Anda di halaman 1dari 9

Ini Curhatan Bos BBJ: Minim Perhatian &

Masa Depan Bitcoin


SHARE

Jakarta, CNBC Indonesia - Sore yang cerah, Selasa (17/3/2019), tim CNBC Indonesia
menyambangi kantor Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) di gedung The City Tower, kawasan
Thamrin, Jakarta. Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang menyambut di ruangan
VIP di lantai 24.

Di tengah meningkatnya eskalasi perang dagang AS-China dan agenda pesta demokrasi
Pemilu Presiden dan Legislatif 2019, Paulus tetap optimistis transaksi di BBJ atau Jakarta
Futures Exchange (JFX) tetap tumbuh tahun ini.

Sebab, perusahaan telah melakukan sejumlah transformasi guna meningkatkan transaksi dan
jumlah investor. Paulus juga menyampaikan kepada pemerintah, siapapun yang terpilih
menjadi presiden, agar lebih memperhatikan industri perdagangan berjangka.

Di sela-sela perbincangan yang santai itu, Paulus menyuguhkan kami sajian teh hangat asli
China. Tak jarang, ia juga menuangkan kami teh yang rasanya mirip ocha (teh hijau) ke
dalam cangkir kecil berukir yang akhirnya habis kami seruput.

Tak terasa, perbincangan kami berlangsung selama satu jam.

"Teh dan kopi itu beda kasta, lebih tinggi teh, karena itu di Eropa, budaya di keluarga
kerajaan di Jepang, China itu tea time, tidak ada coffee time," seloroh Paulus.
Berikut kami sajikan wawancara panjang dengan Stephanus Paulus Lumintang bersama
jurnalis CNBC Indonesia, Syahrizal Sidik dan Tahir Saleh:

Ada bedanya bursa berjangka dengan bursa efek?


Memang kalau kita lihat dari persamaan, kami ini adalah sebuah market, sebuah bursa, itu
persamaan yang sangat realistis dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang kita bisa lihat dari
kaum awam, investor, atau calon investor.

Persamaan lain, di bursa efek dan bursa berjangka masing-masing ada perusahaan pialang
(broker). Kalau di perusahaan efek ada perusahaan sekuritas, kalau di kami ada pialang
berjangka yang ciri khas ada nama 'futures', atau berjangka di belakang nama perusahaan.
Dulu masih diizinkan memakai nama asing yakni futures, tapi sekarang harus berbahasa
Indonesia, yakni 'berjangka'.

Persamaan lain, ada lembaga kliring sebagai perusahaan penyelesaian transaksi dan
penjaminan transaksi. Di BBJ ada PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), ini BUMN, kalau
di pasar modal ada KPEI (PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia) dan KSEI (PT Kustodian
Sentral Efek Indonesia).

Persamaan lain yakni aplikasi, web based, karena sudah zaman online trading. Kami sudah
lakukan itu, itu persamaan mendasar dan persamaan pengembangan teknologi antara BBJ dan
bursa efek.

Perbedaannya bagaimana Pak?


Bedanya yakni komoditas yang diperdagangkan. Di BEI yakni efek, saham, yang saat ini
scripless (tanpa warkat, tanpa kertas) juga, generated by system, setiap sore akan dikeluarkan
datanya oleh KSEI. Perbedaan lain, penempatan margin, di BBJ ada forex (valas), cross
currency, indeks berjangka, dan beberapa hard commodity dan soft commodity.

Perbedaan lain, di BBJ ada jangka waktu, sementara pasar saham itu setiap hari end of day,
lalu buka lagi besok. Di BBJ itu perdagangan hampir 23 jam 30 menit. Kenapa? saat sebelum
jam 6 pagi, market Jepang sudah buka. Setelah market Jepang tutup berlanjut ke market
Eropa, setelah itu Amerika. Rehat itu bukan berarti pasar tutup, tapi akan dibutuhkan untuk
penyelesaian atau settlement.

Perbedaan lain, kalau di pasar saham, jika saat beli saham kita belinya Rp 10 juta, kita harus
siapkan Rp 10 juta plus biaya, kalau di bursa berjangka kita memiliki produk yang nilai
kontraknya Rp 1 miliar dengan margin yang relatif lebih kecil, 1-5%. Tergantung dari
kontrak yang diperdagangkan.

Ada perbedaan, kendati banyak kesamaan. Lantas kenapa BBJ kurang dikenal?
Memang secara pengenalan, BBJ dengan BEI kami masih jauh ketinggalan, baik dari segi
usia berdiri perusahaan, sosialisasi, dan perhatian pemerintah.

Banyak sekali isu-isu negatif yang masih menjadi pemberitaan yang menghalangi kita ke arah
positif. Misalnya, dulu waktu belum diatur ketat, banyak sekali tipu-menipu, transaksi fiktif,
orang mengalami kerugian akibat kekurangan pengetahuan mengenai tipikal investasi ini
seperti apa. BBJ saat itu belum mengatur dari yang liar menjadi teratur, beda dengan bursa
efek.
Kenapa harus ada futures market di Indonesia?
Futures kalau dilihat histori, itu yang pertama di dunia adalah pasar futures, bukan stock
market. Di Amerika waktu itu ada satu bursa saham, tapi ada 4 futures market, kebalikannya
di Indonesia, sangat sedikit. Di dunia sebelum orang mengenal keuangan, orang mengenal
komoditas lebih dulu, ada gandum, jagung.

Awal bursa berjangka di Chicago, abad 18, sudah ada komoditas yang diperdagangkan
sebagai sebuah bursa. Lama-lama orang berpikir, kan kemajuan yang membuat manusia
berpikir, bagaimana pada saat panen mereka menjual komoditas, bagaimana menjualnya?
Bagaimana memproteksinya supaya tidak mengalami kerugian? Itulah cikal bakal
terbentuknya futures market.

Cikal bakal hard commodity seperti kedelai, gandum, jagung, jika ditilik balik ke belakang
bermula dari aktivitas barter. Futures terbentuk di sana.

Kenapa penting posisi futures market Pak?


Indonesia adalah negara agraris, subtropis yang banyak sekali menghasilkan komoditas dari
dalam perut bumi, laut dan di tanah sendiri seperti kopi, cokelat, karet, pala, cengkeh, lada,
batu bara, nikel, timah, emas dan lainnya. Kita butuh futures market sebagai sarana lindung
nilai atau hedging untuk mengunci sebuah risiko atas komoditas.

Baca:

Laporan BBJ 2018: Transaksi Emas dan Kopi Paling Ramai

Sejak beroperasi 15 Desember 2000, BBJ kini menjalankan dua perdagangan,


multilateral dan bilateral. Bagaimana awal mula kontrak di BBJ?
Awalnya kontrak multilateral untuk sarana lindung nilai atau hedging untuk beberapa
komoditas. Olein dan emas adalah primadona kontrak di BBJ saat berdiri pada 2000. Kontrak
emas mencapai puncaknya pada 2002, olein juga sempat naik. Komoditas ini seperti
gelombang, kadang mencapai puncak, kadang juga mengalami resesi.

Kontrak multilateral (kontrak komoditas berjangka), tidak jauh berbeda dengan sistem
trading floor (lantai bursa), tapi sekarang sudah dioperasikan lewat sistem dengan software.

Untuk perdagangan bilateral, cikal bakal namanya ialah Penyelesaian Transaksi Luar Bursa
(PTLB) itu pada 2004. Sebelumnya ada BBJ, di Indonesia telah ada kegiatan yang
memasarkan forex atau valas yang belum dilakukan secara teratur. Forex sudah ada sejak
awal 1980, itu belum diatur pemerintah.

[Perdagangan multilateral adalah mekanisme transaksi jual/beli antara banyak pihak


dengan banyak pihak dengan sistem tawar-menawar terbuka di bursa. Produk biasanya
kontrak berjangka emas, olein, dan lainnya.

Adapun bilateral adalah transaksi yang hanya dilakukan satu pihak dengan pihak lain di
luar bursa atau dikenal dengan over-the-counter (OTC), di antaranya kontrak derivatif antar
mata uang/forex, kontrak derivatif indeks, kontrak derivatif komoditas, dan kontrak derivatif
saham tunggal.]
Kenapa ketika itu transaksi forex tidak dilihat Bank Indonesia?
Mungkin saat itu belum, atau enggak mungkin dilihat karena ketika itu keberadaan forex
tidak menganggu stabilitas, karena perdagangan forex saat itu cross currency antarnegara,
bukan terhadap rupiah.

Sampai akhirnya perdagangan forex berlanjut dengan amandemen UU Nomor 10 Tahun 2011
tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi, yang mengatur spesifik terhadap transaksi bilateral. Selain itu, berdasarkan PP
Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi, dan
sampai sekarang berjalan dan bertumbuh.

Apakah forex makin teratur dengan adanya BBJ?


Kita butuh [forex], tetap harus sediakan fasilitas untuk itu, kalau tidak, ini akan menjadi
permainan dari para pelaku pasar asing. Sekarang kita butuh juga adanya dukungan
pemerintah untuk memberantas perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas forex
ilegal.

Selain forex yang banyak juga ilegal, di BBJ sebelumnya banyak terjadi kasus
penipuan dan lainnya. Persoalan lama masih ada?
Sudah berkurang, saya tidak mengatakan tidak ada, pasti ada. Untuk yang sekarang, nasabah
yang mengajukan tuntutan bisa dikatakan sudah minim sekali seperti yang terjadi
sebelumnya, karena aturan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi,
Kementerian Perdagangan) sekarang sangat ketat.

Tahun lalu, ada berapa perusahaan pialang yang ditutup BBJ?


Ada tiga perusahaan, tahun ini ada satu perusahaan. Pelanggaran banyak sekali, ada
pelanggaran dana nasabah, gagal pembayaran, administratif lainnya. Kalau pelanggaran
sudah parah sekali, sanksi bisa dari BBJ, atau Bappebti, karena paling tinggi ya Bappebti.

Bagaimana dengan komposisi kontrak di BBJ?


Transaksi bilateral masih lebih besar, bisa sekitar 80% di BBJ, 20% kontrak multilateral.

Sejauh ini, target nilai transaksi yang dibidik BBJ bagaimana?


Kami menetapkan target 15% lebih tinggi dari tahun lalu. Untuk itu kami melihatnya bukan
dari nilai transaksi, tapi dari sisi dari volume.

Nilai transaksi gampang berubah karena harga yang berubah, sangat sulit mengukur besaran
nilai transaksi. Kami melihat sudah mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik,
ekonomi global. Tahun lalu, harga komoditas turun, perang dagang AS-China, Brexit, dan
isu-isu politik lain. Tapi kami optimistis target akan melebihi dari capaian tahun lalu.

[Tahun ini, BBJ menargetkan transaksi multilateral naik dari sebelumnya 1,2 juta lot
menjadi 1,45 juta lot, sedangkan, transaksi bilateral akan tumbuh 20% menjadi 5,4 juta lot
dari tahun 2018 sebanyak 4,5 juta lot.

Tahun 2018, kontrak multilateral yang banyak diperdagangkan adalah kontrak emas sebesar
574.854 lot atau 43,2% dari keseluruhan kontrak multilateral. Berikutnya kontrak kopi
sebesar 513.164 lot atau setara 38,4%, kontrak olein 183.075 lot atau 13,7% dan kontrak
kakao 62.722 lot atau 4,7%.]
Apa faktor pendorong naiknya target transaksi tahun ini?
Pertama, jumlah nasabah, atau kesadaran melek investasi di bursa berjangka sudah tumbuh.
Kedua, fluktuatifnya harga komoditas, khususnya harga emas berjangka (Loco London
Gold). Tahun lalu harganya dinamis. Kalau harga relatif stagnan, pasar relatif sepi dan orang
akan beralih ke jenis investasi yang berbeda. Sama halnya di pasar saham, kalau harga relatif
stabil, orang enggak masuk ke situ [saham], karena banyak sekali profit taker.

Kalau saat ini, pasar masih wait and see? Apa ada dampak ke transaksi?
Pasti ada pengaruh, tapi saya yakin dengan kondisi industri, dengan adanya kontrak yang
banyak ke pasar global akan membuat pengaruhnya minor, karena investor kita masih lebih
banyak domestik.

Harga komoditas sejak 2017 tertekan, bagaimana tahun ini?


Dari 2016-2017, harga komoditas sudah mulai tertekan, CPO tertekan, banyak sekali harga
komoditas primadona Indonesia yang harganya tertekan, sehingga banyak yang beralih
investasi ke emas.

Di BEI, investor asing menggerakkan pasar, bagaimana peran investor asing di BBJ?
Kami ini sebenarnya tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah nasabah asing, kenapa
kami ini tidak berhubungan dengan nasabah secara pasti. Hal ini karena yang berhubungan
dengan nasabah langsung adalah anggota bursa kami, perusahaan pialang. Tapi ada investor
asing, karena kami di BBJ semua online-registration.

Di BEI, salah satu indikator keberhasilan bursa ialah jumlah investor . Bagaimana di
BBJ?
Di BBJ, indikatornya kurang lebih 120.000-125.000 investor, masih kecil, baru 10% dari
jumlah investor di pasar saham.

Target investor BBJ tahun ini?


Kami menargetkan 1 juta nasabah dalam 5 tahun ke depan. Itu masih kecil. Caranya dengan
edukasi dan sosialisasi dan memperbaiki citra industri. Bahwa kami BBJ benar-benar ada dan
dibutuhkan, sehingga masyarakat tertarik berinvestasi. Soal untung dan rugi, dalam investasi
adalah lumrah, asal dengan cara yang wajar.

Kontrak emas cukup dominan, bagaimana dengan kontrak emas syariah, kapan akan
difinalkan?
Kami akan ada pertemuan dengan Dewan Syariah Nasional, kami sudah siap, tinggal tunggu
pengesahan persetujuan dari Bappebti.

Memang satu permasalahan kecil adalah vaulting atau tempat penyimpanan khusus. Kalau
emas syariah harus ada barangnya dulu baru bisa diperdagangkan. Ini benar-benar sudah ada,
cuma vaulting-nya masih ada di Singapura, pemerintah mengharapkan vaulting itu ada di
Indonesia.

Hanya saja, untuk bikin vaulting seperti itu yang diakui dunia, butuh waktu. Tapi kalau
pemerintah mengizinkan vaulting bisa di Singapura, maka kontrak emas syariah akan keburu
diluncurkan pada bulan Ramadan mendatang. Masih ada 2 bulan lagi.
Foto: Kerjasama ANTAM dengan Orori (CNBC Indonesia/Arina Yulistara)

Bagaimana prospek kontrak emas syariah?


Sangat bagus, karena kami akan menyentuh pasar ritel, kami menggunakan sistem syariah
secara internasional. Indonesia negara berpenduduk muslim terbesar dunia, potensi pasarnya
besar.

Apakah BBJ sudah menjalin kerja sama dengan bursa berjangka di luar negeri?
Kami bekerja sama dengan institusi bursa di luar negeri. Tahun lalu kami mengadakan kerja
sama di Kamboja, juga Taiwan, Australia, dan beberapa bursa berjangka lain di luar negeri.

Kami berencana akan menambah beberapa kerja sama dengan institusi di Asia, dalam waktu
dekat akan ada kerja sama dengan perusahaan bursa berjangka di Singapura. Kerjasamanya
meliputi aliansi strategis, kontrak cross-selling, ataupun transfer teknologi, maupun regulasi.
Tidak sama kerjasamanya antarnegara.

Idealnya, berapa sebetulnya jumlah bursa berjangka di sebuah negara?


Harusnya ada 2-3 bursa berjangka. Indonesia juga ada dua, kenapa yang membedakan
pertumbuhan bursa berjangka Indonesia dan luar negeri berbeda?

Misalnya di China, ada enam bursa berjangka. Sebelumnya lebih banyak jumlahnya. Dari
jumlah itu masing-masing punya spesialisasi. Sebab itu, yang diterapkan China berhasil
karena tidak bisa ada kontrak yang sama diperdagangkan di dua bursa berjangka.

Dengan kata lain, BBJ ingin agar ada regulasi serupa di Indonesia? Setiap bursa
berjangka punya spesialisasi?
Ya, kami mengharapkan itu, supaya kita bisa bersinergi.

[Selain BBJ, bursa berjangka lain di Indonesia yakni ICDX/Indonesia Commodity and
Derivatives Exchange, atau disebut juga sebagai Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
(BKDI) yang berdiri sejak 2009.]
Itu sebabnya kita belum bisa menjadi benchmark untuk CPO, Bursa Berjangka
Malaysia malah jadi patokan?
Itu bukan merupakan yang utama, karena benchmark CPO (minyak sawit mentah) dan
komoditas lain itu memang tidak semudah itu.

Komoditas itu tergantung dari buyers [pembeli]. Indonesia banyak memproduksi CPO,
bahkan terbesar, tapi kalau tidak diserap importir di luar negeri, kita mau apakan CPO-nya.
Saya bisa berbalik mengatakan, kenapa pengusaha sawit, tidak memanfaatkan BBJ? Kenapa
lebih berinvestasi di luar negeri, itu kan tanggung jawab bersama, harus punya sinergi satu
yang lain.

Komoditas apa yang sudah memakai BBJ sebagai patokan harga?


Dulu sempat kakao jadi lirikan, meskipun kami pakai denominasi rupiah. Di sana [luar
negeri] pakai denominasi dolar AS, sekarang [kakao] agak lesu. Kakao Indonesia
ketinggalan, kita malah jadi pengimpor untuk cokelat.

Saat ini andalan komoditas BBJ adalah emas dan olein. Kopi juga lumayan, saya yakin tahun
ini kami akan konsentrasi ke pengembangan olein (produk akhirnya minyak goreng).

Foto: Bitcoin (REUTERS/Dado Ruvic)

Sempat ramai soal kripto. Ada rencana BBJ akan memperdagangkan Bitcoin?
Pasti, kami sebagai bursa tidak boleh berhenti berinovasi, melihat perkembangan tren
teknologi dan jenis komoditas. Kripto sudah ramai 3-4 tahun lalu di Indonesia, 2017
puncaknya dan 2018 menurun.

Tentunya kami punya ketertarikan. Bappebti telah mengeluarkan Peraturan Nomor 5 tahun
2019 yang didasari oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 tahun 2018, ini tentu
sangat menarik, kami tetap harus mengkaji secara detail, fungsi dari sebuah bursa berjangka,
exchanger, maupun kepentingan nasabah. Kita perlu hitung cost and benefit-nya.
Seberapa besar potensi perdagangan bitcoin di Indonesia?
Sangat besar potensinya, Indonesia jadi sasaran market, juga sasaran pasar luar negeri untuk
industri kripto sebagai komoditas, bukan sebagai alat bayar.

Apa saran Anda bagi investor pemula yang mau investasi di Bitcoin?
Setiap investasi ada risiko, mungkin yang saya sarankan karena ini adalah market global tidak
bisa diatur secara individual, sangat sulit. Mulailah berinvetasi dari risiko yang minimal dulu,
karena karakter investor ada yang agresif, ada yang moderat dan ada yang konservatif.

Di Bitcoin risikonya sangat tinggi, menurut saya, kalau Anda tipikal yang agresif go ahead
[silakan], untuk yang konservatif, think twice [pertimbangkan dua kali sebelum masuk].

Apa transformasi paling signifikan selama di BBJ?


Transformasi internal, itu adalah pengembangan sistem, kami menjadi online system,
menggunakan teknologi aplikasi, bisa diakses lewat smartphone, namanya JAFeTS.
Sistemnya dari Inggris dan Indonesia.

Target spefisik BBJ di 2019?


Pertama, pesta demokrasi diharapkan damai dan tenang. Kedua bertambahnya investor di
BBJ melalui anggota -anggota bursa, tentunya dengan memahami instrumen-instrumen
investasi seperti ini. Berikutnya, regulasi pemerintah mendukung industri berjangka.

Baca:

DPR-Pemerintah Sibuk Urus Pemilu, Revisi UU Perpajakan Mandek

Soal pajak, apa misalnya?


Contoh, dari bentuk pajak, harusnya disamakan dengan yang berlaku di BEI, yakni PPh
Final. Saat ini pajak yang berlaku di BBJ sangat besar, masih menerapkan PPh 21 sesuai
dengan Pasal 17 Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(PPh), yang menetapkan tarif pajaknya degresif mulai 5-30%. Berbeda dengan PPh final, saat
melakukan transaksi sudah langsung dipotong, pasti tidak ada tunggakan.

[Tarif degresif terjadi ketika kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika
dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.]

Selain itu, harapan dukungan lain bagaimana? BUMN misalnya?


Partisipasi BUMN di dalam industri kita, Kliring Berjangka Indonesia (KBI) itu persero,
banyak sekali instrumen-instrumen lain yang bisa berpartisipasi seperti PT Perkebunan
Nusantara (PTPN), Antam, dan BUMN lainnya, sinerginya adalah bagaimana memanfaatkan
BBJ sebagai bursa untuk komoditas yang diperdagangkan oleh BUMN-BUMN tersebut.

Sudah ada penjajakan?


Sudah, penjajakan ke BUMN, Kementerian ESDM, macam-macam, termasuk ke
Kementerian Keuangan.

Hasilnya bagaimana?
Ya itu, lirikan pemerintah terhadap BBJ masih minim, ada diperhatikan tapi masih kecil.
Capres nomor 1 dan 2? Harapan dengan adanya pemilu presiden?
Siapapun presiden yang terpilih, mohon sekali injak ke BBJ, jangankan presiden, menteri saja
jarang [ke BBJ]. Kami menginginkan pijakan kaki seorang presiden supaya kita menjadi
lebih besar.

**

Stephanus Paulus Lumintang, lahir 4 Juni 1971 di Tegal, Jawa Tengah. Pelbagai jabatan
penting pernah diembannya sejak 2008. Pada saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Divisi
Audit dan Surveillance BBJ hingga 2010. Kemudian, pada 2011-2015, Paulus menjabat
sebagai Kepala Divisi Finance dan Accounting. Lulusan MBA jurusan General Management
(Finance & Marketing) Phillippine School of Business Administration ini kemudian
diamanahi sebagai Direktur Utama BBJ sejak 2015 hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai