Anda di halaman 1dari 15

TUTORIAL KLINIK

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
di RSUD H. Soewondo Kendal

Disusun Oleh:
Zain Kholishotul Ma’rufah
30101507585
Pembimbing:
dr. Rahayu Andiyani, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. H. SOEWONDO KENDAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019

BAB 1
PENDAHULUAN

Guillain–Barré syndrome (GBS) merupakan sekumpulan gejala dengan onset akut yang
merupakan penyakit yang diperantarai oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang sistem saraf
perifer. Kasus terbanyak disebabkan oleh serangan autoimun pada mielin saraf- saraf motor yang
kebanyakan dipicu oleh infeksi. Penyebab infeksi terbanyak yang telah diidentifikasi adalah
Campylobacter jejuni, Cytomegalovirus, Eipstein-Barr virus, Mycoplasma pneumonia, dan
Haemophilus influenza. Penyebab lain GBS yang jarang adalah vaksinasi.
Penyakit GBS jarang ditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir angka kejadian
penyakit ini kurang lebih 1-2 setiap 100.000 penduduk. Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI) bahwa GBS dapat dialami pada semua usia mulai anak- anak
sampai orang tua, tapi puncaknya adalah pada pasien usia produktif (15-35 tahun). Proses
terjadinya infeksi, vaksinasi atau faktor lain yang berhubungan dengan faktor presipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli
membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi adalah melalu mekanisme imunologi.
Guillain-Barre Syndrome berhubungan dengan respon system imun terhadap benda asing (seperti
agen infeksius atau vaksin) tetapi targetnya yaitu pada jaringan saraf inang. Target yang diserang
sistem imun menjadi gangliosida, yaitu komplek glikosfingolipid yang ada dalam jumlah yang
banyak pada jaringan saraf manusia, terutama nodus ranvier.
Guillain–Barré syndrome menimbulkan paralisis akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis keempat ekstremitas yang
bersifat ascendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Diagnosa GBS selain berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan CSS, adanya kelainan pada pemeriksaan EMG, MRI juga dapat
membantu menegakkan diagnosa. Diagnosis banding SGB sangat luas, beberapa diantaranya
adalah poliomyelitis dan miastenia gravis. Komplikasi yang dapat ditemui antara lain
kelumpuhan permanen, kesulitan bernafas, kontraktur atau cacat sendi, deep vein thrombosis.
95% pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75% diantaranya sembuh total.
Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi
pada sebagian pasien

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi
kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum
belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan
sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap
kerja sistem syaraf. Guillain Barre Syndrome ditandai dengan kelemahan saraf motoric (kadang
sensorik dan otonom) bersifat progresif, simetris dengan penurunan reflek fisiologis. Penyakit ini
mempunyai nama lain Acute idiophatic polineuritis atau polineuritis idiopatik akut. Idiopatik
berasal dari kata “idiot” atau “tidak tahu” karena pada awalnya penyakit ini belum diketahui
penyebabnya.

2.2 Epidemiologi
Penyakit GBS jarang ditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir angka kejadian
penyakit ini kurang lebih 1-2 setiap 100.000 penduduk. Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI) bahwa GBS dapat dialami pada semua usia mulai anak- anak
sampai orang tua, tapi puncaknya adalah pada pasien usia produktif (15-35 tahun). Bentuk yang
paling umum dari GBS adalah Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP)
yang menyumbang 85-90% kasus.

2.3 Etiologi
Penyakit GBS dapat dipicu oleh infeksi mikroorganisme Campylobacter Jejuni,
Haemophilus Influenza, dan Cytomegalovirus. GBS juga sering berhubungan dengan Infeksi
saluran pernapasan atas, infeksi gastrointestinal. Campylobacter Jejuni (penyebab
Gastroenteritis) adalah organisme paling sering diidentifikasi. Selain itu, operasi, kanker,
kehamilan, penyakit autoimun dan vaksinasi (misalnya vaksin flu babi 1976) termasuk salah satu
penyebab AIDP.

Tabel 1.1 Jenis- jenis infeksi yang berhubungan dengan GBS

Infeksi Definite Probable Possible


Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella-Zoster Measles
Vaccinia/Smallpox Mumps
Rubella
Hepatitis
Bakteri Campilobacter Typoid Borrelia B
Jejuni Brucellosis
M.Pneumonia Chlamydia
H.Influenza Legionella
Listeria

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi dari Guillain Barre Syndrome adalah sebagai berikut :

1. Acute Inflammatory Demyelinating Poliradiculoneuropathy


Acute Inflammatory Demyelinating Poliradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis paling
umum yang sering ditemuikan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli dari
sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah adanya kelemahan anggota
gerak proksimal disbanding distal. Nervus kranialis yang paling umum terlibat adalah
nervus facialis.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) lebih menonjol pada kelompok anak – anak,
dengan ciri khas degenrasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang
berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernafasan. Sepertiga pasien
dapat mengalami hiperrefleks tetapi mekanismenya belum jelas. Berhubungan dengan
infeksi Campylobacter jenuni yang biasanya terjadi pada musim panas pada pasien muda.
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang
mempengaruhi saraf sensorik dan motoric. Pasien biasanya usia dewasa dengan
karakteristik atrofi otot. Pemulihan lebih buruk dari jenis AMAN.
4. Miller fisher Syndrome
Memiliki karakteristik ataxia, arefleksia, oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas,
ptosis, facial palcy, bulbar palcy mungkin terjadi pada beberapa pasien.
5. Acute Neuropatic Panautonomic
Acute Neuropatic Panautonomic (ANP) adalah jenis yang paling langka pada GBS.
Kadang- kadang disertai ensefalopati. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air
mata, mual, disfagia sering terjadi pada kelompok pasien ini.
2.5 Patofisiologi
Proses terjadinya infeksi, vaksinasi atau faktor lain yang berhubungan dengan faktor
presipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi adalah melalu
mekanisme imunologi.

Bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi
pada sindroma ini adalah :

1. Adanya antibody atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksious pada saraf tepi
2. Adanya auto antibody terhadap sistem saraf tepi
3. Adanya penimbunan kompleks antigen antibody dari peredaran pembuluh darah saraf
tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Kelemahan dan paralisis dari GBS disebabkan karena hilangnya myelin yaitu material
pembungkus saraf yang menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut lambat atau
berhenti sama sekali.. Hilangnya myelin ini disebut proses demyelinisasi. Proses
demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan humoral.
Pada saraf tepi, antigen yang masuk akan dikenalkan dengan limfosit T (CD4) dan
mengaktifkan sel T helper untuk mengaktifkan makrofag. Makrofag akan mensekresikan
protease yang dapat merusak myelin.
Guillain-Barre syndrome berhubungan dengan respon system imun terhadap benda asing
(seperti agen infeksius atau vaksin) tetapi targetnya yaitu pada jaringan syaraf inang. Target
yang diserang system imun adalah gangliosida, yaitu komplek glikosfingolipid yang ada
dalam jumlah yang banyak pada jaringan saraf manusia, terutama nodus ranvier. Misalnya,
gangliosida GM1, yang mempengaruhi sebanyak 20 – 50% kasus, khususnya pada orang
yang didahului infeksi Campylobacter jejuni. Contoh yang lain adalah gangliosida GQ1b,
yang merupakan target varian sindrom miller fisher.
Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana
selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini
berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu. Segera setelah
fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan
menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang
melebihi 7 minggu. Fase rekonvalesen (Perbaikan) ditandai oleh timbulnya perbaikan
kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalanan
penyakit GBS ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.
2.6 Manifestasi Klinis
Guillain–Barré syndrome menimbulkan paralisis akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis keempat ekstremitas yang
bersifat ascendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.

1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural.
Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot- otot
proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan GBS. Saraf kranial III-VII dan
IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah
droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia,
serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh
dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik karena subtipe ini
dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung
minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan
sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai
pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar
pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan
nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS, 89% pasien melaporkan nyeri
yang disebabkan GBS pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat
dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan
sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Gejala
dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka.
Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan
sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat
bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh
sebagian pasien dengan GBS adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit
yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis
dapat diamati pada pasien dengan GBS. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut;
Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi
urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat
ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal.
Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut ; Dispnea saat aktivitas,
Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan
dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu
selama perjalanan penyakit mereka.
2.7 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan
paralisis. Reflex tendon menurun atau bahkan menghilang. batuk yang lemah dan aspirasi
mengindikasikan adanya kelemahan pada otot- otot intercostal. Tanda rangsang meningeal
seperti Kernig sign dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Reflek patologis seperti refleks
babinsky tidak ditemukan.

2.8 Pemeriksaan penunjang


1. Cairan Serebrospinal (CSS)
Ciri khasnya adalah adanya disosiasi sitoalbuminik yaitu meningkatnya jumlah protein
(100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan jumlah hitung sel).
Protein akan naik pada hari 4-6 minggu setelah onset.
2. Pemeriksaan Kecepatan Hantar Saraf (KHS) dan Elektromiografi (EMG)
Manifestasi yang khas dari pemeriksaan EMG adalah adalah prolongasi masa laten
motoric distal (blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F
(tanda keterliatan bagian proksimal). Pada 90% kasus GBS KHS <60% normal. EMG
menunjukkan berkurangnya reukruitmen motor unit
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang bermakna pada hari ke 13 setelah muncul
gejala. MRI memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.
4. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, ditandai leukositosis polimorfonuklear, limfosit rendah pada fase awal
dan fase aktif. Pada fase lanjut dapat terjadi limfositosis. LED dapat meningkat sedikit
atau normal.

2.9 Diagnosis
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological
and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis (Gejala utama):


a. Terjadinya kelemahan yang progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau
tanpa disertai ataxia
b. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:
a. Ciri-ciri klinis:
1. Progresifitas: dalam waktu sekitar 12 jam – 28 hari
2. Relatif simetris.
3. Gejala gangguan sensibilitas ringan. Khas berupa paresthesia Glove
Stocking
4. Gejala saraf kranial ±50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot
menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau
saraf otak lain.
5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan
gejala vasomotor.
7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologist.
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
1. Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan
pada LP serial.
2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3.
3. Varian:
 Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
 Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: terlihat adanya
perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
d. Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam CCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
2.10 Diagnosis banding
 Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan
sensorik, kelumpuhan otot yang tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot, dan refleks
biasanya normal tapi bisa sedikit menurun. Tidak ditemukannya disfungsi otonom juga
jarang melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan terjadi rash.
Cairan cerebrospinal pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel
dan ditemukan pleositosis. Pada EMG ditemukan fibrilasi
 Myastenia gravis
Kelumpuhan tidak bersifat ascending, kelemahan otot terutama yang sering seperti otot
bola mata, otot – otot untuk menelan, berbicara. Tidak ada keluhan sensorik. Tes
prostigmin membaik. Didapatkan pembesaran tymus dan didapatkan infiltrate pada motor
end plate.
2.11 Terapi
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama secara
simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Pasien stadium
awal perlu dirawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi tanda- tanda vital. Ventilator
harus disiapkan karena paralysis yang terjadi dapat mengenai otot pernafasan dalam
waktu 24 jam.

a. Steroid
Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberi obat steroid. Namun ada pihak yang
mengatakan steroid tidak memberikan hasil apapun juga karena steroid tidak
mengurangi paralisis yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan
b. Plasma exchange therapy (PE)
Terapi ini telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mempercepat
terjadinya penyembuhan. Waktu paling efektif untuk melakukan PE adalah 2 minggu
setelah munculnya gejala. Regimen standart terdiri dari 5 sesi (40-50 ml/kgBB)
dengan saline dan albumin sebagi penggantinya. Kontraindikasi dari PE adalah
perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septicemia
c. Intravenous infusion of human Imunoglobulin (IVIg)
Terapi ini dapat menetralisasi autoantibodi atau menekan produksi autoantibody
tersebut. IVIg mempercepat katabolisme IgG yang kemudian menetralisir antigen
dari virus dan bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian
dilakukan 2 minggu setelah muncul gejala dengan dosis 0,4g/kgBB/ hari selama 5
hari.
d. NSAID
Analgesik sederhana atau obat NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory) dapat
digunakan namun tidak dapat memberikan efek analgesik yang cukup. Dalam sebuah
penelitian kecil, penggunaan gabapentin atau carbamazepine di unit perawatan
intensif untuk manajemen selama fase akut dari GBS telah didukung
e. Fisioterapi
Dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisis

2.12 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang dapat ditemui :
- Kelumpuhan permanen
- Gagal nafas
- Aritmia
- Kontraktur atau cacat sendi
- Deep vein thrombosis
- Pneumonia
- Aspirasi paru- paru

Kebanyakan fungsi pasien dengan GBS kembali normal. 95% pasien dengan GBS dapat
bertahan hidup dengan 75% diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti
dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien Sekitar 20- 25%
pasien memerlukan ventilasi mekanis, dan 5% meninggal. Dahulu sebelum adanya ventilasi
buatan lebih kurang 20% penderita meninggal oleh karena kegagalan pernafasan. Sekarang ini
kematian berkisar antara 2-10 %, dengan penyebab kematian oleh karena kegagalan pernafasan,
gangguan fungsi otonom, infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita (60-80 %)
sembuh secara sempurna dalam waktu enam bulan. Sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam
waktu 12 bulan dengan kelainan motorik ringan dan atrofi otot-otot kecil di tangan dan kaki. 3
% pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset
pertama.
BAB III

KESIMPULAN

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang
menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi berupa kelemahan atau
arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf
sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. GBS merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan
ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3 minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari
tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Gejala klinis GBS berupa
kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik, nyeri, perubahan otonom, gangguan
pernafasan.
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama secara
simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu
dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala
berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan
dan fisioterapi Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan
LCS, EMG dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian adalah gagal nafas dan aritmia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Badrul Munir. Sri Budhi Riniawati. Buku Ajar Neurologi : Guillain

Barre Syndrome. Edisi 1 . Jakarta : 2017


2. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre :

Neurologi Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.


3. Sri Wijayanti. Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Guillain Barre

Syndrome. Denpasar. 2016


4. Stephen L Hauser. Harrisons : Neurology in Clinical Medicine.

Second Edition. 2010

Anda mungkin juga menyukai