Anda di halaman 1dari 12

Bumbu Konflik

Resep konflik berisi empat bumbu yang menyulut setiap jeni pertengkaran, permusuhan
atau kerenggangan. Urutan ini menegasakan ketidakpekaan seseorang terhadap situasi negatif
atau yang tidak menguntungkan.
1. Pertama-tama ada kejadian atau katalisator
Sesungguhnya penyulutnya merupakan sesuatu yang terlanjur dikatakan atau bahkan
belum sempat dilakukan atau memang tidak dilakukan, atau sesuatu berjalan tidak sesuai
dengan yang diinginkan atau yang dibutuhkan. Secara sederhana situasi yang tercipta tidak
terduga seperti yang diharapkan.
2. Ini mengakibatkan hilangnya kendali
3. Hilangnya kendali merampas kebebasan seseorang, membuatnya bergantung dan
ketakutan.
4. Perasaan takut ini adalah dasar dari kemarahan yang terjadi
Kemarahan hanyalah respon terhadap ketakutan yang dihadapi. Hal ini merupakan usaha
psikologis untuk mengimbangi hilangnya kendali. Seringkali kemarahan merupakan topeng bagi
emosi lainnya, seperti cemburu, rasa bersalah atau raa malu.
Contoh:
Mertua menyuruh tutup mulut dan mengikuti segala aturan di rumahnya (katalis) →
tindakan ini membuat kita merasa tidak nyaman dengan diri sendiri → ada ketakutan yang
muncul, jangan-jangan mertua tidak menyukai keberadaan kita, tidak menghargai ataukah
dengan ini kita mempertanyakan nilai dan citra diri sendiri, terlebih jika dalam kondisi ini suami
tidak berperan memberikan dukungan.→ ada perasaan marah karena harapan, sikap dan
hubungan dengan mertua berbeda dari situasi yang dihadapi.

Strategi Mengolah Konflik


Jika kita mau mencermati penyelesaian konflik yang biasa digunakan antara lain: strategi
menang-kalah (Win-Lose Strategy), strategi kalah-kalah (Lose-Lose Strategy), dan strategi
menang-menang (Win-win Strategy).
1. Win-Lose Strategy
Strategi menang-kalah adalah strategi memperoleh kemenangan mutlak dengan
mengalahkan orang lain. Strategi ini berdasarkan pada keinginan untuk mengalahkan pihak lain
dengan mengambil sesuatu yang menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain.
Ciri-ciri sikap win-lose antara lain :
a) Menggunakan orang lain baik secara emosional maupun secara fisik, demi tujuannya sendiri
yang egois.
b) Berusaha maju atas pengorbanan orang lain.
c) Menyebarkan kabar burung tentang orang lain.
d) Selalu memaksakan kehendak tanpa memikirkan perasaan orang lain.
e) Menjadi cemburu dan iri kalau sesuatu yang baik terjadi pada seseorang yang dekat dengan
kita.
Penyelesaian konflik dengan menggunakan dasar strategi win-lose sama sekali tidak
dianjurkan, karena tidak menuntaskan masalah. Bahkan seringkali menimbulkan konflik yang
berkepanjangan.

2. Lose-Lose Strategy
Penyelesaian konflik dengan strategi kalah-kalah seringkali diambil seseorang karena
didasari oleh perasaan untuk melampiaskan kemarahan dan cenderung tidak rasional. Untuk
kepuasan emosinya, masing-masing cenderung untuk melakukan tindakan yang akan
merugikan kedua belah pihak sehingga keduanya menjadi pihak yang kalah.
Penyelesaian konflik dengan strategi ini tidak dianjurkan karena merugikan kedua
belah pihak. Bahkan yang lebih buruk konflik ini tidak hanya berpengaruh pada keluarga kita
tapi juga pada keluarga besar.
3. Win-Win Strategy
Strategi menang-menang adalah cara penyelesaian masalah yang didasari rasa
manusiawi dan saling menghormati. Dengan menggunakan strategi ini, pihak yang terlibat
dalam konflik berupaya menciptakan suasana yang memberikan kesan bahwa tidak ada pihak
yang kalah. Masing-masing pihak berusaha untuk menyelamatkan muka pihak lain (face saving
strategy) dengan bernegosiasi memberikan kemenangan atau keuntungan yang paling optimal
secara jujur dan adil.
Penggunaan strategi ini sangat dianjurkan karena penyelesaian konflik seperti ini akan
menumbuhkan suasana yang melegakan semua pihak.
Kegagalan Mengolah konflik

Konflik dapat menjadi rangsangan positif atau pun negatif bagi yang mengalaminya.
Nah, mengapa bisa timbul konflik dengan mertua? Bahkan dalam satu kesempatan bisa
meledak jika kita tidak bisa menyelesaikannya?
o Mertua mengira kita tidak menyukainya
Kita mungkin tanpa sengaja tidak memberi perhatian penuh, mengabaikan atau beliau
salah tafsir pandangan atau sesuatu yang kita katakan atau lakukan. Tidak sulit bagi seseorang
yang penghargaan dirinya rendah salah menafsirkan bahwa orang lain tidak menyukainya,
karena dia tidak menyukai dirinya sendiri.
Misalkan: Suatu sore kita menunggu telepon penting dari saudara. Namun, saat
menunggu mertua muncul. Tidak bisa terelakkan, obrolanpun terjadi. Walau perbincangan
mengalir, perhatian kita tampak tidak di sana. Saat perbincangan mulai memanas dan mertua
antusias telepon berbunyi. Tanpa menunggu waktu kita mengangkat dan berbicara di depan
sang mertua. Dengan sikap kita yang seperti ini, penafsiran perilaku bisa berbeda dan terkesan
tidak sopan.
o Mertua merasa terancam oleh kita
Ego yang rapuh selalu iri dan cemburu. Kita mungkin mengingatkan mertua akan apa
yang dia inginkan tapi tidak terpenuhi. Untuk memenangkan perasaan tidak ‘kecukupan’ itu,
mertua memberi label negatif dan akibatnya dia tidak menyukai kita karena sifat tersebut.
Misalkan:
Mertua menginginkan seorang menantu dokter, pada kenyataannya ia memang
mendapatkan seorang menantu lulusan kedokteran. Tapi keputusan menantu dan mertua
bertentangan dimana menantu memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan lebih memilih
bekerja di rumah sebagai penulis. Maka dari ketidaksesuaian ini, dimata mertua akan telihat
keangkuhan dan ketidaksabaran menantu, bahkan ia akan melebih-lebihkannya dan
selanjutnya tidak menyukai menantu
o Mertua melihat cerminan dirinya yang tidak ia sukai
Hal ini baik sengaja atau pun tidak, dalam pikirannya muncul gagasan tidak menyukai
kita karena mengingatkannya pada apa yang tidak disukainya dalam dirinya sendiri.
Misal: Anda memiliki sifat keras kepala dan terang-terangan. Saat berbicara tentang
makanan kesukaan suami dengan mertua sifat itu tidak di sadari muncul karena adanya unsur
pembelaan diri hingga akhirnya muncul perdebatan kecil. Terlebih saat mertua menilai
masakan kita masih kurang cocok dengan anaknya. Dalam hal ini semakin kita memberikan
argumen maka kejengkelan yang mertua rasakan akan lebih mendalam.

Racun Konflik
Banyak aspek yang membuat hubungan menantu dan mertua retak. Dari hal yang
sifatnya sederhana (yang terkadang kita sepelekan) sampai sesuatu yang besar dan mendasar.
Dalam buku Kaifa Taksibana Hamataki yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
“Hidup Rukun dengan Ibu Mertua”, Muhammad al-Qadhi merinci beberapa hal yang
menyebabkan retaknya hubungan menantu (terutama ibu) sebagai berikut:

1. Adanya Perbedaan Peran


Masing-masing pihak memiliki cara pandang sendiri berdasarkan peran mereka masing-
masing. Mertua merasa memiliki anak laki-lakinya karena ia berperan sebagai ibu, sementara si
istri juga merasa sepenuhnya memiliki suaminya. Dari kondisi inilah muncul beberapa
permasalahan nyata, antara lain:
a. Perasaan cemburu.
Perasaan ini banyak muncul antara mertua wanita dan menantu wanita. Sejak anaknya
menikah, ibu merasa kehilangan. ‘Cemburu’ dengan menantu karena anaknya kini harus
berbagi dengan istrinya. Sebaliknya, istri tidak terima suaminya masih lengket dengan ibunya.
Di antara keduanya saling cemburu, takut kehilangan. Ibu takut kehilangan anak, sedangkan
istri takut kehilangan suami.
b. Istri ‘dianggap’ melalaikan atau memang melalaikan kewajiban
Seorang ibu sangat terpengaruh dengan keadaan anak-anaknya. Ia akan bahagia seiring
kebahagiaan anak – anaknya dan bersedih karena kesedihan mereka. Temasuk, mengenai
permasalahan satu ini. Terkadang (disengaja atau tidak), istri mengabaikan tugasnya merawat
rumah, memelihara anak-anaknya, bahkan mengabaikan dirinya sendiri.
Sehingga muncullah suatu pernyataan dari mertua, “Menantu saya adalah orang yang
teledor. Ia tidak bisa memelihara rumah, suami, dan anak – anaknya. Bahkan, ia juga tidak
perhatian terhadap dirinya sendiri. Lalu bagaimana mungkin saya bisa menyukainya, sementara
anak saya tidak merasa senang dan tenang tanggal di rumahnya.”
Biasanya jika mendengar perkataan seperti itu, bagaimana respon kita sebagai
menantu?

c. Perbedaan gaya hidup dalam membelanjakan harta


Hal seperti ini sering terjadi, istri dan mertua merasa berhak membelanjakan uang
suami/ anaknya. Di satu sisi, istri tekadang boros dalam mengeluarkan harta, sedangkan di sisi
lain ibu mertua pelit. Terkadang, model seperti ini juga terjadi dalam bentuk yang lain. Sebagai
contoh, istri berhemat dalam membelanjakan harta, tapi ibu mertua pelit. Bahkan, ibu mertua
tidak peduli dengan kondisi menantunya sedikit pun.
Demikianlah, orang yang pelit tidak akan pernah merasa peduli dengan kondisi orang –
orang di sekitarnya. Sejumlah istri banyak yang mengalami masalah seperti ini. Ibu mertua
selalu menghitung pengeluaran menantunya dalam segala hal. Misal, sang menantu harus
memakai pakaian ini, makan makanan ini, membelanjakan harta suaminya untuk ini dan itu,
dan sebagainya.

2. Berkaitan dengan Persepsi dan Budaya Keluarga


Nilai, pendidikan, kebiasaan, dan aturan yang berlaku di masing-masing keluarga
berbeda, dan ini bisa menimbulkan konflik, antara lain:
a. Perbedaan lingkungan dari gaya hidup
Bisa disinyalir, mayoritas persoalan ketegangan hubungan antara istri dan mertua dapat
bermula dari perbedaan lingkungan dan gaya hidup. Bagaimana bisa? Silakan cermati
perumpamaan berikut ini:
Masyarakat pedesaan terbiasa melakukan hal yang menjadi tuntutan hidup
lingkungannya yang terkadang mengesampingkan pemenuhan pendidikan. Hal tersebut seperti
mengurus hewan ternak, bertani, atau pun bekerja sebagai buruh. Ketika seseorang tidak
mampu melakukan beberapa pekerjaan tadi dengan sempurna, ia akan diremehkan oleh
penduduk lainnya. Menurut masyarakat pedesaan, ia akan dianggap sebagai orang yang gagal
karena tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Sedang menurut masyarakat perkotaan, pekerjaan-pekerjaan tadi bisa jadi dianggap
sebagai sesuatu yang hina dan tercela. Bahkan mereka menganggap pendidikan sebagai
sesuatu yang penting. Hal ini disebabkan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan karakter dan
lingkungan mereka.
Jadi, bila seorang istri dari kota tinggal bersama suaminya di desa, atau sebaliknya. Ia
tidak bisa melakukan pekerjaan itu dengan baik. Hal itu bukanlah suatu aib bagi istri, melainkan
sebuah realitas yang patut ‘dipahami’ bahwa pengaruh lingkungan sangat berperan dalam
pembentukan karakter keluarga. Nah, pemahaman inilah yang menjadi bibit permasalahan
mertua dengan menantu. Jika keduanya tidak saling berbagi dan mengenal maka jurang
pemisah dapat terbuka lebar.
b. Tinggal seatap dengan keluarga ipar.
Terkadang ada istri yang tinggal serumah bersama keluarga besar suaminya. Di sana,
tinggal juga beberapa keluarga ipar. Mereka semua ditugasi untuk mengurus rumah, baik
menyediakan makanan mau pun merawat rumah. Walau pun hal tersebut sudah jarang terjadi,
namun hal itu masih ada dan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya pertentangan
antara ibu mertua dan istri.
Masalah tersebut muncul saat ibu mertua melihat sejumlah istri dari ipar berkumpul di
hadapannya. Kemudian ia membandingkan mereka semua. Terkadang ada salah satu istri yang
berusaha merusak hubungan antara ibu mertua dan menantu yang lain. Dengan begitu, ia bisa
menguasai simpati dan cinta ibu mertuanya sendirian.

3. Perkawinan yang Tidak Disetujui.


Jika perkawinan tidak disetujui, tentu sejak awal hubungan dengan mertua akan
berjarak dan tidak nyaman. Apalagi kalau tinggal serumah dengan mertua, konflik bisa sering
terjadi. Beberapa kasus yang sering terjadi di masyarakat:
a. Menikahi wanita yang tidak disetujui orang tua.
Dalam banyak hal, seorang pemuda sangat ingin menikah dengan wanita pilihannya
sendiri. Di satu sisi, sang ibu tidak menyetujui wanita pilihan anaknya. Di antara alasannya ialah
terdapat persoalan keluarga yang berlarut – larut jika wanita tersebut masih termasuk famili
atau jika termasuk anak tetangga. Atau calonnya hanya wanita sederhana dan biasa – biasa
saja, hingga ia dianggap tidak layak menjadi istri bagi anaknya.
Di sisi lain, anaknya merasa bahwa wanita tersebut serasi dengan dirinya. Karena itu, ia
memaksa untuk menikahi wanita itu. Sedangkan sang ibu tetap enggan mengubah
pandangannya terhadap wanita tersebut.
Persoalan dimulai tatkala keduanya sudah mengucapkan janji suci di depan penghulu,
terlebih bila mereka harus tinggal di rumah mertua. Sehingga terjadilah konflik diantara mereka
dimana keduanya saling menolak dan saling melawan.
b. ‘Kecantikan’ (luar atau dalam).
Terkadang sebagian orang menganggap aneh perkara ini. Apa hubungan kecantikan
wanita dengan pembahasan ini. Namun, sebenarnya banyak permasalahan antara ibu mertua
dan istri yang disebabkan oleh ‘kecantikan’ istri. Kecantikan ini dilihat secara harfiah atau pun
dari akhlak. Ada yang cantik luar tapi dalamnya rusak begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu,
mertua tidak senang kepadanya. Ia menganggap bahwa wanita tersebut tidak layak menikah
dengan anaknya. Bahkan, anaknya lebih pantas mendapatkan wanita yang lebih darinya.

4. Perbedaan Cara Berpikir (level of thinking)


Biasanya menantu melakukan penolakan awal terhadap mertua karena sering merasa
tidak satu level pemikiran. Perbedaan masa kehidupan salah satu faktornya, seperti karir, anak,
pendidikan dan sebagainya. Hal ini tercermin dari contoh berikut:
a. Buah hati tak kunjung tiba
Masalah kesuburan dipandang sebagai masalah yang penting. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya pertentangan antara istri dan ibu mertua. Ketika istri terlambat
memiliki anak beberapa tahun, kerisauan seorang ibu mertua semakin hari semakin bertambah.
Hal itu tentunya menyebabkan hubungan antara istri dan ibu mertua agak terganggu.
Ia menganggap menantunya tidak bisa memberikan cucu yang dapat mengisi rumah
dengan kegembiraan dan keriangan. Padahal belum tentu alasan mereka belum mempunyai
momongan karena ketidakmampuan istri. Ada yang memang berencana menunda momongan
karena karir atau gaya hidup. Ada pula pasangan yang tidak berencana memiliki momongan.
Dari alasan tersebut, terkadang mertua tidak mentolerir alasan-alasan seperti itu yang dirasa
hanya dibuat-buat. .
Dari kesalahahaman inilah, ibu mertua mulai menyebarkan ‘racun’ pada menantunya
dan berusaha keras membujuk anaknya agar menceraikan istrinya yang ‘mandul’, kemudian
menikah dengan wanita lain. Karena menurut pandangan beliau, masih banyak wanita lain yang
bisa memenuhi kriterianya.
Tentu, sikap ibu mertua yang seperti itu dapat membuat perasaan sang istri hancur dan
terluka sehingga ia akan membenci ibu mertuanya karena dianggap tengah mengharapkan
kehancuran rumah tangganya dengan berbagai cara. Ibu mertua dianggap tengah
memanfaatkan setiap kesempatan untuk mencapai keinginannya.
b. Pikiran dipenuhi cerita ‘bohong’
Sebagian orang percaya terhadap ramalan, baik yang berupa kesialan mau pun
keberuntungan. Mereka membangun hidup mereka di atas kepercayaan terhadap pikiran –
pikiran itu. Terkadang, ibu mertua merasa sial dengan menantunya. Akhirnya, perasaan ini
mempengaruhi hubungannya dengan sang menantu.
Sebaliknya juga, terjadi sikap tertentu yang berkaitan dengan keberadaan ibu mertua di
rumah anaknya sehingga istri merasa selalu sial. Dengan begitu, hubungannya dengan ibu
mertua dibangun berdasarkan pengaruh perasaan itu.

Permasalahan yang terjadi di keluarga sobatku semua apakah salah satu diantaranya?
Kalau Ya, apa yang sudah dilakukan?
Kalau tidak, silakan di catat dalam Catatan Hati, siapa tahu sesuatu yang kita anggap
sebagai bencana menjadi inspirasi bagi keluarga lain!

Demikian beberapa hal yang bisa meretakkan hubungan antara menantu dan mertua.
Karena itu, sebagai lelaki atau wanita, harap pandai dalam memilah dan memilih calon
pasangannya.

Anda mungkin juga menyukai