PENDAHULUAN
Desa pakraman merupakan organisasi desa adat yang tersebar ribuan jumlahnya di
seluruh pelosok Bali. Setiap desa pakraman memiliki beberapa organisasi kemasyarakatan
yang lebih kecil disebut banjar adat. Banjar adat-banjar adat ini mengatur tata kehidupan dan
perilaku sosial warga banjarnya berdasarkan awig-awig yang berlaku di desa pakramannya
(Surpha, 2004:24-25). Setiap banjar adat memiliki sebuah bale banjar adat yang berfungsi
untuk mewadahi kegiatan warga banjar terutama untuk kegiatan bermusyawarah. Sebuah bale
banjar adat biasanya terdiri dari beberapa bangunan suci, bale adat, bale pertemuan, bale kulkul
dan dapur. Menurut Putra (1988:8) dan Murdha dkk (1981: 34-36) bale banjar adat bagi
masyarakat Bali bermakna sebagai pusat aktifitas sekaligus sebagai simbol politis spiritual
pemersatu, sebagai simbol identitas pengenal dan semangat warga.
Bale banjar adat semula hanya berfungsi sebagai tempat berkumpul dan
bermusyawarah masyarakat banjar. Sejalan dengan berkembangnya lahan pada kawasan
perkotaan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, serta terbukanya peluang-peluang kegiatan
ekonomi baru (Sueca, 1997:84), maka terjadilah perubahan fungsi awal bale banjar yang ada,
yaitu semula sebagai tempat bermusyawarah (fungsi sosial-politik) berubah dan bertambah
menjadi fungsi budaya dan fungsi ekonomi (Adhika 1994:3)
Paper ini menekankan dan melihat perubahan fungsi pada arsitektur bale banjar adat A
khususnya di Denpasar. Banjar yang akan dibahas pada paper ini adalah Banjar Alangkadjeng,
Denpasar Barat. Paper ini semata-mata merupakan tugas mata kuliah Arsitektur dan Budaya
yang dijadikan penilaian terkait ujian tengah semester (UTS). Dalam hal ini analisis yang
dilakukan adalah dengan inventarisasi banjar yaitu melakukan kegiatan mencatat data-data dan
pelaporam terkait kegiatan, sejarah ataupun sistem pada banjar tersebut.
1
BAB II
EXISTING
Pada bab existing ini akan dibahas mengenai banjar secara umum, sejarah dan
kronologi pembangunan Banjar Alangkadjeng, gambaran umum lokasi banjar dan luas
bangunan, sistem organisasi, fungsi, dan fasilitas-fasilitas yang terdapat di Banjar
Alangkadjeng, Kelurahan Pemecutan, Denpasar Barat.
Arsitektur bale banjar pada dasarnya merupakan suatu wadah kegiatan musyarakat
yang berkaitan dengan pakraman, agama dan bentuk-bentuk sosial lainnya, dengan melibatkan
sebagian atau seluruh anggota banjar. Sejalan dengan pertumbuhan teknologi, komunikasi,
informasi dan ekonomi di era global ini, arsitektur bale banjar terlihat mengalami
perkembangan fungsi maupun bentuknya terutama di Kota Denpasar dan sekitarnya.
BALE (bahasa Bali), juga berarti "balai" (dalam bahasa Indonesia) yang artinya
gedung, rumah (umum), atau bangunan terbuka. Kata banjar, selain berarti jajar atau berderet
ke samping, juga memiliki arti kelompok. Misalnya, mabanjar berarti masuk kelompok suatu
unit sosial yang di Bali disebut banjar. Kata banjar juga memiliki arti yang sama dengan banjah
yang artinya "membentang". Sehingga, bale banjar mengandung arti "suatu balai atau tempat
membentangkan suatu masalah yang dihadapi oleh krama banjar" atau "suatu bangunan
terbuka yang digunakan untuk kepentingan bersama warganya."
Umumnya, lokasi bale banjar terletak di sudut perempatan, pertigaan jalan, atau di
sudut pertemuan antara jalan dengan gang yang mudah dicapai oleh krama banjar. Dalam
bentuknya yang tradisional, pekarangan bale banjar tidak memiliki tembok panyengker. Pada
dasarnya, pola penataan massa bangunan bale banjar menyerupai tatanan umah. Sebelah timur
laut (kaja kangin) berupa tempat suci, biasanya terdiri dari padmasana, tugu, gedong dan tajuk.
Di dekatnya (sebelah barat) dibangun bale gede atau bale sumanggen bertiang 12, atau bisa
pula bale lantang bertiang enam. Di sebelah selatan/tenggara terletak lumbung dan paon (dapur
banjar), dilengkapi bale paebatan serta bale kulkul di pojok barat dayanya.
2
Di tengah-tengah pekarangan merupakan natah atau ruang terbuka yang dipasang
tetaring (kerangka bambu) ditutupi atap dari daun kelapa, tempat rapat (sangkep) banjar atau
kegiatan lain yang menampung kapasitas warga banjar dalam jumlah besar. Ruang pertemuan
bentuk tetaring inilah kemudian berkembang bentuknya jadi wantilan, sebagai ruang serba
guna, dalam kondisi yang lebih permanen. Wantilan dibangun dengan konstruksi utama empat
tiang induk, dikitari 12 tiang jajar pada sisi-sisinya. Selain itu, atap wantilan umumnya
bertumpuk dan bercelah. Bentuk dasar wantilan, awalnya, segi empat bujur sangkar dan
berorientasi ke dalam (memusat). Umumnya lantai di bagian tengahnya lebih rendah. Lambat
laun bentuk dasarnya berkembang jadi segi empat panjang, ditambah panggung pentas atau
ruang pertunjukan di salah satu sisi denahnya.
Gambar 2.1
Peta Wilayah Banjar Alangkadjeng
Sumber : Observasi penulis
3
• Sebelah Timur : Tukad Badung, Desa Dauh Puri Kangin
• Sebelah Selatan : Lingkungan Banjar Gelogor
• Sebelah Utara : Lingkungan banjar Pemeregan
4
belah krama-krama Banjar asli/kuno. Kemudian karena hal tersebut Belanda menjadikan
Banjar Alangkadjeng Menak menjadi Banjar Barak dan Banjar Alangkadjeng Gede menjadi
Banjar Gadang. Pemisahan Banjar Alangkadjeng Gede kemudian diatur oleh Cokorda
pemecutan X dengan .... yaitu menempatkan beberapa keturunannya di Banjar Alangkadjeng
Gede. Hal tersebut dimaksudkan agar ikatan persaudaraan tetap terjalin antara Banjar
Alangkadjeng Menak dan Alangkadjeng Gede. Sehingga pada Banjar Alangkadjeng Gede,
krama Banjarnya bercampur antara kasta ksatrya, dan waisya (ida bagus, anak agung, gusti)
dengan kasta sudra.
5
- Petajuh II : Pawongan
- Petajuh III : Palemahan
- Kelian tempek kaja
- Kelian Tempek Tengah
- Kelian Tempek Kelod
Sekehe :
- Sekehe Teruna
- Sekehe Gong
Krama Banjar
Kesinoman
Puri Pemecutan
Jalan Hasanudin sebagai
akses utama wilayah Banjar
Alangkajeng
Patung Raja
Pemecutan yang Tukad Badung
terdapat di pempatan sebagai batas timur
batas wewidangan wilayah/wewidanga
Banjar Alangakjeng n Banjar
Alangkajeng
Gambar 2.2
6
tersebut dimaksudkan agar ikatan persaudaraan tetap terjalin antara Banjar Alangkajeng
Menak dan Banjar Alangkajeng Gede.
7
Gambar 2.5 Pura Banjar Alangkajeng Gede dan Alangkajeng Menak
Gambar 2.7 Panggung & batas antara Banjar Alangkajeng Gede & Banjar Alangkajeng Menak
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banjar Alangkadjeng berlokasi di Kelurahan Pemecutan Kecamatan Denpasar Barat.
Kelurahan pemecutan mempunyai luas 1.980.000 m2 dan membujur kearah barat. Batas-batas
Banjar Alangkadjeng adalah :
• Sebelah Barat : Lingkungan Celagi gendong,
• Sebelah Timur : Tukad Badung, Desa Dauh Puri Kangin
• Sebelah Selatan : Lingkungan Banjar Gelogor
• Sebelah Utara : Lingkungan banjar Pemeregan.
Terkait sejarah singkat dari keberadaan banjar alangkajeng ini, awalnya Banjar
Alangkadjeng adalah sebuah Banjar kecil yang belum berbentuk megah seperti sekarang.
Banjar Alagkadjeng pada awalnya berdiri dengan nama Alangkadjeng di sebuah tanah lapang
di bagian kanan dari jalan umum depan Puri Pemecutan. Kemudian atas perintah Cokorda
Pemecutan X, Bale banjar Alangkadjenng yang semula berada di kanan jalan umum,
dipindahkan ke bagian kiri jalan di tempatnya yang sekarang dengan menggunakan tanah
kosong yang dimiliki oleh keluarga Puri Pemecutan.
Terkait dengan fasilitas keruangan yang ada di Banjar Alangkajeng ini disesuaikan
dengan nilai sakral dan profan. Fasilitas ini meliputi bale banjar, Merajan Banjar, bale banten
dan juga bale kulkul.
3.2 Saran
Dalam paper ini dipaparkan mengenai gambaran umum, sejarah banjar terkait
kronologi pemisahan banjar, perkembangan manajamenen internal banjar dan teritorialitas
wilayah/wewidangan, perubahan fungsi bale banjar dan fisilitas keruangan milik banjar
alangkajeng.
Dalam mendukung pelestarian budaya di pusat Kota seperti komunitas Banjar di
Denpasar, hendaknya dilakukan kerjasama antara krama banjar dan pemerintah daerah guna
melestarikan dan memperkuat keberadaan Banjar-Banjar tradisional di Denpasar. Dengan
adanya pengakuan atas keberadaan banjar tradisional di pusat kota, dapat membuka peluang
untuk membangkitkan pariwisata Kota Denpasar dengan melibatkan seluruh komunitas banjar
adat di Denpasar.
9
DAFTAR PUSTAKA
Adhika, I Made. 2015. “Banjar dan Konsep Komunitas Di Bali”. Denpasar: Udayana
University Press.
Bali Media Info. 2012. “Sejarah Asal Usul Banjar di Bali” dalam <
http://www.balimediainfo.com/2015/01/sejarah-asal-usul-adanya-banjar-di-bali.html > akses
25 Mei 2016.
Wagiswari, Hening. 2018. “Perkembangan Tata Ruang Wewidangan/Wilayah Banjar Yang
Mengalami Pemisahan Di Denpasar”. Denpasar. Tesis : Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar.
DAFTAR INFORMAN
a) Nama : Bapak Nyoman Djenami
TTL : Denpasar 2 Januari 1944
Usia : 73 tahun
Alamat : Jalan Bukit Tinggal Gang III/9
Pekerjaan : Swasta, Mantan Bendesa Adat dan Mantan kelian Adat Banjar
Alangkajeng Gede.
10