Anda di halaman 1dari 3

MUHAMMAD IQBAL

X IPK 1
Inilah Alasan Dipilihnya Burung Garuda sebagai Lambang Negara RI

Garuda Pancasila adalah sebuah lambang negara Indonesia dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia tersebut berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh
ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung
dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda
tetapi tetap satu” ditulisdi atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Sejarah Garuda

Burung Garuda adalah tokoh / sosok / hewan yang sudah dikenal melalui mitologi kuno
dalam sejarah bangsa Indonesia. Dalam kisah sejarah kerajaan Hindu, burung garuda dipercaya
sebagai kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali.

Menurut Lampiran Pada Peraturan Pemerintah no. 66 tahun 1951 yang berupa penjelasan,
lukisan Garuda diambil dari benda peradaban Indonesia seperti yang hidup dalam mitologi, simbofogi
dan kesusasteraan Indonesia dan yang tergambar pula pada beberapa candi sejak abad ke-6 sampai
abad ke-16.

Beberapa tokoh pendiri bangsa memilih Garuda sebagai salah satu Lambang Negara yang
menggambarkan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. Kekuatan
disimbolkan atau dapat dilihat dari kaki dan sayapnya. Burung Garuda dari motologi menurut
perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu ditukiskan di candi Dieng,
Prambanan dan Panataran.

Ada kalanya dilukiskan sebagai mahusia yang berparuh burung dan bersayap (Dieng); di
candi Prambanan dan di candi-candi Jawa Timur rupanya seperti burung dan berparuh panjang
berambut raksasa dan bercakar.

Raja Erlangga terkenal seorang raja yang menggunakan tokoh Garuda sebagai meterai
kerajaannya. Lambang itu diberi nama Garudamukha. Sebuah prasastinya yang sekarang disimpan di
Museum Nasional Jakarta memperlihatkan meterai Garudamukha ini.
Sosok Garuda yang kerap muncul dalam berbagai kisah, terutama di wilayah Jawa dan Bali
pada masa jayanya kerajaan Hindu/Budha di abad ke 7 hingga di akhir abad ke 14. Dalam banyak
kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin.

Dalam tradisi budaya Bali, Garuda sangat dimuliakan dan diagungkan karena dianggap
sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Garuda juga kerap
terlihat pada sebuah ukiran relief atau arca di berbagai candi kuno di Indonesia seperti Mendut,
Belahan, Sukuh, Prambanan, Cetho, Sojiwon dan Mendut.

Dalam sebuah buku tentang lambang-lambang kerajaan yang terbitsekitar tahun 1483
berjudul "Des Conrad Gruenenberg, Ritters und Burgers in Constanz Wappenbuch, vollbracht am
nuenden Tag de.s Abrellen, do man zaelt tusend vier hundert drue und achtzig jar" memuat lambang
"kaisar Jawa" memperlihatkan seekor burung phoenix di atas api unggun.

Sedang "kaisar Sumatra" lambangnya rajawali digambar dan samping dengan kedua cakarnya
mengarah ke depan. Dan di dalamnya ada simbol kebersatuan dalam perbedaan, Bhinneka Tunggal
Ika yang digenggam sekuatnya.

Semboyan ini diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular dari pertengahan abad ke
14. Kata-kata ini dipakai Tantular untuk menjelaskan faham sinkretis antara Hinduisme dan
Buddhisme yang menjadi aliran zaman itu.

Lengkapnya ialah: “Siwatattwa lawan Buddhatattwa tunggal, bhinneka tunggal ika, tan hana
dharma mangrwa.” (Siwa dan Buda itu satu, dibedakan tetapi satu, tidak ada ajaran agama yang
bersifat mendua).

Proses Pencarian Lambang Negara

Setelah terjadi Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul dengan pengakuan


kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar di tahun 1949, dirasakan
perlunya Indonesia (saat itu masih bernama Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.

Pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuk lah Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan
panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir,
dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan
lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Dalam keterangan dari sebuah buku yang berjudul “Bung Hatta Menjawab”, dijelaskan bahwa saat itu
pemerintah melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet, Menteri Priyono mengadakan sayembara untuk
mencarikan lambang sebuah negara.

Setelah itu, terpilih dua rancangan lambang negara yang dianggap terbaik, yakni karya Sultan
Hamid II dan karya M Yamin. Lantas proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II, rancangan yang dibuat oleh M. Yamin ditolak dengam alasan lambang
tersebut lebih mengarah ke pengaruh Jepang karena menyertakan sinar-sinar matahari.
Penyempurnaan Lambang Garuda

Beberapa kali lambang tersebut mengalami perubahan yang dilakukan oleh perancangnya
(Sultan Hamid II), Presiden RIS (kala itu dijabat oleh Soekarno), dan Perdana Menteri (saat itu dijabat
oleh Mohammad Hatta) dengan tujuan penyempurnaan lambang.

Mereka sepakat mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang
pita menjadi di depan pita dan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Rancangan lambang
tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, saat itu gambar
burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dianggap terlalu bersifat
mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda
Pancasila, atau disingkat Garuda Pancasila.

Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11 Februari 1950 dan untuk
pertama kalinya lambang negara itu diperkenalkan kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta
pada15Februari1950.

Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan Dullah (pelukis istana) untuk melukis kembali
rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala
Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang
pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.

Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul
dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.

Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, kini terciptalah lambang Burung Garuda dengan
sosok yang begitu gagah seperti yang ada saat ini

Anda mungkin juga menyukai