Jbptppolban GDL Annamarian 4314 2 Bab2 2 PDF
Jbptppolban GDL Annamarian 4314 2 Bab2 2 PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh Instansi Pemerintah, yang sebagian
atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan negara yang
dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah Daerah. Sedangkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pengertian aset negara
adalah sangat luas yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik yang berupa uang maupun barang
yang dapat dijadikan milik negara.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa aset
merupakan barang atau benda yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai tukar
yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dimiliki oleh suatu
badan usaha atau individu yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
12
“siklus pengelolaan barang yang dimulai dari perencanaan
(planning); meliputi penentuan kebutuhan (requirement) dan
penganggarannya (budgeting), pengadaan (procurement); meliputi
cara pelaksanaannya, standard barang dan harga atau penyusunan
spesifikasi dan sebagainya, penyimpanan dan penyaluran (storage
and distribution), pengendalian (controlling), pemeliharaan
(maintainance), pengamanan (safety), pemanfaatan penggunaan
(utilities), penghapusan (disposal), dan inventarisasi
(inventarization).”
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
mencakup proses mulai dari proses perencanaan (planning) sampai dengan
penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset tersebut
selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi.
13
Tabel 2.1
Bentuk Aset
14
Aset berlebih (Surplus Aset)
Aset Infrastruktur Jalan Raya
Pelabuhan/ Dermaga
Jembatan
Saluran Air
Dan lain-lain
Community Aset Halaman dan Taman
Bangunan Bersejarah
Bangunan Kesenian
Museum
Sarana Ibadah
Sumber: Hariyono (2007)
Berdasarkan tabel 2.2, kategori aset publik dalam kaidah internasional,
sebagai adalah berikut:
1. Aset Operasional
Aset yang dipergunakan dalam operasional pemerintah/perusahaan
yang dipakai secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada masa yang
akan datang.
a. Dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai
operasional pemerintah/ perusahaan.
b. Bukan aset khusus, artinya jika aset khusus berupa prasarana
dan aset peninggalan sejarah (yang harus dikontrol oleh
pemerintah), tetapi secara fisik tidak harus ditempati untuk
tujuan operasional.
2. Aset Non Operasional
Aset Non Operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian
integral dari operasional perusahaan/pemerintah dan
diklasifikasikan sebagai aset berlebih yang tidak dipakai untuk
penggunaan secara berkelanjutan atau mempunyaimpotensi untuk
digunakan dimasa yang akan datang.
3. Aset Infrastruktur
Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik
yang tidak terkait, biaya pengeluaran dari aset infrastruktur
ditentukan oleh kontinuitas penggunaan aset bersangkutan, seperti
jalan raya, jembatan dan sebagainya.
15
4. Community Aset
Community aset adalah aset milik pemerintah yang digunakan
secara terus menerus, namun umur ekonomis atau umur gunanya
tidak ditetapkan dan terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak
dapat dialihkan).
Dari penjelasan kategori aset publik diatas, dapat disimpulkan bahwa aset
yang bersifat pelayanan terhadap publik disesuaikan dengan berbagai macam
aktivitasnya. Aset tersebut memiliki banyak fungsi yang diperuntukkan bagi
pelayanan publik.
16
kepemilikan dari benda-benda yang tidak melekat secara permanen
pada tanah dan bangunan atau yang ada pada umumnya bersifat dapat
di pindah tangankan ke tempat lain (move ability).
3. Business (Kegiatan Usaha)
Business adalah setiap kegiatan di bidang komersial, industri, jasa atau
investigasi yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi. Bisnis pada
umumnya dijalankan oleh badan usaha yang mencari untung yang
kegiatan usahanya untuk memberikan produk barang atau jasa kepada
konsumen. Sedangkan badan usaha adalah badan yang didirikan
berdasarkan hukum yang berlaku. Suatu kegiatan usaha mungkin saja
dalam bentuk badan hukum atau bukan. Badan usaha meliputi seluruh
rentang kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, yang
mencakup baik sektor swasta maupun sektor umum (Badan Usaha
milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah). Badan usaha yang
memberikan jasa infrastruktur kepada masyarakat, yakni sebagai
perusahaan (korporasi) yang dikendalikan, namun tidak dimiliki oleh
pemerintah.
4. Financial Interest (Hak Kepemilikan Secara Finansial)
Hak kepemilikan secara finansial di dalam property berasal dari
pembagian hukum atas hak kepemilikan saham dalam kegiatan bisnis
dan hak atas penguasaan tanah dan bangunan (real property) dari
perjanjian. Dalam perjanjian diberikan suatu hak pilihan untuk
membeli atau menjual property (misalnya hak tanah dan bangunan,
saham atau instrumen finansial lainnya) dengan harga yang disebutkan
di dalam jangka waktu yang telah di tentukan, atau dari penciptaan
instrumen investasi yang dijamin oleh sekelompok aset-aset real
estate. Hak kepemilikan secara finansial yang berupa aktiva tak
berwujud dapat mencakup hak yang melekat pada kepemilikan suatu
kegiatan bisnis, hak yang memberikan suatu pilihan dan hak atas suatu
penerbitan surat berharga.
17
2.1.5 Siklus Hidup Aset
Menurut Hariyono (2007:18), siklus hidup dari suatu aset memiliki tiga
fase, meliputi: pengadaan (acquisition), operasi (operation), dan penghapusan
(disposal). Kemudian dilakukan proses lanjutan yaitu fase perencanaan, yang
merupakan suatu proses lanjutan, dimana output dari setiap fase digunakan
sebagai input untuk perencanaan. Suatu aset memiliki siklus hidup agar dapat
membedakan tanggung jawab dari setiap fase penanganannya. Secara khusus,
tanggung jawab untuk keputusan pengadaan suatu aset dalam suatu organisasi
berbeda dengan tanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan aset maupun
dengan tanggung jawab untuk penghapusan suatu aset. Gambar 2.1 di bawah ini
menunjukkan Siklus Hidup Aset menurut Hariyono (2007).
Operasi
(Operation)
Pangadaan Penghapusan
(Acquisition) (Disposal)
Perencanaan
(Planning)
18
pembaharuan atau perbaikan besar-besaran secara periodik, penggantian
atas aset yang rusak dalam periode penggunaannya, dan
4. Fase penghapusan, yaitu ketika umur ekonomis suatu aset telah habis atau
ketika kebutuhan atas pelayanan yang disediakan oleh aset bersangkutan
telah hilang.
2.1.6 Sasaran dan Tujuan Manajemen Aset
Sasaran manajemen aset menurut Hariyono (2007:4) adalah untuk
mencapai kecocokan atau kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi
penyediaan pelayanan. Hal ini diprediksikan pada saat pemeriksaan atau
pengujian kritikal dari alternatif-alternatif penggunaan aset. Sedangkan tujuan
manajemen aset adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi
tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup
panduan pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, dan pengaturan risiko
dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset (Hariyono, 2007:7).
Agar efektif, tujuan manajemen aset perlu dikaitkan dengan beberapa
faktor terkait berikut ini, (Hariyono, 2007:7).
1. Kebutuhan dari para pengguna aset.
2. Kebijakan dan peraturan perundangan.
3. Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi.
4. Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial.
5. Pengaruh eksternal (seperti komersial, teknologi, lingkungan, dan
industri).
6. Persaingan permintaan dari para stakeholder dan kebutuhan
merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan
atau untuk meningkatkan keefektifan biaya.
19
Tahapan-tahapan dalam siklus Manajemen Aset terdiri dari inventarisasi aset,
legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, pengawasan dan pengendalian
(Siregar, 2004). Kelima tahapan kerja ini saling berhubungan dan terintegrasi,
sebagai yang dapat dilihat pada gambar 2.2.
1. Inventarisasi Aset
2. Legal Audit
3. Penilaian Aset
Sistem Informasi 4. Optimalisasi Aset
Manajemen Aset
Gambar 2.2
Tahapan Kerja Aset
1. Inventarisasi Aset
Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan
yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi,
volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis
adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir
penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan adalah
pendataan, kodifikasi/labeling, pengelompokkan dan
pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset.
2. Legal Audit
Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang
berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur
penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas
permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun
20
pengalihan aset. Permasalahan legal yang sering ditemui antara lain
status hak penguasaan lemah, aset dikuasai pihak lain,
pemindahtanganan aset yang tidak terminator, dan lain-lain.
3. Penilaian Aset
Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian
atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan
penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi
untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimasi Aset
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan (2000) Optimasi berasal dari kata Optimizing. Optimasi
aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan nilai-nilai yang terkandung dalam aset tersebut.
Dalam tahap ini aset-aset yang dikuasai pemerintah pusat/daerah
diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan
tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat
dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi
tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional baik dalam
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria
untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan.
Sedangkan lingkup manajemen aset yang berdasarkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara
(BMN)/ Barang Milik Daerah (BMD) meliputi: perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan dan
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Untuk lebih jelasnya lingkup
pengelolaan aset dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
21
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Perencanaan kebutuhan merupakan awal dari proses pengelolaan aset.
Tujuan dan fungsi dari suatu perusahaan merupakan hal yang
mendasari kegiatan perencanaan. Dalam kegiatan ini dirumuskan
rincian kebutuhan barang untuk menghubungkan pengadaan barang
yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar
dalam melakukan tindakan yang akan datang.
2. Pengadaan
Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai
pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
tidak dipergunakan sesuai dengan TUPOKSI dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun
guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengamanan dimaksudkan agar pengelola barang, pengguna barang
dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang
milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya. Pengamanan
barang milik negara/daerah meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Sedangkan melalui
pemeliharaan, diharapkan agar pengguna barang dan/atau kuasa
pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik
22
negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya. Pemeliharaan harus
berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB),
serta biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD).
6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif
didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan
menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang
milik negara/daerah. Dalam kegiatan penilaian aset ini, metode
penilaian yang digunakan harus sesuai dengan pedoman dan peraturan
perundang-undangan yang terkait.
7. Penghapusan
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah
dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat
yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa
pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
8. Pemindahtanganan
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara
dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal
pemerintah.
9. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Dalam melakukan pembinaan, menteri keuangan menetapkan
kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah mencakup
kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik
23
negara. Dalam melaksanakan pengawasan dan pengedalian, pengguna
barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan,
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan
pengamanan barang milik daerah yang berada di bawah
penguasaannya. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana
untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.
Kuasa pengguna barang dan pengguna barang dapat meminta aparat
pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil
pemantauan dan penertiban sesuai ketentuan perundang-undangan.
2.2 Optimasi Aset
Optimasi berasal dari kata optimizing (Kamus Besar Bahasa Indonesia
Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan, 2000). Pengertian optimasi aset adalah
proses kerja dari manajemen aset yang tujuannya mengoptimalkan potensi-potensi
yang ada dalam aset tersebut. Menurut Siregar (2004), optimasi aset merupakan
proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut.
Dalam tahap optimasi ini, aset-aset yang dimiliki negara diidentifikasi dan
dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset tersebut. Aset yang memiliki potensi
yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi
tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang.
Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan
transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari
penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity.
Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya
kepemilikan (minimize cost of ownership).
24
2.2.1 Tujuan Optimasi Aset
Siregar (2004:776), menjelaskan bahwa tujuan optimasi aset secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset
tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
2. Memanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan
peruntukkannya atau tidak.
3. Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga
tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi aset sehingga
aset tersebut akan diketahui aset mana yang perlu dioptimasi dan cara
mengoptimasi aset tersebut yang akan didapatkan hasil akhir yaitu sebuah
rekomendasi yang berupa sasaran, strategi, dan program untuk mengoptimalkan
aset tersebut.
25
dalam pekerjaan penilaian. Djumara (2007) menjelaskan pendekatan
dan metode penelitian yaitu :
a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode
perbandingan langsung (direct comparison),
b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti
baru yang disusutkan (depreciated replacement cost),
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow),
d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach)
dengan land residual method.
3. Analisis optimasi pemanfaatan fixed assets
Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan
memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non
operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang
lebih mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut
sudah optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal
dilakukan studi optimasi. Studi optimasi ini dilakukan berdasar tolak
ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya.
Untuk aset non operasional, analisis dilakukan terhadap kondisi aset
saat ini. untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal
atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan
fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan
mencakup regulasi. peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar.
4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA)
Objek pengembangan sistem informasi manajemen aset (SIMA).
sebagai alat untuk optimasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan
SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin
keahlian. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat
menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki.
26
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan
atau langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset.
Langkah-langkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal,
penilaian aset tetap, analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan sistem
informasi manajemen aset (SIMA).
2.2.3 Manfaat Optimasi Aset
Suatu organisasi pemerintahan biasanya memiliki banyak aset bagi aset
yang belum optimal dalam penggunaannya, perlu dioptimalkan pemanfaatannya
dalam rangka meningkatkan pendapatan untuk pembangunan suatu organisasi
yang berkelanjutan.
Djumara (2007) menyebutkan bahwa optimasi aset mempunyai manfaat
dalam rangka:
1. Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang.
2. Meningkatkan penerimaan/pendapatan.
3. Menambah peluang penyerapan tenaga kerja.
Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang untuk meningkatkan
penerimaan/pendapatan dapat secara langsung dapat mengurangi anggaran yang
dikeluarkan organisasi untuk pemeliharaan aset tersebut, dapat mencegah
kemungkinan adanya penyerobotan aset oleh pihak lain, dan yang terakhir dapat
menambah peluang penyerapan tenaga kerja sehingga akan menciptakan sumber
pendapatan masyarakat.
27
2. Mengidentifikasi aset/barang milik negara/daerah (legal audit, potensinya dan
sebagainya).
3. Menganalisa potensi peluang untuk dioptimalisasikan.
4. Menyusun Rancangan Program Optimalisasi Aset.
2.2.5 Rencana Optimasi Aset
Menurut Djumara (2007), dalam menyusun rancangan optimasi aset harus
dilakukan analisa dan penyusunan rencana pemanfaatan. Oleh karena itu, masing-
masing unit dari aset harus diidentifikasi terlebih dahulu, dengan melakukan
serangkaian kegiatan meliputi:
1. Menyusun data aset tentang; teknis, lokasi, legal, ekonomis, dan data sosial.
2. Meneliti potensi peluang yang dimiliki aset untuk dioptimalkan dari segi:
potensi teknis yang dimiliki dari aset, potensi lingkungan tempat aset berada,
potensi legal dari aset, potensi peluang ekonomis dari aset, dan potensi sosial.
3. Menganalisa potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan untuk
dioptimalisasikan dari segi:
a. Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
b. Kemampuan dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau keuntungan
(profitability) jika dioptimalisasikan.
c. Sejauh mana kemampuan teknis dari aset itu sendiri (technical viability).
d. Bagaimana dukungan lingkungan guna optimalisasi aset itu sendiri.
e. Landasan legal untuk optimalisasi aset yang memungkinkan apakah cukup
kuat dan menunjang.
4. Menyusun rancangan program optimalisasi aset yang meliputi:
1. Menyusun rancangan program optimasi untuk masing-masing aset yang
mungkin untuk dioptimalisasikan,
2. Menyusun rancangan pengelolaannya/pelaksanaannya apakah akan
dilaksanakan oleh pihak ketiga/swakelola, dan
28
Menyusun prakiraan/estimasi pemasukan penerimaan (jumlah dan lama
masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk
dioptimalisasikan tersebut.
2.3 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)
Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)
digunakan untuk mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang
belum optimal akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. Analisis HBU
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain pertimbangan
aspek hukum, aspek fisik, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal.
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai analisis HBU.
29
2.3.2 Tujuan Analisis HBU
Menurut Siregar (2004), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)
memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di
atas tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk
dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya.
Menurut Robert, dkk (dalam Prijatno, 2010), tujuan dari Highest and Best
Use Analysis (HBU Analysis) ini adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang
paling optimal dari aset-aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi
di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi
untuk
pemilik aset tersebut.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari HBU antara lain adalah untuk mengetahui pengembangan terbaik dan
optimal dari aset tanah atau lahan dan bangunan yang belum optimal akan tetapi
mempunyai potensi untuk di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang
maksimal bagi pemilik aset tersebut.
30
4. Produktifitas
Berdasarkan analisis finansial, diperoleh tingkat pengembalian (rate of
return), net present value, internal rate of return (IRR), rate of return, rate
on equity, payback period, dan lain-lain.
2.3.4 Pengujian HBU
The Appraisal Institute (2001) memberikan beberapa kriteria dalam
melakukan pengujian analisis HBU antara lain :
1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik tanah kosong
Dalam arti, memang tanah kosong atau menganggap tidak ada bangunan
diatas tanah tersebut. Dengan asumsi semacam itu, maka
penggunaan-penggunaan yang dapat menghasilkan nilai dapat
diidentifikasi dan penilai dapat mulai memilih membandingkan berbagai
jenis properti dan membuat estimasi nilainya.
2. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik properti yang dikembangkan
Analisis dengan membandingkan properti yang sudah ada dengan properti
yang diharapkan lain apakah bisa memberikan nilai lebih tinggi pada
pemilik aset.
31
3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap
perubahan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat
sementara.
32
6. Performa Investasi dari masing-masing pengembangan
Dihitung estimasi terhadap investasi yang akan didapatkan dalam
mengembangkan aset yang kurang optimal ini. Apakah aset yang
dikembangkan akan memberikan keuntungan atau tidak baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Sedangkan menurut Prijatno (2010), proses dari studi HBU yaitu dengan
melakukan beberapa studi kelayakan, diantaranya sebagai berikut:
1. Kelayakan Secara Peraturan dan Hukum
a. Private Restriction/Contract
b. Zoning
c. Building Code
d. Ketinggian Bangunan
e. Kontrol terhadap benda sejarah
f. Aturan Keselamatan Lingkungan
g. Aturan Kesehatan dan Keamanan Hunian
2. Kelayakan Secara Fisik
a. Ukuran Tanah
b. Bentuk Tanah & Bangunan
c. Luas
d. Lebar depan (Frontage)
e. Panjang/Kedalaman tanah (Depth)
f. Ketinggian dari paras jalan
g. Ketinggian dari permukaan laut
h. Kontur/Topografi
i. Kondisi Tanah & Bangunan
j. Daya Dukung Tanah
k. Lokasi Tanah
l. Letak Tanah
m. Aksesibilitas
33
n. Improvement
o. Kesuburan tanah
p. Ketersediaan air
q. Flora dan Fauna
3. Kelayakan Secara Keuangan
a. Net Operating Income (NOI)
b. Pay back Priod (PP)
Menurut Syamsuddin (2004:444), pay back period merupakan
perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan
cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut.
Rumus:
34
Usulan proyek investasi akan diterima apabila,
IRR π cost of capital.
Dan akan ditolak apabila,
IRR < cost of capital.
e. Return on invesment atau Return on Equity
Menurut Santosa (2009), Return on Investment (ROI) adalah rata-rata
profit tahunan dibandingkan dengan jumlah yang diinvestasikan.
Rumus:
ROI =
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009), Return on Equity (ROE)
merupakan ukuran terakhir dari rasio probabilitas. Rasio itu mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang
saham. Oleh karena itu, ROE dianggap sebagai representasi dari
kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan.
ROE =
35
mengenai penggunaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN). Adapun
penjelasan mengenai penggunaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)
yang diatur dalam PMK No. 96 Tahun 2007 sebagai berikut.
36
dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan menurut Hariyono (2007)
pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk
memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi kapasitas
aset. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset
adalah pendayagunaan dan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan diluar
Tupoksi Perusahaan.
Aset yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan secara optimal
dengan tujuan :
1. Agar tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
khususnya biaya dikaitkan dengan segi pemeliharaan dan
pengamanannya terutama untuk mencegah kemungkinan adanya
penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab.
2. Jika barang daerah tersebut dimanfaatkan secara optimal akan dapat
meningkatkan atau menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Selanjutnya dalam Permenkeu No 96/PMK.06/2007 juga mengatur tentang
pemanfaatan lebih lanjut yaitu :
1. Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan terhadap barang Milik
Negara yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi kementrian Negara/lembaga.
2. Pemanfaatan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan terhadap
sebagian Barang Milik Negara yang tidak digunakan oleh pengguna
barang sepanjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementrian/lembaga tersebut.
3. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengubah status
kepemilikan Barang Milik Negara.
4. Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dilakukan
dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaaatan dan
bangun guna serah serta bangun serah guna/
37
Berdasarkan PP No 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Keuangan
No 97/PMK.06/2007, pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah
dengan tidak mengubah status kepemilikan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
bentuk pemanfaatan aset.
a. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai.
Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan. Jenis Barang Milik Negara yang dapat disewakan
antara lain adalah:
1. Tanah
2. Bangunan
Ketentuan dalam penyewaan Barang Milik Negara:
1. Barang Negara yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan
oleh Pengguna Barang atau Pengelola Barang
2. Jangka waktu sewa barang milik negara paling lama 5 (lima) tahun
sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengelola Barang,
perpanjangan dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh
Pengelola Barang;
b. untuk sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang,
perpanjangan dilakukan setelah dievaluasi oleh Pengguna
Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang.
3. Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada Peraturan
Menteri Keuangan
38
4. Penghitungan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penentuan
besaran sewa minimum dilakukan sebagai berikut :
a. Penghitungan nilai Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh
penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang;
b. Penghitungan nilai Barang Milik Negara untuk sebagian tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan
dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai;
c. Penghitungan nilai Barang Milik Negara selain tanah dan atau
bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna
Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau
penilai.
d. Penetapan besaran sewa Besaran sewa atas Barang Milik
Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada
Pengelola Barang ditetapkan oleh Pengelola Barang
berdasarkan hasil perhitungan nilai;
e. Besaran sewa atas Barang Milik Negara sebagian tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan
barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan
oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola
Barang.
5. Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat
pada saat penandatanganan kontrak.
6. Selama masa sewa, pihak penyewa atas persetujuan Pengelola
Barang hanya dapat mengubah bentuk Barang Milik Negara tanpa
mengubah konstruksi dasar bangunan, dengan ketentuan bagian
yang ditambahkan pada bangunan tersebut menjadi Barang Milik
Negara.
39
b. Pinjam Pakai
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan
Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut
diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara
yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta
Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
c. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara
oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Barang
Milik Negara yang dapat dijadikan objek kerja sama pemanfaatan adalah
tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun
yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang
Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah
berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati. Bangun Serah Guna
(BSG) pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain
dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola
Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
40
Sewa
Pinjam Pakai
Bentuk Pemanfaatan
Kerjasama Pemanfaatan
BGS DAN BSG
2.5 Lahan/Tanah
Dalam ekonomi dan pertanian, lahan mencakup semua sumber daya alam
yang dapat dimanfaatkan di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang
geografis (www.wikipedia.com). Lahan/tanah adalah sebuah sumber daya alam
yang merupakan hasil tambang, penghasil sumber daya hutan, dan tempat dimana
semua makhluk hidup melaksanakan kehidupan (Yulir, 2004). Lahan juga
merupakan tempat mendirikan sebuah aset (bangunan, jalan, dan jembatan).
Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari lahan/tanah dan karakteristik lahan.
41
kemungkinan hidupnya tumbuhan, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan
udara.
Klasifikasi Tanah
2.5.2
Hanafie (2010:53) menjelaskan bahwa menurut topografinya, lahan
dibedakan kemiringannya menjadi empat, antara lain:
1. Lahan dengan lereng 0-3 % : datar, termasuk rawa-rawa, untuk tanaman
padi atau perkebunan kelapa.
2. Lahan dengan lereng 3-8% : baik untuk tanaman setahun tertentu apabila
42
kegiatannya. Sedangkan bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk
keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN dan/atau perolehan
lainnya yang sah.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, pembangunan
adalah
“kegiatan mendirikan bangunan gedung yang diselenggarakan melalui
tahap persiapan perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan
pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK) baik merupakan
pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya maupun
perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan
pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan
(rehabilitasi renovasi restorasi)”
43
bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung. Maka
persyaratan dari keandalan teknis bangunan gedung tersebut, diantaranya:
1. Keselamatan
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi kemampuan
bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya petir.
a. Kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatannya. Hal tersebut dimaksudkan sebagai kemampuan
struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan, baik beban muatan hidup ataupun mati,
serta untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku
alam.
b. Kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran. Hal tersebut dimaksudkan
sebagai kemampuan bangunan gedung untuk melakukan
pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi
pasif, yang meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya,
konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan serta
proteksi pada bukuab yang ada untuk menahan dan membatasi
kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran dan sistem proteksi
aktif, yang meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan
memadamkan kebakaran, pengendalian asap dan sarana
penyelamatan kebakaran.
c. Kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya petir. Hal tersebut dimaksudkan sebagai
kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan
terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir untuk
melindungi semua bagian bangunan gedung termasuk manusia di
dalamnya. Sistem penangkal petir tersebut merupakan instalasi
44
penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung
yang letak, sifat geografis, bentuk dan penggunaannya mempunyai
resiko terkena sambaran petir.
2. Kesehatan
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem
penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan
gedung.
a. Sistem penghawaan
Kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan
pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi buatan.
b. Sistem pencahayaan
Kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan
gedung melalui pencahayan alami dan/atau pencahayaan buatan,
termasuk pencahayaan darurat.
c. Sistem Sanitasi
Kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar
bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah,
serta penyaluran air hujan.
d. Penggunaan bahan bangunan gedung
Penggunaan bahan bangunan harus aman bagi kesehatan pengguna
bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
3. Kenyamanan
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan
ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang,
pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.
45
a. Kenyamanan ruang gerak
Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata
letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam
ruangan.
b. Kenyamanan hubungan antar ruang
Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan
sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk
terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
c. Kenyamanan kondisi udara
Tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperature dan
kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
d. Kenyamanan pandangan
Kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di
dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung
yang ada di sekitarnya.
e. Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan
Tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang
tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung
terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari
dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.
4. Kemudahan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari dan di
dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana
dalam pemanfaatan bangunan gedung.
a. Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung
Tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan
nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan
gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk
46
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan
mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor
disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung. Kemudahan
hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana
transportasi vertikal berupa penyediaan tangga, ram dan sejenisnya
dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan pengguna sesuai dengan
standar teknis yang berlaku.
b. Kelengkapan prasarana dan sarana
Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi
semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.
47
Bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan
karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi
tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama
10 (sepuluh) tahun Contohnya Gedung kantor yang belum ada disain
prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan luas lebih dari 500 m2
atau gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai, gedung rumah sakit kelas
A, B, C dan D, dan lain-lain.
3. Bangunan khusus
Bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki
penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaanya memerlukan penyelesaian / teknologi khusus. Masa
penjaminan kegagalan bangunan minimum adalah 10 (sepuluh) tahun.
Yang termasuk klasifikasi bangunan khusus, antara lain : Istana negara dan
rumah jabatan presiden & wakil presiden, wisma negara, Gedung istana
nuklir, dan lain-lain.
48
kegiatan olahraga. Prasarana dan sarana berolahraga sangat diperlukan untuk
kelancaran dan keamanan dalam berolahraga. Seperti yang sudah dijelaskan oleh
Soepartono (2000), prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
terselenggaranya suatu proses (usaha atau pembangunan). Dalam olahraga
prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah atau memperlancar
tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat tersebut adalah
susah dipindahkan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disebutkan beberapa
contoh prasarana olahraga yaitu: lapangan bola basket, lapangan tenis, lapangan
voli, gedung olahraga (hall), stadion sepakbola, stadion atletik, track lari, track
sepatu roda, dan lain-lain.
49
perlengkapannya untuk melaksanakan program kegiatan olahraga. Berdasarkan
batasan diatas, istilah fasilitas olahraga sudah mencakup pengertian prasarana dan
sarana perlengkapan.
Untuk fasilitas semua olahraga prestasi yang dipertandingkan/dilombakan
mulai tingkat internasional, tingkat nasional dan tingkat daerah menggunakan
fasilitas alat dan lapangan dengan ukuran yang sama untuk masing-masing cabang
olahraga. Ukuran yang sama di semua tingkat dan di semua tempat inilah yang
dinamakan istilah standar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3
sebagai berikut ini:
Tabel 2.3
Ukuran Standar Olahraga Prestasi
No Cabang Ukuran Lapangan Minimal tanah yang
Olahraga harus disediakan
1. Atletik 95 x 176 18.000 m2
2. Gedung Olahraga 25 x 40 1.500 m2
3. Bola Voli 18 x 9 1.000 m2
4. Bola Basket 28 x15 1.000 m2
5. Bulu Tangkis 6.10 x 13.40 800 m2
Sumber: Soepartono (2000).
50
menghasilkan kebisingan tinggi seperti studio untuk musik. Pengendalian agar
kebisingan dari luar tidak masuk ke dalam ruang studio sangat penting untuk
menjaga konsentrasi pelaku aktivitas dan agar kelangsungan aktivitas berjalan
dengan baik.
2.7.1 Pembuatan Studio Musik
Menurut Fauzi (2011:1), ada beberapa hal yang diperlukan untuk membuat
studio musik yaitu:
1. Lokasi
51
gelombang. Jika gelombang terpantul secara kurang sempurna, maka
bunyinya tidak bagus. Untuk bentuk ruangan, hindari bentuk kubus. Ini
berhubungan dengan standing wave yang berada di sekitar tengah ruangan
yang membuat suara kurang enak didengar. Selain peredam, gunakan bass
trap pada setiap sudut ruangan. Bass trap bias dibuat per modul dengan
ukuran minimal 80 x 120 cm per modulnya dan diisi rigid fiberglass
(bahannya biasanya berwarna kuning seperti dacron). Selain itu seluruh
permukaan tembok diusahakan dipasang diffusor (pemecah suara), dan
hindari dua permukaan saling berhadapan langsung.
4. Manajemen
Sistem manajemen harus dilaksanakan dengan rapi, terutama manajemen
keuangan. Misalnya pengaturan biaya operasional perawatan alat musik
(termasuk penyediaan cadangan snar gitar, drum stick, cymbal), serta
biaya listrik dan telepon (minimal pulsa ponsel untuk mempermudah
booking tempat). Semua perlu diatur dalam satu manajemen yang teratur.
52
2. Bila kebisingan dari jalan di depan lahan telah sedemikian tinggi,
seyogyanya dibangun penghalang atau barrier dalam wujud yang
tidak mengganggu fasad bangunan secara keseluruhan.
3. Selanjutnya, khusus untuk ruang studio musik, perlu kita pilih
konstruksi bangunan dari bahan yang memiliki tingkat insulasi tinggi
karena kebutuhan akan tingkat ketenangan yang sangat tinggi, maka
ruang studio musik biasanya dirancang masif (tertutup) dengan
menggunakan sistem ventilasi buatan.
Ruang studio musik adalah inti dari sebuah bangunan studio musik.
Namun demikian, untuk memperlancar aktivitas dalam studio musik, bangunan
ini biasanya didukung beberapa ruang lain, yaitu:
1. Ruang utama, yang meliputi ruang studio dan ruang operator.
2. Ruang pendukung, yang meliputi ruang administrasi, dapur kering
(pantry), kamar mandi, dan lain-lain.
3. Ruang servis, yang meliputi ruang generator set, ruang alat atau
gudang, dan lain-lain.
Mediastika (2005:105) menjelaskan bahwa untuk mengurangi masuk dan
keluarnya getaran dari luar dan dari dalam studio musik, lantai studio musik
sebaiknya dirancang dengan model ganda (raised-floor). Sistem lantai ganda ini
idealnya terbuat dari material yang berbeda agar getaran tidak mudah diteruskan.
Untuk mengurangi getaran, konstruksi plafon ruang studio idealnya tidak
dipasang menempel pada rangka atap, namun dipasang menggantung. Rangka
plafon dapat dibangun memakai bahan yang umum dipergunakan seperti baja,
aluminium, atau kayu. Pelapis plafon dapat dipakai bahan yang sederhana yang
terbuat dari karton olahan yang banyak dipergunakan sebagai tempat telur atau
tempat buah.
53
2.8 Potensi Pasar
Setiap wirausaha atau calon pengusaha perlu menganalisis peluang atau
potensi pasar. Apabila seorang wirausaha atau calon pengusaha kurang mampu
menganalisis peluang pasar, maka kemungkinan usaha yang dijalankan
dalam
akan dimanfaatkan oleh pesaing. Pinayani (2004:7) menjelaskan bahwa istilah
peluang pasar lebih ditujukan untuk perusahaan atau usaha kecil yang sudah
berdiri dan bergerak dalam bidang usaha tertentu. Pinayani (2004:7) menyebutkan
ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh peluang yaitu:
1. Peluang harus terus dicari, dipertahankan, dan diperluas.
2. Dengan bantuan para ahli atau konsulta usaha, bila perlu mengeluarkan
biaya untuk memperoleh informasi yang baik.
54
sebagian besar pelajar atau mahasiswa, maka sediakan alat-alat tulis,
buku, foto copy atau rental komputer/warnet.
4. Bagaimana daya beli (kemampuan bayar) konsumen, apakah termasuk
konsumen yang mempunyai pendapatan tinggi atau rendah. Misalnya,
untuk masyarakat/konsumen yang berpendapatan rendah, maka produk
yang disediakan harus dengan kualitas dan harga yang terjangkau oleh
tingkat konsumen tersebut. Sedangkan, untuk konsumen yang
berpendapatan tinggi dapat disediakan produk dengan kualitas dan
harga sesuai dengan tingkat pendapatannya.
5. Perhatikan, apakah di pasar ada pesaing atau tidak. Apabila ada
pesaing, peluang pasar apa yang belum digarap oleh pesaing. Bagi
usaha baru dan kecil lebih baik menggarap niche market.
55
6. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2030.
7. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif
2.10 Kerangka Berfikir
Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008)
adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60). Kerangka
berpikir dalam penelitian ini mengkaitkan masing-masing variabel dengan teori
yang ada.
Kerangka berfikir ini menjadi pemandu melaksanakan penelitian mengenai
Analisis Pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pemetaan Input-Proses-Output adalah
upaya pemetaan hubungan kebutuhan data dalam kaitan proses analisa dan hasil
yang di harapkan. Berikut ini rangkaian langkah dalam kerangka berfikir Analisis
Pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan
Tertinggi dan Terbaik (HBU):
1. Input
Input dari kerangka berfikir ini adalah hasil dari identifikasi mengenai
pengelolaan Gedung Sarana Olahraga Indoor. Input dalam proses ini adalah
data primer yang didapatkan melalui tinjauan lapangan pada saat akan
membuat penelitian dan data awal dari pengelola aset. Input dari penelitian
ini adalah:
a. Pengelola belum memiliki program pemanfaatan aset karena saat ini,
penggunaan Gedung SOR Indoor diprioritaskan hanya untuk
56
karyawan dan keluarga karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk
Cabang Purbaleunyi,
b. Lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor dapat dimanfaatkan kepada
masyarakat dengan melakukan analisis penggunaan tertinggi dan
terbaik sehingga dapat menghasilkan pendapatan bagi PT. Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
2. Proses
Metode dan proses dalam kerangka berfikir ini adalah dengan mengelola
data yang berasal dari input. Proses yang digunakan adalah dengan cara
membagikan angket, melakukan interview pada pengelola aset dan observasi
terhadap aset yang akan di kaji.
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut di analisis sehingga
diperoleh informasi mengenai:
a. Pertimbangan aspek fisik, legal, keuangan, dan produktivitas maksimal
dari pemanfaatan aset lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi menggunakan
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik untuk: Gedung SOR Indoor,
studio musik, Gedung SOR Indoor dan studio musik.
b. Untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai pertimbangan keempat
aspek meliputi aspek fisik, legal, finansial, dan produktivitas maksimal
yang paling tepat bagi pemanfaatan aset lahan dan bangunan Gedung
SOR Indoor PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
Dalam melakukan analisis selalu didasari oleh Landasan Normatif dan
Landasan Teori sehingga apa yang dilakukan dalam proses dan metode ini
selalu ada batasannya dan juga terarah.
3. Output
Output adalah hasil yang ingin di capai dalam melakukan penelitian ini.
Output ini bisa menjawab identifikasi masalah yang sudah dibuat di dalam
input. Output yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah pemanfaatan
aset lahan dan bangunan Gedung SOR Indoor yang paling tepat.
57
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka berfikir Analisis Pemanfaatan
Aset Lahan dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan Tertinggi
dan Terbaik (HBU) dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut:
58
1. Angket
2. Interview
3. Observasi Lapangan
1. Gedung SOR Indoor 4. Analisis Deskriptif
belum memiliki Pemanfaatan aset lahan
program pemanfaatan dan bangunan Gedung
aset. Analisis Pemanfaatan Aset Lahan dan SOR Indoor PT. Jasa
2. Lahan dan bangunan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor Marga (Persero) Tbk
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Gedung SOR Indoor Cabang Purbaleunyi yang
Purbaleunyi Menggunakan Analisis
dapat dimanfaatkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) paling tepat
kepada masyarakat.
Informasi
Data
Gambar 2.4
59
2.11 Penelitian Terdahulu
Untuk membantu melakukan penelitian Analisis Pemanfaatan Aset Lahan
dan Bangunan Gedung Sarana Olahraga Indoor PT. Jasa Marga (Persero) Tbk
Cabang Purbaleunyi Menggunakan Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik
(HBU), peneliti mengambil beberapa jurnal tentang analisis penggunaan tertinggi
dan terbaik sebagai bahan acuan yaitu:
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
Persamaan Perbedaan
No Judul Pengarang Dimensi
Analisis Analisis
1. Analisis Hasril Analisis Menggunakan Penentuan awal
Penggunaan Mintarsyah Penggunaan prinsip jenis alternatif
Tertinggi dan Tertinggi Penggunaan pemanfaatan lahan
Terbaik Pada Terbaik Tertinggi dan dilakukan melalui
Lahan Bekas Terbaik dengan wawancara kepada
Terminal menggunakan responden
Sungailiat empat kriteria
Kabupaten uji kelayakan Sedangkan
Bangka (analisa penelitian yang
kelayakan dilakukan adalah
hukum, analisa mengetahui potensi
kelayakan fisik, pasar terhadap
analisa kebutuhan aset
kelayakan menggunakan
finansial dan kuesioner.
analisa
produktifitas Perbedaannya
maksimal). adalah teknik
pengumpulan data
untuk penentuan
jenis pemanfaatan
aset.
2. Analisis Kartika Puspa Analisis Menggunakan Alternatif dilakukan
Penggunaan Negara Penggunaan prinsip dengan metode non
Tertinggi dan Tertinggi Penggunaan probability
Terbaik Pada Terbaik Tertinggi dan sampling yang
Lahan Eks Terbaik dengan kemudian dianalisa
Terminal Gadang menggunakan menggunakan
di Kota Malang empat kriteria metode analisa
uji kelayakan tertinggi dan
(analisa terbaik. Sedangkan
kelayakan penelitian yang
hukum, analisa akan dilakukan
kelayakan fisik, dengan
analisa menganalisis
kelayakan potensi pasar
60
finansial dan menggunakan skala
analisa ordinal.
produktifitas
maksimal). Perbedaannya
adalah Sampel
dipilih
menggunakan
metode sampling
pertimbangan
(judgement
sampling), karena
metode ini pada
umumnya lebih
cocok
dipakai pada tahap
awal studi yang
bersifat eksploratif.
Sedangkan
penelitian ini
menggunakan
skala ordinal untuk
menentukan
prioritas kebutuhan
yang dihitung
berdasarkan
peringkat
(rangking).
3. Analisis Armina Analisis Melakukan Analisis
Penggunaan Sukendar Penggunaan analisis HBU produktifitas
Tertinggi dan Tertinggi menggunakan properti dalam
Terbaik Lahan Terbaik teknik
aspek legal, aspek
Eks Kantor Dinas pengumpulan
Kebudayaan dan data fisik dan lokasi
Pariwisata dengan rating grid
Kabupaten Bantul sehingga di peroleh
usulan penggunaan
yang
memungkinkan
dengan metode
wawancara
terstruktur dan
tertutup. Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menganalisis
menggunakan
kuesioner
berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi
pasar (kebutuhan
61
produk/jasa dari
masyarakat)
Perbedaannya
Penelitian ini
menggunakan
metode rating grid
dengan metode
wawancara
terstruktur dan
tertutup sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menggunakan
kuesioner
berdasarkan
berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi
pasar (kebutuhan
produk/jasa dari
masyarakat)
4. Analisis Ambarita Analisis Melakukan Analisis
Penggunaan Ulvah Penggunaan analisis HBU produktivitas
Tertinggi dan Tertinggi dan menggunakan properti (aspek
Terbaik (Highest Terbaik teknik
hukum, peraturan,
and Best Use pengumpulan
Analysis) pada data fisik, dan lokasi)
Lahan Sdn Karet menggunakan
Tengsin 01 Pagi, wawancara dengan
Kota purposive sampling
Administrasi serta analisis
Jakarta Pusat, Dki analisis SWOT
Jakarta Tahun
sehingga diperoleh
2011
alternatif yang
memungkinkan
kemudian
menganalisis pasar
(permintaan dan
penawaran
property)
Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menganalisis
menggunakan
kuesioner
berdasarkan
prioritas untuk
mengetahui potensi
62
pasar (kebutuhan
produk/jasa dari
masyarakat)
Perbedaan ini
menggunakan
analisis HBU dan
analisis SWOT
kemudian
menganalisis
potensi pasar
sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
menggunakan
analisis HBU tidak
menggunakan
analisis SWOT
kemudiann
menganalisis pasar
untuk mengetahui
kebutuhan
produk/jasa
Sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
dengan
menganalisis
63
peluang pasar
berdasarkan
prioritas dan
menggunakan akan
analisis HBU.
Perbedaannya
adalah skala yang
digunakan untuk
menentukan jenis
pemanfaatan aset.
Skala likert
digunakan untuk
mengetahui
pendapat responden
terhadap alternatif
pemanfaatan.
Sedangkan
penelitian yang
dilakukan
menggunakan skala
ordinal berdasarkan
rangking.
Sumber : Hasil Olah Data (2012).
64