Anda di halaman 1dari 7

Anak boleh banyak, risiko kesehatan tetap terjaga

Penulis : dee Dibaca : 6311 Kategori : Berita Umum


Tanggal Posting : 25 Sep 2014 10:00:45
(Dikutip dari KONTAN)

Mayoritas masyarakat Indonesia tentu masih ingat betapa gegap gempitanya gerakan
Keluarga Berencana (KB) di zaman Orde Baru. Rezim otoriter itu bahkan menurunkan
kekuatan militer untuk mendorong masyarakat, terutama kelompok PNS/TNI/Polri yang telah
berkeluarga untuk memakai kontrasepsi.
Semboyan “dua anak cukup” sangat akrab di keseharian masyarakat kita. Anak sedikit
kemudian diidentikkan dengan kualitas hidup yang lebih baik. Dari segi kebutuhan dana
pendidikan dan kesehatan, misalnya, akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan keluarga
beranak lima orang.
Namun, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menganut prinsip banyak anak banyak
rezeki. Dus, alih-alih ikut program KB, mereka hepi-hepi saja memiliki anak lebih dari dua.
Yang menjadi persoalan, bagaimana dengan manajemen dana kesehatan keluarga beranak
lebih dari dua? Bagi keluarga PNS, masalah dana kesehatan relatif tidak menjadi persoalan.
Begitu juga bagi keluarga yang suami atau istrinya bekerja di perusahaan dengan sistem
jaminan kesehatan yang memadai hingga anak lebih dari dua.
Dalam kamus perencanaan keuangan yang sehat, dana kesehatan wajib ada. Risiko
kesehatan selalu mengintai, terlebih di tengah lingkungan hidup yang kian polutif. Dalam
perencanaan keuangan yang ideal, pengelolaan risiko kesehatan tidak sekadar masalah
pendanaan. “Tapi, meliputi juga upaya pencegahan dengan menerapkan gaya hidup sehat,
makan makanan bergizi, ikut imunisasi, dan sebagainya,” kata Budi Raharjo, perencana
keuangan OneShildt Financial Planning.
Upaya preventif kerap dilupakan oleh orang. Alhasil, acapkali orang terjebak membeli banyak
asuransi kesehatan namun menjalankan gaya hidup yang tidak sehat.
Wajib punya asuransi?
Setelah upaya pencegahan Anda lakukan, masalah ketersediaan dana untuk berobat juga
perlu dipikirkan. Budi menyebut, pengelolaan risiko kesehatan dari sisi finansial bisa Anda
tempuh melalui dua cara. Pertama, menyediakan dana darurat khusus untuk masalah
kesehatan keluarga. Kedua, melengkapi proteksi kesehatan keluarga dengan asuransi
kesehatan sesuai kebutuhan.
Ah, ujung-ujungnya duit, dong? Mungkin begitu seloroh Anda. Tapi, mau terima atau tidak,
faktanya biaya sakit memang mahal di negeri ini. “Sakit rawat jalan saja, biayanya bisa
ratusan ribu rupiah, apalagi kalau sampai opname di rumahsakit,” kata Diana Sandjaja,
perencana keuangan dari Tatadana Consulting. Dus, memiliki asuransi kesehatan wajib
hukumnya.
Nah, jadi persoalan jika dalam keluarga beranak banyak, hanya dua atau tiga anak saja yang
ditanggung oleh pemberi kerja. Bagaimana dengan jaminan kesehatan untuk anak keempat,
kelima, dan seterusnya? Kebutuhan dana darurat kesehatan maupun premi asuransi bisa -
bisa melampaui kemampuan kocek keluarga. “Jika anak tidak punya asuransi kesehatan dari
perusahaan, orangtuanya harus siap menjadi perusahaan asuransi bagi anaknya itu,” ujar
Diana.
Lantas, bagaimana jurus yang bisa kita tempuh agar semua anak kita mendapatkan jaminan
kesehatan juga? Berikut saran dari para financial planner:

Dana darurat
Keuangan yang sehat harus mengalokasikan sebagian penghasilan ke dalam pos dana
darurat. Tujuan utama pos ini adalah sebagai dana cadangan ketika mendadak si pencari
nafkah kehilangan pekerjaan.
Nah, kalau Anda tidak punya askes untuk mengkaver risiko kesehatan anak-anak, Diana
menyarankan agar Anda mencadangkan dana darurat yang terpisah dari dana darurat
keluarga. “Besarnya relatif, tetapi minimal bisa menutupi biaya perawatan, baik rawat inap
dan rawat jalan untuk penyakit yang umumnya diderita oleh anak-anak,” kata Diana. Penyakit
itu, misalnya tifus, demam berdarah, muntaber, atau infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Namun, bagaimana jika penghasilan tidak bisa disisihkan untuk memenuhi porsi dana darurat
tersebut? Tak ada cara lain, Anda harus mulai langkah penghematan pengeluaran sehingga
perlahan bisa mengumpulkan dana darurat keluarga hingga sesuai jumlah ideal.
Dana darurat bisa Anda tempatkan di tabungan, deposito, atau logam mulia.

Optimalkan BPJS
Mulai tahun ini, masyarakat Indonesia bisa menikmati jaminan kesehatan nasional melalui
BPJS. “BPJS bisa mencukupi kebutuhan dasar asuransi kesehatan,” ujar Diana.
Kabar gembiranya, BPJS Kesehatan bisa melindungi keluarga hingga maksimal lima anak!
Persyaratannya, selama anak-anak Anda belum menikah dan tidak punya penghasilan
sendiri, berusia di bawah 21 tahun atau di bawah 25 tahun tapi tengah menempuh pendidikan
formal. Bahkan BPJS juga memberi perlindungan pada anak tiri dari perkawinan yang sah,
juga anak angkat.
Budi menambahkan, BPJS Kesehatan sejatinya telah cukup memadai sebagai asuransi
kesehatan keluarga. Ada banyak keunggulan BPJS yang bahkan tidak dimiliki oleh asuransi
kesehatan komersial, antara lain pendaftaran BPJS terbilang mudah karena tidak
mensyaratkan pre-existing condition atau kondisi awal peserta. Banyak testimoni datang dari
masyarakat yang telah menikmati layanan BPJS Kesehatan menunjukkan, kendati menjadi
peserta ketika kondisi fisik sudah sakit, mereka tetap dilayani. “Variasi layanannya juga
banyak mulai kelas 3 hingga kelas 1,” kata Budi.
Yang menarik, BPJS Kesehatan juga memberikan layanan rawat jalan. Produk asuransi
kesehatan komersial jarang yang mengkaver hal ini. Kalaupun ada, biasanya preminya
sangat mahal.
Lalu, berapa besar iuran BPJS Kesehatan? Jika Anda karyawan perusahaan swasta, besar
iuran mencapai 4,5% dari gaji atau upah per bulan dengan pembagian 4% dibayar oleh
pemberi kerja dan sisanya dibayar oleh pekerja sendiri.
Sedang iuran untuk keluarga tambahan si karyawan, terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran adalah 1% dari gaji bulanan karyawan. Iuran untuk
anggota keluarga tambahan itu dibayar sendiri oleh karyawan.
Pilih askes tepat
Nah, karena BPJS Kesehatan bersifat wajib, Anda sebagai warga negara Indonesia
diasumsikan telah dilindungi oleh jaminan kesehatan dari pemerintah. Namun, boleh jadi
Anda masih merasa kurang sreg dengan sistem BPJS sehingga masih menimbang pembelian
askes komersial untuk meleng-kapi perlindungan kesehatan bagi anak-anak Anda.
Memang, jika merujuk alur rujukan, peserta BPJS memang diarahkan untuk datang ke
puskesmas sebagai rujukan pertama. Pilihan rumahsakit juga terbatas pada rumahsakit yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Begitu juga pilihan kelas perawatan.
Kalau kurang nyaman dengan itu, Anda masih bisa mengombinasikan layanan BPJS deng an
layanan askes komersial. “Kita bisa menambahkan dengan askes lain yang memberlakukan
asas coordination of benefit (COB) atau koordinasi manfaat sesuai aturan BPJS,” kata Diana.
Hingga Juni lalu, ada 30 perusahaan asuransi yang terlibat dalam kerjasama C OB, antara lain
Avrist Insurance, Arthagraha General Insurance, Asuransi Tafakul Keluarga, Asuransi Bina
Dana Arta, Asuransi Jiwasraya (Persero). Lalu, Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, Asuransi Jiwa
Generali Indonesia, AIA Financial, Asuransi Allianz Life Indonesia, dan lain-lain.
Skema COB memungkinkan dua atau lebih penanggung (payer) memberi pertanggungan
pada orang yang sama untuk manfaat asuransi kesehatan. Alhasil, Anda dimungkinkan untuk
naik kelas perawatan, berobat ke rumahsakit yang belum bekerjasama dengan BPJS, dan
sebagainya.
Untuk memilih asuransi kesehatan yang tepat, jangan lupa perhatikan hal-hal berikut.
Pertama, pastikan produk tersebut bekerjasama dengan rumahsakit provider yang sesuai
dengan kebutuhan Anda. “Pilih yang biasa kita kunjungi atau dekat dengan rumah,” kata
Diana.
Kedua, pilih manfaat di luar dari apa yang diberikan oleh BPJS. Misalnya, fasilitas rawat inap
kelas VIP atau di atasnya, memungkinkan berobat di rumahsakit yang tidak ada fasilitas
BPJS, dan sebagainya.

Ketiga, pilih skema yang sesuai dengan kebutuhan. Mau yang cashplan (santunan harian)
atau hospital benefit? Skema santunan harian tidak melihat total biaya Anda di rumahsakit.
Asuransi hanya membayar sesuai jumlah hari rawat inap dikalikan plafon yang Anda pilih.
Sistemnya biasanyareimbursement.
Sedangkan, hospital benefit, kelebihannya adalah bisa cashless sehingga Anda tidak perlu
menalangi dulu biaya rawat inap dengan uang Anda. Namun, apabila biaya perawatan
melebihi jumlah plafon yang diberikan, maka nasabah harus membayar kekurangannya.
Keempat, pilih asuransi dengan tingkat premi sesuai kebutuhan. Acuannya, premi asuransi
sekitar 10%-15% dari pendapatan bulanan. “Pilih juga perusahaan asuransi yang sehat,”
imbuh Budi.
Kalau sudah terkaver semua, Anda sekeluarga juga bisa lebih tenang beraktivitas.
BPJS Kesehatan, bukanlah Dinas Sosial

Penulis : Humas Dibaca : 14845 Kategori : Berita Umum


Tanggal Posting : 15 May 2015 10:02:55

Oleh: Fachmi Idris

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional RI, Tahun 2008-2012

Kejadian sakit adalah tidak pasti, oleh karena itu membutuhkan perlindungan awal.
Peribahasa sedia payung sebelum hujan adalah konsep yang mendasari mekanisme
kerja asuransi, sehingga diperlukan kebutuhan perencanaan di awal agar terlindungi
dari kejadian sakit yang berdampak pada kerugian “bencana keuangan” seseorang.
Bila Anda atau anggota keluarga sakit hari ini, dan berharap seketika dapat mendaftar
dan menggunakan langsung fasilitas BPJS Kesehatan, maka Anda salah besar. BPJS
Kesehatan bukanlah dinas sosial, tetapi BPJS Kesehatan adalah instrumen proteksi
sosial yang berbeda cara kerjanya dengan dinas sosial.

Jenis-jenis dari proteksi sosial atau perlindungan sosial harus dipahami masyarakat
secara baik. Jenis pertama, adalah bantuan sosial atau social assistant. Merupakan
konsep yang mendasari pekerjaan dinas sosial. Apabila ada masalah sosial saat itu,
misal ada yang sakit dan membutuhkan bantuan, selama uangnya ada, dan sesuai
peruntukan, maka langsung bisa diberikan. Contoh yang paling dekat, di Malaysia
misalnya, apabila pasien kekurangan biaya obat yang karena manfaat tersebut tidak
ditanggung oleh pemerintah, maka masyarakat bisa mengajukan permohonan
bantuan sosial dari lembaga sosial yang ada. Contoh lain yang paling umum adalah
saat terjadi bencana kemanusiaan.

Jenis kedua dari perlindungan sosial adalah jaminan sosial atau social security. Ada
dua bentuk jaminan sosial. Pertama, bentuk yang berbasis gotong royong antar warga
melalui pembayaran iuran. Bentuk inilah yang diadopsi BPJS kesehatan. Dalam
nomenklatur akademik dikenal sebagai model asuransi sosial atau social insurance
model.

Kedua, bentuk yang berbasis pemanfaatan dana pajak khusus untuk jaminan sosial.
Contohnya adalah sistem yang berlaku di Inggris. Terkenal dengan istilah National
Health Service, yang konsepnya berbasis pajak khusus, untuk membayar biaya
kesehatan atau dikenal dengan istilah tax of medicine. Konsepnya, dari seluruh
general tax yang masuk ke Pemerintah, dari awal sudah di-"ceilling" sekian persen
dari pajak tersebut untuk membiayai penduduk yang menggunakan fasilitas
kesehatan, antara lain: membayar rumah sakit.

Kembali ke BPJS. Mengingat BPJS Kesehatan bekerja berdasarkan prinsip


perlindungan sosial yang berbasis gotong royong melalui pembayaran iuran langsung,
maka sudah tentu pengelolaan BPJS Kesehatan mengandung persyaratan tertentu.
Utamanya, sebelum efektif terdaftar dan menggunakan fasilitas, ada prasyarat yang
harus terlebih dahulu dipenuhi.

Dalam praktik sehari-hari, seseorang sebelum masuk rumah sakit haruslah sudah
terdaftar terlebih dahulu di BPJS Kesehatan apabila ingin memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang disediakan, seperti layaknya peraturan pada asuransi kesehatan
pada umumnya. Perbedaannya pada saat peserta mendaftar. BPJS kesehatan hanya
meminta persayaratan administratif, tetapi tidak mensyaratkan general medical check-
up terlebih dahulu. Hal yang sangat berbeda dengan asuransi kesehatan komersial,
yang selalu melakukan medical check-up terlebih dahulu atas kondisi kesehatan
pesertanya.

Walapun tidak terlalu tepat, ilustrasi sederhananya seperti ini. Kalau kita ibaratkan
orang sakit seperti mobil yang tabrakan. Mobil tertabrak tersebut terus masuk bengkel
(baca: masuk rumah sakit). Kemudian daftar ke asuransi. Apakah kemudian, langsung
bisa minta dibayarkan klaim asuransinya? Sudah tentu tidak ada satu-pun asuransi
mobil yang dapat memenuhinya. Mobil tersebut harus terdaftar sebelum tabrakan.
Demikian juga dengan cara kerja BPJS Kesehatan. Peserta harus mendaftar
sebelum sakit. Karena apa? karena kejadian sakit kurang lebih mirip dengan kejadian
kecelakaan lalu lintas. Kita tidak pernah tahu dan sulit memprediksi kapan terjadinya.
Dalam kehidupan, resiko untuk jatuh sakit bisa kapan saja. Kalau begitu BPJS
Kesehatan seperti asuransi mobil yang bersifat komersial "dong"?

Di sinilah bedanya. Asuransi komersial, seperti halnya asuransi kecelakaan mobil,


akan mensyaratkan sejumlah iuran, sesuai kondisi mobilnya sebelum mobil tersebut
didaftarkan. Ada hitung-hitungan awal atau "general check up". Mobil yang lebih baru,
tahunnya lebih muda, pasti bayar preminya lain dengan mobil yang lebih tua. Mobil
merk tertentu juga berbeda premi atau iurannya.

Lain halnya dengan asuransi sosial sebagaimana BPJS Kesehatan. Ibarat


mobil, masyarakat juga harus mendaftar kan diri sebelum masuk rumah sakit. Namun
tidak pernah akan di-check, seperti layaknya mobil tersebut, tidak akan di-check tahun
pembeliannya kapan, tidak akan dibedakan merk nya apa. Artinya, dalam asuransi
sosial kesehatan tidak ada general check-up atas status kesehatan seseorang
sebelum menjadi peserta. Tidak seperti asuransi komersial, iuran BPJS Kesehatan
adalah sama, tidak membedakan kondisi status kesehatan peserta yang akan
mendaftar.

Menjadi peserta dulu baru menggunakan adalah konsep asuransi sosial yang dianut
BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara harus memberikan
pelayanan terbaik khususnya untuk memastikan calon peserta sudah mendaftarkan
dirinya sebelum kejadian sakit. Untuk itu perlu sosialisasi yang terus menerus,
terutama sosialisasi tentang keharusan mendaftarkan diri sebelum kejadian sakit agar
terproteksi.

Edukasi tentang mendaftar sebelum sakit perlu dipahami dengan baik, agar terhindar
dari salah paham yang seringkali berdampak pada kebingungan dan pertanyaan di
mayarakat. "…Saat saya masuk rumah sakit, kemudian daftar ke BPJS Kesehatan,
kok tidak bisa langsung menggunakan?…" ujar calon peserta. Apabila hal ini
ditanyakan ke petugas BPJS Kesehatan, pasti jawabnya, "…betul, memang seperti
itu adanya…". Karena, apabila seseorang tiba tiba dirawat dan masuk rumah sakit,
kemudian mendaftar BPJS, lalu merasa berhak dibayari BPJS Kesehatan,
artinya BPJS Kesehatan, dipaksa untuk menjadi Dinas Sosial, bukan lagi Lembaga
Jaminan Sosial Kesehatan. Ini salah, karena tidak sesuai dengan semangat
pembentukan UU BPJS.

Saat ini, butuh waktu 14 (empat belas) hari untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Artinya untuk eligible menjadi peserta, dan kemudian dapat menggunakan manfaat
Jaminan Kesehatan membutuhkan waktu 2 (dua) minggu. Proses teknis yang harus
dilalui untuk memastikan administrasi kepesertaan berjalan baik membutuhkan
waktu. Perlu waktu verifikasi data kependudukan peserta agar tidak terjadi
kepesertaan ganda, penyiapan dan pendaftaran untuk peserta terdaftar di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pilihan, dan prosedur administrasi lainnya. Hal ini
penting untuk memastikan agar pelayanan kesehatannya sesuai dengan keinginan
peserta, sementara BPJS Kesehatan juga harus memastikan bahwa jumlah peserta
yang terdaftar di FKTP tersebut masih dalam tingkat wajar. Kebutuhan waktu
pendaftaran peserta adalah untuk meningkatkan pelayanan pada calon peserta agar
terlayani dengan baik.

Waktu 14 (empat) belas hari kerja atau dua minggu ini juga tidak "mengada-ada".
Berikut kutipan yang dapat menjadi "benchmark" waktu eligibilitas peserta untuk
peserta asuransi sosial. Jepang yang sudah jauh lebih tua sistemnya, dan tentu
mungkin lebih maju teknologinya juga mensyaratkan hal ini. Dokumen Japan National
Health Insurance (NHI) menyebutkan sebagai berikut: "...People are required to join
NHI within two weeks of becoming eligible. This is required if a person moves to the
municipality from another municipality or overseas and isn’t covered by Employees'
Health Insurance, withdraws from Employees' Health Insurance (for example, due to
job loss), stops receiving public assistance, or is born (and not covered under parents
Employees Health Insurance)…”

Dengan demikian, semakin jelas, secara bersama-sama, masyarakat harus semakin


memahami dan sadar untuk mendaftarkan diri dan keluarganya di BPJS
Kesehatan, jauh hari sebelum sakit. Khususnya, untuk kelompok masyarakat peserta
pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau yang dikenal dengan istilah peserta
mandiri. Mendaftarkan diri jauh sebelum sakit, sama dengan mewujudkan pepatah
sedia payung sebelum hujan. Sebuah pepatah yang sudah sangat lama kita kenal
dan pahami.

Anda mungkin juga menyukai