F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2020 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan- bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk- produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein. Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.
1.2. Asam Glutamat
Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita jumpai dalam bentuk monosodium glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap makanan. Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium glutamat atau mononatrium glutamat yang merupakan senyawa sintetik yang dapat menimbulkan rasa enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diingankan dari suatu bahan makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan oleh produsen makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut merupakan pembentuk protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG) akan berasa seperti ditambah kaldu daging (protein). BAB II MONOSODIUM GLUTAMAT
2.1. Sejarah Monosodium Glutamat
Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda. Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang. Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada bumbu tradisional Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”. Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr. Ikeda kemudian berhasil mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal. AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an. Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956 kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan beras. Proses fermentasi merupakan proses pengolahan makanan traditional yang juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.
2.2. Karakteristik atau Sifat Monosodium Glutamat
Berikut adalah karakteristik atau sifat dari MSG. Tabel 2.1. Karakteristik atau Sifat MSG Karakteristik Keterangan Glu (singkatan IUPAC) Asam glutamat Alternatif nama Asam 2-Aminopentanedioic Asam 2-Aminoglutarat Asam 1-Aminopropana-1,3-dikarboksil Bentuk Kristal Bentuk Molekul C5H9NO4 Berat Molekul 187 Titik Lebur Terurai pada pemanasan kelarutan Mudah larut dalam air Rasa Tidak ada Kemurnian Lebih dari 90% Kadar air Tidak lebih dari 0,5% Pengotor Harus tidak ada senyawa arsen, besi, dan kalsium Total Gula 48.3 % pH 1.01 % Kadar Nitrogen 1.01 % Kadar Protein Kasar 6.30 Kadar Biotin 3 ppm Kadar Asam Folat 0.04 ppm Bahan Kering 76.5 % Kelembaban 23.5 % Bahan Organik 62.5 % Dextrosa 11.5 % Sukrosa 35.9 % Fruktosa 5.6 % Glukosa 2.6 % Inositol 6000 ppm Riboflavin 2.5 ppm Sumber: Pengumpulan Data 2.3. Proses Pembuatan Monosodium Glutamat Proses pembuatan MSG dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan proses klasik, proses biosintesis dan sintesis kimia. Proses klasik, dilakukan dengan ekstraksi bahan baku (gluten gandum), kemudian di hidrolisa, dipekatkan dan kristalisasi. Finishingnya dilakukan dekolorisasi dan rekristalisasi. Proses biosintesis, yaitu menggunakan teknik fermentasi. Bahan baku (molase) difermentasi dengan mikroba membentuk produk asam glutamat, kemudian diregenerisasi dengan NaOH menjadi MSG. Proses sintesis kimia, yaitu dengan mengunakan Akrilonitril, ditambah dengan H2 dan CO kemudian ditambah ammonium cyanide, dan dihidrolisis dengan menggunakan NaOH dan asam sulfat menghasilkan resismik asam glutamat (DL-GA) dan ditambahkan Na2SO4 dan diperoleh L-GA yang selanjutnya ditambah NaOH menghasilkan MSG. Dari ketiga proses diatas, cara biosintesis adalah cara yang sering dipakai karena mudah dan murah.
2.4. Bahan Baku Pembuatan Monosodium Glutamat
Berikut adalah bahan baku pembuatan monosodium glutamat. 1. Bahan baku berupa tetes tebu atau molase, pati, glukosa, fruktosa, monosakarida, disakarida. 2. Bahan pendukung, yaitu H2SO4, NH3, HCl, NaOH, Defoamer, H3PO4, Urea, MgSO4, Penicilin, Dextrose, Aronvia, dan Karbon Aktif.
2.5. Proses Fermentasi Monosodium Glutamat
Proses fermentasi ini merupakan tahap awal dan merupakan tahapan yang penting dalam pembentukan monosodium glutamat. Hal ini disebabkan Brevibacterium flavum, yang merupakan bakteri penghasil asam glutamat memerlukan kondisi tertentu untuk tumbuh optimum dan mengubah substrat menjadi produk yang diharapkan. Adapun bakteri lain, yaitu: Tabel 2.2. Jenis Bakteri pada Proses Fermentasi Genus Bakteri Spesies C. glutamicum Corynebacterium C. lilium C. calinuae C. herculis B. divaricatum B. ammoniagenus B. flavum B. roseum Brevibacterium B. lactofermentum B. saccharolyticum B. immariophilum B. alanicum B. thiogenitalis M. saliconovolum Microbacterium M. amnophoaphilum M. flavum varghetamicum A. globifermis Arthobacter A. amonifaceus
2.5.1. Tahap Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose, dan raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable sugar. Fermentable sugar merupakan total gula yang dapat difermentasi oleh bakteri, yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa. Bahan baku untuk media tumbuh bakteri harus dipersiapkan terlebih dahulu. Bakteri tidak dapat langsung memecah makromolekul seperti polisakarida, tetapi harus diubah dahulu menjadi bentuk yang lebih sederhana dan akhirnya menjadi monosakarida. Sebelum masuk ke proses fermentasi, tetes tebu masuk terlebih dahulu ke proses pengolahan Pretreated Cane Molases (PCM) yang bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses, menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan, dan menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG. Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan CaCO3. Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan Ca2SO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4. Ca2+ + H2SO4 => CaSO4 + 2H+ Selain cane molasses untuk bahan baku fermentasi MSG, digunakan juga tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar. Dextrouse (glukosa) ini dibuat dari tepung tapioca (polisakarida). Polisakarida harus dihidrolisis oleh enzim-enzim yang spesifik sehingga akan terbentuk monosakarida. Proses pemecahan tersebut dilakukan pada proses SOD (Solution of dextrouse). Secara umum SOD terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1. Tahap Preparasi Pada tahap ini dilakukan persiapan bahan baku yaitu tepung tapioca ditambah dengan air, serta melakukan perlakuan pendahuluan dengan mengatur komposisi larutan antara tepung tapioca, hot water (HW) dan Process Water (PW) sehingga didapat suhu sekitar 48 oC. 2. Tahap Liquifikasi Tahap ini digunakan enzim amylase (liquozyme) untuk memecah ikatan α- 1,4 glikosidik. Enzim ini memecah pati menjadi maltosa, maltotriosa, dekstrin dan sebagian kecil menjadi glukosa. 3. Tahap Sakarifikasi Pada tahap ini digunakan enzim glukoamilase (dextrozyme) dengan merk dagang enzim AMG. Enzim ini mampu memecah disakarida menjadi monosakarida. Untuk raw sugar sendiri atau yang lebih dikenal dengan gula setengah jadi juga merupakan bahan baku dalam pembuatan MSG dan merupakan hasil antara dari pabrik gula. 2.5.2. Tahap Persiapan Bakteri dan Media 1. Laboratory seed culture Merupakan tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium. Tahapan ini dalam dunia industri biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D). Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Liophilisasi, yaitu penentuan atau identifikasi bakteri yang dapat mem- produksi asam glutamat. Research dilakukan oleh bagian R&D dengan hasil bakteri yang superior dalam menghasilkan asam glutamat adalah Brevibacterium flavum. Bakteri ini dibeli dari Korea Selatan yang dapat diaktifkan dengan penambahan larutan gula. b. Stock Slant, yaitu menentukan jumlah bakteri yan aktif memproduksi asam glutamat (GA). c. Active Slant, yaitu pengembangan dari Stock Slant untuk dijadikan volume sebesar 5 liter, yang disebut sebagai jar 5 liter. Dari jar 5 liter bakteri dikembangkan lagi dalam media seed yang lebih besar. 2. Seed culture Merupakan tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan kapasitas 12 kL yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL. Pada tangki ini suhu dijaga konstan 31,5 oC menggunakan jacket yang dialiri PW atau HCW (Hot Chilled Water). Pengadukan dilakukan selama holding time yaitu 16 jam. Tangki seed dilengkapi dengan pipa untuk aerasi karena bakteri bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen yang digunakan disini diperoleh dari udara yang diambil melalui kompresor yang kemudian disaring di air filter, sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari kontaminan. Tekanan operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara 7,3-7,5 dengan penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber nitrogen. Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena media yang ditambahkan tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan bakteri. Jika komposisi nutrisinya melebihi yang dibutuhkan maka akan terjadi lisis pada membrane sel bakteri dan akhirnya mati. Pemberian nutrisi pada bakteri ini bersifat pre-enrichment. Maksudnya bakteri yang awalnya hanya ditumbuhkan pada skala kecil (laboratorium) kemudian sikembangkan pada skala industri akan mengalami shock sehingga perlu nutrisi yang tepat untuk mengembalikan kondisinya pada keadaan normal, sehingga diharapkan dapat menghasilkan asam glutamate dengan optimal. Setiap 2 jam dilakukan pengukuran OD (optical density) dan PVC (packet cell volume) untuk mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan TS (total sugar). Dari data pengukuran jika telah mencapai kondisi optimum pertumbuhan dimana kadar TS belum sampai habis, maka seed siap ditransfer ke main fermentor yang telah sudah terdapat media pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS dengan PW sebagai pelarut. Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization (CS). Sterilisasi media disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat Exchanger (PHE), dimana terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga media yang keluar dari PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke tangki main fermentor.
2.5.3. Tahap Fermentasi Utama
Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor dilakukan sterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan steam dengan suhu 125 oC selama 30 menit. Media dalam main fermentor hampir sama komposisinya dengan media dalam seed, hanya pada main fermentor ini tidak ditambahkan biotin, karena penambahan biotin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan awal bakteri (menegakkan fase log pertumbuhan bakteri), sehingga penambahan biotin dianggap cukup ditambahkan pada seed media saja. Suhu operasi dijaga konstan 31,5-37 oC dengan cara mengalirkan process water melalui cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,5 oC merupakan suhu optimum yang dicapai saat fermentasi serta merupakan suhu adaptasi dari bakteri pada lingkungan barunya dan pH dijaga sekitar 7,7 diatur dengan penambahan NH3 dan juga sebagai pensuplai nitrogen. Juga dilakukan penambahan bahan pendukung, yaitu urea sebagai sumber karbon. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan media atau feeding. Hal tersebut juga disebabkan oleh media yang ditambahkan pada awal fermentasi sudah habis. Penambahan feeding bertujuan sebagai sumber makanan dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga bakteri dapat menghasilkan GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan pipa aerasi untuk suplai O2. Reaksi yang terjadi adalah: 2C6H12O6 + 3O2 + (NH2)2CO => 2C5H9O4N + 3CO2 + 5H2O Untuk membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon separator untuk memisahkan cairan yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Pada tangki seed, setiap 2 jam dilakukan analisa Optical Density (OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS), Dissolved Oxygen (DO) dan GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan Original Broth (OB) yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamat yang akan diproses lebih lanjut pada Refinery I. Cairan hasil fermentasi ini telah mengandung asam glutamat ± 10% dan akan dilakukan pemekatan menjadi larutan OB dengan kandungan asam glutamat 31%. Yaitu dengan evaporasi menggunakan multy effect evaporator (evaporator dengan lebih dari dua heater) selama 1 jam dengan suhu 80 oC pada tekanan vakum. Penggunaan tekanan vakum ini bertujuan untuk menurunkan titik didih larutan, agar tidak merusak bahan. Dari proses ini terbentuk larutan yang disebut Concentrated Broth. Cairan ini akan mengalami pemisahan dari asam glutamat melalui pengasaman (acidification). Pada proses tersebut terjadi pengkristalan dan terbentuk cairan CHE (Crystal High Exchanger).
2.5.4. Proses Pengendalian Fermentasi
Selama proses fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa faktor yakni O2, NH4+, pH, asam phosphat dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan terbentuk asam glutamat sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat atau suksinat. Ammonia (NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang maka akan terbentuk asam α-ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk glutamin. Pengaturan pH juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang asam akan membentuk glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah, asam glutamat akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphat yang kurang akan menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam laktat dan asam suksinat. Selain itu juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi diatur atau diset sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunakan agar mikroba tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi.
2.5.5. Tahap Kristalisasi dan Netralisasi
Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa- senyawa yang mempunyai berat molekul rendah. Original Broth yang telah dihasilkan dari proses fermentasi perlu mengalami pendinginan, kemudian dilakukan proses acidification dengan cara penambahan HCl untuk membentuk kristal α-GA. Kristal alpha ini perlu dilakukan pemisahan dalam decanter dari larutannya untuk mendapatkan kristal α-GA yang lebih banyak. Cairan CHE akan menguap dengan sendirinya dan kristal akan mengalami perubahn bentuk dari bentuk segitiga menjadi bentuk jarum, yaitu kristal β-GA. Kristal murni asam glutamat ini digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan MSG yang berkualitas baik. Kristal murni β-asam glutamat dilarutkan dalam air sambil dinetralkan dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian berubah menjadi MSG. Dari proses ini dihasilkan larutan monosodium glutamat hasil dari asam glutamat dengan natrium karbonat. Reaksi yang terjadi : Reaksi ini berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu antara 50oC sampai 60oC. Apabila suhu terlalu tinggi akan merusak bahan baku asam glutamat, sedang apabila suhunya terlalu rendah reaksi akan lambat karena reaksi ini endothermis. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi penggaraman, maka larutan MSG yang diperoleh bersifat netral dengan pH sekitar 7. Untuk mencapai hasil yang baik kekentalan larutan harus mencapai 260Be sampai 280Be. Untuk memperoleh larutan yang jernih biasanya kedalam larutan dimasukkan penyerap kotoran dan zat warna seperti karbon aktif. Karbon aktif banyak digunakan dalam industri bahan makanan karena sifat karbon aktif yang berporous, sehingga mempunyai daya serap yang tinggi, juga karbon aktif ini netral tak bereaksi. Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan cairan MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya. Kemudian didiamkan selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian disaring dengan menggunakan “vacuum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta “cake” berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan
2.5.6. Pengeringan dan Pengayakan
Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat. Proses ini dimaksudkan untuk memperoleh keseragaman ukuran dalam bentuk kristal. Alat yang biasa digunakan adalah “vibrating screen” yaitu ayakan dengan sistem getaran. Dengan adanya getaran pada alat, maka kristal akan terpisah melewati lubang-lubang ayakan, sehingga diperoleh dua produk : 1. Over size adalah butiran yang tertinggal diatas ayakan. 2. Under size adalah butiran yang lolos dari ayakan. Dalam industri biasanya hasil ayakan terbagi dalam 3 ukuran, yaitu LLC (“Long Large Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC (“Regular Crystal”), sedangkan FC (“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam bentuk kering kemudian dikemas dan disimpan sementara dalam gudang sebelum digunakan untuk tujuan lainnya.
2.6. Manfaat Monosodium Glutamat
Manfaat MSG sebagai penguat cita rasa, MSG menguatkan rasa atau aroma bahan makanan pokok itu sendiri. Manfaat lainnya adalah menghilangkan rasa tidak enak yang terdapat pada bahan makanan tertentu, misalnya menghilangkan rasa langu kentang. Namun, tidak berarti bahwa MSG dapat menghilangkan rasa tidak enak bahan makanan yang sudah rusak. MSG mudah larut dalam air. Keunikan MSG adalah, selain sebagai penguat cita rasa, bila dimakan, dalam tubuh manusia mudah bersenyawa dengan asam amino lainnya dan akan membentuk protein.
2.7. Penggunaan MSG secara Aman
Sekarang MSG apapun mereknya Ajinomoto, Sasa atau Miwon, atau merek dagang lainnya yang semuanya mengandung 100% murni MSG. Seperti yang telah diketahui bahwa MSG yang murni mempunyai efek samping yang cenderung menyebabkan penyakit hipertensi dan kanker. Oleh karena itu untuk amannya, maka sebaiknya menggunakan MSG yang 10% saja dengan dicampur garam dapur. Di Jepang, pabrik Ajinomoto sendiri untuk mensuplai bangsanya sendiri membuat campuran MSG-Garam 10% dan diberi nama Aji-Shio. Dan Aji-Shio inilah yang dijual secara bebas di Jepang. Menurut Dr. Waluyo, Bagian Gizi, FK,UI., di Jepang MSG 100% tidak dijual bebas untuk umum, melainkan untuk pabrik makanan. MSG 10% dibuat dengan mencapurkan 100 gram MSG 100% dengan 900 gram bubuk garam dapur yang halus. Kalau sekarang orang mengkonsumsi 6 gram Aji- Shio, maka hanya makan MSG 100% murni 1/10 dari 6 gram atau sama dengan 0,60 gram atau 600Mg (setara dengan 10 kali korek kuping) sehari. Yang bisa kita tambahkan untuk menambah cita rasa makanan selain MSG adalah kombinasi penggunaan garam, gula, kaldu, serta rempah-rempah lain dalam makanan, walaupun harus diakui sensasi rasa lezatnya memang berbeda dengan MSG.
2.8. Batas Aman Konsumsi
Belum ada peraturan baku dunia, termasuk yang dikeluarkan oleh lembaga pangan dan kesehatan dunia (FAO dan WHO). Yang sudah bisa diketahui adalah titik optimal rasa gurih yang bisa dirasakan seseorang, yaitu maksimal 5 gram/hari. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, tidak boleh berlebihan. Sayangnya, tidak dijelaskan secara detail berapa gram/hari yang dianjurkan. BAB III KESIMPULAN
Mononatrium glutamat (juga disebut monosodium glutamat; disingkat
MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat. Monosodium glutamat dengan rumus molekul C5H9NO4 bisa dihasilkan dari bahan baku berupa tetes tebu atau molase, pati, glukosa, fruktosa, monosakarida, disakarida. Prosesnya meliputi persiapan bakteri dan media, proses fermentasi, proses kristalisasi dan netralisasi, pengayakan dan pemisahan, serta pengepakan. Limbah dari proses pembuatan MSG berupa limbah cair yang dapat digunakan sebagai pupuk cair. MSG digunakan sebagai penyedap rasa atau penambah rasa pada makanan, akan tetapi jika penggunaan MSG secara berlebih akan berdampak negatif pada kesehatan, seperti hypertensi, Chinese Restaurant Syndrome, kanker, kerusakan jaringan pada otak, dsb. Penggunaan MSG yang aman adalah dengan konsentrasi sebesar 10%.