Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia industri yang pesat, sistem-sistem baru dalam bidang


kelistrikan, khususnya sistem jaringan listrik, menawarkan banyak metode kontrol
yang efektif dan mudah untuk diimplementasikan. Perkembangan yang semakin
pesat ini, menuntut seorang mahasiswa khususnya mahasiswa Teknik Listrik
Politeknik Negeri Ujung Pandang untuk dapat lebih mengenal bidang tersebut.
Praktikum Bengkel Listrik Catu Daya merupakan suatu mata kuliah yang
wajib dilakukan oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Program Studi
Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang sebagai salah satu persyaratan
kelulusan pada semester V (lima).
Dalam pelajaran ilmu kelistrikan terdapat hubungan timbal balik antara teori
dan praktek. Hubungan timbal balik ini merupakan kaitan yang sangat erat, dimana
pengetahuan yang kita dapatkan dalam teori haruslah kita praktikkan, karena
dengan dilakukannya sebuah praktik akan membantu kita untuk mengetahui dan
mengerti serta mampu melaksanakan pekerjaan dilapangan/industri dengan baik
dan benar.
Dalam praktik bengkel mahasiswa dihadapkan pada pekerjaan yang hampir
sama di industri dengan menerapkan materi yang didapatkan dalam perkuliahan
yang artinya terjadi proses timbal balik antara teori dengan praktek. Mahasisiwa
diharapkan dapat bekerja dengan terampil, disiplin, kreatif dan tekun dalam me-
nyelesaikan pekerjaannya.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktik bengkel catu daya semester V
(lima) ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui prinsip kerja dari jaringan distribusi tegangan menengah
2. Mengidentifikasi setiap peralatan/komponen distribusi tegangan menengah
3. Mengetahui cara melakukan pengukuran tahanan isolasi dan pembumian
4. Mengetahui pengoperasian dari suatu sistem jaringan distribusi
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem dis-
tribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar
(Bulk Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik ada-
lah:
1. Pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan )
2. Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegan-
gan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan trans-
formator penaik tegangan menjadi 70 kV ,154kV, 220kV atau 500kV kemudian
disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk mem-
perkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian
daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat R). Dengan
daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir se-
makin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sis-
tem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi
primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil te-
gangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem te-
gangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi
sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi meru-
pakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi
mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat
tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berba-
haya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain
menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka,
pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kem-
bali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai te-
gangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-
bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda. Adapun diagram penge-
lompokan jaringan distribusi tenaga listrik dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik.

Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta


pembatasan-pembatasan seperti pada Gambar diatas:

Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)


DaerahII : Bagian penyaluran (Transmission), bertegangan tinggi (HV,UHV,EHV)
Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau 20kV).
Daerah IV : (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi, bertegangan
rendah.
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa porsi
materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya dapat
dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu
dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:

a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan


peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan lain-lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat
trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel, transformer band,
peralatan grounding,dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada SUTM
dan SKTM.Yang membedakan hanya dimensinya.

Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik

Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

1. Menurut nilai tegangannya:

a. Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi, yaitu antara
titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan titik primer trafo distribusi.
Saluran ini bertegangan menengah 20 kV. Jaringan listrik 70 kV atau 150 kV,
jika langsung melayani pelanggan, bisa disebut jaringan distribusi.
b. Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu
antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2-2)
2. Menurut bentuk tegangannya:

a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan searah.


b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem tegangan bo-
lak-balik.

3. Menurut jenis/tipe konduktornya:

a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan penyangga (tiang)
dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi pembungkus.
- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan kabel
tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel laut
(submarine cable)

4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:

a. Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang lain/terhadap
netral, atau saluran positip terhadap negatif (pada sistem DC) membentuk garis
horisontal. Adapun bentuk saluran konfigurasi horizontal dapat dilihat pada gam-
bar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Saluran Konfigurasi Horizontal


b.Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut membentuk garis ver-
tical. Adapun bentuk saluran konfigurasi vertical dapat dilihat pada gambar 2.3
berikut.

Gambar 2.3 Saluran Konfigurasi Vertikal

c. Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain membentuk
suatu segitiga (delta). Adapun bentuk saluran konfigurasi delta dapat dilihat pada
gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Saluran Konfigurasi Delta

5. Menurut Susunan Rangkaiannya

Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di bedakan menjadi
dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder.

a. Jaringan Sistem Distribusi Primer,


Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan
saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keanda-
lan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini
direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke
pusat beban.
Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer, yaitu:
- Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon, Radial dengan
tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban dan Radial dengan pem-
bagian phase area.
- Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop dan bentuk
Close loop.
- Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
- Jaringan distribusi spindle
- Saluran Radial Interkoneksi

b. Jaringan Sistem Distribusi Sekunder,


Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada sistem dis-
tribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem ra-
dial. Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor
tanpa isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang lang-
sung akan dihubungkan kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan me-
lalui peralatan-peralatan sbb:
- Papan pembagi pada trafo distribusi,
- Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
- Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
-Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau pengaman
pada pelanggan. Adapun diagram komponen sistem distribusi dapat dilihat
pada gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5. Komponen Sistem Distribusi
2.2. Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi terdiri atas dua bagian, yang pertama adalah jaringan te-
gangan menengah/primer (JTM), yang menyalurkan daya listrik dari gardu induk
subtransmisi ke gardu distribusi, jaringan distribusi primer menggunakan tiga ka-
wat atau empat kawat untuk tiga fasa. Jaringan yang kedua adalah jaringan tegangan
rendah (JTR), yang menyalurkan daya listrik dari gardu distribusi ke konsumen,
dimana sebelumnya tegangan tersebut ditransformasikan oleh transformator distri-
busi dari 20 kV menjadi 380/220 Volt, jaringan ini dikenal pula dengan jaringan
distribusi sekunder. Adapun diagram jaringan distribusi dapat dilihat pada gambar
2.6 berikut.
Jaringan distribusi sekunder terletak antara transformator distribusi dan sam-
bungan pelayanan (beban) menggunakan penghantar udara terbuka atau kabel
dengan sistem tiga fasa empat kawat (tiga kawat fasa dan satu kawat netral). Dapat
kita lihat gambar dibawah proses penyedian tenaga listrik bagi para konsumen.

Gambar 2.6 Diagram Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik


2.2.1 Jaringan Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan saluran udara,
kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan
dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang
daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban. Terdapat ber-
macam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer. Berikut adalah gambar
bagian-bagian distribusi primer secara umum. Adapun bagian system distribusi
dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Bagian - Bagian Sistem Distribusi Primer

Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :


1. Transformator daya, berfungsi untuk menurunkan tegangan dari tegangan
tinggi ke tegangan menegah atau sebaliknya.
2. Pemutus tegangan, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya
3. Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya
4. Busbar, berfungsi sebagai titik pertemuan / hubungan antara trafo daya dengan
peralatan lainnya
5. Gardu hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi tanpa
mengubah tegangan.
6. Gardu distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah menjadi te-
gangan rendah.
2.2.1.1. Komponen Utama Konstruksi SUTM
a. Penghantar
 Penghantar Telanjang (BC : Bare Conductor)
Konduktor dengan bahan utama tembaga(Cu) atau alluminium (Al) yang di pilin
bulat padat , sesuai SPLN 42 -10 : 1986 dan SPLN 74 : 1987.
Pilihan konduktor penghantar telanjang yang memenuhi pada dekade ini adalah
AAC atau AAAC. Sebagai akibat tingginya harga tembaga dunia, saat ini belum
memungkinkan penggunaan penghantar berbahan tembaga sebagai pilihan yang
baik.
 Penghantar Berisolasi Setengah AAAC-S (half insulated single core)
Konduktor dengan bahan utama aluminium ini diisolasi dengan material XLPE
(croslink polyetilene langsung), dengan batas tegangan 6 kV dan harus memenuhi
SPLN No 43-5-6 tahun 1995
 Penghantar Berisolasi Penuh (Three single core)
XLPE dan berselubung PVC berpenggantung penghantar baja dengan tegangan
Pengenal 12/20 (24) kV Penghantar jenis ini khusus digunakan untuk SKUTM dan
berisolasi penuh. SPLN 43-5-2:1995-Kabel

b. Isolator
Bahan yang digunakan untuk membuat isolator yang paling banyak digunakan
pada system distribusi antara lain :
1. Isolator Gelas
Isolator gelas pada umumnya terbuat dari bahan campuran antara pasir silikat,
dolomit, dan phospat. Komposisi dari bahan-bahan tersebut dan cara
pengolahannya dapat menentukan sifat dari siolator gelas ini. Isolator gelas
memiliki sifat mengkondensir (mengembun) kelembaban udara, sehingga lebih
mudah debu melekat dipermukaan isolator tersebut. Makin tinggi tegangan sistem
makin mudah pula terjadi peristiwa kebocoran arus listrik (leakage current) lewat
isolator tersebut,yang berarti mengurangi fungsi isolasinya. Oleh karena itu isolator
gelas ini lebih banyak dijumpai pemakaiannya pada jaringan distribusi sekunder.
Kelemahan isolator gelas ini adalah memiliki kualitas tegangan tembus yang
rendah, dan kekuatannya berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan
temperatur. Oleh sebab itu bila terjadi kenaikan dan penurunan suhu secara
tiba-tiba, maka isolator gelas ini akan mudah retak pada permukaannya. Berarti
isolator gelas ini bersifat mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu disekeli-
lingnya. Tetapi bila isolator gelas ini mengandung campuran dari bahan lain, maka
suhunya akan turun. Selain dari pada itu, isolator gelas ini harganya lebih
murah bila dibandingkan dengan isolator porselin.
2. Isolator Porselin
Isolator porselin dibuat dari dari bahan campuran tanah porselin, kwarts, dan
veld spaat, yang bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazuur agar bahan isolator
tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazuur ini permukaan isolator menjadi
licin dan berkilat, sehingga tidak dapat mengisap air. Oleh sebab itu isolator
porselin ini dapat dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka.
Isolator porselin memiliki sifat tidak menghantar (non conducting) listrik yang
tinggi, dan memiliki kekuatan mekanis yang besar. Ia dapat menahan beban yang
menekan serta tahan akan perubahan-perubahan suhu. Akan tetapi isolator porselin
ini tidak tahan akan kekuatan yang menumbuk atau memukul. Ukuran isolator
porselin ini tidak dapat dibuat lebih besar, karena pada saat pembuatannya terjadi
penyusutan bahan. Walaupun ada yang berukuran lebih besar namun
tidak seluruhnya dari bahan porselin, akan tetapi dibuat rongga di dalamnya,
yang kemudian akan di isi dengan bahan besi atau baja tempaan sehingga
kekuatan isolator porselin bertambah. Cara yang demikian ini akan menghemat
bahan yang digunakan. Karena kualitas isolator porselin ini lebih tinggi dan
tegangan tembusnya (voltage gradient) lebih besar maka banyak disukai
pemakaiannya untuk jaringan distribusi primer. Walaupun harganya lebih mahal
tetapi lebih memenuhi persyaratan yang diinginkan. Kadang-kadang kita jumpai
juga isolator porselin ini pada jaringan distribusi sekunder, tetapi ukurannya lebih
kecil.
Pada jaringan SUTM, Isolator pengaman penghantar bertegangan dengan tiang
penopang/travers dibedakan untuk jenis konstruksinya adalah :
Pin insulator Pin post insulator Line post

insulator

Gambar 2.8 Pin Insulator (Isolator Tumpu)

a. Pin insulator (Isolator Tumpu)


Insulator pin adalah alat yang mengisolasi kawat dari pendukung fisik seperti
pin (kayu atau logam paku berdiameter sekitar 3 cm dengan ulir sekrup) pada
telegraf atau tiang listrik. Ini adalah bentuk, lapisan tunggal yang terbentuk yang
terbuat dari bahan non-budidaya, biasanya porselen atau kaca. Hal ini dianggap
sebagai insulator overhead yang dikembangkan paling awal dan masih populer
digunakan dalam jaringan listrik hingga 33 KV. Insulator pin tunggal atau ganda
dapat digunakan pada satu dukungan fisik, namun jumlah isolator yang digunakan
tergantung pada tegangan aplikasi. Adapun bentuk fisik dari pin insulator (isolator
tumpu) dapat dilihat pada gambar 2.8 di atas.
b. Pin post insulator (Isolator Tarik)
Isolator Pin Post 20 KV "Long Shank" adalah isolator untuk tegangan menen-
gah 20 KV, type standard yang kebanyakan di gunakan di jaringan distribusi Indo-
nesia. tipe ini memiliki stud bolt (Baut) yang panjang sekitar 15 cm (Kurang Lebih).
tipe isolator ini di gunakan untuk traves yang berbentuk "U". Adapun bentuk fisik
dari pin post insulator (isolator tarik) dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut.

Piringan Long rod Keterangan


Material dasar

isolator long road

dapat berupa

keramik atau gelas

Gambar 2.9 Pin Post Insulator (Isolator Tarik)

c. Peralatan Hubung (Switching)


Pada percabangan atau pengalokasian seksi pada jaringan SUTM untuk mak-
sud kemudahan operasional harus dipasang Pemutus Beban (Load Break Switch :
LBS), selain LBS dapat juga dipasangkan Fused Cut-Out (FCO).

d. Tiang
 Tiang Kayu
Tiang kayu banyak digunakan sebagai penyangga jaringan karena kon-
struksinya yang sederhana dan biaya investasi lebih murah bila dibandingkan
dengan tiang jenis yang lain. Selain itu tiang kayu merupakan penyekat (isola-
tor) yang paling baik sebagai penompang saluran udara terhadap gangguan
hubung singkat, konstruksi yang sederhana dan bebas dari petir. Adapun ben-
tuk tiang kayu dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10 Tiang Kayu


 Tiang Besi
Adalah jenis tiang terbuat dari pipa besi yang disambungkan hingga
diperoleh kekuatan beban tertentu sesuai kebutuhan. Walaupun lebih mahal,
pilihan tiang besi untuk area/wilayah tertentu masih diijinkan karena bobotnya
lebih ringan dibandingkan dengan tiang beton. Pilihan utama juga
dimungkinkan bilamana total biaya material dan transportasi lebih murah
dibandingkan dengan tiang beton akibat diwilayah tersebut belum ada pabrik
tiang beton. Adapun bentuk tiang besi dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut.

Gambar 2.11 Tiang Besi

 Tiang Beton
Untuk kekuatan sama, pilihan tiang jenis ini dianjurkan digunakan di
seluruh PLN karena lebih murah dibandingkan dengan jenis konstruksi tiang
lainnya termasuk terhadap kemungkinan penggunaan konstruksi rangkaian
besi profil. Adapun bentuk tiang beton dapat dilihat pada gambar 2.12 di atas.

Gambar 2.12 Tiang Beton


2.2.1.2. Proteksi Jaringan
Tujuan daripada suatu sistem proteksi pada Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM) adalah mengurangi sejauh mungkin pengaruh gangguan pada
penyaluran tenaga listrik serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi
operator, lingkungan dan peralatan dalam hal terjadinya gangguan yang menetap
(permanen).
Sistem proteksi pada SUTM memakai :
1. Relay hubung tanah dan relai hubung singkat fasa‐fasa untuk kemungkinan
gangguan penghantar dengan bumi dan antar penghantar.
2. Pemutus Balik Otomatis PBO (Automatic Recloser), Saklar Seksi Otomatis SSO
(Automatic Sectionaizer). PBO dipasang pada saluran utama, sementara SSO
dipasang pada saluran pencabangan, sedangkan di Gardu Induk dilengkapi
dengan auto reclosing relay.
3. Lightning Arrester (LA) sebagai pelindung kenaikan tegangan peralatan akibat
surja petir. Lightning Arrester dipasang pada tiang awal/tiang akhir, kabel Tee–
Off (TO) pada jaringan dan gardu transformator serta pada isolator tumpu.
4. Pembumian bagian konduktif terbuka dan bagian konduktif extra pada tiap‐tiap
4 tiang atau pertimbangan lain dengan nilai pentanahan tidak melebihi 10 Ohm.
5. Kawat tanah (shield wire) untuk mengurangi gangguan akibat sambaran petir
langsung. Instalasi kawat tanah dapat dipasang pada SUTM di daerah padat petir
yang terbuka.
6. Penggunaan Fused Cut–Out (FCO) pada jaringan pencabangan.
7. Penggunaan Sela Tanduk (Arcing Horn)
Pemasangan Pemutus Balik Otomatis (PBO), Saklar Seksi Otomatis (SSO),
Pengaman Lebur dan Pemutus Tenaga (PMT) pada SUTM di pengaruhi oleh nilai
tahanan pembumian sisi 20 kV transformator tenaga di Gardu Induk.
2.2.2. Sistem Distribusi Sekunder

Jaringan Distribusi Tegangan Rendah adalah bagian hilir dari suatu sistem
tenaga listrik. Melalui jaringan distribusi ini disalurkan tenaga listrik kepada para
pemanfaat / pelanggan listrik. Mengingat ruang lingkup konstruksi jaring distribusi
ini langsung berhubungan dan berada pada lingkungan daerah berpenghuni, maka
selain harus memenuhi persyaratan kualitas teknis pelayanan juga harus memenuhi
persyaratan aman terhadap pengguna dan akrab terhadap lingkungan. Konfigurasi
Saluran Udara Tegangan Rendah pada umumnya berbentuk radial.
a. Komponen utama konstruksi Jaringan Tegangan Rendah
Terdapat sejumlah komponen utama konstruksi pada Jaringan Tegangan
Rendah :
• Tiang Beton
• Penghantar Kabel Pilin Udara (NFA2Y)
• Penghantar Kabel Bawah Tanah (NYFGBY)
• Perlangkapan Hubung Bagi dengan Kendali
• Tension bracket
• Strain clamp
• Suspension bracket
• Suspension Clamp
• Stainless steel strip
• Stopping buckle
• Link
• Plastic strap
• Joint sleeve Press Type ( Al – Al ; Al – Cu )
• Connector press type
• Piercing Connector Type
• Elektroda Pembumian
• Penghantar Pembumian
• Pipa galvanis
• Turn buckle
• Guy-wire insulator
• Ground anchor set
• Steel wire
• Guy-Anchor
• Collar bracket
• Terminating thimble
• U – clamp
• Connector Block

b. Spesifikasi Teknis Material

1.Tiang
Untuk konstruksi jaringan SUTR yang berdiri sendiri dipakai tiang beton atau
tiang besi dengan panjang 9 meter. Tiang beton yang dipakai dari berbagai jenis
yang memiliki kekuatan beban kerja (working load) 200daN, 350daN dan 500daN
(dengan angka faktor keamanan tiang=2 ) Pada titik yang memerlukan pembumian
dipakai tiang beton yang dilengkapi dengan terminal pembumian. Pada dasarnya
pemilihan kemampuan mekanis tiang SUTR berlandaskan kepada empat hal, yaitu
:
1) Posisi fungsi tiang (tiang awal, tiang tengah, tiang sudut)
2) Ukuran penghantar
3) Jarak andongan (Sag)
4) Tiupan angin
Tiang Besi dipergunakan untuk konstruksi pada lingkungan dimana Tiang
Beton tidak mungkin dipasang. Penggunaan tiang beton H-type tidak direkomen-
dasikan karena tingkat kesulitan pemasangannya, dan lain-lain pertimbangan.

2.Penghantar
Penghantar yang dipergunakan adalah kabel pilin udara (NFA2Y) aluminium
twisted cable dengan inti alumunium sebagai inti penghantar Fasa dan almelec/
alumunium alloy sebagai netral. Penghantar Netral (N) dengan ukuran 3x35+N,
3x50+N, 3x70+N berfungsi sebagai pemikul beban mekanis kabel atau messenger.
Untuk kepentingan jaminan pelaksanaan handling transportasi, panjang penghantar
tiap haspel kurang lebih 1000 m.

3.Pole Bracket
Terdapat dua jenis komponen pole bracket :
a. Tension bracket, dipergunakan pada tiang ujung dan tiang sudut, Breaking ca-
pacity 1000 daN terbuat dari Alumunium Alloy
b. Suspension bracket dipergunakan pada tiang sudut dengan sudut lintasan sampai
dengan 300. Breaking capacity 700 daN terbuat dari alumunium Alloy.Ikatan pole
bracket pada tiang memakai stainless teel strip atau baut galvanized M30 pada po-
sisi tidak melebihi 15 cm dari ujung tiang.

4.Strain clamp
Strain Clamp atau clamp tarik dipakai pada Pole Bracket tipe Tension Bracket.
Bagian penghantar yang dijepit adalah penghantar netral.

5.Suspension Clamp
Fungsi Suspension Clamp adalah menggantung bagian penghantar netral pada tiang
dengan sudut lintasan jaringan sampai dengan 30 ͦ.

6.Stainless steel strip


Pengikat Pole Bracket pada tiang yang diikat mati dengan stopping buckle.
Dibutuhkan lebih kurang 120 cm untuk tiap tiang.

7.Plastic Strip (plastic tie)


Plastic strap digunakan untuk mengikat kabel pilin yang terurai agar terlihat rapi
dan kokoh.

8.Penghantar Pembumian dan Bimetal Joint


Untuk tiang yang tidak dilengkapai fasilitas pembumian. Penghantar yang diper-
lukan adalah Kawat Tembaga (BC). Sambungan penghantar BC dengan penghantar
netral jaringan tidak boleh langsung, tetapi harus menggunakan bimetal joint. Sam-
bungan ke penghantar netral yang memakai kabel alumunium, sambungan ke
penghantar pembumian menggunakan Bimetal Joint Al-Cu.
9. PHB-TR
Penempatan Perlengkapan Hubung Bagi (PHB) dilakukan pada sisi luar trotoar
yang tidak menggangu pejalan kaki. PHB dilindungi dengan pipa baja/patok
pelindung kemungkinan tertabrak kendaraan bermotor. Panel PHB dan lapisan luar
(metal sheath) kabel dan penghantar metal dibumikan bersama. Penghantar
pembumian minimal dengan penampang 50 (lima puluh) mm² terbuat dari tembaga
dengan nilai tahanan pembumian tidak lebih dari 10 (sepuluh) Ohm.
Panel Perlengkapan Hubung Bagi tipe luar (IP 45) dipasang di atas pondasi dengan
tinggi sekurang-kurangnya 60 cm dari permukaan tanah atau jalan. Pada bagian
muka PHB dipasang sebanyak 3 (tiga) buah patok besi pelindung 4 inci setinggi 50
cm dan berjarak 60 cm dari Pondasi Panel PHB.
Patok Pelindung dipasang 60 (enam puluh) cm dimuka panel PHB dan. Saklar
masuk dari sirkit masuk ke PHB sekurang-kurangnya dari jenis pemisah.
Perlindungan sirkit keluar sekurang – kurangnya memakai pengaman lebur jenis
NH. Jumlah sirkit keluar sebanyak – banyaknya 6 ( enam ) sirkit. Lubang masuk
kabel pada PHB dilindungi dengan cable gland. Terminasi kabel dari sirkit masuk
dan sirkit keluar harus memakai sepatu kabel dan diberi tanda Fasa sesuai
ketentuan. Jika sirkit memakai kabel jenis alumunium core, sepatu kabel yang
dipakai harus dari jenis bimetal lug ( Al-Cu).
Tinggi patok pelindung sekurang-kurangnya 50 cm dan ditanam sekurang-
kurangnya sedalam 50 cm. Jarak aman satu Panel PHB dengan lainnya dihitung
berdasarkan jatuh tegangan sambungan pelayanannya, namun sekurang-kurangnya
tidak melebihi 80 meter. Terdapat dua jenis PHB yang dipakai :
1) PHB utama, yang dipasok dari jalur SKTR utama
2) PHB cabang, yang dipasok dari PHB utama
PHB-TR harus dibumikan pada tiap-tiap jarak 200 meter. Bagian yang dibumikan
adalah titik netral PHB, selubung logam kabel dan Badan Panel (BKT).
2.3. Peralatan Sistem Distribusi

2.3.1. AAAC (ALL ALUMINIUM ALLOY CONDUCTOR)


Kabel ini terbuat dari aluminium-magnesium-silicon campuran logam,
keterhantaran elektris tinggi yang berisi magnesium silicide, untuk memberi sifat
yang lebih baik. Kabel ini biasanya dibuat dari paduan aluminium 6201. AAAC
mempunyai suatu anti karat dan kekuatan yang baik, sehingga daya hantarnya lebih
baik. Bentuk konduktor AAAC ditunjukkan pada gambar 2.13 berikut.

Gambar 2.13 Konduktor AAAC

2.3.2. Link
Link memiliki fungsi untuk memperkokoh suatu instalasi. Bentuk link di-
tunjukkan pada gambar 2.14 berikut.

Gambar 2.14 Link


2.3.3. Bimetal P.G Clamp
Untuk menghubungkan semua konduktor menurut DIN 48201 & konduktor
ACSR menurut DIN 48204 dengan tembaga tekan-off konduktor menurut DIN
48201. Bentuk bimetal clamp ditunjukkan pada gambar 2.15 berikut.
Gambar 2.15 Bimetal P.G Clamp

2.3.4. Stud Ring & Hook


Biasanya dipasang di ujung tali kawat, rantai, atau berfungsi mengatasi rig-
ging lainnya. Bentuk stud ring ditunjukkan pada gambar 2.16berikut.

Gambar 2.16 Stud Ring & Hook


2.3.5. Dead End Clamp
Dead End Clamp berfungsi sebagai klem atau penghubung dengan dead and.
Bentuk dead end clamp ditunjukkan pada gambar 2.17 berikut.

Gambar 2.17 Dead End Clamp


2.3.6. Insulated Piercing Conector for LV ABC
Insulated Piercing Connector dapat ini tahan korosi shell, Anti-perubahan
iklim, bahan isolasi ultraviolet intensitas tinggi. Tusuk konstan pengencang mur
torsi diinstal lebih sederhana, aman, cepat. Bentuk Insulated Piercing Conector for
LV ABC ditunjukkan pada gambar 2.18 berikut.

Gambar 2.18 Insulated Piercing Conector for LV ABC

2.3.7. Strain Clamp


Strain clamp berfungsi untuk mengklem kawat agar berada pada posisi
yang tepat. Bentuk strain clamp ditunjukkan pada gambar 2.19 berikut.

Gambar 2.19 Strain Clamp


2.3.8. Bi-Metal Cable Lugs
Bi-Metal Cable Lugs berfungsi untuk untuk koneksi transisi melingkar Cycle
kabel aluminium Hemi kabel Sektor Aluminium dan kabel power supply. Bentuk
bimetal cable lugs ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut.

Gambar 2.20 Bi-Metal Cable Lugs

2.3.9. Suspension Clam


Sebagai alat tarikan bracket kabel ataupun kabel, komponen ini berguna se-
bagai tumpuan kabel-kabel listrik pada instalasi jaringan listrik. Bahan utama dari
komponen ini adalah aluminium terbaik yang sangat pas dan sesuai untuk
menghantarkan dan meredam jaringan listrik. Bentuk suspension clam ditunjukkan
pada gambar 2.21 berikut.

Gambar 2.21 Suspension Clam

2.3.10. Stainless Steel Strap dan Stopping Buckle


Stainless Steel Strap ini bisa digunakan untuk kebutuhan bangunan juga, ter-
masuk pada tiang distribusi dalam hal pengait tension dan suspension bracket,
karena biasanya Stainless Steel Strap ini memang dibuat dan dirancang agar dapat
tahan dalam berbagai cuaca. Meski pun merupakan Stainless Steel Strap yang tipis
sekali pun karena memang dibuat dengan besi yang berkualitas maka Stainless
Steel Strap ini akan dapat diandalkan dalam waktu yang lama. Bentuk stainless
steel strap ditunjukkan pada gambar 2.22 berikut.

Gambar 2.22 Stainless Steel Strap\

2.3.11. Stay Wire Clamp


Untuk mengklem kawat agar berada pada kedudukan tertentu.

Gambar 2.23 Stay Wire Clamp


BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pemasangan Kawat Distribusi


Pemasangan kawat distribusi di lakukan dengan alasan perbaikan yang dapat
terjadi karena suatu masalah yang terjadi pada kawat pendistribusian listrik yang
mungkin terjadi karna berbagai faktor baik dari dalam sitem distribusi listrik itu
sendiri yang dampaknya pada kerusakan kawat distribusi atau bisa saja terjadi dari
faktor eksternal sistem distribusi listrik, baik yang sering terjadi karena sambaran
petir atau faktor-faktor lain yang berdampak pada menurunnya kualitas kawat
penghantar pada sistem distribusi tenaga listrik. Pemasangan juga bisa saja karna
alasan maintenance yang mana umur kawat penghantar atau kualitas dan penghan-
tar sudah memasuki pada masa harus di adakan pergantian, berikut adalah langkah-
langkah pemasangan kawat penghantar pada sistem pendistribusian tenaga listrik
di bengkel listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang:
1. Yang paling pertama dan yang paling utama adalah memakai kelengkapan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) listrik pada pemasangan sistem dis-
tribusi listrik.
2. Memasang tangga untuk menggapai area kerja serta pastikan bahwa
tangga dalam posisi yang baik agar tidak terjadi kecelakaan kerja
3. Lepas strain clamp agar pemasangan pada sisi pertama dapat di pasang
dengan mudah
4. Longgarkan baut strain clamp pada tempat kawat penghantar akan di
cengkram
5. Masukkan kawat penghantar pada stran clamp di daerah baut yang sudah
di longgarkan sebelumnya
6. Kemudian kencangkan kembali baut tersebut agar kawat penghantar dapat
tercengkram dengan strain clamp, pastikan agar baut terpasang dengan
baik
7. Kemudian pindahkan tangga pada sisi kedua pastikan kembali posisi
tangga dalam keadaan baik agar pekerjaan dapat di lakukan dengan efektif
serta efisien
8. Longgarkan baut yang akan mencengkram kawat penghantar pada stran
clamp di sisi kedua
9. Posisi strain clamp pada sisi kedia di buat terbaik jika di bandingkan pada
sisi pertama tadi
10. Kemudian masukkan kawat peghantar masuk pada stran clamp
11. Tarik kawat pengkantar sampai pada posisi di mana posisi porselin dalam
keadaan horizontal atau sampai kawat memiliki tegangan tarikan yang
cukup kuat
12. Lalu tahan tarikan tegangan kawat penghantar kemudian kencangkan kem-
bali baut yang telah di longgarkan tadi
13. Pastikan baut mencengkram kawat penghantar dengan baik agar antara ka-
wat penghantar dengan strain clamp dalam keadaan yang baik

3.2. Binding Wire Isolator Tumpu


Isolator Pin Post 20 KV "Long Shank" adalah isolator untuk tegangan menen-
gah 20 KV, type standard yang kebanyakan di gunakan di jaringan distribusi Indo-
nesia. tipe ini memiliki stud bolt (Baut) yang panjang sekitar 15 cm (Kurang Lebih).
tipe isolator ini di gunakan untuk traves yang berbentuk "U".
Isolator Pin Post 20 KV " Short Shank" adalah isolator pin post yang di
gunakan untuk tegangan 20 KV, tetapi dengan Stud bolt(Baut) yang pendek, mung-
kin sekitar 3-4 cm. type ini di gunakan untuk traves yang berbentuk segitiga. di luar
negeri banyak di gunakan di"Kanada". Kalau secara mekanis type "long shank"
jauh lebih baik dari tipe "Short Shank" karena dudukannya lebih kuat di traves.
Berikut adalah langkah-langkah Binding Wire Isolator Tumpu pada sistem
pendistribusian tenaga listrik di bengkel listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang:
a. Menyediakan alat bahan yang akan dipraktikkan
b. Melilitkan sebanyak 2 kali putaran pada leher isolator tumpu
c. Maka akan ada 2 ujung wire dimana masing-masing wire memiliki peran
dalam melilit konduktor baik dari bagian kanan dan kiri isolator.
d. Melilit wire pada konduktor bagian isolator

e. Selanjutnya melilit konduktor bagian kiri isolator

f. Melanjutkan lilitan wire dengan bertahap disetiap bagian

g. Menyilangkan kedua ujung wire pada kepala isolator tumpu


h. Mengikat dengan menggunakan tang pada kedua ujung wire di leher isolator

3.3. Pemasangan FCO


Fuse cut out sendiri meupakan suatu alat pengaman yang melindungi jaringan
terhadap arus beban lebih (over load current) dan yang mengalir melebihi dari batas
maksimum. Konstruksi dari fuse cut out ini jauh lebih sederhana jika dibandingkan
dengan pemutus beban (circuit breaker) yang terdapat pada gardu induk (sub-sta-
tion). Akan tetapi fuse cut out ini memiliki kemampuan yang sama dengan pemutus
beban tadi. Fuse cut out ini hanya dapat memutuskan satu saluran tiga fasa, maka
dibutuhkan fuse cut out sebanyak tiga buah untuk saluran tiga fasa. Selain itu Fuse
cut out juga merupakan pengaman lebur yang ditempatkan pada sisi TM yang gun-
anya untuk mengamankan jaringan TM dan peralatan kearah GI terhadap hubungan
singkat di trafo, atau sisi TM sebelum trafo tetapi sesudah cut out. Untuk menen-
tukan besarnya cut out yang harus dipasang, maka harus diketahui arus nominal
trafo pada sisi TM, sedangkan besarnya cut out harus lebih besar dari arus nominal
trafo sisi TM
Prinsip Kerja
Pada sistem distribusi FCO yang digunakan mempunyai prinsip melebur, apa-
bila dilewati arus yang melebihi batas arus nominalnya. Biasanya FCO dipasang
setelah PTS maupun LBS untuk memproteksi feeder dari gangguan hubung singkat
dan dipasang seri dengan jaringan yang dilindunginya. FCO juga sering ditemukan
pada setiap trafo.
Penggunaan FCO ini merupakan bagian yang terlemah di dalam jaringan sis-
tem distribusi karena FCO boleh dikatakan hanya berupa sehelai kawat yang mem-
iliki penampang yang disesuaikan dengan besarnya arus maksimum yang diperke-
nankan mengalir di dalam kawat tersebut. Pemilihan kawat yang digunakan pada
fuse cut out ini didasarkan pada faktor lumer yang rendah dan harus memiliki daya
hantar (conductivity) yang tinggi. Faktor lumer ini ditentukan oleh temperatur ba-
han tersebut. Biasanya bahan-bahan yang digunakan untuk FCO adalah kawat pe-
rak, kawat tembaga, kawat seng, kawat timbel atau kawat paduan dari bahan – ba-
han tersebut. Pada umumnya diantara kawat diatas, yang sering digunakan adalah
kawat logam perak, hal ini karena logam perak memiliki Resistansi Spesifik
(µΩ/cm) yang paling rendah dan Titik Lebur (oC) yang rendah. Kawat ini
dipasangkan di dalam tabung porselin yang diisi dengan pasir putih sebagai
pemadam busur api, dan menghubungkan kawat tersebut pada kawat fasa, sehingga
arus mengalir melaluinya.
Tabel 3.1. Tabel Titik Lebur dan Resistansi Spesifik Jenis Logam
Penghantar Pada FCO
No Jenis Logam Titik Lebur Resistansi Spesifik
(oC) (µΩ/cm)
1 Tembaga 1090 1,7
2 Aluminium 665 2,8
3 Perak 980 1,6
4 Timah 240 11,2
5 Seng 419 6,0

Jika arus beban lebih melampaui batas yang diperkenankan, maka kawat pe-
rak di dalam tabung porselin akan putus dan arus yang membahayakan dapat dihen-
tikan. Pada waktu kawat putus terjadi busur api, yang segera dipadamkan oleh pasir
yang berada di dalam tabung porselin Karena udara yang berada di dalam porselin
itu kecil maka kemungkinan timbulnya ledakan akan berkurang karena diredam
oleh pasir putih. Panas yang ditimbulkan sebagian besar akan diserap oleh pasir
putih tersebut. Apabila kawat perak menjadi lumer karena tenaga arus yang
melebihi maksimum, maka waktu itu kawat akan hancur. Karena adanya gaya
hentakan, maka tabung porselin akan terlempar keluar dari kontaknya.
Dengan terlepasnya tabung porselin ini yang berfungsi sebagai saklar pemisah,
maka terhidarlah peralatan jaringan distribusi dari gangguan arus beban lebih atau
arus hubung singkat.
Umur dari fuse cut out ini tergantung pada arus yang melaluinya. Bila arus
yang melalui FCO tersebut melebihi batas maksimum, maka umur fuse cut out lebih
pendek. Oleh karena itu pemasangan FCO pada jaringan distribusi hendaknya yang
memiliki kemampuan lebih besar dari kualitas tegangan jaringan, lebih kurang tiga
sampai lima kali arus nominal yang diperkenankan. Fuse cut out ini biasanya ditem-
patkan sebagai pengaman tansformator distribusi dan pengaman pada cabang –
cabang saluran feeder yang menuju ke jaringan distribusi sekunder. Adapun kon-
struksi fuse cut out ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1 Konstruksi Fuse Cut Out
Keterangan:
1. Isolator porselin
2. Kontak tembaga (disepuh perak)
3. Alat pemadam/pemutus busur
4. Tutup yang dapat dilepas (dari kuningan)
5. Mata kait (dari perak)
6. Tabung pelebur (dari resin)
7. Penggantung (dari kuningan)
8. Klem pemegang (dari baja)
9. Klem terminal (dari kuningan)

3.4. Pengukuran Tahanan Pentanahan


Nilai pentahanan yang baik menurut PUIL 2011 yaitu maksimal 5Ω. Ber-
dasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa nilai dari pentanahan sangat jauh dari
nilai standar. Tahanan dari tanah tidak cukup baik sehingga memungkinkan ter-
jadinya kecelakaan kerja yang dapat membahayakan lingkungan sekitar.
Nilai tahanan yang lebih dikarenakan beberapa faktor seperti kandungan min-
eral dan air dalam tanah serta tingkat keasaman tanah. Apabila nilai pentanahan
melebihi standar maka dapat dilakukan penambahan grounding road atau pem-
berian karbon. Semakin banyak grounding road yang dipasang maka nilai tahanan
pentanahan akan semakin bagus.
Gambar 3.2 Rangkaian Percobaan Pengujian Tahanan Pentanahan

 Cara mengukur grounding dengan earth tester :


a. Siapkan peralatan yang akan di gunakan, seperti alat ukut, kabel, dan kon-
duktor/stik besi.
b. Kalibrasi jarum pada alat ukur harus dalam posisi nol.
c. Pastikan baterai dari earth tester terdapat pada keadaan “Battery Good”
d. Pasangkan kabel pada alat ukur. Earth Tester mempunyai tiga kabel dian-
taranya adalah kebel merah, kuning dan hijau.
e. Langkah berikutnya hubungkan kabel hijau ke grounding “Arrester” yang
sudah terpasang ke tanah.
f. Selanjutnya tancapkan stik besi ketanah untuk mengukur resistansi pentana-
han Arrester dengan dua posisi. Yakni, posisi sejajar dan segaris masing mas-
ing pada jarak 20 meter dan 10 meter. Hubungkan kabel merah setra kuning
ke stik besi dengan masing-masing jarak pemasangan kabel merah pada po-
sisi 20 meter dan kabel kuning pada posisi 10 meter. Untuk pengukuran
dengan jarak 10 meter, kabel merah di pasangkan pada stik besi pada jarak
10 meter dan kabel kuning pada jarak 5 meter.
g. Jika semua kabel telah terpasang, lakukan pengukuran dengan menekan tom-
bol “Test” pada alat ukur. Kemudian catatlah hasil pengukuran yang dil-
akukan.
h. Lakukan pengukuran dengan posisi sejajar dan posisi segitiga untuk setiap
konduktor pentanahan yang akan diukur.
i. Ulangi prossedur diatas untuk melakukan pengukuran resistansi pentanahan
yang dilakukan pada Grounding Body Trafo, dan Grounding pada tanah yang
lembab.

3.5. Pengukuran Tahanan Isolasi


Pengukuran tahanan isolasi digunakan untuk memeriksa status isolasi
rangkaian dan perlengkapan listrik, sebagai dasar pengendalian keselematan.
Variasi tegangan tidak akan berpengaruh banyak terhadap harga pembacaan,
karena hasilnya tidak ditentukan dari sumber tegangan arus searah. Menurut standar
VDE (catalogue 228/4) minimum besarnya tahanan isolasi kumparan trafo pada
suhu operasi dihitung 1 kilo Volt = 1 MΩ (Mega Ohm), dengan 1 kV = besarnya
tegangan fasa terhadap tanah dan kebocoran arus yang diizinkan setiap kV = 1 mA.
Sumber tegangan arus searah adalah sumber tegangan tinggi yang dihasilkan dari
pembangkit.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan pengukuran ta-
hanan isolasi yaitu sebagai berikut:
1. Memastikan peralatan tidak bertegangan atau beroperasi.
2. Memeriksa tegangan kerja dari peralatan yang diukur (dalam hal ini trans-
formator distribusi).
3. Menyetel nilai tegangan injeksi.
4. Memasang clem alat test pada titik yang akan diukur, sesuai rangkaian perco-
baan.
5. Menginjeksi tegangan ke titik ukur.
6. Mencatat hasil pengukuran pada modul pengisian.
7. Meng-offkan peralatan test.
8. Membuang tegangan sisa pada clamp peralatan test dengan menempalkannya
pada titik ground.
9. Merapikan peralatan dan alat test.
Berikut data hasil percobaan yang diperoleh:
 Primer Trafo
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Sisi Primer Trafo

No Terminal Nilai Tahanan (MΩ)

1 R-N 106

2 S-N 115

3 T-N 111

4 R-S < 0,005

5 R-T < 0,005

6 S-T < 0,005

 Sekunder Trafo
Tabel 3.4 Hasil Pengukuran Sisi Sekunder Trafo

No Terminal Nilai Tahanan (GΩ)

1 r- N 17,1

2 s- N 17,4

3 t-N 18,6

4 r–s 14,3

5 r–t 12,9

6 s–t 14,4
3.6. Pemeliharaan PHB-TR
Langkah Kerja Pemeliharaan PHB-TR
a. Siapkan Alat Kerja, Alat Ukur, Alat K-3. Material Kerja dan Alat Bantu
sesuai dengan kebutuhan.
b. Selanjutnya lakukan pengukuran tegangan, arus beban, dan putaran fasa
serta catat dalam formulir.
c. Lepas beban jurusan dan buka saklar utama.
d. Meminta untuk pelepasan CO gardu (pelepasan CO gardu dilaksanakan
oleh petugas operasi SUTM).
e. Tanahkan (Grounding) seluruh kabel jurusan dengan menggunakan
Grounding cabel TR.
f. Bersihkan Rel, Dudukan Fuse Holder, Pisau Saklar Utama (Hefboom
Saklar). Sepatu Kabel dari kotoran/korosi. Dan bersihkan ruangan dalam
Panel Hubung Bagi.
g. Periksa kekencangan peningkatan mur/baut pada Saklar Utama Sepatu,
Kabel, Rel, Fuse Holder, Kondisi Isolator Binnen dan Sistem Pembu-
mian.
h. Bila ada komponen PHB-TR yang rusak maka perbaiki atau ganti baru.
i. Berikan Vaseline pada Pisau Saklar Utama, Terminal Fuse Holder.
j. Ukur dan Catat nilai tahanan isolasi antar Rel dan atau Rel terhadap body
setelah Tahanan Pentanahan dan catat dalam formulir berita acara (BA).
k. Setelah pekerjaan pemeliharaan telah selesai dan meminta pemasukan
CO gardu (pemasukan CO gardu dilaksanakan oleh petugas operasi
SUTM).
l. Lepaskan pentanahan (Grounding cable TR) pada seluruh kabel jurusan.
m. Laporkan pada posko bahwa pekerjaan pemeliharaan telah selesai dan
meminta pemasukan CO gardu (pemasukan CO gardu dilaksanakan oleh
petugas operasi SUTM).
n. Masukkan saklar utama tanpa beban, kemudian ukur besaran tegangan
antara fasa dan fasa, dan atara fasa dengan nol di rel, serta check arah
putaran fasa dan selanjutnya catat dalam formulir BA.
o. Lakukan pengecekkan Rating NH Fuse untuk disesuaikan dengan data
Fuse semula.
p. Masukkan NH Fuse jurusan secara bertahap.
q. Lakukan pengukuran beban dan catat dalam formulir BA.
r. Tutup dan kunci pintu Panel PHB TR.
s. Melaporkan pekerjaan memelihara PHB TR telah selesai dan petugas
akan meninggalkan lokasi pekerjaan.
t. Lepaskan alat K-3 yang sudah tidak dipergunakan lagi.
u. Buat laporan Berita Acara pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan PHB TR.
v. Laporkan penyelesaian pekerjaan dan penyerahan Formulir BA kepada
Asman Distribusi.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
1. Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distri-
busi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen.
2. Pemasangan kawat distribusi dilakukan jika adanya factor yang mengharus-
kan kegiatan ini dilakukan seperti dalam hal pebaikan maupun perawatan.
3. Pengukuran megger dilakukan untuk mengetahui kualitas tahanan isolasi
4. Fuse cut Out /FCO merupakan alat yang berfungsi untuk mengamankan jarin-
gan dari arus beban lebih yang dapat terjadi.
5. Transformator diuji ketahanan isolasinya untuk mengetahui apakah
penghantar terdapat hubung langsung antara fasa dengan fasa atau dengan nol
atau dengan pembumian.

4.2. Saran
1. Diharapkan untuk menambah jumlah peralatan safety yang akan digunakan
terkhusus pada alat safety belt nya.
2. Kurang lengkapnya peralatan kerja yang akan digunakan terkhusus pada job
pemasangan kawat distribusi.
DAFTAR PUSTAKA

Kadir, Abdul. 2000. Distribusi dan UtilisasiTenagaListrik. Jakarta : UI-Press

...................., 1997. Jaringan Distribusi TM-TR. Jakarta. JasaPendidikan Dan


Pelatihan PT PLN (Persero).

...................., 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik. Jakarta. Yayasan PUIL In-
donesia

...................., 1997. Praktek Operasi Distribusi TR. Jakarta. JasaPendidikan Dan


Pelatihan PT PLN (Persero).

PT PLN (Persero). 2010. Buku 3 Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Rendah


Tenaga Listrik. Jakarta.

PT PLN (Persero). 2010. Buku 4 Standar Konstruksi Gardu Distribusi Dan Gardu
Hubung Tenaga Listrik. Jakarta.

PT PLN (Persero). 2010. Buku 5 Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Menengah


Tenaga Listrik. Jakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Sisi Primer Trafo Distribusi

Lampiran 2. Name plate Trafo Distribusi


Lampiran 3. Fuse Cut Out

Lampiran 4. Proses Pengukuran Tahanan Isolasi


Lampiran 5. Proses Pemasangan

Lampiran 6. Proses Pemasangan Isolator

Anda mungkin juga menyukai