Anda di halaman 1dari 54

 

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

  2.1 Manajamen Aset


Manajemen aset merupakan suatu teori baru dalam ilmu properti yang
 
muncul akibat adanya kenyataan bahwa suatu wilayah khususnya Indonesia yang
 
memiliki kekayaan sumber daya, baik sumber daya alam, manusia maupun
 
infrastruktur. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian manajemen dan
  aset.
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan
(controlling) dan penganggaran (budgeting), (Nawawi, 2003). Sedangkan menurut
Robbins (2004), definisi manajemen adalah “the process getting things done,
effectively and efficiently, through and with other people”. Berdasarkan pengertian
tersebut maka dapat dikatakan bahwa manajemen adalah proses yang dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengontrolan secara efektif
dan efisien.
Menurut Siregar (2004:175) pengertian aset adalah barang (thing) atau
sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai
komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh
badan usaha, instansi atau individu. Ada dua jenis aset yaitu aset berwujud
(tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Berdasarkan modul Prinsip-
Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah, aset adalah barang, yang dalam
pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda
bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud
(intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu
instansi, organisasi, badan usaha ataupun individu perorangan.
Aset negara menurut Siregar (2004) adalah bagian dari kekayaan negara
atau Harta Kekayaan Negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak atau barang

11

 
 

 
tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh Instansi Pemerintah, yang sebagian
 
atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
 
(APBN) serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan negara yang
 
dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah Daerah. Sedangkan
  berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pengertian aset negara
adalah sangat luas yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat
 
dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik yang berupa uang maupun barang
 
yang dapat dijadikan milik negara.
  Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa aset
  merupakan barang atau benda yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai tukar
yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dimiliki oleh suatu
badan usaha atau individu yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.1 Pengertian Manajemen Aset


Pemerintah South Australia dalam Hariyono (2007:3) mendefinisikan
manajemen aset sebagai “…a process to manage demand and guide acquisition,
use and disposal of assets to make the most of their service delivery potential, and
manage risks and costs over their entire life”, yang artinya proses untuk
mengelola permintaan dan akuisisi panduan, penggunaan dan penjualan aset untuk
memanfaatkan potensi layanan, dan mengelola risiko dan biaya seumur hidup
aset.
Menurut Danylo dan Lemer dalam Hariyono, (2007:4) adalah “…a
methodology to efficiently and equitably allocate resources amongst valid and
competing goals and objectives.”, yang artinya sebuah metodologi efisien dan
mengalokasikan sumber daya secara adil untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Definisi lain dari manajemen aset berdasarkan Diktat Teknis Manajemen
Aset Daerah (2007), menjelaskan pengertian manajemen aset yaitu

12

 
 

 
“siklus pengelolaan barang yang dimulai dari perencanaan
  (planning); meliputi penentuan kebutuhan (requirement) dan
penganggarannya (budgeting), pengadaan (procurement); meliputi
 
cara pelaksanaannya, standard barang dan harga atau penyusunan
  spesifikasi dan sebagainya, penyimpanan dan penyaluran (storage
and distribution), pengendalian (controlling), pemeliharaan
  (maintainance), pengamanan (safety), pemanfaatan penggunaan
(utilities), penghapusan (disposal), dan inventarisasi
  (inventarization).”
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
 
mencakup proses mulai dari proses perencanaan (planning) sampai dengan
 
penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset tersebut
  selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi.

2.1.2 Bentuk Aset


Menurut Sutrisno (2004), Aset berdasarkan bentuknya dibagi menjadi 2
jenis yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Bentuk
aset berwujud adalah bangunan, infrastruktur, mesin/peralatan dan fasilitas.
Sedangkan untuk bentuk aset dari aset yang tidak berwujud adalah Sistem
Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi), Patent (Hak Cipta), Quality (Kualitas),
Goodwill (Nama Baik/Citra), Culture (Budaya), Capacity (Sikap, Hukum,
Pengetahuan, Keahlian), Contract (Perjanjian) dan Motivation (Motivasi).
Aset intangible (tidak berwujud), adalah aset non keuangan yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
termasuk hak atas kekayaan intelektual. Sedangkan aset tetap adalah aset
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih baik dari dua belas bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, (Siregar: 2002). Untuk lebih jelasnya, pengelompokkan
bentuk aset dapat dilihat pada tabel 2.1.

13

 
 

 
Tabel 2.1
 
Bentuk Aset
 

  No Bentuk Aset Aset


Bangunan
  Infrastruktur
1 Berwujud (Tangible)
Mesin/Peralatan
  Fasilitas
Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi)
Patent (Hak Cipta)
  Quality (Kualitas)
Goodwill (Nama Baik/Citra)
  2 Tidak Berwujud (Intangible)
Culture (Budaya)
Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian)
  Contract (Perjanjian)
Motivation (Motivasi)
Sumber: Bentuk Aset (Sutrisno, 2004).

2.1.3 Kategori Aset


Menurut Hariyono (2007), kategori aset publik dalam kaidah internasional
mencakup aset operasional, aset non operasional, aset infrastruktur, dan
community aset. Kategori aset publik ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2

Kategori Aset Publik

Kategori Aset Keterangan


Aset Operasional Tanah yang termasuk special property
Rumah Tinggal Dinas
Perumahan Lainnya
Bangunan Kantor
Sekolah
Perpustakaan
Gedung Olahraga
Golf
Mess
Museum dan Galery
Bengkel
Tempat Parkir
Kendaraan
Mesin
Kuburan
Aset Non Operasional Tanah yang akan dibangun
Komersial property
Aset Investasi

14

 
 

 
Aset berlebih (Surplus Aset)
  Aset Infrastruktur Jalan Raya
Pelabuhan/ Dermaga
  Jembatan
Saluran Air
  Dan lain-lain
Community Aset Halaman dan Taman
Bangunan Bersejarah
 
Bangunan Kesenian
Museum
  Sarana Ibadah
Sumber: Hariyono (2007)
 
Berdasarkan tabel 2.2, kategori aset publik dalam kaidah internasional,
 
sebagai adalah berikut:
  1. Aset Operasional
Aset yang dipergunakan dalam operasional pemerintah/perusahaan
yang dipakai secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada masa yang
akan datang.
a. Dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai
operasional pemerintah/ perusahaan.
b. Bukan aset khusus, artinya jika aset khusus berupa prasarana
dan aset peninggalan sejarah (yang harus dikontrol oleh
pemerintah), tetapi secara fisik tidak harus ditempati untuk
tujuan operasional.
2. Aset Non Operasional
Aset Non Operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian
integral dari operasional perusahaan/pemerintah dan
diklasifikasikan sebagai aset berlebih yang tidak dipakai untuk
penggunaan secara berkelanjutan atau mempunyaimpotensi untuk
digunakan dimasa yang akan datang.
3. Aset Infrastruktur
Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik
yang tidak terkait, biaya pengeluaran dari aset infrastruktur
ditentukan oleh kontinuitas penggunaan aset bersangkutan, seperti
jalan raya, jembatan dan sebagainya.

15

 
 

 
4. Community Aset
 
Community aset adalah aset milik pemerintah yang digunakan
 
secara terus menerus, namun umur ekonomis atau umur gunanya
  tidak ditetapkan dan terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak
  dapat dialihkan).

  Dari penjelasan kategori aset publik diatas, dapat disimpulkan bahwa aset
yang bersifat pelayanan terhadap publik disesuaikan dengan berbagai macam
 
aktivitasnya. Aset tersebut memiliki banyak fungsi yang diperuntukkan bagi
 
pelayanan publik.
 

2.1.4 Pandangan Aset dari Konsep Hukum


Menurut Siregar (2004:182), Aset yang dipandang dari konsep hukum
adalah properti. Properti dapat diartikan sebagai real estate atau personamlity.
Dalam perkembangannya properti dikelompokkan menjadi empat jenis meliputi
real property, personal property, business dan financial interest. Berikut adalah
penjelasan lebih lanjut mengenai pandangan aset dari konsep hukum.
1. Real Property (Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Bangunan)
Real Property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum dan
manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Sebaliknya,
real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang
keberadaannya secara alami di atas tanah yang bersangkutan, dan
semua benda yang melekat dengan tanah itu, misalnya bangunan dan
pengembangan tapak.
2. Personal property (Benda Bergerak)
Personal Property merujuk pada hak kepemilikan atas suatu benda
bergerak di dalam bagian-bagian benda selain dari real estate (tanah
atau bangunan secara fisik). Benda-benda tersebut dapat berwujud
(tangible) atau tidak berwujud (intangible), misalnya utang-piutang,
goodwill dan hak paten. Benda bergerak yang berwujud mewakili

16

 
 

 
kepemilikan dari benda-benda yang tidak melekat secara permanen
 
pada tanah dan bangunan atau yang ada pada umumnya bersifat dapat
 
di pindah tangankan ke tempat lain (move ability).
  3. Business (Kegiatan Usaha)
  Business adalah setiap kegiatan di bidang komersial, industri, jasa atau
investigasi yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi. Bisnis pada
 
umumnya dijalankan oleh badan usaha yang mencari untung yang
 
kegiatan usahanya untuk memberikan produk barang atau jasa kepada
  konsumen. Sedangkan badan usaha adalah badan yang didirikan
  berdasarkan hukum yang berlaku. Suatu kegiatan usaha mungkin saja
dalam bentuk badan hukum atau bukan. Badan usaha meliputi seluruh
rentang kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, yang
mencakup baik sektor swasta maupun sektor umum (Badan Usaha
milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah). Badan usaha yang
memberikan jasa infrastruktur kepada masyarakat, yakni sebagai
perusahaan (korporasi) yang dikendalikan, namun tidak dimiliki oleh
pemerintah.
4. Financial Interest (Hak Kepemilikan Secara Finansial)
Hak kepemilikan secara finansial di dalam property berasal dari
pembagian hukum atas hak kepemilikan saham dalam kegiatan bisnis
dan hak atas penguasaan tanah dan bangunan (real property) dari
perjanjian. Dalam perjanjian diberikan suatu hak pilihan untuk
membeli atau menjual property (misalnya hak tanah dan bangunan,
saham atau instrumen finansial lainnya) dengan harga yang disebutkan
di dalam jangka waktu yang telah di tentukan, atau dari penciptaan
instrumen investasi yang dijamin oleh sekelompok aset-aset real
estate. Hak kepemilikan secara finansial yang berupa aktiva tak
berwujud dapat mencakup hak yang melekat pada kepemilikan suatu
kegiatan bisnis, hak yang memberikan suatu pilihan dan hak atas suatu
penerbitan surat berharga.

17

 
 

 
2.1.5 Siklus Hidup Aset
 
Menurut Hariyono (2007:18), siklus hidup dari suatu aset memiliki tiga
 
fase, meliputi: pengadaan (acquisition), operasi (operation), dan penghapusan
 
(disposal). Kemudian dilakukan proses lanjutan yaitu fase perencanaan, yang
  merupakan suatu proses lanjutan, dimana output dari setiap fase digunakan
sebagai input untuk perencanaan. Suatu aset memiliki siklus hidup agar dapat
 
membedakan tanggung jawab dari setiap fase penanganannya. Secara khusus,
 
tanggung jawab untuk keputusan pengadaan suatu aset dalam suatu organisasi
 
berbeda dengan tanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan aset maupun
  dengan tanggung jawab untuk penghapusan suatu aset. Gambar 2.1 di bawah ini
menunjukkan Siklus Hidup Aset menurut Hariyono (2007).

Operasi
(Operation)

Pangadaan Penghapusan
(Acquisition) (Disposal)

Perencanaan
(Planning)

Sumber: Asset Management Handbook (dalam Hariyono, 2007)


Gambar 2.1
Siklus Hidup Aset
Dalam gambar 2.1, fase-fase yang dilalui suatu aset selama hidupnya
antara lain:
1. Fase perencanaan, yaitu ketika adanya kebutuhan permintaan terhadap
suatu aset untuk direncanakan dan dibuat,
2. Fase pengadaan, yaitu ketika suatu aset dibeli, dibangun, atau dibuat,
3. Fase pengoperasian dan pemeliharaan, yaitu ketika suatu aset digunakan
untuk tujuan yang telah ditetapkan. Fase ini mungkin diselingi dengan

18

 
 

 
pembaharuan atau perbaikan besar-besaran secara periodik, penggantian
 
atas aset yang rusak dalam periode penggunaannya, dan
 
4. Fase penghapusan, yaitu ketika umur ekonomis suatu aset telah habis atau
  ketika kebutuhan atas pelayanan yang disediakan oleh aset bersangkutan
  telah hilang.

 
2.1.6 Sasaran dan Tujuan Manajemen Aset
 
Sasaran manajemen aset menurut Hariyono (2007:4) adalah untuk
 
mencapai kecocokan atau kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi
  penyediaan pelayanan. Hal ini diprediksikan pada saat pemeriksaan atau
pengujian kritikal dari alternatif-alternatif penggunaan aset. Sedangkan tujuan
manajemen aset adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi
tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup
panduan pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, dan pengaturan risiko
dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset (Hariyono, 2007:7).
Agar efektif, tujuan manajemen aset perlu dikaitkan dengan beberapa
faktor terkait berikut ini, (Hariyono, 2007:7).
1. Kebutuhan dari para pengguna aset.
2. Kebijakan dan peraturan perundangan.
3. Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi.
4. Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial.
5. Pengaruh eksternal (seperti komersial, teknologi, lingkungan, dan
industri).
6. Persaingan permintaan dari para stakeholder dan kebutuhan
merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan
atau untuk meningkatkan keefektifan biaya.

2.1.7 Tahapan Kerja Manajemen Aset


Tahapan kerja Manajemen Aset dapat diartikan sebagai rangkaian
kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan dalam pengelolaan aset.

19

 
 

 
Tahapan-tahapan dalam siklus Manajemen Aset terdiri dari inventarisasi aset,
 
legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, pengawasan dan pengendalian
 
(Siregar, 2004). Kelima tahapan kerja ini saling berhubungan dan terintegrasi,
 
sebagai yang dapat dilihat pada gambar 2.2.
 

  1. Inventarisasi Aset

  2. Legal Audit

 
3. Penilaian Aset
 
Sistem Informasi 4. Optimalisasi Aset
Manajemen Aset

Sumber: Siregar (2004)

Gambar 2.2
Tahapan Kerja Aset
1. Inventarisasi Aset
Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan
yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi,
volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis
adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir
penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan adalah
pendataan, kodifikasi/labeling, pengelompokkan dan
pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset.
2. Legal Audit
Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang
berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur
penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas
permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun

20

 
 

 
pengalihan aset. Permasalahan legal yang sering ditemui antara lain
 
status hak penguasaan lemah, aset dikuasai pihak lain,
 
pemindahtanganan aset yang tidak terminator, dan lain-lain.
  3. Penilaian Aset
  Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian
atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan
 
penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dapat
 
dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi
  untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
  4. Optimasi Aset
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan (2000) Optimasi berasal dari kata Optimizing. Optimasi
aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan nilai-nilai yang terkandung dalam aset tersebut.
Dalam tahap ini aset-aset yang dikuasai pemerintah pusat/daerah
diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan
tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat
dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi
tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional baik dalam
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria
untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan.
Sedangkan lingkup manajemen aset yang berdasarkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara
(BMN)/ Barang Milik Daerah (BMD) meliputi: perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan dan
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Untuk lebih jelasnya lingkup
pengelolaan aset dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,
dapat dijelaskan sebagai berikut:

21

 
 

 
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
 
Perencanaan kebutuhan merupakan awal dari proses pengelolaan aset.
 
Tujuan dan fungsi dari suatu perusahaan merupakan hal yang
  mendasari kegiatan perencanaan. Dalam kegiatan ini dirumuskan
  rincian kebutuhan barang untuk menghubungkan pengadaan barang
yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar
 
dalam melakukan tindakan yang akan datang.
 
2. Pengadaan
  Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan
  prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai
pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
tidak dipergunakan sesuai dengan TUPOKSI dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun
guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengamanan dimaksudkan agar pengelola barang, pengguna barang
dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang
milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya. Pengamanan
barang milik negara/daerah meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Sedangkan melalui
pemeliharaan, diharapkan agar pengguna barang dan/atau kuasa
pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik

22

 
 

 
negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya. Pemeliharaan harus
 
berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB),
 
serta biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada
  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD).
  6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif
 
didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan
 
menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang
  milik negara/daerah. Dalam kegiatan penilaian aset ini, metode
  penilaian yang digunakan harus sesuai dengan pedoman dan peraturan
perundang-undangan yang terkait.
7. Penghapusan
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah
dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat
yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa
pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
8. Pemindahtanganan
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara
dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal
pemerintah.
9. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Dalam melakukan pembinaan, menteri keuangan menetapkan
kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah mencakup
kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik

23

 
 

 
negara. Dalam melaksanakan pengawasan dan pengedalian, pengguna
 
barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan,
 
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan
  pengamanan barang milik daerah yang berada di bawah
  penguasaannya. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana
untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.
 
Kuasa pengguna barang dan pengguna barang dapat meminta aparat
 
pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil
  pemantauan dan penertiban sesuai ketentuan perundang-undangan.
 
2.2 Optimasi Aset
Optimasi berasal dari kata optimizing (Kamus Besar Bahasa Indonesia
Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan, 2000). Pengertian optimasi aset adalah
proses kerja dari manajemen aset yang tujuannya mengoptimalkan potensi-potensi
yang ada dalam aset tersebut. Menurut Siregar (2004), optimasi aset merupakan
proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut.
Dalam tahap optimasi ini, aset-aset yang dimiliki negara diidentifikasi dan
dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset tersebut. Aset yang memiliki potensi
yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi
tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang.
Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan
transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari
penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity.
Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya
kepemilikan (minimize cost of ownership).

24

 
 

 
2.2.1 Tujuan Optimasi Aset
 
Siregar (2004:776), menjelaskan bahwa tujuan optimasi aset secara umum
 
adalah sebagai berikut :
  1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
  fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset
tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
 
2. Memanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan
 
peruntukkannya atau tidak.
  3. Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga
  tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi aset sehingga
aset tersebut akan diketahui aset mana yang perlu dioptimasi dan cara
mengoptimasi aset tersebut yang akan didapatkan hasil akhir yaitu sebuah
rekomendasi yang berupa sasaran, strategi, dan program untuk mengoptimalkan
aset tersebut.

2.2.2 Prosedur Optimasi Aset


Untuk mencapai tujuan optimasi aset, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan antara lain, (Djumara, 2007):
1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal
Melakukan pendataan terhadap semuan aset yang dimiliki yang
mencakup ukuran. fisik. legal status dan kondisi aset, melakukan
identifikasi atas kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis
yuridis atas aset bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan
legal opinion.
2. Penilaian aset tetap
Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar
(market value) atas objek properti dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan dan metode penilaian yang lazim digunakan

25

 
 

 
dalam pekerjaan penilaian. Djumara (2007) menjelaskan pendekatan
 
dan metode penelitian yaitu :
 
a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode
  perbandingan langsung (direct comparison),
  b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti
baru yang disusutkan (depreciated replacement cost),
 
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
 
terdiskonto (discounted cash flow),
  d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach)
  dengan land residual method.
3. Analisis optimasi pemanfaatan fixed assets
Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan
memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non
operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang
lebih mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut
sudah optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal
dilakukan studi optimasi. Studi optimasi ini dilakukan berdasar tolak
ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya.
Untuk aset non operasional, analisis dilakukan terhadap kondisi aset
saat ini. untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal
atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan
fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan
mencakup regulasi. peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar.
4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA)
Objek pengembangan sistem informasi manajemen aset (SIMA).
sebagai alat untuk optimasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan
SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin
keahlian. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat
menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki.

26

 
 

 
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan
 
atau langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset.
 
Langkah-langkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal,
 
penilaian aset tetap, analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan sistem
  informasi manajemen aset (SIMA).

 
2.2.3 Manfaat Optimasi Aset
 
Suatu organisasi pemerintahan biasanya memiliki banyak aset bagi aset
yang  belum optimal dalam penggunaannya, perlu dioptimalkan pemanfaatannya
  dalam rangka meningkatkan pendapatan untuk pembangunan suatu organisasi
yang berkelanjutan.
Djumara (2007) menyebutkan bahwa optimasi aset mempunyai manfaat
dalam rangka:
1. Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang.
2. Meningkatkan penerimaan/pendapatan.
3. Menambah peluang penyerapan tenaga kerja.
Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang untuk meningkatkan
penerimaan/pendapatan dapat secara langsung dapat mengurangi anggaran yang
dikeluarkan organisasi untuk pemeliharaan aset tersebut, dapat mencegah
kemungkinan adanya penyerobotan aset oleh pihak lain, dan yang terakhir dapat
menambah peluang penyerapan tenaga kerja sehingga akan menciptakan sumber
pendapatan masyarakat.

2.2.4 Mekanisme Optimasi Aset


Untuk mengoptimalkan aset, pengelola barang perlu membentuk tim
optimalisasi aset guna memberikan saran, usulan dan rancangan program dalam
penggunaan aset secara optimal, dalam rangka menggali sumber-sumber
pendapatan yang berkelanjutan. Mekanisme dalam pelaksanaan optimasi aset,
dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1. Pendataan aset/barang milik negara/daerah.

27

 
 

 
2. Mengidentifikasi aset/barang milik negara/daerah (legal audit, potensinya dan
 
sebagainya).
 
3. Menganalisa potensi peluang untuk dioptimalisasikan.
4.  Menyusun Rancangan Program Optimalisasi Aset.
 
2.2.5 Rencana Optimasi Aset
 
Menurut Djumara (2007), dalam menyusun rancangan optimasi aset harus
 
dilakukan analisa dan penyusunan rencana pemanfaatan. Oleh karena itu, masing-
 
masing unit dari aset harus diidentifikasi terlebih dahulu, dengan melakukan
  serangkaian kegiatan meliputi:
1. Menyusun data aset tentang; teknis, lokasi, legal, ekonomis, dan data sosial.
2. Meneliti potensi peluang yang dimiliki aset untuk dioptimalkan dari segi:
potensi teknis yang dimiliki dari aset, potensi lingkungan tempat aset berada,
potensi legal dari aset, potensi peluang ekonomis dari aset, dan potensi sosial.
3. Menganalisa potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan untuk
dioptimalisasikan dari segi:
a. Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
b. Kemampuan dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau keuntungan
(profitability) jika dioptimalisasikan.
c. Sejauh mana kemampuan teknis dari aset itu sendiri (technical viability).
d. Bagaimana dukungan lingkungan guna optimalisasi aset itu sendiri.
e. Landasan legal untuk optimalisasi aset yang memungkinkan apakah cukup
kuat dan menunjang.
4. Menyusun rancangan program optimalisasi aset yang meliputi:
1. Menyusun rancangan program optimasi untuk masing-masing aset yang
mungkin untuk dioptimalisasikan,
2. Menyusun rancangan pengelolaannya/pelaksanaannya apakah akan
dilaksanakan oleh pihak ketiga/swakelola, dan

28

 
 

 
Menyusun prakiraan/estimasi pemasukan penerimaan (jumlah dan lama
 
masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk
 
dioptimalisasikan tersebut.
 

  2.3 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)
Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)
 
digunakan untuk mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang
 
belum optimal akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. Analisis HBU
 
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain pertimbangan
  aspek hukum, aspek fisik, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal.
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai analisis HBU.

2.3.1 Pengertian Analisis HBU


Menurut Siregar (2004:779), Highest and Best Use Analysis (HBU
Analysis) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal
pemanfaatannya (idle capacity). KSPI tahun 2007 dalam Satiti (2011:3)
menjelaskan bahwa analisis HBU didefinisikan sebagai penggunaan yang paling
mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah
dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diijinkan, secara finansial layak,
dan menghasilkan nilai tertinggi bagi dari properti tersebut. Menurut
The Appraisal Institute 2011 dalam Negara (2010:2) menjelaskan bahwa definisi
penggunaan tertinggi dan terbaik adalah penggunaan yang paling mungkin dan
legal dari suatu tanah kosong atau peningkatan suatu properti, yang mana secara
fisik memungkinkan, layak secara finansial, dan memiliki produktifitas maksimal
(menghasilkan nilai tertinggi). Berdasarkan pendapat di atas, penggunaan tertinggi
dan terbaik adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset dari
suatu tanah kosong atau peningkatan properti yang mana secara aspek fisik
memungkinkan, aspek legal memungkinkan, secara hukum diijinkan, dan memiliki
produktivitas maksimal.

29

 
 

 
2.3.2 Tujuan Analisis HBU
 
Menurut Siregar (2004), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)
 
memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di
atas  tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk
  dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya.
Menurut Robert, dkk (dalam Prijatno, 2010), tujuan dari Highest and Best
 
Use Analysis (HBU Analysis) ini adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang
 
paling optimal dari aset-aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi
  di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi
untuk
  pemilik aset tersebut.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari HBU antara lain adalah untuk mengetahui pengembangan terbaik dan
optimal dari aset tanah atau lahan dan bangunan yang belum optimal akan tetapi
mempunyai potensi untuk di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang
maksimal bagi pemilik aset tersebut.

2.3.3 Syarat Highest and Best Use (HBU)


Menurut Supriyanto (2011), Properti dikatakan memiliki HBU yang tepat
jika telah memenuhi empat kriteria yaitu
1. Hukum (Peraturan)
Penggunaan lahan untuk properti hendanya sesuai dengan tata guna
lahan/tanah (zoning) seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah
kabupaten kota setempat, bangunan (gedung) harus memenuhi koefisien
dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan peraturan lain.
2. Fisik
Penggunaan properti tersebut harus didukung oleh sifat fisik tapak.
3. Finansial
Analisis finansial dilakukan setelah tapak tersebut memenuhi kriteria
hukum dan fisik. Variabel dan alat analisis yang dapat digunakan misalnya
tingkat pendapatan, return, kekosongan, kerugian sewa, dan biaya.

30

 
 

 
4. Produktifitas
 
Berdasarkan analisis finansial, diperoleh tingkat pengembalian (rate of
 
return), net present value, internal rate of return (IRR), rate of return, rate
  on equity, payback period, dan lain-lain.
 
2.3.4 Pengujian HBU
 
The Appraisal Institute (2001) memberikan beberapa kriteria dalam
 
melakukan pengujian analisis HBU antara lain :
 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik tanah kosong
  Dalam arti, memang tanah kosong atau menganggap tidak ada bangunan
diatas tanah tersebut. Dengan asumsi semacam itu, maka
penggunaan-penggunaan yang dapat menghasilkan nilai dapat
diidentifikasi dan penilai dapat mulai memilih membandingkan berbagai
jenis properti dan membuat estimasi nilainya.
2. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik properti yang dikembangkan
Analisis dengan membandingkan properti yang sudah ada dengan properti
yang diharapkan lain apakah bisa memberikan nilai lebih tinggi pada
pemilik aset.

2.3.5 Konsep Dasar Analisis HBU


Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007
dalam Prijatno (2010), konsep dasar dari analisis HBU adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai
penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang
secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai,
secara hukum diijinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai
tertinggi dari properti tersebut.
2. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling
memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.

31

 
 

 
3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap
 
perubahan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat
 
sementara.
 

  2.3.6 Proses Analisis HBU


Siregar (2004) menjelaskan terdapat enam tahapan dalam melakukan
 
analisis HBU yaitu:
 
1. Analisis Lokasi
  Menganalisis lokasi dari aset yang akan dijadikan kajian dengan
  melakukan metode highest and best use analysis, sehingga diketahui
tempat aset yang akan dijadikan sebagai objek untuk dioptimalkan.
2. Analisis Kondisi Eksisting
Melihat kondisi aset pada saat ini, dilihat dari keadaan aset, kepemilikan
aset, penggunaan dan pemanfaatan yang telah dilakukan saat ini sehingga
dapat diketahui aset yang sudah optimal dan yang belum optimal atau
masih berstatus idle capacity.
3. Analisis Pasar
Menganalisis keadaan pasar untuk dijadikan pertimbangan dalam optimasi
pemetaan aset ini. Dalam hal ini dilihat pasar yang akan memanfaatkan
aset yang akan dipetakan. Sehingga estimasi terhadap bentuk
pengoptimalan aset bisa dilakukan.
4. Analisis Finansial
Menganalisis keuangan dari penggunaan dan pemanfaatan aset yang akan
dioptimalkan. Berapa biaya yang akan dikeluarkan dan berapa pendapatan
yang mungkin bisa didapatkan.
5. Potensi Aset
Potensi aset dilihat dan dihitung, apakah aset yang ada dapat berpotensi
untuk dioptimalkan atau tidak. Jika mempunyai potensi untuk
dikembangkan, maka akan diketahui metode pengembangan paling tepat
dari aset yang berpotensi tersebut.

32

 
 

 
6. Performa Investasi dari masing-masing pengembangan
 
Dihitung estimasi terhadap investasi yang akan didapatkan dalam
 
mengembangkan aset yang kurang optimal ini. Apakah aset yang
  dikembangkan akan memberikan keuntungan atau tidak baik dalam jangka
  pendek maupun jangka panjang.

 
Sedangkan menurut Prijatno (2010), proses dari studi HBU yaitu dengan
 
melakukan beberapa studi kelayakan, diantaranya sebagai berikut:
 1. Kelayakan Secara Peraturan dan Hukum

  a. Private Restriction/Contract
b. Zoning
c. Building Code
d. Ketinggian Bangunan
e. Kontrol terhadap benda sejarah
f. Aturan Keselamatan Lingkungan
g. Aturan Kesehatan dan Keamanan Hunian
2. Kelayakan Secara Fisik
a. Ukuran Tanah
b. Bentuk Tanah & Bangunan
c. Luas
d. Lebar depan (Frontage)
e. Panjang/Kedalaman tanah (Depth)
f. Ketinggian dari paras jalan
g. Ketinggian dari permukaan laut
h. Kontur/Topografi
i. Kondisi Tanah & Bangunan
j. Daya Dukung Tanah
k. Lokasi Tanah
l. Letak Tanah
m. Aksesibilitas

33

 
 

 
n. Improvement
 
o. Kesuburan tanah
 
p. Ketersediaan air
  q. Flora dan Fauna
  3. Kelayakan Secara Keuangan
a. Net Operating Income (NOI)
 
b. Pay back Priod (PP)
 
Menurut Syamsuddin (2004:444), pay back period merupakan
  perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
  menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan
cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut.
Rumus:

c. Net Present Value (NPV)


Menurut Syamsuddin (2004:444), Net Present Value (NPV) adalah
salah satu dari teknik capital budgeting yang mempertimbangkan nilai
waktu/uang yang paling banyak digunakan, dan merupakan selisih
antara cash inflow yang didiskonto pada tingkat bunga minimum atau
cost of capital perusahaan, dikurangi dengan nilai investasi.
Rumus:

Atau bisa menggunakan rumus,


NPV = – I0

d. Internal rate of return


Menurut Syamsuddin (2004:444), IRR didefinisikan sebagai tingkat
discount atau bunga yang akan menyamakan Present value cash inflow
dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai.

34

 
 

 
Usulan proyek investasi akan diterima apabila,
 
IRR π cost of capital.
 
Dan akan ditolak apabila,
  IRR < cost of capital.
  e. Return on invesment atau Return on Equity
Menurut Santosa (2009), Return on Investment (ROI) adalah rata-rata
 
profit tahunan dibandingkan dengan jumlah yang diinvestasikan.
 
Rumus:
 
ROI =
 
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009), Return on Equity (ROE)
merupakan ukuran terakhir dari rasio probabilitas. Rasio itu mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang
saham. Oleh karena itu, ROE dianggap sebagai representasi dari
kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan.

ROE =

4. Produktivitas yang Maksimal


a. NPV positif dan terbesar
b. IRR positif dan terbesar
c. Pay back period paling cepat
d. ROI atau ROE terbesar dan >1
e. Sesuai dengan kelayakan fisik dan peraturan

2.4 Barang Milik Negara (BMN)


Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Barang Milik Negara (BMN) adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah. Dalam PMK No. 96 Tahun 2007 tersebut, telah diatur

35

 
 

 
mengenai penggunaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN). Adapun
 
penjelasan mengenai penggunaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)
 
yang diatur dalam PMK No. 96 Tahun 2007 sebagai berikut.
 

  2.4.1 Penggunaan Barang Milik Negara


Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2007
 
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
 
Pemindahtanganan Barang Milik Negara penggunaan adalah kegiatan yang
 
dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang
  Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi suatu instansi
bersangkutan. Status penggunaan barang ditetapkan dengan ketentuan sebagai
berikut.
1. Barang Milik Negara oleh pengelola barang,
2. Barang Milik Daerah oleh gubernur/bupati/walikota
Barang Milik Negara (BMN) dapat ditetapkan status penggunaannya
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain
dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 pasal 16 menyebutkan
bahwa penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan
ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa
pengguna barang yang bersangkutan.

2.4.2 Pemanfaatan Barang Milik Negara


Menurut PP No 6 tahun 2006 pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik Negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah

36

 
 

 
dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan menurut Hariyono (2007)
 
pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk
 
memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi kapasitas
aset.  Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset
  adalah pendayagunaan dan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan diluar
Tupoksi Perusahaan.
 
Aset yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan secara optimal
 
dengan tujuan :
  1. Agar tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
  khususnya biaya dikaitkan dengan segi pemeliharaan dan
pengamanannya terutama untuk mencegah kemungkinan adanya
penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab.
2. Jika barang daerah tersebut dimanfaatkan secara optimal akan dapat
meningkatkan atau menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Selanjutnya dalam Permenkeu No 96/PMK.06/2007 juga mengatur tentang
pemanfaatan lebih lanjut yaitu :
1. Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan terhadap barang Milik
Negara yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi kementrian Negara/lembaga.
2. Pemanfaatan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan terhadap
sebagian Barang Milik Negara yang tidak digunakan oleh pengguna
barang sepanjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementrian/lembaga tersebut.
3. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengubah status
kepemilikan Barang Milik Negara.
4. Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dilakukan
dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaaatan dan
bangun guna serah serta bangun serah guna/

37

 
 

 
Berdasarkan PP No 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Keuangan
 
No 97/PMK.06/2007, pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam
 
pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah
 
dengan tidak mengubah status kepemilikan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
  bentuk pemanfaatan aset.
a. Sewa
 
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam
 
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai.
  Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan
  pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan. Jenis Barang Milik Negara yang dapat disewakan
antara lain adalah:
1. Tanah
2. Bangunan
Ketentuan dalam penyewaan Barang Milik Negara:
1. Barang Negara yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan
oleh Pengguna Barang atau Pengelola Barang
2. Jangka waktu sewa barang milik negara paling lama 5 (lima) tahun
sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengelola Barang,
perpanjangan dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh
Pengelola Barang;
b. untuk sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang,
perpanjangan dilakukan setelah dievaluasi oleh Pengguna
Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang.
3. Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada Peraturan
Menteri Keuangan

38

 
 

 
4. Penghitungan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penentuan
 
besaran sewa minimum dilakukan sebagai berikut :
 
a. Penghitungan nilai Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
  bangunan yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh
  penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang;
b. Penghitungan nilai Barang Milik Negara untuk sebagian tanah
 
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
 
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan
  dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai;
  c. Penghitungan nilai Barang Milik Negara selain tanah dan atau
bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna
Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau
penilai.
d. Penetapan besaran sewa Besaran sewa atas Barang Milik
Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada
Pengelola Barang ditetapkan oleh Pengelola Barang
berdasarkan hasil perhitungan nilai;
e. Besaran sewa atas Barang Milik Negara sebagian tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan
barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan
oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola
Barang.
5. Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat
pada saat penandatanganan kontrak.
6. Selama masa sewa, pihak penyewa atas persetujuan Pengelola
Barang hanya dapat mengubah bentuk Barang Milik Negara tanpa
mengubah konstruksi dasar bangunan, dengan ketentuan bagian
yang ditambahkan pada bangunan tersebut menjadi Barang Milik
Negara.

39

 
 

 
b. Pinjam Pakai
 
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan
 
Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah
  daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
  setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut
diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara
 
yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta
 
Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
  c. Kerjasama Pemanfaatan
  Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara
oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Barang
Milik Negara yang dapat dijadikan objek kerja sama pemanfaatan adalah
tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun
yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang
Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah
berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati. Bangun Serah Guna
(BSG) pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain
dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola
Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
selama jangka waktu tertentu yang disepakati.

40

 
 

 
Sewa

 
Pinjam Pakai
  Bentuk Pemanfaatan
Kerjasama Pemanfaatan
 
BGS DAN BSG
 

  Sumber: Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006


Gambar 2.3
 
Bentuk Pemanfaatan Aset
 

2.5 Lahan/Tanah
Dalam ekonomi dan pertanian, lahan mencakup semua sumber daya alam
yang dapat dimanfaatkan di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang
geografis (www.wikipedia.com). Lahan/tanah adalah sebuah sumber daya alam
yang merupakan hasil tambang, penghasil sumber daya hutan, dan tempat dimana
semua makhluk hidup melaksanakan kehidupan (Yulir, 2004). Lahan juga
merupakan tempat mendirikan sebuah aset (bangunan, jalan, dan jembatan).
Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari lahan/tanah dan karakteristik lahan.

2.5.1 Pengertian Lahan/Tanah


Menurut Jayadinata dalam Negara (2010:1), pengertian lahan adalah tanah
yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya, perorangan atau
lembaga. Sadyohutomo dalam Negara (2010:1) juga menjelaskan bahwa kata
lahan hanya terbatas untuk bentang-bentang tanah yang sudah jelas
penggunaannya atau peruntukannya. Menurut Hanafie (2010:52), tanah adalah
tubuh alam yang tersusun dalam bentuk profil. Tanah terdiri dari berbagai
campuran mineral pecah lapuk dan organik pengurai, sebagai lapisan tipis penutup
permukaan bumi, serta menjamin tumbuhnya tumbuhan, hewan, dan manusia.
Dalam substansi tanah, terdapat empat komponen utama yang mendukung

41

 
 

 
kemungkinan hidupnya tumbuhan, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan
 
udara.
 

  Klasifikasi Tanah
2.5.2
  Hanafie (2010:53) menjelaskan bahwa menurut topografinya, lahan
dibedakan kemiringannya menjadi empat, antara lain:
 
1. Lahan dengan lereng 0-3 % : datar, termasuk rawa-rawa, untuk tanaman
 
padi atau perkebunan kelapa.
 2. Lahan dengan lereng 3-8% : baik untuk tanaman setahun tertentu apabila

  dibuat teras atau kontur


3. Lahan dengan lereng 8-15% : baik untuk tanaman rumput sehingga cocok
untuk area peternakan.
4. Lahan dengan lereng >15% : baik untuk tanaman kayu sehingga cocok
dijadikan area perkebunan atau kehutanan.

2.6 Bangunan Gedung


Bangunan gedung merupakan salah satu aset negara sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
pembentukan watak, perwujudan produktifitas dan jati diri manusia. Dalam
melaksanakan penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi
kelangsungan dan peningkatan kehidupan masyarakat, sekaligus untuk
mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, seimbang,
serasi dan selaras dengan lingkungannya.

2.6.1 Pengertian Bangunan Gedung


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, bangunan
gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat dan kedudukannya sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

42

 
 

 
kegiatannya. Sedangkan bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk
 
keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan
 
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN dan/atau perolehan
 
lainnya yang sah.
  Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, pembangunan
 
adalah
 
“kegiatan mendirikan bangunan gedung yang diselenggarakan melalui
  tahap persiapan perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan
pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK) baik merupakan
  pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya maupun
perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan
pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan
(rehabilitasi renovasi restorasi)”

2.6.2 Asas dan Tujuan Bangunan Gedung


Bangunan gedung diadakan berdasarkan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung
yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang sesuai dan selaras
dengan lingkungannya, mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung
yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta mewujudkan kepastian hukum
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Penyelenggaraan bangunan gedung merupakan kegiatan pembangunan
yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran.

2.6.3 Persyaratan Keandalan Teknis Bangunan Gedung


Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002, salah satu tujuan dari
pengaturan bangunan gedung yaitu untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan

43

 
 

 
bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung. Maka
 
persyaratan dari keandalan teknis bangunan gedung tersebut, diantaranya:
 
1. Keselamatan
  Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi kemampuan
  bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
 
kebakaran dan bahaya petir.
 
a. Kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
  muatannya. Hal tersebut dimaksudkan sebagai kemampuan
  struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan, baik beban muatan hidup ataupun mati,
serta untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku
alam.
b. Kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran. Hal tersebut dimaksudkan
sebagai kemampuan bangunan gedung untuk melakukan
pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi
pasif, yang meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya,
konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan serta
proteksi pada bukuab yang ada untuk menahan dan membatasi
kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran dan sistem proteksi
aktif, yang meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan
memadamkan kebakaran, pengendalian asap dan sarana
penyelamatan kebakaran.
c. Kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya petir. Hal tersebut dimaksudkan sebagai
kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan
terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir untuk
melindungi semua bagian bangunan gedung termasuk manusia di
dalamnya. Sistem penangkal petir tersebut merupakan instalasi

44

 
 

 
penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung
 
yang letak, sifat geografis, bentuk dan penggunaannya mempunyai
 
resiko terkena sambaran petir.
  2. Kesehatan
  Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem
penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan
 
gedung.
 
a. Sistem penghawaan
  Kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan
  pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi buatan.
b. Sistem pencahayaan
Kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan
gedung melalui pencahayan alami dan/atau pencahayaan buatan,
termasuk pencahayaan darurat.
c. Sistem Sanitasi
Kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar
bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah,
serta penyaluran air hujan.
d. Penggunaan bahan bangunan gedung
Penggunaan bahan bangunan harus aman bagi kesehatan pengguna
bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
3. Kenyamanan
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan
ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang,
pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.

45

 
 

 
a. Kenyamanan ruang gerak
 
Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata
 
letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam
  ruangan.
  b. Kenyamanan hubungan antar ruang
Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan
 
sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk
 
terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
  c. Kenyamanan kondisi udara
  Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperature dan
kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
d. Kenyamanan pandangan
Kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di
dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung
yang ada di sekitarnya.
e. Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan
Tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang
tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung
terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari
dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.
4. Kemudahan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari dan di
dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana
dalam pemanfaatan bangunan gedung.
a. Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung
Tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan
nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan
gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk

46

 
 

 
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan
 
mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor
 
disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung. Kemudahan
  hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana
  transportasi vertikal berupa penyediaan tangga, ram dan sejenisnya
dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan kemudahan,
 
keamanan, keselamatan dan kesehatan pengguna sesuai dengan
 
standar teknis yang berlaku.
  b. Kelengkapan prasarana dan sarana
  Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi
semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.

2.6.4 Klasifikasi Bangunan Gedung


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara dan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 332/KPTS/M/2002 Tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara, persyaratan teknis bangunan
gedung negara meliputi ketentuan klasifikasi bangunan gedung negara,
persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung negara.
Penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Bangunan sederhana
Bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter
sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, atau
bangunan gedung negara yang sudah ada disain prototipenya. Masa
penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.
Contohnya Gedung kantor yang sudah ada desain prototipenya, atau
bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai maksimal 2 lantai dengan
luas maksimal 500 m2, Puskesmas, dan lain-lain.
2. Bangunan tidak sederhana

47

 
 

 
Bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan
 
karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi
 
tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama
  10 (sepuluh) tahun Contohnya Gedung kantor yang belum ada disain
  prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan luas lebih dari 500 m2
atau gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai, gedung rumah sakit kelas
 
A, B, C dan D, dan lain-lain.
 
3. Bangunan khusus
  Bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki
  penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaanya memerlukan penyelesaian / teknologi khusus. Masa
penjaminan kegagalan bangunan minimum adalah 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi bangunan khusus, antara lain : Istana negara dan
rumah jabatan presiden & wakil presiden, wisma negara, Gedung istana
nuklir, dan lain-lain.

2.6 Prasarana dan Sarana


Menurut Yuwono (2008), prasarana adalah perangkat penunjang utama
suatu kegiatan atau usaha agar dapat mencapai suatu tujuan, mencakup lahan dan
bangunan gedung baik ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Sedangkan sarana
adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media untuk mencapai
maksud atau tujuan, mencakup perabotan dan peralatan yang diperlukan sebagai
kelengkapan setiap gedung atau ruangan dalam menjalankan fungsinya untuk
meningkatkan mutu dan relevansi hasil produk dan layanannya. Pada bagian ini
akan diuraikan lebih jelas mengenai prasarana dan sarana berupa gedung olahraga.

2.6.1 Prasarana dan Sarana Olahraga


Prasarana dan Sarana Olahraga merupakan sumber daya pendukung
dalam kegiatan berolahraga yang yang terdiri dari segala bentuk jenis
bangunan/tanpa bangunan yang digunakan untuk perlengkapan dan peralatan

48

 
 

 
kegiatan olahraga. Prasarana dan sarana berolahraga sangat diperlukan untuk
 
kelancaran dan keamanan dalam berolahraga. Seperti yang sudah dijelaskan oleh
 
Soepartono (2000), prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
 
terselenggaranya suatu proses (usaha atau pembangunan). Dalam olahraga
  prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah atau memperlancar
tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat tersebut adalah
 
susah dipindahkan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disebutkan beberapa
 
contoh prasarana olahraga yaitu: lapangan bola basket, lapangan tenis, lapangan
voli,  gedung olahraga (hall), stadion sepakbola, stadion atletik, track lari, track
  sepatu roda, dan lain-lain.

2.6.2 Sarana Olahraga


Istilah sarana olahraga menurut Soepartono (2000), adalah terjemahan
dari “facilities”, yaitu sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam
pelaksanaan kegiatan olahraga atau pendidikan jasmani. Sarana olahraga dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Peralatan (apparatus), ialah sesuatu yang digunakan, contoh: peti
loncat, palang tunggal, palang sejajar, gelang-gelang, kuda-kuda, dan
lain-lain.
b. Perlengkapan (device), yaitu :
1) Sesuatu yang melengkapi kebutuhan prasarana, misalnya: net,
gawang, bendera untuk tanda, garis batas dan lain-lain.
2) Sesuatu yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan
atau kaki, misalnya; bola, raket, pemukul dan lain-lain.
Seperti halnya prasarana olahraga, sarana yang dipakai dalam kegiatan
olahraga pada masing-masing cabang olahraga memiliki ukuran standar.

2.6.3 Fasilitas Olahraga


Fasilitas olahraga menurut Soepartono (2000), adalah semua prasarana
olahraga yang meliputi semua lapangan dan bangunan olahraga beserta

49

 
 

 
perlengkapannya untuk melaksanakan program kegiatan olahraga. Berdasarkan
 
batasan diatas, istilah fasilitas olahraga sudah mencakup pengertian prasarana dan
 
sarana perlengkapan.
  Untuk fasilitas semua olahraga prestasi yang dipertandingkan/dilombakan
  mulai tingkat internasional, tingkat nasional dan tingkat daerah menggunakan
fasilitas alat dan lapangan dengan ukuran yang sama untuk masing-masing cabang
 
olahraga. Ukuran yang sama di semua tingkat dan di semua tempat inilah yang
 
dinamakan istilah standar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3
 
sebagai berikut ini:
  Tabel 2.3
Ukuran Standar Olahraga Prestasi
No Cabang Ukuran Lapangan Minimal tanah yang
Olahraga harus disediakan
1. Atletik 95 x 176 18.000 m2
2. Gedung Olahraga 25 x 40 1.500 m2
3. Bola Voli 18 x 9 1.000 m2
4. Bola Basket 28 x15 1.000 m2
5. Bulu Tangkis 6.10 x 13.40 800 m2
Sumber: Soepartono (2000).

2.7 Studio Musik


Menurut Nurcahyo (2011:1), studio musik adalah ruangan yang digunakan
sebagai tempat untuk berlatih musik. Biasanya studio musik memiliki alat-alat
musik lengkap untuk band, seperti drum, gitar, bass dan microphone dengan
sound system-nya. Menurut Mediastika (2005:104), studio musik adalah tempat
berlatih ataupun rekaman bagi group band. Studio musik didesain dengan teliti
dan tepat dengan mengacu pada prinsip-prinsip akustik bangunan atau ruang
tersebut. Hal tersebut penting untuk dilakukan agar studio musik sesuai dengan
standar yang berlaku. Menurut Mediastika (2005:104), pengendalian kebisingan
adalah kunci utama keberhasilan sebuah ruang studio. Pengendalian kebisingan
ditinjau dari dua hal, yaitu (1) menahan masuknya kebisingan dari luar dan
(2) menahan keluarnya kebisingan dari dalam, terutama pada studio-studio yang

50

 
 

 
menghasilkan kebisingan tinggi seperti studio untuk musik. Pengendalian agar
 
kebisingan dari luar tidak masuk ke dalam ruang studio sangat penting untuk
 
menjaga konsentrasi pelaku aktivitas dan agar kelangsungan aktivitas berjalan
 
dengan baik.
 
2.7.1 Pembuatan Studio Musik
 
Menurut Fauzi (2011:1), ada beberapa hal yang diperlukan untuk membuat
 
studio musik yaitu:
 1. Lokasi

  Untuk menghemat biaya, kita dapat memanfaatkan sebagian ruangan di


tempat tinggal kita untuk dijadikan studio musik. Namun untuk
memperbesar peluang, lokasi pada dasarnya harus strategis. Artinya dekat
dengan konsumen sasaran (dekat kampus atau sekolah) dan menyediakan
tempat parkir. Untuk promosi, kita perlu menyebar pamplet atau dengan
brosur-brosur.
2. Spesifikasi alat
Spesifikasi studio rental musik dan rekaman dibagi menjadi 3 kategori,
alat musik lokal, berlisensi, atau build up (original). Untuk spesifikasi
alat-alat buatan dalam negeri, kisaran budget yang dibutuhkan antara
Rp 25.000.000,00 sampai Rp 35.000.000,00. Ada yang bilang kualitasnya
tidak sebagus alat musik berlisensi. Namun jika dana kita terbatas, alat
musik lokal memang sebuah solusi tepat. Untuk alat musik berlisensi,
membutuhkan biaya sekitar Rp 40.000.000,00 sampai Rp75.000.000,00.
Kualitasnya bagus, tapi kita perlu cermat memilih. Sedangkan alat musik
build up/original biayanya bisa sampai Rp75.000.000,00 lebih, namun
kualitasnya tidak perlu diragukan lagi.
3. Ruangan
Luas ruangan studio musik minimal 4 x 4 meter dengan dengan tinggi 3
meter. Ukuran ini ditentukan berdasarkan kemampuan panjang gelombang
alat musik bass yang bisa mencapai jarak 3sampai 4 meter per satu

51

 
 

 
gelombang. Jika gelombang terpantul secara kurang sempurna, maka
 
bunyinya tidak bagus. Untuk bentuk ruangan, hindari bentuk kubus. Ini
 
berhubungan dengan standing wave yang berada di sekitar tengah ruangan
  yang membuat suara kurang enak didengar. Selain peredam, gunakan bass
  trap pada setiap sudut ruangan. Bass trap bias dibuat per modul dengan
ukuran minimal 80 x 120 cm per modulnya dan diisi rigid fiberglass
 
(bahannya biasanya berwarna kuning seperti dacron). Selain itu seluruh
 
permukaan tembok diusahakan dipasang diffusor (pemecah suara), dan
  hindari dua permukaan saling berhadapan langsung.
  4. Manajemen
Sistem manajemen harus dilaksanakan dengan rapi, terutama manajemen
keuangan. Misalnya pengaturan biaya operasional perawatan alat musik
(termasuk penyediaan cadangan snar gitar, drum stick, cymbal), serta
biaya listrik dan telepon (minimal pulsa ponsel untuk mempermudah
booking tempat). Semua perlu diatur dalam satu manajemen yang teratur.

2.7.2 Akustika Bangunan


Akustik adalah salah satu bidang yang mempelajari suara, gelombang,
mekanik pada gas, cairan dan bahan. Akustik (acoustic) adalah ilmu tentang
bunyi. Satwiko (2009:264), menjelaskan akustika sering dibagi menjadi akustik
ruang (room acoustic) yang menangani bunyi-bunyi yang dikehendaki dan kontrol
kebisingan (noise control) yang menangani bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki.
Akustika dibagi menjadi 2 bagian yaitu akustika luar ruangan dan akustika
dalam ruangan. Mediastika (2005:104), menjelaskan bahwa untuk mengendalikan
kebisingan dari luar agar tidak masuk dapat dilakukan dengan:
1. Usaha-usaha untuk menjauhkan bangunan studio dari sumber
kebisingan (pada bangunan yang memiliki lahan cukup luas) studio
musik dapat didesain berada pada pada lahan bagian belakang. Sisa
lahan di bagian depan dapat dengan senagaja dimanfaatkan untuk area
parkir.

52

 
 

 
2. Bila kebisingan dari jalan di depan lahan telah sedemikian tinggi,
 
seyogyanya dibangun penghalang atau barrier dalam wujud yang
 
tidak mengganggu fasad bangunan secara keseluruhan.
  3. Selanjutnya, khusus untuk ruang studio musik, perlu kita pilih
  konstruksi bangunan dari bahan yang memiliki tingkat insulasi tinggi
karena kebutuhan akan tingkat ketenangan yang sangat tinggi, maka
 
ruang studio musik biasanya dirancang masif (tertutup) dengan
 
menggunakan sistem ventilasi buatan.
 

  Ruang studio musik adalah inti dari sebuah bangunan studio musik.
Namun demikian, untuk memperlancar aktivitas dalam studio musik, bangunan
ini biasanya didukung beberapa ruang lain, yaitu:
1. Ruang utama, yang meliputi ruang studio dan ruang operator.
2. Ruang pendukung, yang meliputi ruang administrasi, dapur kering
(pantry), kamar mandi, dan lain-lain.
3. Ruang servis, yang meliputi ruang generator set, ruang alat atau
gudang, dan lain-lain.
Mediastika (2005:105) menjelaskan bahwa untuk mengurangi masuk dan
keluarnya getaran dari luar dan dari dalam studio musik, lantai studio musik
sebaiknya dirancang dengan model ganda (raised-floor). Sistem lantai ganda ini
idealnya terbuat dari material yang berbeda agar getaran tidak mudah diteruskan.
Untuk mengurangi getaran, konstruksi plafon ruang studio idealnya tidak
dipasang menempel pada rangka atap, namun dipasang menggantung. Rangka
plafon dapat dibangun memakai bahan yang umum dipergunakan seperti baja,
aluminium, atau kayu. Pelapis plafon dapat dipakai bahan yang sederhana yang
terbuat dari karton olahan yang banyak dipergunakan sebagai tempat telur atau
tempat buah.

53

 
 

 
2.8 Potensi Pasar
 
Setiap wirausaha atau calon pengusaha perlu menganalisis peluang atau
 
potensi pasar. Apabila seorang wirausaha atau calon pengusaha kurang mampu
  menganalisis peluang pasar, maka kemungkinan usaha yang dijalankan
dalam
  akan dimanfaatkan oleh pesaing. Pinayani (2004:7) menjelaskan bahwa istilah
peluang pasar lebih ditujukan untuk perusahaan atau usaha kecil yang sudah
 
berdiri dan bergerak dalam bidang usaha tertentu. Pinayani (2004:7) menyebutkan
 
ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh peluang yaitu:
 1. Peluang harus terus dicari, dipertahankan, dan diperluas.

  2. Dengan bantuan para ahli atau konsulta usaha, bila perlu mengeluarkan
biaya untuk memperoleh informasi yang baik.

2.8.1 Langkah-langkah Menganalisis Potensi Pasar


Langkah-langkah harus diperhatikan untuk menentukan ada atau tidak
adanya peluang pasar adalah sebagai berikut, (Pinayani, 2004:9):
1. Amati kebutuhan apa yang paling banyak diperlukan oleh masyarakat
sekitarnya. Misalnya, kebutuhan rutin sehari-hari yang paling sering
diperlukan (seperti sabun mandi, shampo, pasta gigi, sabun cuci atau
sembako), kebutuhan yang sifatnya musiman (seperti baju untuk Idul
Fitri, Natal atau hari besar lainnya), kebutuhan sapi atau kambing
untuk Idul Adha, kebutuhan payung, jaket atau jas hujan pada waktu
musim hujan dan pemenuhan kebutuhan lainnya.
2. Kapan saja konsumen membutuhkan produk, apakah setiap saat atau
sering dibutuhkan, kadang-kadang dibutuhkan atau jarang dibutuhkan.
3. Perhatikan karakteristik konsumen berdasarkan jenis kelamin, umur,
pekerjaan maupun pendidikan. Karakteristik ini sangat penting untuk
menentukan jenis barang apa yang paling cocok dengan kebutuhan
konsumen. Misalnya, apabila konsumennya laki-laki, maka kebutuhan
laki-laki yang harus banyak disediakan. Apabila konsumennya

54

 
 

 
sebagian besar pelajar atau mahasiswa, maka sediakan alat-alat tulis,
 
buku, foto copy atau rental komputer/warnet.
 
4. Bagaimana daya beli (kemampuan bayar) konsumen, apakah termasuk
  konsumen yang mempunyai pendapatan tinggi atau rendah. Misalnya,
  untuk masyarakat/konsumen yang berpendapatan rendah, maka produk
yang disediakan harus dengan kualitas dan harga yang terjangkau oleh
 
tingkat konsumen tersebut. Sedangkan, untuk konsumen yang
 
berpendapatan tinggi dapat disediakan produk dengan kualitas dan
  harga sesuai dengan tingkat pendapatannya.
  5. Perhatikan, apakah di pasar ada pesaing atau tidak. Apabila ada
pesaing, peluang pasar apa yang belum digarap oleh pesaing. Bagi
usaha baru dan kecil lebih baik menggarap niche market.

2.9 Landasan Normatif


Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah
yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung
Negara.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindah
Tanganan Barang Milik Negara.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Keolahragaan.

55

 
 

 
6. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Rencana Tata Ruang
 
Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2030.
 
7. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif

  Tenaga Listrik yang Disediakaan oleh Perusahaan Perseroan (Persero)


PT Perusahaan Listrik Negara.
 

 
2.10 Kerangka Berfikir
  Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008)
  adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60). Kerangka
berpikir dalam penelitian ini mengkaitkan masing-masing variabel dengan teori
yang ada.
Kerangka berfikir ini menjadi pemandu melaksanakan penelitian mengenai
Analisis Pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pemetaan Input-Proses-Output adalah
upaya pemetaan hubungan kebutuhan data dalam kaitan proses analisa dan hasil
yang di harapkan. Berikut ini rangkaian langkah dalam kerangka berfikir Analisis
Pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan
Tertinggi dan Terbaik (HBU):
1. Input
Input dari kerangka berfikir ini adalah hasil dari identifikasi mengenai
pengelolaan Gedung Sarana Olahraga Indoor. Input dalam proses ini adalah
data primer yang didapatkan melalui tinjauan lapangan pada saat akan
membuat penelitian dan data awal dari pengelola aset. Input dari penelitian
ini adalah:
a. Pengelola belum memiliki program pemanfaatan aset karena saat ini,
penggunaan Gedung SOR Indoor diprioritaskan hanya untuk

56

 
 

 
karyawan dan keluarga karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk
 
Cabang Purbaleunyi,
 
b. Lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor dapat dimanfaatkan kepada
  masyarakat dengan melakukan analisis penggunaan tertinggi dan
  terbaik sehingga dapat menghasilkan pendapatan bagi PT. Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
 
2. Proses
 
Metode dan proses dalam kerangka berfikir ini adalah dengan mengelola
  data yang berasal dari input. Proses yang digunakan adalah dengan cara
  membagikan angket, melakukan interview pada pengelola aset dan observasi
terhadap aset yang akan di kaji.
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut di analisis sehingga
diperoleh informasi mengenai:
a. Pertimbangan aspek fisik, legal, keuangan, dan produktivitas maksimal
dari pemanfaatan aset lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi menggunakan
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik untuk: Gedung SOR Indoor,
studio musik, Gedung SOR Indoor dan studio musik.
b. Untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai pertimbangan keempat
aspek meliputi aspek fisik, legal, finansial, dan produktivitas maksimal
yang paling tepat bagi pemanfaatan aset lahan dan bangunan Gedung
SOR Indoor PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
Dalam melakukan analisis selalu didasari oleh Landasan Normatif dan
Landasan Teori sehingga apa yang dilakukan dalam proses dan metode ini
selalu ada batasannya dan juga terarah.
3. Output
Output adalah hasil yang ingin di capai dalam melakukan penelitian ini.
Output ini bisa menjawab identifikasi masalah yang sudah dibuat di dalam
input. Output yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah pemanfaatan
aset lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor yang paling tepat.

57

 
 

 
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka berfikir Analisis Pemanfaatan
 
Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa Marga
 
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan Tertinggi
dan  Terbaik (HBU) dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut:
 

58

 
 

INPUT   PROSES DAN METODE OUTPUT


 

  1. Angket
2. Interview
 
3. Observasi Lapangan
1. Gedung SOR Indoor 4. Analisis Deskriptif
 
belum memiliki Pemanfaatan aset lahan
 
program pemanfaatan dan bangunan Gedung
aset.   Analisis Pemanfaatan Aset Lahan dan SOR Indoor PT. Jasa
2. Lahan dan bangunan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor Marga (Persero) Tbk
  PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Gedung SOR Indoor Cabang Purbaleunyi yang
Purbaleunyi Menggunakan Analisis
dapat dimanfaatkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) paling tepat
kepada masyarakat.

Sumber Normatif Penggunaan


dan Pemanfaatan Aset: Landasan Teori Meliputi:
1. PP No 6 Tahun 2006 1. Manajemen Aset
Keterangan 2. PMK No 96 Tahun 2007 2. Optimasi Aset
: 3. UU No 28 Tahun 2002 3. Analisis HBU

Informasi
Data

Sumber : Hasil Olah Data (2012).

Gambar 2.4

Kerangka Berfikir Penelitian

59

 
 

 
2.11 Penelitian Terdahulu
 
Untuk membantu melakukan penelitian Analisis Pemanfaatan Aset Lahan
 
dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa Marga (Persero) Tbk
 
Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik
  (HBU), peneliti mengambil beberapa jurnal tentang analisis penggunaan tertinggi
dan terbaik sebagai bahan acuan yaitu:
 
Tabel 2.4
 
Penelitian Terdahulu
 
Persamaan Perbedaan
No Judul Pengarang Dimensi
  Analisis Analisis
1. Analisis Hasril Analisis Menggunakan Penentuan awal
Penggunaan Mintarsyah Penggunaan prinsip jenis alternatif
Tertinggi dan Tertinggi Penggunaan pemanfaatan lahan
Terbaik Pada Terbaik Tertinggi dan dilakukan melalui
Lahan Bekas Terbaik dengan wawancara kepada
Terminal menggunakan responden
Sungailiat empat kriteria
Kabupaten uji kelayakan Sedangkan
Bangka (analisa penelitian yang
kelayakan dilakukan adalah
hukum, analisa mengetahui potensi
kelayakan fisik, pasar terhadap
analisa kebutuhan aset
kelayakan menggunakan
finansial dan kuesioner.
analisa
produktifitas Perbedaannya
maksimal). adalah teknik
pengumpulan data
untuk penentuan
jenis pemanfaatan
aset.
2. Analisis Kartika Puspa Analisis Menggunakan Alternatif dilakukan
Penggunaan Negara Penggunaan prinsip dengan metode non
Tertinggi dan Tertinggi Penggunaan probability
Terbaik Pada Terbaik Tertinggi dan sampling yang
Lahan Eks Terbaik dengan kemudian dianalisa
Terminal Gadang menggunakan menggunakan
di Kota Malang empat kriteria metode analisa
uji kelayakan tertinggi dan
(analisa terbaik. Sedangkan
kelayakan penelitian yang
hukum, analisa akan dilakukan
kelayakan fisik, dengan
analisa menganalisis
kelayakan potensi pasar

60

 
 

 
finansial dan menggunakan skala
  analisa ordinal.
produktifitas
  maksimal). Perbedaannya
adalah Sampel
  dipilih
menggunakan
metode sampling
  pertimbangan
(judgement
  sampling), karena
metode ini pada
  umumnya lebih
cocok
  dipakai pada tahap
awal studi yang
  bersifat eksploratif.
Sedangkan
penelitian ini
menggunakan
skala ordinal untuk
menentukan
prioritas kebutuhan
yang dihitung
berdasarkan
peringkat
(rangking).
3. Analisis Armina Analisis Melakukan Analisis
Penggunaan Sukendar Penggunaan analisis HBU produktifitas
Tertinggi dan Tertinggi menggunakan properti dalam
Terbaik Lahan Terbaik teknik
aspek legal, aspek
Eks Kantor Dinas pengumpulan
Kebudayaan dan data fisik dan lokasi
Pariwisata dengan rating grid
Kabupaten Bantul sehingga di peroleh
usulan penggunaan
yang
memungkinkan
dengan metode
wawancara
terstruktur dan
tertutup. Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menganalisis
menggunakan
kuesioner
berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi
pasar (kebutuhan

61

 
 

 
produk/jasa dari
  masyarakat)

  Perbedaannya
Penelitian ini
  menggunakan
metode rating grid
  dengan metode
wawancara
terstruktur dan
  tertutup sedangkan
penelitian yang
  akan dilakukan
menggunakan
  kuesioner
berdasarkan
  berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi
pasar (kebutuhan
produk/jasa dari
masyarakat)
4. Analisis Ambarita Analisis Melakukan Analisis
Penggunaan Ulvah Penggunaan analisis HBU produktivitas
Tertinggi dan Tertinggi dan menggunakan properti (aspek
Terbaik (Highest Terbaik teknik
hukum, peraturan,
and Best Use pengumpulan
Analysis) pada data fisik, dan lokasi)
Lahan Sdn Karet menggunakan
Tengsin 01 Pagi, wawancara dengan
Kota purposive sampling
Administrasi serta analisis
Jakarta Pusat, Dki analisis SWOT
Jakarta Tahun
sehingga diperoleh
2011
alternatif yang
memungkinkan
kemudian
menganalisis pasar
(permintaan dan
penawaran
property)
Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menganalisis
menggunakan
kuesioner
berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi

62

 
 

 
pasar (kebutuhan
  produk/jasa dari
masyarakat)
 

 
Perbedaan ini
  menggunakan
analisis HBU dan
  analisis SWOT
kemudian
  menganalisis
potensi pasar
  sedangkan
penelitian yang
  akan dilakukan
menggunakan
analisis HBU tidak
menggunakan
analisis SWOT
kemudiann
menganalisis pasar
untuk mengetahui
kebutuhan
produk/jasa

5. Optimalisasi Muhammad Analisis Menentukan Penelitian ini


Pemanfaatan Fitrah Rifai Penggunaan jenis alternatif menentukan jenis
Lahan Kosong di Tertinggi dan pemanfaatan alternatif
Koridor Jalan Terbaik aset yang sesuai menggunakan skala
Basuki Rahmat dengan likert kepada
Surabaya menganalisis responden,
peluang pasar kemudian hasil
alternatifnya
dianalisis dengan
menggunakan
analisis peluang
pasar dan
menentukan
penggunaan
tertinggi dan terbaik
dengan analisis
HBU.

Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
dengan
menganalisis

63

 
 

 
peluang pasar
  berdasarkan
prioritas dan
  menggunakan akan
analisis HBU.
 
Perbedaannya
adalah skala yang
  digunakan untuk
menentukan jenis
  pemanfaatan aset.
Skala likert
  digunakan untuk
mengetahui
  pendapat responden
terhadap alternatif
  pemanfaatan.
Sedangkan
penelitian yang
dilakukan
menggunakan skala
ordinal berdasarkan
rangking.
Sumber : Hasil Olah Data (2012).

64

Anda mungkin juga menyukai