Anda di halaman 1dari 9

indikator kemampuan berpikir kritis

dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut :


(1). Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
(2). Mencari alasan.
(3). Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
(4). Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya
(5). Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
(6). Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
(7). Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
(8). Mencari alternatif.
(9). Bersikap dan berpikir terbuka.
(10). Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
(11). Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
(12). Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 1 adalah mampu
merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3,
4, dan 7 adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu
masalah. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 adalah mampu memilih
argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10,
dan 11 adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator
yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu
pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195101061976031-
TATANG_MULYANA/File_24_Kemampuan_Berpikir_Kritis_dan_Kreatif_Matematik.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/194909271978032-
LILIASARI/BERPIKIR_KRITIS_Dlm_Pembel_09.pdf

BERFIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SAINS KIMIA MENUJU PROFESIONALITAS


GURU
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis dapat diidentifikasi dari perilaku yang
diperlihatkannya. Menurut Angelo (dalam Santoso, 2009) ada lima perilaku yang sistematis
dalam berpikir kritis. Lima perilaku tersebut adalah sebagai berikut.
1). Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan ini
terkandung tujuan untuk memahami sebuah konsep dengan cara menguraikan atau merinci
globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci.
2). Keterampilan Mensintesis
Keterampilam mensintesis merupakan ketrampilan yang berlawanan dengan keterampilan
menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian
menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.
3). Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan katerampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah
selesai kegiatan membaca mampu menangkap beberapa pokok pikiran bacaan, sehingga mampu
mempola sebuah konsep.
4). Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan adalah kegiatan akal pikiran manusia berdaarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian
(kebenaran) yang baru yang lain.
5). Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai
kriteria yang ada. Wade (dalam Filsaime, 2008:81) menjelaskan karakteristik berpikir kritis
yang melibatkan kemampuan-kemampuan :
1. Mengajukan berbagai pertanyaan.
2. Mengidentifikasi masalah.
3. Menguji fakta-fakta.
4. Menganalisis asumsi dan bias.
5. Menghindari penalaran emosional.
6. Menghindari oversimplifikasi.
7. Mempertimbangkan interpretasi lain.
8. Mentoleransi ambiguitas.

MEMBENTUK SISWA BERPIKIR KRITIS MELALUI


PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Desti Haryani
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
dengan tema ” Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun
Karakter Guru dan Siswa" pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UNY
http://eprints.uny.ac.id/7512/1/P%20-%2017.pdf

Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :


1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu pengalaman yang
bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau
kriteria.
2) Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di dalam
hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan
untuk manyatakan kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau
menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai
kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual
diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain.
4) inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk
membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan
informasi yang relevan.
5) explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang, kemampuan untuk
membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan
pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa
argumentasi yang meyakinkan.
6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen–elemen
yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan
mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam
mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi terhadap alasan
dan hasil berpikir (APPA, 1990).
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi kinerja seseorang
selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen berpikir kritis yang
akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir kritis individu yang
diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari komponen- komponen berpikir kritis
yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang
mengenai prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen berpikir kritis yang
akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan outcome suatu komponen berpikir kritis dengan
cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting
adalah menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir
kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan berbagai metode
sehingga gambaran kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara internasional dari para pakar
mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003) adalah :
a. Interpretasi (interpretation)
1) Pengkategorian
2) Mengkodekan/membuat makna kalimat
3) Pengklasifikasian makna
b. Analisis (analysis)
1) Menguji dan memeriksa ide-ide
2) Mengidentifikasi argument
3) Menganalisis argumen
c. Evaluasi (evaluation)
1) Mengevaluasi dan memepertimbangkan klain/pernyataan
2) Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen
d. Penarikan kesimpulan (inference)
1) Menyangsikan fakta atau data
2) Membuat berbagai alternative konjektur
3) Menjelaskan kesimpulan
e. Penjelasan (explanation)
1) Menuliskan hasil
2) Mempertimbangkan prosedur
3) Menghadirkan argument
f. Kemandirian (self-regulation)
1) Melakukan pengujian secara mandiri
2) Melakukan koreksi secara mandiri
Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam kelas menurut Ennis
(Innabi, 2003) adalah :
Indikator umum :
a. Kemampuan (abilities)
1) Fokus pada suatu isu spesifik
2) Menyimpan tujuan umum dalam pikiran
3) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi
4) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas
5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar kemudian mendiskusikannya
6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru
7) Secara tepat menggunakan pernyataan atau symbol
8) Menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis
9) Kekonsistenan dalam pernyataan-pernyataan
b. Pengaturan (dispositions)
1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya dikerjakan
sebelum menjawab
2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi yang diberikan sebelum menjawab
3) Mendorong siswa untuk mencari informasi yang diperlukan
4) Mendorong siswa untuk menguji solusi uang diperoleh
5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan informasi dengan menggunakan table,
grafik, dan lain-lain.
Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi (konten) :
a. Konsep (concept)
1) Mengidentifikasi karakteristik konsep
2) Membandingkan konsep dengan konsep lain
3) Mengidentifikasi contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan
4) Mengidentifikasi kontra contoh konsep yang diberikan
b. Generalisasi (generalization)
1) Menentukan konsep-konsep yang termuat dalam generalisasi dan keterkaitannya
2) Menentukan kondisi-kondisi dalam menerapkan generalisasi
3) Menetukan rumusan-rumusan yang berbeda dari generalisasi (situasi khusus)
4) Menyediakan bukti pendukung untuk generalisasi
c. Algoritma dan keterampilan (algoritms and skills)
1) Mengklarifikasi dasar konseptual dari keterampilan
2) Membandingkan performan siswa dengan performan yang patut dicontoh
d. Pemecahan masalah (problem solving)
1) Merancang bentuk umum untuk tujuan penyelesaian
2) Menentukan informasi yang diberikan
3) Menentukan relevansi dan tidak relevansinya suatu informasi
4) Memilih dan menjastifikasi suautu strategi untuk memecahkan masalah
5) Menentukan dan mendeduksi sub-tujuan yang mengarah pada tujuan
6) Menyarankan metode alternative untuk memecahkan masalah
7) Menentukan keserupaan dan perbedaan suatu masalah yang diberikan dan masalah lain.
Makalah berpikir kritis
12 Desember 2012 by dianmutiarach
http://dianmutiarach.wordpress.com/2012/12/12/makalah-berpikir-kritis/

Melihat perkembangan kekinian, mahasiswa perlu dibekali dengan kemampuan untuk mengkaji
setiap masalah secara kritis, sebagaimana Wahab (1990: 56) mengemukakan bahwa ada empat
alasan mengapa mahasiswa perlu dibiasakan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, yaitu
sebagai berikut:
1. Tuntutan zaman, kehidupan kita dewasa ini menuntut setiap warga negara
dapat mencari, memilih dan menggunakan informasi untuk kehidupan dalam
masyarakat dan bernegara.
2. Setiap warganegara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga
dituntut mampu berpikir kritis dan kreatif.
3. Kemampuan memandang sesuatu hal dengan cara baru dalam memecahkan masalah.
4. Merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar mahasiswa kita
disatu pihak bisa bersaing dengan fair, dilain pihak bisa bekerjasama dengan bangsa-bangsa
lain.Mahasiswa perlu dibantu untuk kritis terhadap bahan perkuliahan dan masalah yang
dihadapi. Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh
mahasiswa. Dengan keterampilan ini diharapkan mahasiswa mempunyai cara terbaik dalam
menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai pengetahuan ataupun teori yang telah ia
pelajari, baik masalah yang bersifat intrapersonal maupun interpersonal. Meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis itu tidak bisa hanya diceramahkan atau dijelaskan
saja, akan tetapi harus banyak melatih dan mempraktekkan keterampilan itu. Berdasar pada hal
tersebut, maka harus dilakukan suatu upaya untuk membiasakan mahasiswa menganalisis dan
mencari upaya pemecahan masalah disekitarnya, salah satunya dengan menggunakan metode
studi kasus dalam perkuliahan karena metode studi kasus merupakan metode yang
mengkomparasikan materi perkuliahan untuk menganalisa permasalahan yang sedang terjadi
Ennis (dalam Costa, 1988: 54 – 57) membagi indikator keterampilan berfikir kritis menjadi lima
kelompok, yaitu: 1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification); 2) membangun
keterampilan dasar (basic support); 3) membuat inferensi (inferring); 4) membuat penjelasan
lebih lanjut (advanced clarification); 5) mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).
PENERAPAN METODE STUDI KASUS DALAM UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA
PADA MATA KULIAH HUBUNGAN INTERNASIONAL

Oleh :
Leni Anggraeni, S.Pd., M.Pd.
ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MKFIS/article/download/462/380
oleh L Anggraeni - 2012

 Manusia tidak dilahirkan dengan kemampuan berpikir kritis, atau dapat dimiliki dengan
sendirinya. Berpikir kritis merupakan suatu kemampuan belajar yang harus dilatih
 Critical thinking dapat diajarkan dalam kurikulum fakultas dengan memasukan dalam materi
belajar aktif berupa diskusi-diskusi kelompok kecil yang di fasilitasi oleh seorang fasilitator.
repository.unand.ac.id
DETTY IRYANI
MEDICAL EDUCATION UNIT (MEU) FK-UNAND

1. definisi dari critical thinking?


Cara berpikir cepat dan tepat dengan mempertimbangkan resiko.
Berpikir kritis adalah berpikir yang beralasan, reflektif, bertanggung jawab dan terampil berpikir
yang fokus dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya.
Seseorang yang berpikir kritis dapat mengajukan pertanyaan dengan tepat, memperoleh informasi
yang relevan, efektif dan kreatif dalam memilah-milah informasi, alasan logis dari informasi, sampai
pada kesimpulan
yang dapat dipercaya dan meyakinkan
ED Murwani - Jurnal Pendidikan Penabur- No, 2006 - bpkpenabur.or.id
2. Apa ciri-ciri pemikir kritis?
Menyadari pemikiran nya sendiri
Mampu membuat rencana yang efektif
Menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang dianggap berguna
Sensitif terhadap umpan balik
Mengevalusi keefektifan tindakannya
A Sidharta - 2005 - p4tkipa.net
3. tujuan dari critical thinking?
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk dapat memahami
secara total tentang suatu kenyataan, memahami ide dasar yang dapat mengatur
kehidupannya setiap hari dan memahami suatu arti dibalik suatu kejadian.
UM Zamroni - 2011 - digilib.unila.ac.id

1. Bagaimana cara-cara mengembangkan critical thinking?


a. Menerapkan model pembelajaran problem based instruction (PBL)
Sumber: Afrizon. Renol. Peningkatan Perilaku Berkarakter dan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTSN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-
Fisikam Menggunakan Model Problem Based Instruction.http://ejournal.unp.ac.id
2. Mengapa critical thinking wajib dikembangkan sejak dini?
a. Memungkinkan seseorang untuk menganalisis, menilai, menjelaskan dan
meretrukturisasi
b. Diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang butuh kreativitas
c. Karena pemikiran kritis perlu dipupuk dan ditumbuhkan pada setiap stadium
pembelajaran termasuk pembelajaran awal
Sumber: Murti, Bhisma. Seri Kuliah Blok Budaya Ilmiah. Fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf

1. Apa hubungan critical thinking, clinical reasoning, dan critical participation?


a. Critical ThinkingClinical Reasoning
dalam Clinical Reasoning harus diterapkan Critical Thinking karena setiap
pasien dan masalahnya memiliki karakteristik masing-masing yang khas dan
unik, jadi harus dipertimbangkan menyeluruh, bukan dengan pattern
recognition atau pengalaman masa lalu (kurang efektif).
Sumber: Lestari, Endang. Telaah Kritis Terhadap Clinical Reasoning dalam
Koonteks Critical Thinking.

3. Apa ciri-ciri pemikir kritis?


a. Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting merumuskannya
dengan jelas dan teliti
b. Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan
c. Mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan
d. Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan dan bukti yang kuat dan
mengujinya menggunakan kriteria dan standar yang relevan
e. Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran
f. Mampu mengatasi kebingungan (membedakan fakta, opini, teori, dan
keyakinan)
g. Mengomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya
menemukan solusi
h. Jujur terhadap diri sendiri
Sumber: Murti, Bhisma. Seri Kuliah Blok Budaya Ilmiah.
Fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut
dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)

At Tabari dari Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra, bahwa orang-orang Quraisy
mendatangi kaum Yahudi dan berkata: "Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa
kepadamu?"
Pertanyaan itu dijawab: "Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya".
Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan berkata: "Bagaimana halnya Isa?".
Pertanyaan itu dijawab: "Isa itu menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta
menghidupkan orang yang sudah mati".
Selanjutnya mereka mendatangi Rasulullah saw dan berkata: "Mintalah dari Tuhanmu supaya bukti
Safa' itu jadi emas untuk kami".
Maka berdoalah Nabi Muhammad saw kepada Allah dan turunlah ayat tersebut di atas yangi intinya
mengajak supaya mereka memikirkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang
menakjubkan di alamnya, seperti bintang-bintang, bulan dan matahari serta peredarannya laut,
gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang, tambang-tambang dan sebagainya
di bumi ini.
Memikirkan pergantian siang dan malam. mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih
lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan Kekuasaan
Penciptanya bagi orang-orang yang berakal.

Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: "Wahai 'Aisyah saya pada malam ini
beribadah kepada Allah SWT ".
Jawab Aisyah ra: "Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang
melayani kemauan dan kehendaknya" Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan.
Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak jauh dari
tempatnya itu lalu shalat sunah. Di waktu shalat Beliau menangis sampai-sampai air matanya
membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Quran yang dibacanya. Setelah shalat Beliau
duduk memuji-muji Allah SWT dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat
kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.
Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya: "Wahai
Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa
Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang".
Nabi menjawab: "Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada
Allah SWT SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah SWT telah
menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata: "Alangkah rugi dan celakanya orang-orang
yang membaca ini dan tidak memikir dan merenungkan kandungan artinya"

Suatu ketika, selepas shalat berjamaah di masjid, Rasulullah saw. berkumpul bersama para
sahabatnya. Kemudian beliau meminta sahabat Ibnu Mas'ud membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Pada
awalnya Ibnu Mas'ud menolak halus karena ia merasa Rasulullah jauh lebih memahami Al-Qur'an
daripada dirinya. Namun sesungguhnya Rasulullah mengetahui kelebihan masing-masing dari para
sahabatnya. Dan Ibnu Mas'ud ini, meskipun tubuhnya kecil dan sedikit cacat kakinya (pincang
jalannya), namun ia memiliki suara yang merdu dan bacaannya bagus. Sehingga ketika Rasulullah
memintanya kembali, Ibnu Mas'ud pun menurutinya. Ketika itu Ibnu Mas'ud membaca ayat-ayat Al-
Qur'an surah Ali Imran. Dan ketika sampai pada ayat 190-191(seperti di atas), terdengar isak tangis
Rasulullah, sehingga Ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya. Para sahabat pun merasa heran melihat
Rasulullah menangis, sehingga meraka bertanya seperti pertanyaan yang diajukan Bilal kepada
Rasulullah ketika ayat tersebut baru saja turun pada kisah asbabun nuzul di atas. Rasulullah
bersabda : "Celakalah bagi orang yang membaca ayat ini, namun tidak memahami maknanya".

Memperhatikan hadits Rasulullah saw tersebut setiap kita baca Al-Qur’an henddaknya memahami isi
dan merenungkan maknanya (tafakur). Bagi mereka yang memiliki pemikiran luas dan mendalam
atau berinteligensi tinggi, maka seluruh apa yang ada di langit dan di bumi yang tercipta itu
merupakan kenyataan ontologis, sebagai ayat kauniyyah Allah SWT untuk dipelajari. Demikian pula
tentang pergantian waktu malam dan siang memberikan makna tertentu, paling tidak dapat
menimbulkan pertanyaan yang semakin mendalam, kemudian menyimpulkan secara sederhana
bahwa ada fenomena alam yang penuh keteraturan dan ke-ajeg-an, sebagai suatu hukum alam yang
berlaku atau sunnatullah. Dan kunci tabir sunnatullah tersebut tersirat dalam Al-Qur'an bagi orang
yang memperhatikan dan memahaminya.

Banyak di antara kita yang pandai membaca Al-Qur'an, bahkan mengerti artinya. Namun umumnya
kita tidak pandai membaca ayat-ayat kauniyyah yang ada di alam ini, sehingga kita tidak menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Atau sebaliknya, banyak di antara kita yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi jauh dari tuntunan Al-Qur'an. Sehingga kemudian terjadi dikotomi
antara petunjuk Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan, bahkan dalam beberapa hal saling bertentangan.
Oleh karenanya, Allah SWT akan mengangkat derajat seorang muslim yang mau belajar dan
berusaha dengan sungunh-sungguh (mujahadah) memahai dan melaksanakan petunjuk-petunjuk
(hidayah) Allah di dalam Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan sebagai pembuktian akan ke-Esa-an, ke-
Agung-an dan ke-Benaran Allah SWT, dimana dalam beberapa firmanNya orang tersebut diberi
predikat sebagai Ulul Albab (QS Ali Imran 190-191 dan Ar Ra'd 19-22)

Istilah Ulul Albab diambil dari bahasa Al-Quran sehingga untuk memahaminya diperlukan kajian
terhadap nash-nash yang berbicara tentang Ulul Albab, karena itu agar diperoleh pemahaman yang
utuh mengenai istilah tersebut, maka diperlukaan kajian mendalam terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan Ulul Albab, baik dari segi lughawi (bahasa) maupun dari kandungan makna yang
dibangun dari pemahaman terhadap pesan, kesan, dan keserasian (munasabah) antara ayat yang
satu dengan ayat-ayat sebelumnya.

Menurut Prof . Dr. M. Qurash Shihab (1993) seorang ahli tafsir di Indonesia menjelaskan bahwa
kata Albab adalah bentuk jamak dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu. Kacang misalnya,
memiliki kulit yang menutupi isinya, maka isi kacang itulah yang disebut dengan lubb. Dengan
demikian, Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi
oleh kulit atau kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir sebagaimana terungkap
dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 190-191. Dalam kaitannya dengan Al-Quran surat Ali Imran
ayat di atas, ia menjelaskan bahwa orang yang berdzikir dan berfikir (secara murni) atau
merenungkan tentang fenomena alam raya, maka akan dapat sampai pada bukti yang sangat nyata
tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.

Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan
fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga,
mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak pernah melepaskan Allah SWT dari ingatannya
ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas
manusia dalam hidupnya. Jadi,dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam
kehidupan. Ada dua dimensi dalam melaksanakan dzikir; (1) bi al-bathin dan (2) bi al-dhahir. Dzikir
dengan batin atau dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu thawaf kepada Allah SWT,
disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (qalbu al-dzakir).
Bukan hati berkata “Allah SWT… Allah SWT.. Allah SWT..” namun qalbu benar-benar hadir di
hadapan Allah SWT SWT. Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati.
Bahkan dari “qalbu al-dzakir” ini berimplikasi atau menjadikan efek pada gerak-gerik seluruh tubuh
dan fikiran, yang kita bisa sebut dengan (2)“dzikir bi al-dhahir”. Bila manusia telah dimampukan
hatinya senantiasa thawaf kepada Allah SWT (qalbu al-dzakir) maka seluruh tindakan dan fikirannya
berdasarkan petunjuk (hidayah) dari Allah SWT. Bisa kita artikan juga bahwa menggunakan seluruh
anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah SWT atau yang diridhai Allah SWT.
Secara reflek pun lisan kita akan berucap hamdallah ketika mendapatkan nikmat, ketika memulai
suatu pekerjaan mengucapkan basmalah, ketika takjub mengucapkan tasbih. Refleksi lisan yang
demikian biasa kita sebut dengan “dzikru al-lisan” yang masih bagian dari “dzkir bi al-dhahir”.

Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat.
Dalam pembahasan ayat ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai
fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau
mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam, Allah SWT. Dengan kalimat sederhana begitu melihat
makhluk fikiran dan hati reflek ingat (dzikir) kepada Allah SWT.

Keberhasilan hidup bagi penyandang Ulul Albab bukan terletak pada jumlah kekayaan, kekuasaan,
sahabat, dan sanjungan yang diperoleh, melainkan terletak pada ke-ridha-an Allah SWT. Selalu
memilih jenis dan cara kerja yang shaleh artinya mereka bekerja dengan cara yang benar, lurus,
ikhlas, dan profesional.
Dari uraian diatas, menurut penulis bentuk operasional suatu alat ukur sebagaimana terkandung
dalam 16 ayat Al-Quran, ditemukan adanya 16 ciri khusus yang selanjutnya disarikan ke dalam 4
(empat) ciri utama, yang menjadi konsep Ulul Albab yaitu:
1) Kedalaman spiritual yaitu karunia (fadlal) Allah SWT yang dianugerahkan kepada manusia
berupa kesadaran terhadap kehadiran Allah SWT kapan dan di mana saja berada, dan dalam kondisi
apa pun.

2) Keagungan akhlak yaitu kemampuan berperilaku mulia sesuai dengan ajaran Islam sehingga
perilaku tersebut menjadi ciri dari kepribadiannya.

3) Keluasan ilmu yaitu kualitas seseorang yang dicirikan dengan kepintaran dan kecerdikan
dalam menyelesaikan masalah. Selalu kreatif, inofatif dan responsif dalam melihat persoalan,
terutama persoalan yang mencakup masyarakat atau umat.

4) Profesional yaitu kemampuan seseorang untuk bekerja dan berperilaku sebagai seorang
profesional dibidangnya. Kemampuan ini dicirikan dengan adanya kesediaan untuk menyampaikan
ilmu, kesediaan berperan serta dalam memecahkan masalah umat, dan kebiasaan untuk bertindak
sesuai dengan konsep ilmiah dan islami.

Dari ke 4 (empat) ciri dan konsep Ulul Albab tersebut, penulis menggaris bawahi bahwa akibat atau
efek dari ciri dan konsep yang no 1 (pertama)-lah kemudian melahirkan ciri-ciri dan konsep-konsep
Ulul Albab berikutnya. Karena hati yang telah sadar akan hadirnya Allah SWT kapan dan di mana
saja berada dan dalam kondisi apa pun akan menuntun akal pikiran sikap dan tingkah laku menjadi
penuh nilai kemuliaan dan kehormatan yang hakiki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik maka akan
baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal
daging itu bernama qolbu”.

Anda mungkin juga menyukai