilihan yang cocok. dipercayai, kata dan tindakan bisa tidak cocok; d)
Po we r do mi nate s persuasion — ke kuata n
mendominasi persuasi; e) Self-interest dominates

668
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

common interest —kepentingan sendiri mendominasi ability to work together —meningkatkan keeratan
kepentingan umum; f) It is highly susceptible to kelompok: ketika konflik diselesaikan secara efektif,
escalation —gampang dipengaruhi untuk berkembang anggota tim dapat mengembangkan penghargaan
lebih besar; g) It may be resolved by the parties kuat bersama dan keyakinan yang terbaharui kembali
themselves by “playing it out” (e.g., combat) or by dalam kemampuan mereka untuk bekerja bersama-
transformation into Type II with reduced likelihood sama; and c) Improved self-knowledge: Conflict
of escalation, a defusing process, at the price of pushes individuals to examine their goals in close
some loss of sovereignty —itu bisa diselesaikan oleh detail, helping them understand the things that are
pihak mereka sendiri dengan memainkan itu semua most important to them, sharpening their focus, and
(misalnya perang); h) Controlled by loss of enhancing their effectiveness —memperbaiki
sovereignty — dikontrol dengan kehilangan pengetahuan-diri: konflik mndorong individu untuk
kedaulatan; and i) There is always a loser —selalu mengkaji tujuan mereka dengan rincian akhir,
ada yang kalah. membantu mereka memahami sesuatu yang paling
penting bagi mereka, menajamkan fokus mereka,
Peranan Pendidikan Multikultural Dalam dan memperbaiki efektivitas mereka.
Penanganan Konflik Pada intinya, pendidikan multikultural dapat
Menanggapi konflik merupakan bagian dari berperan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
keterampilan hidup sebagaimana yang dikemukakan situasi konflik dan kesadaran untuk segera
oleh Bartos (2002) bahwa handling conflict is simply menyele saikannya, me ningkatkan keerat an
one of the life skills we learn and practice. Some of kelompok kultural agar apabila terjadi konflik dapat
us can do it much better than others do. The good diselesaikan secara efektif berdasarkan pada saling
news is that by resolving conflict successfully, we menghargai secara bersama-sama, dan menyem-
can solve many of the problems that it has brought purnakan pengetahuan diri sendiri untuk mengkaji
to the surface, as well as getting benefits — secara lebih dalam dan dekat agar dapat membantu
menangani konflik merupakan salah satu yang untuk memberikan pemahaman dan menajamkan
sederhana dari keterampilan hidup yang kita pelajari fokus terhadap segala permasalahan yang mengawali
dan praktikkan. Beberapa dari kita dapat melakukan terjadinya konflik, dan meningkatkan keefektivan
lebih baik dari yang dilakukan olah yang lainnya. Berita mengatasi suatu konflik.
baiknya adalah bahwa dengan menyelesaikan konflik
secara sukses, kita dapat menyelesaikan banyak Implementasi Pendidikan Multikultural di
masalah yang telah membawa ke permukaan. Indonesia
Dengan demikian, penanganan konflik perlu Wacana yang hangat dalam pendidikan mutlikul-tural
menjadi salah satu kajian yang sangat penting menghasilkan tuntutan implementasi pendidikan
dalam pe ndidikan multikult ural. Peranan multikultural yang kuat dan berhasil dalam sistem
pendidikan multikultural dalam menangani konflik pendidikan nasional di berbagai negara. Hal itu sejalan
seperti yang dikemukakan oleh Bartos adalah: a) dengan pernyataan Banks (1995) bahwa there is
Increased understanding: The discussion needed to general agreement among most scholars and
resolve conflict expands people’s awareness of the researchers that, for multicultural education to be
situation, giving them an insight into how they can implemented successfully, institutional changes
achieve their own goals without undermining those must be made, including changes in the curriculum;
of other people —meningkatkan pemahaman: the teaching materials; teaching and learning styles;
diskusi diperlukan untuk menyelesaikan konflik the attitudes, perceptions, and behaviors of teachers
dengan menambah kesadaran orang-orang menge- and administrators; and the goals, norms, and
nai situasi, memberikan mereka suatu pandangan culture of the school —terdapat kesepakatan umum
ke dalam bagaimana mereka dapat mencapai tujuan dianatar banyak ahli dan peneliti yang, untuk
sendiri tanpa mengurangi percaya diri orang-orang pendidikan multikultural yang diimplementasikan
lain; b) Increased group cohesion: When conflict is secara sukses, perubahan institusional harus dibuat,
resolved effectively, team members can develop termasuk perubahan dalam kurikulum; bahan-bahan
stronger mutual respect and a renewed faith in their pembelajaran; gaya mengajar dan belajar; sikap,

669
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

persepsi, dan perilaku guru dan administrator; dan Selain itu, dalam merancang kurikulum
tujuan, norma, budaya sekolah. pendidikan multikultural yang tepat bagi sekolah di
Apa yang telah dikemukakan oleh Banks Indonesia harus mempertimbangkan pada pende-
membawa implikasi bahwa pendidikan multikultural katan khsusus sebagaimana yang disarankan oleh
di Indonesia harus berdasarkan pada landasan Banks (1995) yang divisualisasikan dalam Ilustrasi
konseptual dan kebijakan yang kokoh. Jika kita 7.
mengharapkan bahwa pendidikan multikulutaral dapat Ilustrasi 7 menunjukkan bahwa pendekatan
menjadi lebih baik yang dipahami dan diimplementasi- pengembangan kurikulum pendidikan multikultural
kan secara penuh dan konsisten sesuai dengan teori terdiri atas 4 tingkatan, yaitu: 1) Level 1: the
atau landasan konseptual dan kebijakannya, Contributions Approach. Cakupan dari pendekatan
pendidikan multikultural harus dijabarkan secara ini adalah heroes, heroines, holidays, foods, and
komprehensif dan jelas arahnya. discrete cul tural el ements are cel ebrate d
Faktor penting dalam pendidikan multikultural di occasionally; 2) Level 2: the Additive Approach.
Indonesia sebaiknya fokus pada berbagai macam Cakupan dari pendekatan ini adalah content,
perbedaan dalam ras, kesukuan, tingkatan sosial- concepts, lessons, and units are added to the
ekonomi, jender, agama, dan kekhususan atau curriculum without changing its structure; 3) Level
keunikan individu. Konseptualisasi, organisasi, dan 3: the Transformation Approach. Cakupan dari
pemilihan materi pendidikan multikultur menurut pendekatan ini adalah the structure of the
Banks (1995) mengacu pada: a) content integration; curriculum is changed to enable students to view
b) the knowledge construction process; c) prejudice concept, issues, events, and themes from the
reduction; d) a fairly and equally pedagogy; and e) perspectives of diverse ethnic and cultural groups;
an empowering school culture and social structure dan 4) Level 4: the Action Approach. Cakupan dari
—(a) integrasi konten; (b) proses konstruksi pendekatan ini adalah students make decision on
pengetahuan; (c) mengurangi prejudis; (d) pedagogi important personal, social, and civic problem and
yang adil dan sama; dan (e) memberdayakan take action to help solve them.
budaya sekolah dan struktur sosial.

Sumber: Banks & Banks. 1995. Handbook of Research on Multicultural Education

Ilustrasi 7. Approaches to Multicultural Curriculum Development

670
Hermana Somantrie, Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural

Bagaimana melaksanakan pembelajaran akan menambah potensi dan eskalasi konflik ke arah
pendidikan multikultural yang dapat memberikan yang lebih besar. Oleh karena itu, setiap orang atau
kemampuan kepada peserta didik untuk mengatasi setidak-tidaknya beberapa orang tertentu perlu
konflik di dalam kelas (teaching children to solve memiliki kemampuan bagaimana cara menangani
conflict in the classroom) dijelaskan oleh Lickona atau menyelesaikan masalah konflik. Dengan memiliki
(1992) dengan cara: 1) using class-meeting to deal kemampuan tersebut, para penyelesai atau mediator
with conflict; 2) guiding students through actual konflik akan terdorong untuk terlibat secara proaktif:
conflict; 3) assigning students as “conflict manager”; 1) mencari penyebab terjadinya suatu konflik dan
(4) increasing students’ responsibility for solving their 2) menyelesaikan konflik.
own problem; and 5) conducting conflict training with Salah satu instrumen yang dapat memberikan
older students —(1) menggunakan pertandingan kemampuan untuk mengurangi masalah konflik yaitu
kelas untuk mengurangi konflik, (2) membimbing melalui penyelenggaraan pendidikan multikultural
peserta didik melalui konflik yang nyata, (3) yang diharapkan dapat menjadi faktor penting untuk
menugaskan peserta didik sebagai manajer konflik, membantu memecahkan masalah sosial dan cultural,
(4) meningkat-kan tanggungjawab peserta didik seperti konflik yang seringkali terjadi dalam
untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, dan masyarakat.
(5) menyelenggarakan pelatihan konflik dengan
peserta didik yang lebih tua. Saran
Dalam masyarakat multikultural sebaiknya setiap
Simpulan dan Saran perbedaan menjadi potensi yang memperkuat
Simpulan keeratan dan pertalian hidup di antara masyarakat
Konflik dalam masyarakat multikultural tidak akan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap anggota
pernah dapat dihindari karena konflik itu sendiri masyarakat harus mampu meminimalisir dan
merupakan akibat dari adanya perbedaan perspektif menjauhkan diri dari segala perbedaan yang akan
dan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat mengarah pada terjadinya suatu konflik.
tersebut. Meskipun konflik merupakan akibat dari Apabila terdapat fenomena masalah yang akan
persoalan yang terjadi sebelumnya, namun konflik menimbulkan konflik sebaiknya segera mencari akar
juga dapat mengakibatkan permasalahan lainnya dari permasalahannya untuk disele-saikan dalam waktu
mulai yang paling sederhana sampai dengan dengan yang tidak terlalu lama. Dalam penyelesaian masalah
yang paling kompleks. tersebut perlu dilibatkan secara langsung para pelaku
Dalam suatu konflik sekurang-kurangnya yang terkait dengan masalah. Oleh karena itu,
menyangkut 1) pelaku konflik, 2) perilaku atau diperlukan orang-orang yang memiliki kemampuan
tindakan konflik, 3) tujuan yang tidak selaras, dan untuk memecahkan masalah dan konflik.
4) perbuatan yang tidak menyenagkan. Konflik Pendidikan multikultural sebaiknya menjadi
sebenarnya bisa diselesaikan oleh para pelaku konflik prioritas untuk segera diwujudkan di setiap satuan
itu sendiri atau dengan bantuan pihak ketiga atau pendidikan mengingat peranan pendidika n
pihak lainnya yang mempunyai kepedulian secara multikultural yang diharapkan dapat memper-siapkan
proaktif dalam penyelesaian masalah konflik. peserta didik untuk memiliki kemampuan dalam
Menangani suatu konflik bukanlah suatu menangani konflik.
pekerjaan yang mudah karena apabila tidak ber-hasil

Pustaka Acuan
Avrunin, George S. 1988. The structure of conflict. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Banks, J. A. 1994. An introduction to multicultural education. Boston: Allyn and Bacon.
Banks & Banks. 1995. Handbook of research on multicultural education. New York: MacMillan Publishing,
Inc.
Bartos, Otomar J. 2002. Using conflict theory. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Calhoun, Craig; Donald Light; & Suzanne Keller. 1989. Sociology. New York: McGraw-Hill, Inc.

671
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6, Nopember 2011

Lickona, Thomas. 1992. Educating for character. New York: Bantam Books.
May, Stephen. 1999. “Towards critical multiculturalism”. In Stephen May (editor). Critical multiculturalism:
rethinking multicultural and antiracist education. London: Falmer Press.
Sleeter, C. E., & Grant, C. A. 1993. Making choices for multicultural education: five approaches to race,
class, and gender. (2nd Ed.). New York: Merrill.
Steinberg, Shirley R. 1997. Changing multiculturalism. Philadelphia, PA: Open University Press.
Varshney, Ashutosh; Rizal Panggabean; & M. Zulfan Tadjoeddin. 2004. Pattern of collective violence in
Indonesia (1990-2003). Jakarta: United Nations Supports Facility for Indonesian Recovery
(UNSFIR), working paper-04/03.
Webne-Behrman, Harry. 1998. The practice of facilitation: managing group process and solving problems.
Westport, CT: Quorum Books.

672

Anda mungkin juga menyukai