Anda di halaman 1dari 4

Senyum di Rumah Mertua

Senyum tidak hanya diibaratkan sebagai bentuk kebahagiaan semata. Senyum


merupakan kekuatan dan pertahanan kita dalam mengahadapi kenyataan hidup. Senyum
adalah pertahanan diri yang membuat kita lebih bersemangat menghadapi kenyataan.
Bahkan senyum adalah ekspresi penghargaan kita terhadap diri sendiri dan orang lain atas
perjuangan yang telah dilakukan.
(Penulis)

Pernahkah mengenal sosok di bawah ini?


Seorang wanita cantik, rupawan, lemah lembut, keibuan, pandai berhemat terlebih
berpenghasilan sendiri, pintar memasak, cinta kebersihan, dan , murah senyum.
Mungkikah itu kita? Sosok menantu idaman yang tak ada cacat dan seharusnya
dirawat dan disimpan dalam almari kaca. Seandainya ada istilah menantu idaman, nah
adakah sosok mertua idaman. Bukankah sosok mertua yang familiar di telinga diantaranya
seperti ini: cerewet, tukang atur, pelit, suka ikut campur urusan orang, muka mirip mak
lampir dan mudah tersinggung.
Dapatkah sobat membaca dan membedakan sosok yang kugambarkan? Itulah sosok
‘menantu’ dan ‘mertua’ yang selama ini tergambar dalam masyarakat kita. Perbandingannya
seperti air dan api yang tidak pernah sejalan dan harmonis. Saya tidak mengatakan semuanya
kebohongan, hanya saja kita harus lebih bijak. Tidak ada yang sempurna, bersama ada
kelemahan ada kelebihan. Begitu pun sosok ‘menantu’ atau pun ‘mertua’.
Sebelum menyandang kehormatan sebagai seorang istri, sosok mertua menjadi mimpi
buruk. Belum lagi setelah mendapat wejangan dari ibu tercinta mengenai perilaku wanita
yang seharusnya. Memasak, bersih-bersih, mencuci, melayani suami dan lain banyak hal
cukup membuat memori ini terasa penuh. Namun, selepas menjalaninya, mulut ini bisa
mengatakan dengan lantang, “Ketakutan saya hanyalah ilusi”. Mertua sama seperti kita,
mereka ingin diperlakukan sama seperti kita. Sejak saat itulah aku yakin ada celah untuk
semakin mempererat hubungan diantara kami.
Melalui proses yang panjang, hubungan itu saya rajut. Dimulai dari membersihkan
hati, menguatkan tekad, menebalkan telinga hingga rajin konsultasi dengan nenek atau pun
mertua. Perlahan roda hubungan kami mulai terhubung. Untuk itulah, berbekal dari
membaca buku, mendengar curhatan teman, sanak-saudara hingga bekerjasama dengan
suami, saya memberanikan diri menulis ini.
Sekarang bagaimana dengan sobat?

Seperti yang digambarkan dalam buku “Agar Bidadari Cemburu Padamu” karya Salim
Afillah kedudukan kita sebagai wanita sholehah dapat lebih tinggi dari sosok bidadari. Hal ini
diperjelas dalam perkataan Rasulullah SAW saw bahwa wanita bani Adam lebih utama
dibanding bidadari. Ada sebuah hadits yang cukup panjang dari Ummu Salamah mengenai
semua ini.

Saya berkata, ”Ya Rasulullah SAW, beritahu saya mana yang lebih utama, wanita dunia
ataukah bidadari?”

Beliau bersabda, ”Wanita dunia lebih utama daripada bidadari, seperti utamanya zhahir
atas batin.”

Saya bertanya, “Ya Rasulullah SAW, karena apanya?”

Beliau menjawab, ”Karena shalat, puasa, dan ibadah mereka kepada Allah. Allah
memberi cahaya pada wajah mereka, dan mengenakan sutera pada tubuh mereka. Warna kulit
mereka putih, pakaian mereka hijau, perhiasan mereka kuning, pedupaan mereka mutiara, dan
sisir mereka emas. Mereka berkata, ”Kami adalah wanita-wanita abadi, tidak akan mati. Kami
adalah wanita-wanita bahagia, tidak akan miskin selama-lamanya. Kami adalah wanita-wanita
penduduk tetap, tidak akan pindah selama-lamanya. Dan ketahuilah, kami adalah wanita-
wanita yang telah ridha, tidak akan marah selama-lamanya. Berbahagialah orang yang
menjadi milik kami, dan kami menjadi miliknya.” (Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ummu
Salamah ra.)

Sebagai seorang anak/ istri atau pun ibu, ada begitu banyak kesempatan bagi kita untuk
bersaing bahkan mengalahkan sosok bidadari yang luar biasa itu. Bagaimana bisa?
Optimalkanlah peranmu saat ini sebagai ladang amal.
Khususnya dalam hal ini, tulisan ini mengetuk hati para istri. Seperti yang diketahui,
ridho suami dapat menjadi jalan istri untuk dapat menapaki surga. Dalam memperoleh ridho itu
ada begitu banyak cara yang bisa ditempuh. Salah satunya dengan berbakti kepada orang tua
suami, yang lebih keren disebut mertua.

Kedatangan kita sebagai menantu di rumah mertua merupakan suatu anugerah


tersendiri (jika kita mau memahami dan memaknainya dengan hati). Diantara pembaca, pasti
ada beberapa yang mendebat (maaf bukan berprasangka, hanya biasanya seperti itu).
“Benarkah anugerah bukan suatu bencana? Bukankah biasanya permasalahan menantu dan
mertua sangat banyak!” Suatu pemikiran dan realita yang saya katakan BENAR. Hanya saja, di
sini saya mengingatkan, anugerah atau pun bencana tergantung dari sudut pikir kita.
Cobalah diresapi lagi!
Permasalahan yang timbul dalam ‘rumah’ kita merupakan bentuk dari ketidaksesuaian
komunikasi antara penghuninya. Tugas kitalah sebagai pion utama dalam permainan ini untuk
merajut komunikasi yang tepat. Segala sesuatu yang terjadi pada proses merajut komunikasi itu
memang kadang, menyesakkan, menyedihkan, melelahkan bahkan membuat kita tertekan.
Namun, di sisi lain proses itulah yang membuat kita lebih kuat, terasah kesabarannya, dan yang
terpenting dapat terus bersyukur akan nikmatNya.
Ingatlah harga surga itu MAHAL, sedangkan kehidupan kita teramat singkat. Dimana
untuk mencapainya tidak bisa dibeli dengan uang atau pun kekayaan yang kita punya. Iman dan
ketakwaan kitalah yang nantinya dapat ditukar dengan tiket untuk masuk ke dalamnya. Menyia-
nyiakan kehidupan membuat kesempatan kita meraih tiket surga menjadi berkurang. Untuk itu,
saatnya mengambil keputusan! Berdiam diri dan menyerah pada keadaan ataukah mengubah
sudut pandang bahkan sikap kita saat berada di hadapan mertua.
Belajar dari sifat bidadari yang tergambar dari hadist di bawah ini, Siapkah Anda untuk
mundur selangkah demi dua atau tiga langkah ke depan?

Dari Ali bin Abi Thalib bahwasannya Rasulullah SAW saw bersabda, ”Dalam Surga ada
tempat pertemuan para bidadari. (Di sana) mereka bernyanyi dengan suara-suara yang tidak
pernah didengar semisalnya oleh makhluk apapun. Mereka melantunkan (lirik-lirik lagu): ’Kami
wanita alam baka, takkan binasa selamanya. Kami wanita ceria, tak kenal susah selamanya,
Kami wanita yang rela, tak kenal murka selamanya. Bahagialah laki-laki yang menjadi milik
kami. (Bahagialah manusia), yang kami milik dia.’” (Hadits Shahih Riwayat at-Tirmidzi)

Cobalah sejak detik ini rubahlah diri kita menjadi sumber kebahagiaan bagi keluarga
dan mertua. Buatlah mereka sadar akan keberadaan kita. Senyum kita adalah kunci
penghargaan diri dan aset masa depan bahkan sampai akhirat. Untuk itu kita harus selalu
berupaya untuk membekali diri dengan ilmu.

Semoga Allah mempermudah usaha kita. Amin

Salam saying dari keluarga D.

Anda mungkin juga menyukai