Anda di halaman 1dari 31

A.

Status Asmatikus
1. Konsep Dasar Teori
a. Pengertian
Asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa
jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang
lazim. Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi,
ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi,
peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.
Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat
untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau
antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk bila tidak diatasi dengan
secara cepat dan tepat kemungkinan besar akan terjadi kegawatan medik yakni
kegagalan pernafasan. Pada status asmatikus selain spasme otot-otot broncus terdapat
pula sumbatan oleh lendir yang kental dan peradangan. Status asmatikus merupakan
kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
 Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan
terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
 Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang
merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran
napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin dll).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi,
ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi,
peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.
Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat
untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau
antagonis tidak ada perbaikan atau malah memburuk.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa status asmatikus
merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi
konvensional dan status asmatikus termasuk dalam suatu keadaan darurat medik
berupa serangan asam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan
1-2 jam yang terjadi akibat adanya infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser
berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.
b. Etiologi
1) Faktor Intrinsik
a) Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak
dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Di samping itu hiperreaktivitas
saluran napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada
lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan
berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis
alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan
anak kecil.
b) Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab
biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-
kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
c) Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban
(Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya
serangan asma.
d) Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat,
SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air
dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi
(Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga merupakan pencetus
hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978).
e) Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan
asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat
merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat
rentan terhadap kegiatan jasmani.
f) Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik
dapat mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978).
Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
g) Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak
dan orang dewasa (Dess 1974).
h) Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan
dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau
menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut
terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat
memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak
masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan
keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang
untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma
dan keluarganya.
Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus.
Dengan anak pencetus alergen sering disertai pencetus non alergen yang dapat
mempercepat dan memperburuk serangan asma. Pada 38% kasus William dkk
(1958) Faktor pencetusnya adalah alergen dan infeksi. Diduga infeksi virus
memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik maupun nonalergenik
Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu
diketahui dan diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur
di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada
76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik Subbagian Pulmonologi
Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta, debu rumah diduga
sebagai pencetusnya.
Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat
terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu
setelahnya.
Anggota keluarga yang sedang menderita “flu” tidak boleh mendekati
anak yang asma atau kalau dekat anak yang asma lebih-lebih bila bicara,
batuk atau bersin perlu menutup mulut dan hidungnya. Hindarkan anak dari
perubahan cuaca atau udara yang mendadak, lebih-lebih perubahan ke arah
dingin.
Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan
yang dapat ditempuh supaya anakdapat tetap beraktivitas adalah :
a) Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang
mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda,
berenang.
b) Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila
batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali.
c) Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat
aerosol dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.
2) Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh
adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen-
inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan bulu binatang.

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat
pada asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher,
mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan
makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda
bahaya gagal pernapasan.

Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan
pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak
napas mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun
yang sangat penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat
serangan terutama menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma
yang berat.

Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia
pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami
serangan asma akut berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang.
Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai
berikut.

1) Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
2) Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
3) Denyut nadi lebih dari 110x/menit
4) Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi
yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
5) Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari
10 mmHg.

Ada beberapa tingkatan penderita asmatikayaitu :

1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

d. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel
mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)

 Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)


 Kontraksi otot polos
 Edema mukusa
 Hipersekresi
 Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
 Hipoventilasi
 distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
 Gangguan difusi gas di alveoli
 Hipoxemia
 Hiperkarpia

e. Pathway (terlampir)
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b) Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
d) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
e) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
1) perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f) Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
g) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
g. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah
1) Atelaktasis
2) Hipoksemia
3) Pneumothoraks Ventil
4) Emfisema
5) Gagal napas.

h. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan Medis
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan
obstruktif jalan napas yang berat.Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan,
sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan
dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat
menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan
mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun
sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks,
pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek
samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter
yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski
dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari
UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut:
a. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis,
danhipoksemia.Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker
Venturi atau kateter hidung diberikan.Aliran oksigen yang diberikan didasarkan
pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85
mmHg.Pemberian sedative merupakan kontraindikasi.Jika tidak terdapat respons
terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
b. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian
dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas.
Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler
/ volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips
salbutamol atau terbutalin.
c. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam.
Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum
diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati,
gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau
eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok.Gejala toksik pemberian
aminofilin perlu diperhatikan.Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis
harus diturunkan.Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera
dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung
beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison
200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat
juga diberikan sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason /
betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat
diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/
hari.
e. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi
dengan agonis β2 secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan
ini tidak diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
f. Pengobatan lainnya
 Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic.Ringer laktat dapat
diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis
metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
 Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan
berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat
diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.
 Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya
dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama
eksaserbasi akut yang terjadi.
 Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum
purulent dengan neutrofil leukositosis.
 Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang
perawatan intensif.Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam
pengobatan asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak
yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
2) Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap
respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising
mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE,
fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa
sebagai dasar tindakan selanjutnya.
3) Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif
yangdiberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan
intensif. Adapun penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu:

a) Terdapat tanda- tanda kelelahan


b) Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c) Terjadi henti napas ( PaO2< 40 mmHg atau PaCO2> 45 mmHg ) sesudah
pemberian oksigen.
4) Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap
pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari.Pada 2 – 5 hari
pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan
aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/ hari atau
preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral ( predmison,
predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin diteruskan.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


a. Primary Survey
1) Airway
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum
pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status
asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a) Amankan pasien ke tempat yang aman
b) Kaji tingkat kesadaran pasien
c) Segera minta pertolongan
d) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
e) Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien
setengah telungkup dan membuka mulutnya.
2) Breathing
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh.Namun pada
status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti
napas.Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak
efektif.Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien
tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan
dalam bergerak.Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25
x / menit.Pantau adanya mengi.

Diagnose keperawatan :

Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas

Intervensi :

a) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien


b) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta
pipi ke mulut pasien
c) Pantau ekspansi dada pasien

3) Circulation
Pengkajian :

Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal
ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110
x/menit.Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu
inspirasi.Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau
kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan
sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.

Diagnose Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen

Intervensi :

Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis

4) Disabillity
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat
berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya
sehingga dapat menimbulkan kelelahan .Namun pada penurunan kesadaran
semua motorik sensorik pasien unrespon.
5) Exposure
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intesif.

b. Secondary Survey
1) Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri
individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai
kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala
tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial
yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan,
meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
2) Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan:
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan
posisi istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
c) Thorak
 Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
 Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
 Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
 Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing.
d) Sistem pernafasan
 Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
 Frekuensi pernapasan meningkat
 Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
 Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
 Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
 Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
 Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.

e) Sistem kardiovaskuler
 Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
 Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
 Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.
c. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul dalam kasus asma adalah :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2) Ketidakefektifan Pola Napas
3) Gangguan Pertukaran Gas
4) Nyeri Akut
5) Fatigue (kelelahan)
6) Nausea
7) Penurunan Curah Jantung

d. Intervensi

NOC NIC
Diagnosa
(Tujuan) (Intervensi)

Ketidakefektifan Respiratory status: Airway Airway Management


bersihan jalan napas patency
1. Buka jalan nafas, gunakan
Respiratory status: Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
Setelah diberikan asuhan
2. Posisikan pasien untuk
keperawatan selama …x…
memaksimalkan ventilasi
masalah ketidakefektifan
(semifowler)
bersihan jalan napas klien dapat
3. Identifikasi pasien perlunya
teratasi dengan kriteria hasil :
pemasangan alat jalan nafas
1. Mampu mengeluarkan secret buatan
2. Kedalaman inspirasi dalam 4. Lakukan fisioterapi dada jika
batas normal perlu
3. Irama pernapasan dalam 5. Keluarkan sekret dengan
batas normal batuk atau suction
4. Tidak ada dispneu ketika 6. Auskultasi suara nafas, catat
istirahat adanya suara tambahan
5. Tidak ada dispneu ketika 7. Berikan bronkodilator bila
selesai beraktivitas perlu
6. Tidak memakai otot bantu 8. Menganjurkan klien untuk
napas batuk efektif
7. Klien tidak batuk 9. Monitor respirasi dan status
8. Saturasi oksigen dalam batas O2
normal (95-100%) 10. Kolaborasi pemberian terapi
nebulizer
11. Kolaborasi pemberian terapi
oksigen
Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut, hidung, dan


secret trakea
2. Pertahankan jalan napas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor keefektifitasan aliran
oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Ketidakefektifan pola NOC Airway Management
napas Respiratory Status 1. Buka jalan napas, gunakan
Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
Ventilation bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
Setelah dilakukan asuhan
memaksimalkan ventilasi
keperawatan selama …x…
3. Identifikasi pasien perlunya
masalah ketidakefektifan pola
pemasangan alat jalan napas
napas klien dapat teratasi dengan
buatan
kriteria hasil :
4. Pasang mayo bila perlu
1. Jalan napas paten 5. Lakukan fisioterapi dada jika
2. Kedalaman inspirasi dalam perlu
batas normal 6. Keluarkan sekret dengan
3. Irama pernapasan dalam batuk atau suction
batas normal 7. Auskultasi suara napas, catat
4. Tidak ada dispneu ketika adanya suara tambahan
istirahat 8. Lakukan suction pada mayo
5. Tidak ada dispneu ketika 9. Berikan bronkodilator bila
selesai beraktivitas perlu
6. Tidak memakai otot bantu 10. Berikan pelembab udara
napas kassa basah NaCl lembab
7. Saturasi oksigen dalam batas 11. Atur intake untuk cairan
normal (95-100%) mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan status
O2
Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut, hidung, dan


secret trakea
2. Pertahankan jalan napas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor keefektifitasan aliran
oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Gangguan Pertukaran NOC : Airway Management
Gas
Respiratory Status : Gas 1. Buka jalan nafas, gunakan
Exchange teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
Mechnical Ventilation
2. Posisikan pasien untuk
Response : Adult
memaksimalkan ventilasi
Setelah dilakukan asuhan (semifowler)
keperawatan selama …x… 3. Identifikasi pasien perlunya
masalah kerusakan pertukaran pemasangan alat jalan nafas
gas klien dapat teratasi dengan buatan
kriteria hasil : 4. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
1. Saturasi oksigen dalam batas
5. Keluarkan sekret dengan
normal
batuk atau suction
2. Irama pernapsan dalam batas
6. Auskultasi suara nafas, catat
normal
adanya suara tambahan
3. Kedalaman pernapasan
7. Berikan bronkodilator bila
dalam batas normal
perlu
4. Keseimbangan ventilasi
8. Menganjurkan klien untuk
perfusi
batuk efektif
5. PaO2 dalam batas normal
9. Monitor respirasi dan status
6. PaCO2 dalam batas normal
O2
7. Tidak ditemukan masalah
10. Kolaborasi pemberian terapi
pada Thorax Photo
nebulizer
11. Kolaborasi pemberian terapi
oksigen
Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut, hidung, dan


secret trakea
2. Pertahankan jalan napas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor keefektifitasan aliran
oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Nyeri akut NOC Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri
Pain Level
secara komprehensif termasuk
Pain Control lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
Setelah dilakukan asuhan
presipitasi.
keperawatan selama …x…
2. Observasi reaksi verbal dan
masalah nyeri akut klien dapat
non verbal dari
teratasi dengan kriteria hasil :
ketidaknyamanan
1. Melaporkan nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi
2. Klien tidak tampak terapeutik untuk mengetahui
memegang area yang nyeri pengalaman nyeri pasien
3. Tidak mengekpresikan wajah 4. Kaji kultur yang
meringis mempengaruhi nyeri
4. Tidak gelisah 5. Evaluasi pengalaman nyeri
5. Melaporkan nyeri dapat lampau
terkontrol 6. Evaluasi bersama pasien dan
6. Menjelaskan factor penyebab tim kesehatan lain tentang
nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
7. Respirasi dalam batas normal masa lampau
8. Nadi dalam batas normal 7. Bantu pasien dan keluarga
9. Tekanan darah dalam batas untuk mencari dan
normal menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi, dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi kefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
Analgesic Administration

1. Kolaborasi pemberian obat


analgesic dengan dokter
2. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
3. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
4. Cek riwayat alergi
5. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi afektivitas analgesik,
tanda dan gejala.
Nausea (Mual) NOC NIC
Nausea and Vomiting Control Nausea Management

1. Klien melaporkan 1. Monitor gejala subjektif mual


terjadinya penurunan klien pada pasien
merasa mual 2. Monitor warna, berat jenis dan
2. Mampu menjelaskan faktor jumlah urine
apa saja yang menyebabkan 3. Kaji penyebab mual
mual. 4. Monitor kecenderungan
3. Klien melaporkan dapat peningkatan atau penurunan
mengendalikan mual. berat badan
4. Klien mampu 5. Perhatikan perubahan status
menggunakan tindakan nutrisi yang signifikan dan
pencegahan untuk sesegera lakukan penanganan,
mengatasi mual jika perlu
5. Klien mampu 6. Monitor adanya kulit kering
menggunakan antiemetik dan pecah-pecah yang disertai
seperti yang di depigmentasi
rekomendasikan 7. Monitor turgor kulit jika
diperlukan
8. Monitor adanya
pembengkakan atau pelunakan,
penyusutan dan peningkatan
perdarahan pada gusi
9. Monitor tingkat energy,
malaise, keletihan dan
kelemahan
10. Monitor asupan kalori dan
makanan

Fluid Management

1. Pertahankan keakuratan
pencatatan asupan dan
haluaran urin
2. Monitor TTV jika perlu
3. Monitor makanan dan cairan
yang dikonsumsi dan hitung
asupan kalori setiap hari, jika
perlu
4. Monitor status hidrasi, jika
perlu
5. Jelaskan penyebab mual
6. Apaila memungkinkan,
beritahu pasien seberapa lama
kemungkinan mual akan
terjadi
7. Ajarkan pasien menelan untuk
secara sadar atau napas dalam
untuk menekan reflek muntah
8. Ajarkan untuk makan secara
perlahan
9. Ajarkan untuk membatasi
minum 1 jam sebelum, 1 jam
setelah, dan selama makan
10. Berikan terapi IV, sesuai
dengan anjuran

Environmental Management

1. Tinggikan bagian kepala


tempat tidur atau ubah posisi
pasien lateral untuk mencegah
aspirasi
2. Pertahankan kebersihan klien
dan tempat tidur saat terjadi
muntah
3. Pindahkan segera benda-benda
yang menimbulkan bau
4. Jangan menjadwakan tindakan
yang menyebabkan nyeri atau
mual sebelum atau sesudah
makan
5. Berikan perawatan mulut
setelah terjadi muntah
6. Berikan kain basah yang
dingin dipergelangan tangan,
leher dan dahi pasien
7. Tawarkan makanan dingin dan
makanan lainnya dengan
aroma minimal

Colaboration Activity

1. Berikan obat antiemetic sesuai


anjuran
2. Konsultasikan dengan dokter
untuk memberikan obat
pengendali nyeri yang adekuat
dan tidak menyebabkan mual
pada pasien

Keletihan (Fatigue) NOC NIC


Energy Management
Endurance
1. Observasi adanya
Concentration pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Energy Conservation
2. Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan
Nutritional Status Energy terhadap keterbatasan
3. Kaji adanya faktor yang
Kriteria hasil :
menyebabkan kelelahan
1. Memverbalisasikan 4. Monitor nutrisi dan sumber
peningkatan energy dan energy yang adekuat
merasa lebih baik 5. Monitor pasien akan adanya
2. Menjelaskan penggunaan kelelahan fisik dan emosi
energy untuk mengatasi secara berlebihan
kelelahan 6. Monitor respon
3. Kecemasan menurun kardiovaskuler terhadap
4. Glukosa darah adekuat aktivitas
5. Kualitas hidup meningkat 7. Monitor pola tidur dan
6. Istirahat cukup lamanya tidur/istirahat pasien
7. Mempertahankan 8. Dukung pasien dan keluarga
kemampuan untuk untuk mengungkapkan
berkonsentrasi perasaan berhubungan
dengan perubahan hidup
yang disebabkan keletihan
9. Bantu aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kebutuhan
10. Tingkatkan tirah baring dan
pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode aktivitas)
11. Konsultasi dengan ahli gizi
untuk meningkatkan asupan
makanan yang berenergi
tinggi
Penurunan Curah NOC NIC
Jantung Cardiac Care
Cardiac Pump Effectiveness
1. Evaluasi adanya nyeri dada
(intensitas, lokasi, durasi)
Circulation Status 2. Catat adanya disritmia
jantung
Vital Sign Status
3. Catat adanya tanda dan gejala
Kriteria Hasil : penurunan cardiac output
4. Monitor status kardiovaskuler
1. Tanda vital dalam rentang
5. Monitor status pernapasan
normal (tekanan darah,
yang menandakan gagal
nadi, dan respirasi)
jantung
2. Dapat mentoleransi
6. Monitor abdomen sebagai
aktivitas, tidak ada
indikator penurunan perfusi
keletihan
7. Monitor balance cairan
3. Tidak ada edema paru,
8. Monitor adanya perubahan
perifer, dan tidak ada asites
tekanan darah
4. Tidak ada penurunan
9. Monitor respon pasien
kesadaran
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas
pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress
Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
4. Auskultasi tekanan darah
pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor tekanan darah, nadi,
RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas nadi
7. Monitor adanya pulsus
paradoksus
8. Monitor adanya pulsus
alterans
9. Monitor jumlah dan irama
jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor irama dan frekuensi
pernapasan
12. Monitor suara paru-paru
13. Monitor pola pernapasan
abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya chusing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradi kardi, peningkatan
sistolik)
17. Identifikasi penyebab
perubahan vital sign

Anda mungkin juga menyukai