Anda di halaman 1dari 35

JURNAL READING

TUBERCULOSIS UROGENITAL

Oleh:
Chusnia Wardani
201910401011092

Pembimbing:

dr. Fakhri Surahmad, Sp.U, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulisan Referat stase MATA ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga,

para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Laporan kasus yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “Age-Related

Macular Degeneration (AMD)”. Penulisan referat ini diajukan untuk memenuhi

tugas individu stase mata.

Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang

sebesar besarnya kepada dr. Iqbal Hilmi Sp.M, selaku pembimbing kami, yang telah

membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya,

semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat.

Jombang, 24 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2

2.1 Anatomi Retina ................................................................................ 2

2.2 Fisiologi Retina ................................................................................ 5

Age-Related Macular Degeneration

2.3 Definisi .............................................................................................. 6

2.4 Epidemiologi ..................................................................................... 5

2.5 Etiologi .............................................................................................. 7

2.6 Patofisiologi ...................................................................................... 9

2.7 Manifestasi Klinis ............................................................................. 12

2.8 Klasifikasi ......................................................................................... 15

2.9 Diagnosis ........................................................................................... 19

2.10 Diagnosis Banding ............................................................................ 24

2.11 Tatalaksana........................................................................................ 25

2.12 Komplikasi ........................................................................................ 27

2.13 Prognosis ........................................................................................... 27

BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata

manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan

berbagai kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai

dari gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan

kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan

kebutaan perlu mendapatkan perhatian.

Degenerasi makula terkait umur (Age-Related Macular Degeneration /

AMD) merupakan suatu penyakit yang mengenai retina sentral (makula) dan

dapat menyebabkan hilangnya penglihatan sentral.1 AMD merupakan penyebab

kebutaan terbesar ketiga di dunia (5%) setelah katarak (51%) dan glaukoma

(8%).2 Peningkatan insidensi AMD terjadi bersamaan dengan pertambahan

usia, di mana sekitar 50% dari orang buta yang berusia di atas 75 tahun

disebabkan oleh penyakit AMD.3 Namun, alternatif pengobatan untuk pasien

AMD masih kurang.3 Penyebab dari AMD masih belum diketahui secara pasti.

Faktor genetik dan lingkungan diduga mempunyai peran dalam proses

patogenesis dari AMD.3

1.2 Tujuan
1. Mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis dari Age-Related

Macular Degeneration agar dapat dilakukan deteksi dini pasien.

2. Mengetahui penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi dari Age-Related

Macular Degeneration agar dapat dilakukan tindak lanjut yang tepat untuk

pasien Age-Related Macular Degeneration.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi-transparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan

berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5

mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang

garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan

lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana

Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium

pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti

yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata,

retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi

perluasan cairan subretina pada ablasio retina.11

Gambar 2.1 Gambar makroskopi retina beserta letaknya

2
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang

menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel

pigmen retina dan terdiri atas lapisan : 10,11

1. Lapisan epitel pigmen

2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.

4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan

batang.

5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan

tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6. Lapisan nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan

sel Muller.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat

sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron

kedua,

9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju

kearah saraf optic.

10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina

dan badan kecil.

3
Gambar 2.2 Gambaran simulasi mikroskopik lapisan retina

Gambar 2.3 Struktur mikroskopik dan histologi retina

4
2.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata

harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu transducer yang efektif.

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan

serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan

untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea

sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel

ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang

paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion

yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari

susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan

sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang

sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).11

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang

avaskular pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi

kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut

mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif

yangterbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal.

Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami

isomerasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran

5
yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling

luar fotoreseptor.11

Penyerapan cahaya puncak oleh rodopsin terjadi pada panjang

gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum

cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut

memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575

nm masing-masing untuk sel kerucut peka biru, hijau, dan merah. Fotopigmen

sel kerucut terdiri dari 11 sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin.11

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada

bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-

abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh

terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi

rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda

akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap

panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-

700nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,

senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh

fotoreseptor batang.11

2.3 Definisi

Degenerasi makula yang berhubungan dengan usia (AMD) merupakan

suatu gangguan penglihatan sentral retina (makula) yang bersifat progresif yang

terjadi pada populasi usia 50 tahun atau diatas 50 tahun. Jika dibawah 50 tahun

dipertimbangkan suatu distrofi macular herediter dengan gejala klinis yang

menyerupai AMD. Prevalensi Pada tahap lanjut AMD, terdapat atrofi geografik dan

6
neovaskularisasi koroidal. Umumnya pasien datang dengan keluhan

metamorfopsia, diskromatopsia, hilangnya penglihatan, dan skotoma sentral.8

Makula merupakan area sentral pada mata bagian fundus yang mudah

terlihat pada oftalmoskopi dan umumnya merupakan suatu area yang dikelilingi

saraf optikus dan pembuluh retina superior dan inferior. Sejumlah besar kondisi

yang diturunkan atau didapat termasuk ke dalam kategori degenerasi makula. Pada

AMD tipe dini, umumnya keluhan dimulai dengan adanya perubahan spektrum

yang ditemukan pada mata yang menua sebelum onset hilangnya penglihatan

terjadi. Perubahan itu termasuk drusen, yang merupakan deposit fokal kekuningan,

dan alterasi pada pigmentasi (hipo atau hiperpigmentasi) dari makula. Istilah AMD

tipe lanjut digunakan bila terdapat neovaskularisasi dan atrofi geografik.9

2.4 Epidemiologi

Age–related Macular Degeneration (AMD) adalah suatu gangguan

penglihatan sentral retina (makula) yang bersifat progresif yang terjadi pada

populasi usia 50 tahun atau diatas 50 tahun.1-3 Jika dibawah 50 tahun

dipertimbangkan suatu distrofi macular herediter dengan gejala klinis yang

menyerupai AMD.1 Menurut WHO, salah satu penyebab terbanyak kebutaan di

dunia ialah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan ke-4 sebesar 7%

dan WHO memperkirakan 8 juta orang akan mengalami kebutaan akibat AMD.5,6

Di negara berkembang, AMD menjadi penyebab terbanyak hilangnya penglihatan

yang ireversibel pada individu >50 tahun.4 Di dunia, penderita AMD diperkirakan

telah mencapai 20-25 juta jiwa yang akan bertambah tiga kali lipat akibat

peningkatan usia lanjut dalam waktu 30-40 tahun mendatang.5

7
Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai 0,13% dan

merupakan penyebab kebutaan ke empat setelah katarak, glaukoma dan kelainan

refraksi. Hal ini diketahui berdasarkan Survei Kesehatan Indra Penglihatan dan

Pendengaran.4 Salah satu penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia periode 3 Maret 2008 – 5 Januari 2009 di Jakarta Timur, yang

menggunakan 1259 responden melaporkan prevalensi AMD non eksudatif

sebanyak 52 orang (4,1%) dan eksudatif sebanyak 3 orang (0,2%). Prevalensi AMD

didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dimana 3,4% pada

kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia 50-59 tahun, dan 7,4% pada

usia >70 tahun.7

Berdasarkan hasil penelitian Singare et al.12 yang mendapatkan bahwa jenis

kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Berdasarkan rentang usia

didapatkan pasien AMD terbanyak ialah dengan rentang usia 61-70 tahun sebanyak

16 orang (39%). Hasil ini sesuai dengan definisi dari National Eye Institute.13

bahwa AMD terjadi pada usia 60 tahun atau lebih tua. Juga tidak jauh berbeda

dengan prevalensi dari Deloitte Macular Degeneration Foundation bahwa AMD

meningkat pada umur 65 tahun.14 Untuk diagnosis AMD pada pasien yang berusia

≤ 50 tahun hanya didapatkan sebanyak 4 pasien (9,8%). Ketiga teori di atas sesuai

dengan definisi dari Deloitte Macular Degeneration Foundation bahwa AMD

biasanya didapatkan pada usia ≥50 tahun.15 Dari hasil penelitian yang dilakukan

pada umur ≥81 tahun didapatkan paling sedikit yaitu hanya 3 penderita (7,3%).14

Berdasarkan diagnosis jenis AMD didapatkan pasien dengan jenis AMD

kering yang tersering, yaitu sebanyak 28 penderita (68,3%). Untuk AMD basah

hanya didapatkan sebanyak 10 penderita (24,4%) sedangkan gabungan AMD

8
kering dan AMD basah didapatkan paling sedikit yaitu sebanyak 3 penderita

(7,3%). Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan pendapat Ilyas dan

Yulianti10, serta American Optometric Association16 yang menuliskan bahwa AMD

kering lebih banyak ditemukan pada pasien yang didiagnosis AMD yaitu sebanyak

70-90% dibandingkan dengan AMD basah yang hanya 10%.16

Berdasarkan faktor risiko persentase tertinggi ialah hipertensi yaitu

sebanyak 10 pasien (24,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari

American Academy of Opthalmology dimana didapatkan adanya hubungan antara

AMD dengan hipertensi.1 Hipertensi juga menjadi salah satu faktor risiko yang

memiliki hubungan kuat dengan AMD, yang sesuai dengan hasil penelitian

Chakravarthy et al.17. Pada penelitian ini yang didapatkan paling sedikit yaitu

dengan faktor risiko DM sebanyak 3 pasien (7,3%) dan menjadi salah satu faktor

risiko yang lemah dan tidak pasti berhubungan dengan terjadinya AMD. Menurut

Erke,18 beberapa penelitian menemukan adanya hubungan AMD dengan DM tapi

tidak pada semua penelitian. Hal tersebut sama dengan EUREYE studi yang

menemukan adanya hubungan positif antara AMD neovaskuler dan DM.22 serta

menurut Jae et al.19,20 terdapat hubungan antara early AMD dan DM.

2.5 Etiologi

Penyebab pastinya masih belum diketahui. Namun, kejadian AMD dapat

ditingkatkan oleh beberapa faktor risiko, diantaranya:4

1. Umur

Faktor risiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi

macula adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang

muda, penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun berisiko lebih

9
besar terjadi dibanding dengan orang muda. Pada orang muda hanya

terdapat 2% saja yang menderita degenerasi makula, tapi risiko ini

meningkat 30% pada orang yang berusia di atas 75 tahun.

2. Genetik

Gen-gen yang tersusun dalam sistem komplemen protein faktor H,

faktor B, dan faktor C3 ditemukan rusak pada orang-orang yang mengalami

degenerasi makula. CFH yang terkait dengan bagian sistem kekebalan tubuh

yang meregulasi peradangan juga ikut berpengaruh dalam menghambat

respon inflamasi diperantarai melalui C3b (dan komplemen jalur alternatif)

keduanya bertindak sebagai kofaktor untuk pembelahan C3b menjadi

bentuk aktifnya (C3bi) dan melalui pelemahan komplek aktif yang

terbentuk antara C3b dan faktor B. Faktor komplemen H (gen yang telah

bermutasi) dapat dibawa oleh para keturunan penderita degenerasi makula.

3. Merokok

Tembakau dapat meningkatkan risiko degenerasi makula 2-3 kali

dari orang yang tidak pernah merokok. Didapatkan pada penelitian bahwa

“literatur mengkonfirmasi adanya hubungan yang kuat antara merokok dan

AMD.” Merokok cenderung memiliki efek toksik pada retina.

4. Ras

Ras kulit putih (kaukasia) sangat rentan dengan terjadinya

degenerasi makula dibanding dengan orang-orang yang berkulit hitam.

5. Riwayat keluarga

Risiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula

adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga

10
penderita dengan degenerasi makula, dan hanya 12% pada mereka yang

tidak memiliki hubungan dengan degenerasi makula.

6. Hipertensi dan Diabetes

Degenerasi makula menyerang para penderita penyakit diabetes,

atau tekanan darah tinggi karena mudah terpecahnya pembuluh-pembuluh

darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat

penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.

7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet

Paparan sinar matahari terutama cahaya biru. Sebuah penelitian

dalam British Journal of Ophthalmology menemukan pada 446 subjek tidak

terdapat pengaruh yang signifikan terhadap paparan sinar uv. Namun, pada

penelitian lain, menunjukkan bahwa sinar uv dapat menyebabkan AMD.

8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi

Pemasukan lemak yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko

degenerasi makula baik pada perempuan dan laki-laki. Makan lebih banyak

ikan air tawar (setidaknya dua kali seminggu), daging merah, dan jenis

kacang yang terlalu banyak dapat menjadi penyebab degenerasi makula.

9. Stress oksidatif

Telah disetujui bahwa oligomer prooksidan melanin dalam lisosom

di epitel pigmen retina (RPE) ikut bertanggung jawab dalam mengurangi

laju fagositosis fotoreseptor segmen batang luar oleh RPE tersebut.

10. Mutasi Fibulin

Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik di fibulin-5, dominan

autosom. Pada tahun 2004 dilakukan screening pada 402 pasien AMD dan

11
didapatkan adanya hubungan yang secara signifikan antara mutasi fibulin-5

dan insiden AMD.

2.6 Patofisiologi

AMD tipe kering ditandai oleh adanya atrofi dan degenerasi retina

bagian luar (epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan

derajat yang bervariasi). Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan

membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopi adalah drusen yang

sangat khas. Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran

bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub

posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami

kalsifikasi serta meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar

drusen terdiri dari kumpulan bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel

pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel

pigmen.4,11,23 Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya

memperlihatkan kelainan non eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita

gangguan penglihatan berat akibat penyakit ini mengalami bentuk eksudatif

akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudatif

terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek defek

kecil di membran Bruch sehingga mengakibatkan pelepasan-pelepasan lokal

epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menarik retina

sensorik di bawahnya dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena.

Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi datar dengan

bermacam- macam akibat penglihatan dan meninggalkan daerah geografik

depigmentasi pada daerah yang terkena. Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh

12
darah baru ke arah dalam yang meluas ke koroid sampai ruang subretina dan

merupakan perubahan histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya

pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral yang bersifat ireversivel

pada pasien dengan drusen4,11,23

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis paling awal pada AMD adalah adanya drusen dan

perubahan pigmen pada makula. Drusen merupakan deposit fokal dari debris

ekstraseluler yang terbentuk di antara epitel pigmen retina (RPE) dan membran

Bruch. Drusen kecil (< 63 mikrometer) bukan merupakan indikasi dari AMD

dan dapat ditemukan pada usia remaja dan dewasa pertengahan. Drusen

menengah (63 – 125 mikrometer) dan besar (> 125 mikrometer) merupakan

karakteristik AMD ketika ditemukan pada area makula. Drusen yang besar dan

halus umumnya memiliki batas yang tidak jelas dan saat ukurannya cukup

besar, dapat terjadi pelepasan RPE fokal. Drusen kutikuler atau basal laminer

yang tidak berhubungan dengan AMD menunjukkan lesi subretina dengan

banyaknya batas yang jelas. Lesi tersebut kecil, ukuran uniform, kuning, dan

sering terlihat dengan inframerah. Deposit subretina drusen atau pseudodrusen

retikuler berhubungan dengan AMD dan dipercayai sebagai marker prediktif

progresi AMD tahap lanjut. Pseudodrusen retikuler terlihat sebagai jaringan lesi

kekuningan, oval, atau bulat dengan diameter 125 – 250 mikrometer.24

Meskipun drusen merupakan gejala klinis yang pertama kali muncul,

mereka bukanlah perubahan pertama yang terdeteksi pada awalnya. Gangguan

adaptasi gelap saat perpindahan dari ruang terang ke lingkungan yang remang-

remang sering dikeluhkan oleh pasien AMD awal, meskipun ketajaman

13
penglihatan sentral tetap normal. Keluhan ini menunjukkan adanya perubahan

pada makula, yaitu adanya disfungsi fotoreseptor sel batang.24

Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi

makula antara lain:3,4

a. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk

b. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian

pusat penglihatan

c. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas

d. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan

e. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang

f. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi

penglihatan tanpa rasa nyeri

Gambar 2.4 Skotoma sentral pada pasien AMD

14
Gambar 2.5 Distorsi penglihatan penderita AMD pada Amsler Grid

2.8 Klasifikasi

Penyakit ini mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang

dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok : non-eksudatif (kering) dan eksudatif

(basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan biasanya bilateral,

manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang

lebih berat merupakan penyebab hampir 90% dari semua kasus akibat AMD.11

a. AMD tipe non-eksudatif

AMD ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel

pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat

bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran

Bruch yang dapat dilihat secara ofthalmoskopis, drusen adalah yang paling

khas. Drusen adalah endapan putih-kuning, bulat, diskret, dengan ukuran

bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan

kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu,

mengalami kalsifikasi, dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis,

15
sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinofilik yang

terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan

pelepasan fokal epitel pigmen. Selain drusen, dapat muncul secara progresif

gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar tidak merata di daerah-daerah

depigmentasi atrofi di seluruh makula. Derajat gangguan penglihatan

bervariasi dan mungkin minimal. Angiografi fluoresens memperlihatkan

pola hiperplasia dan atrofi epitel pigmen retina yang irreguler. Pada

sebagian besar pasien, pemeriksaan elektrofisiologik memperlihatkan hasil

normal.11,25 Sebagian besar pasien yang memperlihatkan drusen makula

tidak pernah mengalami penurunan penglihatan sentral yang bermakna;

perubahan-perubahan atrofik dapat menjadi stabil atau berkembang secara

lambat. Namun, stadium eksudatif dapat timbul mendadak setiap saat, dan

selain pemeriksaan oftalmologik yang teratur, pasien diberi Amsler grid

untuk membantu memantau dan melaporkan setiap perubahan simtomatik

yang terjadi.11,25

b. AMD tipe eksudatif

Walaupun pasien dengan AMD biasanya hanya memperlihatkan

kelainan non-eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan

penglihatan berat akibat penyakit ini mengalami bentuk eksudat akibat

terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudat terkait.

Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek-defek

kecil di membran Bruch, sehingga menimbulkan pelepasan-pelepasan lokal

epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menyebabkan

pemisahan retina sensorik dibawahnya, dan penglihatan biasanya menurun

16
apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan

menjadi datar, dengan bermacam-macam akibat dari penglihatan, dan

meninggalkan daerah geografik depigmentasi di bagian yang terkena.1,5

Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru ke arah dalam yang

meluas dari koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan

histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula

dan gangguan penglihatan sentral irreversible pada pasien dengan drusen.

Pembuluh-pembuluh baru ini tumbuh dalam konfigurasi roda pedati dasar

atau sea-fan menjauhi tempat mereka masuk ke dalam ruang subretina.

Kelainan klinis awal pada neovaskularisasi subretina bersifat samar dan

sering terabaikan; selama stadium pembentukan pembuluh baru yang samar

ini, pasien asimtomatik, danpembuluh-pembuluh baru tersebut mungkin

tidak tampak baik secara oftalmoskopis maupun angiografis.11,25 Walaupun

sebagian membran neovaskular subretina dapat mengalami regresi spontan,

perjalanan alamiah neovaskularisasi subretina pada AMD mengarah ke

gangguan penglihatan sentral yang irreversible dalam selang waktu yang

bervariasi. Retina sensorik mungkin rusak akibat edema kronik, pelepasan,

atau perdarahan di bawahnya. Selain itu, pelepasan retina hemoragik dapat

mengalami metaplasia fibrosa sehingga terbentuk suatu massa subretina

yang disebut jaringan parut disiformis. Massa fibrovaskular yang meninggi

dan ukurannya yang bervariasi ini mencerminkan stadium akhir AMD

eksudatif. Massa ini menimbulkan gangguan penglihatan sentral yang

permanen.11,25

17
Gambar 2.6 Makula normal, AMD non-eksudatif, dan AMD eksudatif

Gambar 2.7 Drusen pada AMD non-eksudatif

18
Gambar 2.8 Kalkulasi Resiko dan Keparahan dari AMD

2.9 Diagnosis

Kehilangan penglihatan tanpa rasa nyeri pada AMD dapat didiagnosis

ketika pasien atrofi korioretina makula geografik berumur di atas 50 tahun.

Penemuan klinik lainnya seperti drusen, gumpalan RPE, hilangnya RPE dapat

menolong sebagai konfirmasi diagnosis. Keluhan yang sering dirasakan pasien

adalah kehilangan penglihatan sentral, distorsi penglihatan, diskromatopsia,

kehilangan fungsi penglihatan secara perlahan ataupun progresif 2

Selain pemeriksaan klinis, pemeriksaan lain adalah dengan kartu

Amsler, foto fundus dengan fundusfluorescein angiography (FFA), indocyanine

green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).

1. Funduskopi26,27,28

Pada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau

indirek akan terlihat di daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen

retina seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan

dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-

retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.

19
Gambar 2.9 Tampak gambaran drusen

2. Kartu Amsler26,27,28

Pada awal AMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus

(metamorfopsia) dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan

untuk pemantauan oleh penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan

secepatnya.

Gambar 2.10 Gambaran amsler normal

20
Gambar 2.11 Amsler grid dengan skotoma metamorfopsia pada pasien AMD

3. Fundus fluorescein angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai Choroidal

Neovascularization (CNV). Gambaran FFA dapat menentukan tipe lesi,

ukuran dan lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.

Selain itu prosedurnya tidak menyebabkan rasa sakit dan sangat aman.
26,27,28
Pasien duduk di depan kamera fundus, kemudian dimasukkan kateter

IV kecil ke vena, biasanya pada vena di lengan. Kemudian cairan disuntikan

melalui kateter dan akan beredar di seluruh pembuluh darah tubuh termasuk

pembuluh darah di mata. Filter khusus akan membuat warnanya lebih

21
menonjol dibandingkan retina sebagai latar belakangnya. Kemudian

diperhatikan apakah terdapat kebocoran atau apakah terdapat CNV.27 FFA

juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan sebagai

pemantauan dalam menentukan adanya CNV yang menetap atau berulang

setelah tindakan laser. Dari gambaran FFA, dapat ditentukan beberapa tipe

lesi, yaitu26,27,28

a. CNV Klasik: gambaran hiperfloresin berbatas tegas pada fase pengisian

awal arteri, dan pada fase lambat tampak kebocoran fluoresin sehingga

batasnya menjadi kabur.

b. CNV Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran

hiperfloresin granular dengan batas tidak tegas.

c. Minimal klasik: lesi klasik < 50% dibandingkan dengan tipe tersamar.

d. Predominan klasik: lesi klasik >50% dibandingkan dengan tipe tersamar

Gambar 2.12 Kamera fundus untuk memeriksa dengan pewarnaan

4. Indocyanine green angiography (ICGA) 26,27

ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid sehingga struktur koroid

dapat terlihat lebih detail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada

22
kelainan koroid dan menghilangkan blokade yang terjadi pada FFA,

sehingga sering digunakan dalam diagnosa CNV tersamar.

Gambar 2.13 Pemeriksaan ICGA

5. Optical coherence tomography (OCT) 26,27

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi

dapat memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina. Dapat

menilai secara kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi masih perlu

evaluasi manfaatnya dalam menentukan CNV.

23
Gambar 2.14 Alat OCT, Gambaran OCT normal, Gambaran OCT pada pasien AMD

2.10 Diagnosis banding

Diagnosis banding untuk AMD tipe non-eksudatif: 29

 Periferal drusen (drusen terlokasi di luar dari area makula)

 Degenerasi miopik (khususnya miopia tinggi dengan karakteristik

peripapilar mengalami perubahan, drusen tidak terlihat)

 Korioretinopati serous sentral (pelepasan RPE, atrofi RPE, tanpa

drusen, biasanya pada pasien di bawah 50 tahun)

 Riwayat distrofi retina sentral pada keluarga (contoh : penyakit

Stargardt)

 Retinopati toksik (contoh : keracunan klorokuin) (bercak-bercak

hipopigmentasi dengan cincin hiperpigmentasi (bull’s eye maculopathy)

tanpa drusen)

 Makulopati inflamasi (contoh : multifokal khoroiditis, rubella)

Diagnosis banding untuk AMD tipe eksudat: 29

 Miopia tinggi

 Ruptur khoroid traumatik

 Kerusakan membran Bruch (drusen saraf optik, tumor khoroid, scar

fotokoagulasi)

 Makroneurisma

24
 Vaskulopati khoroid polipoid

 Khorioretinopati serous sentral

 Kasus inflamasi

 Melanoma khoroid

2.11 Tatalaksana

Tidak ada terapi khusus untuk AMD non-eksudatif. Penglihatan

dimaksimalkan dengan alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan

teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski penglihatan sentral menghilang,

penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer. Ini penting

karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.23,24 Pada

sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram

fluorosen memperlihatkan membran neovaskular subretina yang terletak

eksentrik (tidak sepusat) terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan

obliterasi membran tersebut dengan terapi laser argon. Membran vascular

subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser

argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan

dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang

diaktivasi oleh sinar laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui

pembuluh darah di membran subfovea. Molekul yang teraktivasi

menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor.

Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.

Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis

atau bedah untuk pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti

bermanfaat. Pemakaian interferon alfa parenteral, misalnya, belum terbukti

25
efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat membran neovaskular

subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (> 200 um dari bagian tengah

zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi

dapat ditentukan dengan tepat lokasi dan batas membran neovaskular yang

kemudian diablasi secara total oleh luka bakar yang ditimbulkan oleh laser.

Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di atasnya tetapi bermanfaat

apabila membran subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea. 23,24

 Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular

fovea (> 200 um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk

pasien nonhipertensif. Setelah fotokoagulasi membran neovaskular

subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di dekat atau jauh

dari jaringan parut laser dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.

Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan

yang cermat dengan Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu

dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatan sentral di kedua matanya

mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu

penglihatan kurang. 23,24 Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah

berupa pembatasan kegiatan dan follow up pasien dengan mengevaluasi

daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan mengkomsumsi

multivitamin dan antioksidan (vit C 500 mg, vit E 400 IU, betacarotene 15

mg, Zinc oxide 80 mg, dan Copper 2 mg) karena diduga dapat memperbaiki

dan mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran hijau terbukti bisa

mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaan

merokok dikurangi dan pembatasan hipertensi.23,24

26
2.12 Komplikasi

Komplikasi tersering dari degenerasi makular terkait usia adalah

kebutaan. Dari penelitian mencatat hampir sekitar 60 hingga 78% dari

degenerasi makula yang terjadi apabila tidak ditangani maka akan terjadi

kebutaaan. Untuk yang tipe eksudatif sendiri biasanya memiliki resiko

kehilangan penglihatan yang terjadinya cepat dan tidak diduga sekitar

hampir 90%. Kedua bentuk AMD yaitu eksudatif maupun yang non

eksudatif tidak mempengaruhi lapang pandang bagian tepi maka kebutaan

total tidak akan terjadi. Walaupun demikian kondisi ini dapat mengganggu

aktifitas sehari-hari seperti membaca dan berkendara.9,22

2.13 Prognosis

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebabkan

kebutaan total sehingga aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi

makula dengan tipe eksudatif lebih buruk dibandingkan dengan degenerasi

makula tipe non eksudatif. Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi

belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh

total sangat kecil.26,27,28

27
BAB III
KESIMPULAN

Degenerasi makula yang juga dikenal dengan degenerasi makula terkait usia

adalah kondisi medis yang ditandai dengan penurunan penglihatan secara bertahap

pada bagian tengah lapang pandang seseorang dan merupakan akibat dari kerusakan

pada retina. Kondisi ini memiliki dua macam bentuk yaitu bentuk eksudatif dan non

eksudatif. Tipe eksudatif lebih jarang dan berhubungan dengan pertumbuhan

pembuluh darah baru di bawah makula sedangkan tipe yang non eksudatif

dikarenakan oleh neovaskularisasi.

Degenerasi makula biasanya timbul pada orang dengan usia di atas 50 tahun

tetapi penyebabnya masih belum ditemukan dengan jelas oleh karena kurangnya

penelitian lebih lanjut. Kondisi ini diawali dengan timbulnya daerah buram

berukuran kecil pada bagian tengah penglihatan yang akan melebar dengan cepat.

Prognosis untuk yang tipe eksudatif biasanya lebih buruk yang ditandai dengan

penurunan penglihatan yang terjadi secara cepat. Dari penelitian mencatat hampir

sekitar 60 hingga 78% dari degenerasi makula yang terjadi apabila tidak ditangani

maka akan terjadi kebutaaan. Untuk yang tipe eksudatif sendiri biasanya memiliki

resiko kehilangan penglihatan yang terjadinya cepat dan tidak diduga sekitar

hampir 90%. Bagaimana pun juga mengingat kedua bentuk baik yang eksudatif

maupun yang non eksudatif tidak mempengaruhi lapang pandang bagian tepi maka

kebutaan total tidak terjadi. Walaupun demikian kondisi ini dapat mengganggu

aktifitas sehari – hari seperti membaca dan berkendara.

28
Penanganan dan pengobatan degenerasi makula dapat berbeda tergantung

pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan yang dapat

digunakan seperti fotokoagulasi laser, implan lensa teleskopik, terapi fotodinamis.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Ross, Robert J., Varun Verma, Kevin I. Rosenberg, Chi-Chao Chan, and
Jingsheng Tuo. 2007. “Genetic Markers and Biomarkers for Age-Related
Macular Degeneration.” Expert Review of Ophthalmology 2 (3):443–457
2. WHO, 2012. Global Data on Visual Impairment 2010.
3. Hyman, L. 1987. “Epidemiology of Eye Disease in the Elderly.” Eye 1 (Pt
2):330–341.
4. Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB,. Retina and Vitreous. Basic and Clinical
Course.Section 12 . San Fransisco, California : American Academy of
Ophthalmology. 2003-2004.
5. Departemen Kesehatan RI. Age – Related Macular Degeneration. 2012
6. Global facts about blindness and visual impairment. International Agency for
the Prevention of Blindness. 2010. [cited: 2015 September 2015].
7. Elvioza et al. Prevalensi dan Karakteristik Faktor Risiko Pada Kejadian Age
Related Macular Degeneration di Jakarta Timur. [cited 2015 September 20].
8. Querques G, Avellis FO, Querques L, et al. Age Related Macular Degeneration.
Clin Ophthalmol 2011; 5: 593-601.
9. Chakravarthy U, Evans J, Rosenfeld PJ. Age Related Macular Degeneration.
Clinical Review. BMJ 2010; 340:c981. Diterbitkan tanggal 26 Februari 2010.
10. Sidarta Ilyas HS, Yulianti SR. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta : BP- FKUI. 2015; Sidarta Ilyas HS, Yulianti
SR. Mata Tenang Penglihatan Turun Perlahan. Ilmu Penyakit Mata (5th ed).
Jakarta: FKUI, 2014; 239-40.
11. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. Dalam : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000.
12. Singare RP, Deshmukh S, Ughade SN, Thakre SB. Age – Related Macular
Degeneration: Prevalence and Risk factors in elderly population (Aged > 60
years) in Central India. International Journal of Scientific and Research
Publications. 2015;5:2.

30
13. National Eye Institute. Age – Related Macular Degeneration What Should You
Know. 2014
14. Mitchell P. Eyes on the future A clear outlook on Age-related Macular
Degeneration. Deloitte. 2011;146:12,20
15. BPJ. Age – Related Macular Degeneration – What should a general practitioner
know? 2015 September
16. American Optometric Association. Care of the patient with Age-Related
Macular Degeneration. 2004 [cited 2015 September 20]. Available from:
https://www.aoa.org/documents/CPG- 6.pdf
17. Chakravarthy U, Wong TY, Fletcher A, Piault E, Evans Ch, Zlateva G, et al.
Clinical risk factors for age-related macular degeneration: a systematic review
and meta-analysis. BioMed Central. 2010
18. Erke MG. Age-related macular degeneration: Prevalence and risk factors – a
cross-sectional study [Disertasi]. [North Norway]: Univerity of Tromso; 2013.
19. Jae KC, Youl LL, Jun WM, Hyun JS, Cho B. Diabetes mellitus and eEarly Age-
related Macular Degeneration. JAMA Opthalmology. 2011
20. Ashton A. Macular Degeneration. Advances in Retinal Degeneration Research
and Treatment (12th ed). Scholarly Editions, 2012; p. 69. 2012
21. Lim JI. Risk Factors for age – related macular degeneration and choroidal
neovascularization. Age – Related Macular Degeneration (3rd ed). Boca Raton:
CRC Press Taylor and Francis Group, 2013; p. 58.
22. Topouzis F, Anastasopoulos E, Augood C, Bentham GC, Chakravarthy U, de
Jong PTVM, et al. Association of diabetes with age-related macular
degeneration in the EUREYE study. British Journal of Opthalmology. 2009
23. James C., Chew C., Bron A. Retina dan Koroid. Dalam : Oftalmologi Edisi
Kesembilan. Yakarta : Penerbit Erlangga. 2006
24. Miller JW. Age Related Macular Degeneration Revisited – Piecing the Puzzle :
The LXIX Edward Jackson Memorial Lecture. Am J of Ophthalmol 2013; 155:
1-35.
25. Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology. Section 9. Philadelphia,
America : W.B. Saunders Company. 2014

31
26. Erry. AMD (Age-Related Macular Degeneration). Departemen kesehatan
RI, Jakarta, Indonesia: 2012, 39 (6), 431-437.
27. Freund KB, Klancnik JM, Yannuzzi LA, Rosenthal B. Age Related Macular
Degeneration. The Macula Foundation Inc, New York: 2008.
28. Mardin C. Age-Related Macular Degeneration. Orphanet Encyclopedia.
August 2008.
29. Cohen J. The wills Eye Manual, 3rd Ed. Chapter 12. Philadelphia,
Pennysylvania : Department of Ophthalmology Jefferson Medical
College.1999.

32

Anda mungkin juga menyukai