Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang AFTA

Fenomena penduduk dewasa ini memang sangat mengkhawatirkan. Terjadinya


ledakan. penduduk mengakibatkan jumlah populasi semakin bertambah namun tidak
diimbangidengan adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Kondisi
perekonomian Indonesiayang semakin tidak menentu menyebabkan banyak
permasalahan yang timbul dalamkehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah
semakin tingginya tingkat kemiskinan penduduk baik di pedesaan maupun di
perkotaan,yang mengakibatkan semakin berkurangnya kemampuan penduduk dalam
memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Maka dari
itu jelas,Indonesia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri untuk
kesejahteraan rakyat. Dengan begitu sebagai suatuNegara, Indonesia perlu melakukan
perdangan internasional.

Sebagai negara yang secara geografis terletak di Asia Tenggara bersama dengan
Sembilan negara lainnya dan atas dasar kesamaan letak geografis itu maka dibentuklah
suatuorganisasi bernama ASEAN (Asosiation South East Asia Nation).Pembentukan
organisasi tersebut tidaklah semata – mata karena kesamaan letak geografis saja,
namun secara ranah sejarahnya seluruh anggotaASEAN adalah bekas jajahan negara
kolonial. Dalam organisasi tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang dalam wadah
AFTA. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-
negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN
sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta
penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke
IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA)
merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk
suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi
kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan
dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003,
dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential
Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk 1
mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan
terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan
Vietnam pada tahun 2015.

Maka dalam AFTA menimbulkan perdaganagn luar negeri (freign trade) akan
mengembangkan kemungkinan konsumsi suatu bangsa. Perdagangan luar negeri
memungkinkan suatu negara mengkonsumsi lebih banyak barang disbandingyang
tersedia menurut garis perbatasan kemungkinan produksi pada keadaan swasembada
tanpa perdagangan luar negeri.

Selanjutnya, bagaimana penerapan perdagangan bebas (Free Trade) dalam


perspektif.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu kriteria
penilaian Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Ekonomi serta untuk
mengetahui mengenai AFTA sebagai organisasi kerja sama internasional.

C. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejarah,dampak,tujuan,


pengertian dan hal yang lainnya dari AFTA.

D. Rumusan Masalah

Yang Menjadi Pokok Permasalahan Dari Makalah Ini Antara Lain Sebagai Berikut :

1. Bagaimana sejarah organisasi AFTA ?

2. Pengertian AFTA ?
3. Bagaimana skema Cept-AFTA ?

4. Apa tujuan pembentukan AFTA ?

5. Bagaimana penerapan AFTA secara penuh ?

6. Apa saja dampak dari AFTA ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah organisasi AFTA (Asean Free Trade Area)

Sejarah organisasi AFTA (Asean Free Trade Area). AFTA atau kawasan perdagangan
bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk
kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri
Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand.

1. Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai


berikut :
Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan
bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2. Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL)
ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL
secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL
pada tanggal 1 Januari 2000.
3. Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common
effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut :
 Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion
list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
 Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula,
akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
 Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.

Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA dengan tujuan :

1. Meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan keanggotaan ASEAN.


2. Meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN.
3. Meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN.
4. Meningkatkan masuknya investasi dari luar negara anggota ASEAN.
B. Pengertian AFTA (Asean Free Trade Areas)

Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara
anggota maupun negara non-anggota. Dalam implementasinya perdagangan bebas
harusmemperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti
mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative
advantage),serta pro dan kontra di bidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana
berbagai jenis mata uang (atau valuta asing) diperdagangkan berdasarkan kurs tukar
valuta asing. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas
ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif
bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari
keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand,
Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut
dengan menjual kulit ke Vietnam.

Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang tersebut
tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif bagi negara –
negaraASEAN melalui skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme
(CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif
yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan
pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan
menguntungkan.

C. Skema CEPT-AFTA

Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang


tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA.
Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan
penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh
negara-negara ASEAN. Dalam skema CEPT-AFTA barang – barang yang termasuk dalam
tariff scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk
pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk
pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari
skema CEPT). Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah
suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan
dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.

D. Tujuan Pembentukan AFTA

1. Meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan


ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia.
2. Untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.
3. Meningkatkan investasi di antara Negara Negara

Oleh karena itu, penerapan AFTA guna meningkatkan perdagangan antar anggota
juga memiliki beberapa persyaratan produk yang harus dipenuhi yaitu :

1) Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List (IL) dari
Negara eksportir maupun importir.
2) Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang disetujui oleh
Dewan AFTA (AFTA Council);
3) Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal 40%. Suatu
produk dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila paling sedikit 40%
dari kandungan bahan didalamnya berasal dari negara anggota ASEAN.

Berikut rumus perhitungan kandungan lokal ASEAN 40%Valune of Imported +


Valune of Parts or produce Produce Non-ASEAN Materials Undetermined x100% is less
FOB price or equal than 60%.

Yang dimaksud dengan ketentuan asal barang (Rules of Origin) adalah Rules of
Origin didefinisikan sebagai sejumlah kriteria yang digunakan untuk menentukan
negara atau wilayah pabean asal dari suatu barang atau jasa dalam perdagangan
internasional.
E. Penerapan AFTA Secara Penuh

AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1 Januari 2002
dengan fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya masih diperkenankan
lebih dari 0 - 5%). Target tersebut diterapkan untuk negara ASEAN-6 sedangkan untuk
negara baru sbb : Vietnam (2006); Laos dan Myanmar (2008); dan Cambodia (2010).
AFTA 2002 tidak mencakup pula adanya kebebasan keluar masuk sektor jasa (misalnya
arus perpindahan tenaga) di negara-negara ASEAN. CEPT-AFTA hanya mencakup
pembebasan arus perdagangan barang. Sedangkan liberalisasi sektor jasa di atur
sendiri dengan kesepakatan yang di sebut ASEAN Framework Agreement on Services
(AFAS), dimana liberalisasinya ditargetkan tercapai pada tahun 2020. Perkembangan
terakhir AFTA Dalam KTT Informal ASEAN III para kepala negara menyetujui usulan
dari Singapura untuk menghapuskan semua bea masuk pada tahun 2010 untuk negara-
negara ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk negara-negara baru ASEAN. Selanjutnya dalam
KTT ASEAN-Cina tahun 2001, telah di sepakati pembentukan ASEAN-Cina Free Trade
Area dalam waktu 10 tahun.

F. Dampak AFTA

Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi
dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat
memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan
barang A dan B untuk dikonsumsi.

Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat
negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi
barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor
sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.

Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor


sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari
negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat
(karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang
yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan
volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan
dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak
melakukan perdagangan).

Saat ini AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian


perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-
angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang
yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-
negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah
diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.

Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat
meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor
Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun
2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya
telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.

Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN


untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan
negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN
dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini
terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.

Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai
17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke
Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan
pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5
persen.

Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi
produk-produk China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk negara
ASEAN. Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor
Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari
pangsa pasar negara-negara ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN
lebih menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya, berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum
terlalu diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar
tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar
ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu
signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor
Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat
menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.

Produsen internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk


dapat menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat
memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan memenuhi
permintaan produknya di negara di sekitarnya dari negara basis tersebut. Turunnya
tarif impor antarnegara ASEAN membuat kegiatan ekspor-impor antarnegara ASEAN
menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara yang dipilih sebagai
negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat membuat produk tersebut
dengan lebih efisien (spesialisasi).

Negara-negara di kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat


produksi untuk melayani pasar ASEAN karena semakin banyak perusahaan yang
memilih negara tersebut untuk dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak
lapangan kerja yang tersedia. Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam
menciptakan daya tarik untuk dijadikan pusat produksi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kerja Sama Ekonomi Internasional Mempunyai Cakupan Yang Lebih Luas


Daripada Perdagangan Internasional. Dengan Demikian Kerja Sama Ekonomi
Internasional Adalah Hubungan Antara Suatu Negara Dengan Negara Lainnya Dalam
Bidang Ekonomi Melalui Kesepakatan – Kesepakatan Tertentu, Dengan Memegang
Prinsip Keadilan Dan Saling Menguntungkan.

Dalam Era Globalisasi Saat Ini, Pelaksanaan Pembangunan Di Indonesia Dan


Negara – Negara Lain Berkaitan Erat Dengan Komitmen – Komitmen Global Dalam
Bidang Ekonomi, Perdagangan, Transaksi Keuangan, Dan Lain – Lain. Indonesia Adalah
Anggota PBB Dan Berbagai Lembaga Lain Di Bawahnya, Serta Di Gerakan Non – Blok.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN
dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi
negara-negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari
keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand,
Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut
dengan menjual kulit ke Vietnam.

Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang tersebut
tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif bagi negara –
negaraASEAN melalui skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme
(CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif
yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan
pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan
menguntungkan.

B. Saran

Penulis hanya mau menyarankan kepada para pembaca sekalian bahwa


kerjasama antar suatu negara dengan negara lain itu sangat di pentingkan, dalam hal ini
untuk kemajuan ekonomi bangsa. Dapat kita lihat betapa entingnya organisasi
AFTAyang di dirikan dengan tujuan tertentu khususnya dalam perdagangan bebas
sehingga masyarakat suatu negara tersebut dapat menjual produknya ke lingkungan
yang luas. Jadi, betapa pentingnya suatu organisasi yang mengatur perekonomian
secara global.

Anda mungkin juga menyukai