Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUDUD, QISHAS DAN TA’ZIR

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

Disusun Oleh Kelompok 12

Semester I/ Kelas A

Dhea Alizka
NPM. 1921010035

Hepy Serlita
NPM. 1921010051

Jerfy Ardiansyah
NPM. 1921010056

Dosen Pengampu :

Erik Rahman Gumiri, M.H.

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2019/2020

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan petunjuk mengenai tingkah laku dan juga sebagai


perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban. Hukum dapat dianggap
sebagai perangkat kerja sistem sosial yang melakukan tugasnya dengan
menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengatur hubungan
antarmanusia.

Keadilan harus selalu dilibatkan dalam hubungan satu manusia dengan


manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, interaksi antarmanusia tidak dapat
dimungkiri lagi. Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang dapat menjadi
pemangsa bagi orang lain sehingga masyarakat dengan sistem sosial tertentu
harus memberikan aturan pada para anggotanya yang mengatur tentang hubungan
antarsesama. Menurut Herbert Spencer, setiap orang bebas untuk menentukan apa
yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain
orang.

Hukuman adalah cara untuk menjadikan seseoorang yang melakukan


pelanggaran berhenti dan tidak mengulanginya lagi. Selain itu juga menjadikan
pelajaran kepada orang lain untuk tidak mencoba-coba melakukan pelanggaran
itu. Setiap peradaban pasti memiliki bentuk hukum dan jenis hukuman tersendiri.
Dan masing-masing bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan. Salah
satu bentuk hukuman yang diperintahkan oleh Allah yang harus dilaksanakan oleh
umat Islam adalah hukum hudud, qishash, dan ta’zir. Di dalam makalah ini, akan
mengupas tentang hukum hudud, qishas, dan ta’zir.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat diperoleh beberapa rumusan masalah


yaitu antara lain :

1. Apa pengertian hudud, qishas dan ta’zir?

3
2. Apa saja macam-macam hudud, qishas dan ta’zir?
3. Apa saja pelanggaran hudud dan hukumannya?
4. Apa tujuan dan syarat-syarat sanksi ta’zir?
5. Bagaimana pembagian jarimah ta’zir?
6. Apa saja macam-macam sanksi ta’zir?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah


ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengertian hudud, qishas dan ta’zir.


2. Macam-macam hudud, qishas dan ta’zir.
3. Pelanggaran hudud dan hukumannya.
4. Tujuan dan syarat-syarat sanksi ta’zir.
5. Pembagian jarimah ta’zir.
6. Macam-macam sanksi ta’zir.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. HUDUD

A. Pengertian Hudud

Secara etimologis, hudud merupakan bentuk jamak dari kata had yang
berarti larangan, pencegahan. Adapun secara terminologis, hudud diartikan
sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan oleh seseorang
yang melanggar suatu pelanggaran yang akibatnya sanksi itu dituntut, baik dalam
rangka memberikan peringatan maupun dalam rangka memaksanya.1

Tujuan inti dari hudud yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia. Dalam


istilah fiqih, berbagai tindak kejahatan yang diancam dengan hukuman had
diistilahkan dengan jaraimul hudud.

Hukuman dalam bentuk had berbeda dengan hukuman dalam bentuk


qishas, walaupun sebagian ada kesamaan jenisnya. Karena had merupakan hak
Allah, sedangkan qishash adalah hak manusia sebagai hamba Allah SWT. Had
tidak bisa gugur karena dimaafkan oleh pihak yang pihak yang dirugikan.
Sedangkan qishas dapat gugur jika pihak yang dirugikan memaafkan.2

B. Macam-Macam Hudud

Ditinjau dari segi dominasi hak, terdapat dua jenis hudud, yaitu sebagai
berikut:

1. Hudud yang termasuk hak Allah.


2. Hudud yang termasuk hak manusia.3

1
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Masyrofah, S.Ag., M.Si., Fiqih Jinayah, (Jakarta: AMZAH),
hlm. 14.
2
Direktorat Pendidikan Madrasah, Buku Siswa Fikih, (Jakarta: Kementerian Agama 2015), hlm.
32.
3
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Masyrofah, S.Ag., M.Si., fiqih jinayah, (Jakarta: AMZAH),
hlm. 16.

5
Menurut Abu Ya’la, hudud jenis pertama adalah semua jenis wajib
diberlakukan kepada pelaku karena ia meninggalkan semua hal yang
diperintahkan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Adapun hudud kategori yang
kedua adalah semua jenis sanksi yang diberlakukan kepada seseorang karena ia
melanggar larangan Allah, seperti berzina, mencuri, dan meminum khamr.

C. Pelanggaran Hudud dan Hukumannya

Pelanggaran yang dikenakan hukuman hudud adalah, sebagai berikut:

a. pencurian. Dihukum dengan amputasi tangan.


b. bandit atau perampokan. Dihukum dengan penyaliban, bentuk lain dari
hukuman mati, amputasi tangan kanan dan kiri, atau dibuang.
c. Murtad (riddah) yaitu meninggalkan agama Islam untuk agama lain
atau untuk ateisme. Dikenakan hukuman mati.
d. Hubungan seksual terlarang (zina). Zina Mukhshan yaitu perbuatan
zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Ungkapan
“seorang yang sudah menikah” mencakup suami, istri, janda, atau
duda. Had (hukuman) yang diberlakukan kepada pezina mukhshan
adalah rajam. dan Zina Ghairu Mukhshan yaitu zina yang dilakukan
oleh seseorang yang belum pernah menikah. Para ahli fikih sepakat
bahwa had (hukuman) bagi pezina ghairu mukhshan baik laki-laki
ataupun perempuan adalah cambukan sebanyak 100 kali.
e. Hukuman bagi pelaku qadzab (menuduh seseorang berzina) di jatuhi
hukuman bagi yang merdeka 80 kali cambukan, dan cambuk 40 kali
bagi budak, karena hukuman budak setengah hukuman orang yang
merdeka.4
f. Minum alkohol (syurb al-Khamr). Dihukum dengan 40 sampai 80
cambukan.

4
Direktorat Pendidikan Madrasah, Buku Siswa Fikih, (Jakarta: Kementerian Agama 2015), hlm.
37.

6
2. QISHAS

A. Pengertian Qishas

Secara etimologis, qishas berasal dari kata ‫ قصاص‬yang berarti mengikuti,


menelursuri jejak atau langkah. Secara terminologi, qishas berarti sebuah tindakan
menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan
oleh pelaku tersebut (terhadap korban), nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh
dibalas dengan anggota tubuh.5 Dengan demikian, nyawa pelaku pembunuhan
dapat dihilangkan karena ia pernah menghilangkan nyawa korban atau pelaku
penganiayaan boleh dianiaya karena ia pernah menganiaya korban.

B. Macam-Macam Qishas

Dalam fiqih jinayah, sanksi qishas ada dua macam yaitu, sebagai berikut:

1. Qishas karena Melakukan Jarimah Pembunuhan

Sanksi hukum qishas yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan


sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah berikut.

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh…” (QS. Al-Baqarah (2): 178).

Ayat ini berisi tentang hukuman qishas bagi pembunuh yang melakukan
kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku.
Kalau keluarga korban ternyata memaafkan pelaku, maksa sanksi qishas tidak
berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat.

5
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Masyrofah, S.Ag., M.Si., op.cit. hlm. 4.

7
2. Qishas karena Melakukan Jarimah Penganiayaan

Qishas yang disyariatkan karena melakukan jarimah penganiayaan, secara


eksplisit dijelaskan oleh Allah sebagai berikut.

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya


jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya.
Barangsiapa yang melepaskan hak qishas nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Maidah (5): 45).

Ayat ini merupakan salah satu bentuk hukum yang secara tegas berlaku
bagi umat Islam sehingga qishas terhadap anggota badan masih tetap berlaku
dengan sanksi-sanksi hukum yang beragam satu sama lain sesuai dengan jenis,
cara, dan di bagian tubuh mana jarimah penganiayaan itu terjadi.

C. Syarat-syarat Qishash

Hukuman qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat


sebagaimana berikut:

1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik).


Jika seorang mukmin membunuh orang kair, orang murtad, pezina yang
sudah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman
qishash tidak berlaku.
2. Pembunuh sudah baligh dan berakal.

8
3. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh Jika seorang bapak
(orang tua) membunuh anaknya maka ia tidak di-qishash.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh,
seperti muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba
dengan hamba.
5. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan
mata dan lain sebagainya.

D. Hikmah Qishash

Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang


sangat menjaga serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku
perbuatan pembunuhan diancam dengan qishash baik yang terkait pada al-jinayat
‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi
(tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan
fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif. Yang terpentig diantara nya
adalah:

1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan.


Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa dan
anggota badan diganti dengan anggota badan.
2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang
terjadinya pertumpahan darah.6

3. TA’ZIR

A. Pengertian Ta’zir

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata ُ‫ ﻋَﺰَﺮَ ۔ ﻴَﻌْﺰِﺮ‬yang secara etimologis
berarti menolak dan mencegah.7 Istilah ta’zir diartikan sebagai sanksi yang
diberlakukan kepada pelaku jarimah yang melakukan pelanggaran baik berkaitan
dengan hak Allah maupun hak manusia dan tidak termasuk ke dalam kategori

6
Direktorat Pendidikan Madrasah., op.cit. hlm. 13
7
Drs. H. Rahmat Hakim, M.Ag. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia,
hlm. 140.

9
hukuman hudud atau kafarat. Ta’zir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
artinya hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak
terdapat dalam Al-Quran dan hadist. Dalam memutuskan jenis dan ukuran sanksi
ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nash secara teliti karena menyangkut
kemaslahatan umum.

B. Tujuan dan Syarat-Syarat Sanksi Ta’zir

Di bawah ini tujuan diberlakukannya sanksi ta’zir, yaitu sebagai berikut:

1. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain yang belum melakukan


jarimah.
2. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak
mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.
3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku
terpidana di kemudian hari.
4. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya ke arah
yang lebih baik.

Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap jarimah


ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling ringan
sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman mana
yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.

Di bawah ini syarat-syarat sanksi ta’zir, yaitu sebagai berikut:

1. Berlaku atas semua orang yang melakukan kemungkaran atau


mengganggu pihak lain dengan alasan yang tidak dibenarkan, baik dengan
perbuatan, ucapan, atau isyarat.
2. Berakal sehat.
3. Tidak ada perbedaan, baik laki-laki maupun perempuan. Dewasa maupun
anak-anak. Kafir maupun muslim.

10
C. Pembagian Jarimah Ta’zir

Jarimah ta’zir apabila dilihat dari hak yang dilanggar dibagi menjadi dua,
yaitu sebagai berikut:

a. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah, yaitu semua perbuatan yang
berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misalnya, berbuat kerusakan di
muka bumi, pencurian yang tidak memenuhi syarat, mencium wanita yang
bukan istrinya, penimbunan bahan-bahan pokok, dan penyelundupan.
b. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan (individu), yaitu setiap
perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang tertentu, bukan orang
banyak. Contohnya penghinaan, penipuan, dan pemukulan.

D. Macam-Macam Sanksi Ta’zir

1. Sanksi Ta’zir yang Berkaitan dengan Badan

a. Hukuman Mati

Mazhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati apabila


perbuatan itu dilakukan berulang-ulang dan dapat membawa kemaslahatan bagi
masyarakat. Contohnya, pencurian yang berulang-ulang dan menghina Nabi
beberapa kali yang dilakukan oleh kafir dzimmi yang baru masuk Islam.

b. Hukuman Cambuk

Hukuman cambuk cukup efektif dalam menjerakan perlaku jarimah ta’zir.


Hukuman ini dalam jarimah hudud telah jelas jumlahnya bagi pelaku jarimah zina
ghairu muhsan dan jarimah qadzf. Namun dalam jarimah ta’zir, hakim diberikan
kewenangan untuk menetapkan jumlah cambukan disesuaikan dengan kondisi
pelaku, situasi, dan tempat kejahatan.

2. Sanksi Ta’zir yang Berkaitan dengan Kemerdekaan Seseorang

a. Hukuman Penjara

Hukuman penjara dapat menjadi hukuman pokok dan dapat juga menjadi
hukuman tambahan, apabila hukuman pokok yang berupa hukuman cambuk tidak

11
membawa dampak bagi terhukum. Selanjutnya, hukum ini dibedakan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut:

1. Hukuman Penjara Terbatas, ialah hukuman penjara yang lama


waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman ini diterapkan antara lain untuk
jarimah penghinaan, menjual khamr, memakan riba, berbuka puasa di
siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, mengairi ladang dengan air
milik orang lain tanpa izin, dan bersaksi palsu.
2. Hukuman Penjara Tidak Terbatas, ialah hukuman penjara yang lama
waktunya tidak dibatasi dan berlangsung terus sampai si terhukum
meninggal dunia atau bertaubat. Hukuman ini dapat disebut juga dengan
hukuman penjara seumur hidup, sebagaimana yang telah diterapkan dalam
hukum positif Indonesia. Hukuman seumur hidup ini, dalam hukum
pidana Islam dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya. Misalnya,
seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang ketiga atau
seseorang yang mengikat orang lain lalu melemparkannya ke kandang
harimau.

B. Hukuman Pengasingan

Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang


dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat. Dengan
diasingkannya pelaku, mereka akan terhindar dari pengaruh tersebut.

3. Hukuman Ta’zir yang Berhubungan dengan Harta

Imam Ibnu Taimiyah membagi hukuman ta’zir berupa harta ini menjadi
tiga bagian dengan memperhatikan atsar (pengaruhnya) terhadap harta, yaitu
sebagai berikut:

a. Menghancurkannya.
b. Mengubahnya.
c. Memilikinya.

12
4. Sanksi Ta’zir Lainnya

a. Peringatan keras.
b. Dihadirkan di hadapan siding.
c. Nasihat.
d. Celaan.
e. Pengucilan.
f. Pemecatan.
g. Diberitakan di media cetak atau elektronik.8

8
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Masyrofah, S.Ag., M.Si. op. cit. hlm. 160.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang berarti mencegah. Disebut
hudud karena hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang
mengakibatkan jatuhnya hukuman.

Qishas adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan, mirip
dengan istilah hutang nyawa dibayar nyawa. Dalam kasus pembunuhan hukum
qishas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati
kepada pembunuh. Adapun suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir,
pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau
tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah ataupun perorangan, hukumannya
diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan


jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Rahmat,. 2010. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka
Setia.

Irfan, Nurul M,. 2014. Fiqih Jinayah. Jakarta: AMZAH.

Direktorat Pendidikan Madrasah,. 2015. Buku siswa fikih. Jakarta: Kementerian


Agama.

15

Anda mungkin juga menyukai