Kelas : TL.16.D.3 NIM : 331620141 AGENDA 21 Konferensi Stockholm
Asal mula dimulainya penentuan kebijakan dan program agenda 21
berdasarkan adanya komitmen global (internasional) dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan di dunia. Komitmen bersama antar berbagai Negara di mulai melalui adanya konferensi, konvensi, perhimpunan sampai adanya konvensi KTT bumi. Salah satu adalah uraian perjalanan panjang dari komitmen global sampai terbentuknya program agenda 21 adalah Konferensi Stockholm (1972) Kesadaran global untuk memperhitungkan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan kelayakan teknik dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada dasarnya merupakan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang melanda dunia. Selain itu diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama : United Nations Environmental Programme (UNEP). Dalam Konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi. Namun dalam perjalanan, ternyata kesepakatan kesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan masalah lingkungan yang dihadapi dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup yang mewah dan boros dalam menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat pula. Sementara negara-negara berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan pembangunan dan sekaligus untuk membayar utang luar negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan teknologi serta kesadaran lingkungan yang masih rendah, menyebabkan peningkatan pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan melindungi lingkungan yang memadai. Maka kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup di negara berkembang juga semakin parah. Lingkungan hidup dunia yang semakin baik yang menjadi harapan Konferensi Stockholm ternyata tidak terwujud. Kerusakan lingkungan global semakin parah. Penipisan lapisan ozon yang berakibat semakin meningkatnya penitrasi sinar ultra violet ke bumi yang merugikan kehidupan manusia, semakin banyaknya spesies flora dan fauna yang punah, pemanasan global dan perubahan iklim semakin nyata dan betul-betul sudah di depan mata. Oleh karena itu masyarakat global memperbaharui kembali tekadnya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan global dengan mengadakan KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada bulan Juni 1992 dengan tema Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). KTT ini kita kenal dengan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Dalam UNCED disegarkan kembali suatu pengertian bersama bahwa pembangunan berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan sekarang dan generasi mendatang. Untuk mencapai hal tersebut dalam setiap proses pembangunan harus memadukan 3 aspek sekaligus yaitu : ekonomi, ekologi dan social budaya. Secara garis besar ada 5 hal pokok yang dihasilkan oleh KTT Bumi di Rio de Jeneiro yaitu : 1. Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan. Deklarasi ini berisikan 27 prinsip dasar yang menekankan keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan serta pengembangan kemitraan global baru yang adil. 2. Konvensi tentang perubahan iklim, diperlukan payung hukum guna menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. 3. Konvensi tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah merosotnya keanekaragaman hayati. 4. Prinsip pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi, ekologi, kultural dan spiritual untuk generasi. Hutan untuk penyerapan CO2serta untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan daerah aliran sungai. 5. Agenda 21, menyusun program aksi untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk saat ini dan abad ke 21 : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM. Dokumen agenda 21 global dianggap sebagai suatu hasil yang paling penting dalam KTT bumi ini, yang berisi aksi-aksi dimana setiap pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta dan masyarakat luas, dapat melakukan perubahan- perubahan yang diperlukan bagi pembangunan social ekonominya. Adapun, 7 aspek yang ditekankan dalam agenda 21 global adalah : 1. Kerjasama internasional 2. Pengentasan kemiskinan 3. Perubahan pola konsumsi 4. Pengendalian kependudukan 5. Perlindungan dan peningkatan kesehatan 6. Peningkatan pemukiman secara berkelanjutan 7. Pemaduan lingkungan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan (Teguh O.P, May 2016)
Kebijakan global pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan pertama kali dalam
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference on the Human Environment) yang diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, diikuti oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau. Soviet Uni dan negara- negara Eropa Timur telah memboikot konferensi ini sebagai reaksi terhadap ketentuan yang menyebabkan beberapa negara tidak diundang dengan kedudukan yang sama dengan peserta-peserta lain, antara lain Republik Demokrasi Jerman. da akhir sidang, yaitu pada tanggal 16 Juni 1972, Konferensi mengesahkan hasil-hasilnya berupa: a. deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas Preamble dan 26 asas yang lazim disebut Stockholm Declaration; b. rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan), terdiri dari 109 rekomendasi termasuk di dalamnya 18 rekomendasi tentang Perencanaan dan Pengelolaan Permukiman Manusia; c. rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan Rencana Aksi tersebut di atas, terdiri dari Dewan Pengurus (Governing Council) Program Lingkungan Hidup (UN Environment Program = UNEP); Sekretariat, yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif; Dana Lingkungan Hidup; dan Badan Koordinasi Lingkungan Hidup. Dalam suatu resolusi khusus, Konferensi menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”. Atas tawaran Kenya, sekretariat UNEP ditempatkan di Nairobi. Pada Sidang Umum PBB tahun 1972, semua keputusan Konferensi disahkan dengan resolusi Sidang Umum PBB No. 2997 (XXVII) pada tanggal 15 Desember 1972. Dengan adanya Stockholm Declaration ini, perkembangan Hukum Lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat, baik pada taraf nasional, regional maupun internasional. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa di antara para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi bersama. Sekalipun hasil dari Deklarasi Stockholm tidak mengikat langsung karena merupakan soft law (berbeda dari Konvensi yang hasilnya mengikat langsung karena merupakan hard law), tetapi pengaruh dari Deklarasi Stockholm besar sekali terutama bagi Indonesia. Asas-asas lingkungan yang semula diperkenalkan dalam Deklarasi Stockholm sebanyak 26 asas, kemudian diperbarui dalam Deklarasi Rio de Janeiro menjadi 27 asas. Asas lingkungan dapat dilihat dalam GBHN Bab III huruf B ayat 10 TAP MPR No. IV Tahun 1973 yang berbunyi sebagai berikut. “Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia harus digunakan secara rasional. Penggalian … tersebut harus diupayakan agar tidak merusak …, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang. (D. Silalahi, 2001: 33).” Menyeluruh (integral) dalam arti memperhatikan segala aspek, memperhatikan sektor-sektor yang terkait dengan sumber daya alam, yaitu air, hutan, migas, ikan di laut. Undang-undang kita sudah mengatur pengelolaannya berdasarkan peraturan dalam sektor. Dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang, pilihannya apakah sumber alam Indonesia akan dihabiskan sekarang atau tidak. (Koesnadi Hadjasoemantri.H.S) Konferensi Stockholm diadakan pada tahun 1972 dan dihadiri oleh kurang lebih 6000 orang yang terdiri dari 113 delegasi negara, perwa- kilan dan pengamat dari hampir semua organisasi non pemerintah, dan sekitar 1500 wartawan dari seluruh dunia. Konferensi ini mendapatkan pengakuan secara intemasional terutama dengan banyaknya dokumen- dokumen yang disahkan selama acara penutupan, diantaranya adalah "Declaration on Human Environment" yang diterima secara aklamasi. The Stockholm Declaration on the Human Environment menge- luarkan pemyataan bahwa: " ... man is at once the creature and molder of his environment: the natural element and the manmade are essential to his well-being and to the full enjoyment of basic human rights, even the rights to life itself". Deklarasi mengakui bahwa: "... the natural growth of world population continously poses problems for the preservation of the environment" akan tetapi juga menyadari bahwa kemampuan manusia untuk mening- katkan lingkungan dapat diperkuat dengan perkernbangan sosial dan evolusi dari produksi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penting lainnya dari Konferensi Stockholm adalah "the Action Plan for the Human Environ-ment" yang terdiri dari 109 resolusi. Atas dasar usulan dari Konferensi Stockholm pada tahun 1972, Sidang Urnum PBB kemudian membentuk badan khusus pernbantu yaitu "the United Nations Environ-ment Program" (UNEP). (Melda Kamil.A.A, 1999)
Perkembangan Setelah Deklarasi Stockholm
Konperensi Stockholm telah meletakkan dasar untuk pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan. UNEP telah dengan aktif mengkoordinasikan kegiatan organisasi intemasional tidak hanya yang ada dalam lingkungan PBB tetapi juga organisasi regional. Di antara perkembangan yang terjadi di bidang hukum adalah: 1. The United Nations Conference on the Law of the Sea yang rneng- hasilkan 1982 Convention on the Law of the Sea. Konvensi ini mem- punyai pengaturan yang cukup kornprehensif rnengenai ling- kungan laut 2. The Charter of Economic Rights and Duties of States pasal 30 mem- proklamasikan bahwa perlindungan, pelestarian dan pengelolaan lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang adalah tanggung jawab dari semua negara. 3. The World Charter for Nature disepakati pada tahun 1982 yang merupakan titik kulrninasi dari perjuangan perlindungan lingkungan. Beberapa prinsip dari hukum kebiasaan mengenai lingkungan mulai berkembang setelah Konferensi Stockholm yang kemudian dituangkan oleh UNEP sebagai "the principles of conduct in the field of the environment for the guidance of states in the conservation and harmonious utilization of natural resources shared by two or more states" yang disetujui oleh Governing Council UNEP pada tanggal 19 May 1978. (Melda Kamil.A.A, 1999)