Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KIMIA INDUSTRI

PROSES KIMIA PADA INDUSTRI MSG (MONOSODIUM


GLUTAMAT)

Oleh :
Stefry
170403092
Kelas D

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan
kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-
bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel
mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan
sebagainya. Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba
untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti
asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer.
Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya
telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-
produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe,
oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat
menghasilkan produk protein.
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur
terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau
semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan
enzim. Fermentasi media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji
untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap
kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan
substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan
mengurangi masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan.
Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan
untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang
digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi
di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang
bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan,
substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang
dihasilkan optimal.

1.2. Asam Glutamat


Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan
yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita jumpai dalam
bentuk monosodium glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap
makanan. Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya
monosodium glutamat atau mononatrium glutamat yang merupakan senyawa
sintetik yang dapat menimbulkan rasa enak (flavour potentiator) atau menekan rasa
yang tidak diingankan dari suatu bahan makanan. MSG juga merupakan zat
penyedap rasa yang banyak digunakan oleh produsen makanan untuk membuat
produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut merupakan pembentuk protein,
sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG) akan berasa seperti
ditambah kaldu daging (protein).
BAB II
MONOSODIUM GLUTAMAT

2.1. Sejarah Monosodium Glutamat


Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada
tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda. Penemuan
MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat
Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia
membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia
juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada
makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.
Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada
bumbu tradisional Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia
berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini
kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”.
Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi
Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak
yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan
paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang
dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya.
Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium
menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan
seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr. Ikeda kemudian berhasil
mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal.
AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada
waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an.
Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan
cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956
kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan
hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan
baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan
beras. Proses fermentasi merupakan proses pengolahan makanan traditional yang
juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.

2.2. Karakteristik atau Sifat Monosodium Glutamat


Berikut adalah karakteristik atau sifat dari MSG.
Tabel 2.1. Karakteristik atau Sifat MSG
Karakteristik Keterangan
Glu (singkatan IUPAC)
Asam glutamat
Alternatif nama Asam 2-Aminopentanedioic
Asam 2-Aminoglutarat
Asam 1-Aminopropana-1,3-dikarboksil
Bentuk Kristal
Bentuk Molekul C5H9NO4
Berat Molekul 187
Titik Lebur Terurai pada pemanasan
kelarutan Mudah larut dalam air
Rasa Tidak ada
Kemurnian Lebih dari 90%
Kadar air Tidak lebih dari 0,5%
Pengotor Harus tidak ada senyawa arsen, besi, dan kalsium
Total Gula 48.3 %
pH 1.01 %
Kadar Nitrogen 1.01 %
Kadar Protein Kasar 6.30
Kadar Biotin 3 ppm
Kadar Asam Folat 0.04 ppm
Bahan Kering 76.5 %
Kelembaban 23.5 %
Bahan Organik 62.5 %
Dextrosa 11.5 %
Sukrosa 35.9 %
Fruktosa 5.6 %
Glukosa 2.6 %
Inositol 6000 ppm
Riboflavin 2.5 ppm
Sumber: Pengumpulan Data
2.3. Proses Pembuatan Monosodium Glutamat
Proses pembuatan MSG dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
dengan proses klasik, proses biosintesis dan sintesis kimia. Proses klasik, dilakukan
dengan ekstraksi bahan baku (gluten gandum), kemudian di hidrolisa, dipekatkan
dan kristalisasi. Finishingnya dilakukan dekolorisasi dan rekristalisasi.
Proses biosintesis, yaitu menggunakan teknik fermentasi. Bahan baku (molase)
difermentasi dengan mikroba membentuk produk asam glutamat, kemudian
diregenerisasi dengan NaOH menjadi MSG. Proses sintesis kimia, yaitu dengan
mengunakan Akrilonitril, ditambah dengan H2 dan CO kemudian ditambah
ammonium cyanide, dan dihidrolisis dengan menggunakan NaOH dan asam sulfat
menghasilkan resismik asam glutamat (DL-GA) dan ditambahkan Na2SO4 dan
diperoleh L-GA yang selanjutnya ditambah NaOH menghasilkan MSG. Dari ketiga
proses diatas, cara biosintesis adalah cara yang sering dipakai karena mudah dan
murah.

2.4. Bahan Baku Pembuatan Monosodium Glutamat


Berikut adalah bahan baku pembuatan monosodium glutamat.
1. Bahan baku berupa tetes tebu atau molase, pati, glukosa, fruktosa,
monosakarida, disakarida.
2. Bahan pendukung, yaitu H2SO4, NH3, HCl, NaOH, Defoamer, H3PO4,
Urea, MgSO4, Penicilin, Dextrose, Aronvia, dan Karbon Aktif.

2.5. Proses Fermentasi Monosodium Glutamat


Proses fermentasi ini merupakan tahap awal dan merupakan tahapan yang
penting dalam pembentukan monosodium glutamat. Hal ini
disebabkan Brevibacterium flavum, yang merupakan bakteri penghasil asam
glutamat memerlukan kondisi tertentu untuk tumbuh optimum dan mengubah
substrat menjadi produk yang diharapkan. Adapun bakteri lain, yaitu:
Tabel 2.2. Jenis Bakteri pada Proses Fermentasi
Genus Bakteri Spesies
C. glutamicum
Corynebacterium C. lilium
C. calinuae
C. herculis
B. divaricatum
B. ammoniagenus
B. flavum
B. roseum
Brevibacterium B. lactofermentum
B. saccharolyticum
B. immariophilum
B. alanicum
B. thiogenitalis
M. saliconovolum
Microbacterium
M. amnophoaphilum
M. flavum varghetamicum
A. globifermis
Arthobacter
A. amonifaceus

2.5.1. Tahap Persiapan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes
tebu, dextrose, dan raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai
substrat adalah fermentable sugar. Fermentable sugar merupakan total gula yang
dapat difermentasi oleh bakteri, yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa.
Bahan baku untuk media tumbuh bakteri harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Bakteri tidak dapat langsung memecah makromolekul seperti polisakarida, tetapi
harus diubah dahulu menjadi bentuk yang lebih sederhana dan akhirnya menjadi
monosakarida.
Sebelum masuk ke proses fermentasi, tetes tebu masuk terlebih dahulu ke
proses pengolahan Pretreated Cane Molases (PCM) yang bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses,
menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan,
dan menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG.
Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada
pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan
susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan
CaCO3. Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan
H2SO4 menghasilkan Ca2SO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low
Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis
reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.
Ca2+ + H2SO4 => CaSO4 + 2H+
Selain cane molasses untuk bahan baku fermentasi MSG, digunakan juga
tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar. Dextrouse (glukosa) ini dibuat
dari tepung tapioca (polisakarida). Polisakarida harus dihidrolisis oleh enzim-enzim
yang spesifik sehingga akan terbentuk monosakarida. Proses pemecahan tersebut
dilakukan pada proses SOD (Solution of dextrouse). Secara umum SOD terdiri dari
3 tahap, yaitu:
1. Tahap Preparasi
Pada tahap ini dilakukan persiapan bahan baku yaitu tepung tapioca
ditambah dengan air, serta melakukan perlakuan pendahuluan dengan mengatur
komposisi larutan antara tepung tapioca, hot water (HW) dan Process Water
(PW) sehingga didapat suhu sekitar 48 oC.
2. Tahap Liquifikasi
Tahap ini digunakan enzim amylase (liquozyme) untuk memecah ikatan α-
1,4 glikosidik. Enzim ini memecah pati menjadi maltosa, maltotriosa, dekstrin dan
sebagian kecil menjadi glukosa.
3. Tahap Sakarifikasi
Pada tahap ini digunakan enzim glukoamilase (dextrozyme) dengan merk
dagang enzim AMG. Enzim ini mampu memecah disakarida menjadi
monosakarida. Untuk raw sugar sendiri atau yang lebih dikenal dengan gula
setengah jadi juga merupakan bahan baku dalam pembuatan MSG dan merupakan
hasil antara dari pabrik gula.
2.5.2. Tahap Persiapan Bakteri dan Media
1. Laboratory seed culture
Merupakan tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam
skala laboratorium. Tahapan ini dalam dunia industri biasanya dilakukan oleh
bagian Research and Development (R&D). Tahapan-tahapan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Liophilisasi, yaitu penentuan atau identifikasi bakteri yang dapat mem-
produksi asam glutamat. Research dilakukan oleh bagian R&D dengan hasil bakteri
yang superior dalam menghasilkan asam glutamat adalah Brevibacterium
flavum. Bakteri ini dibeli dari Korea Selatan yang dapat diaktifkan dengan
penambahan larutan gula.
b. Stock Slant, yaitu menentukan jumlah bakteri yan aktif memproduksi asam
glutamat (GA).
c. Active Slant, yaitu pengembangan dari Stock Slant untuk dijadikan volume
sebesar 5 liter, yang disebut sebagai jar 5 liter. Dari jar 5 liter bakteri dikembangkan
lagi dalam media seed yang lebih besar.
2. Seed culture
Merupakan tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan
kapasitas 12 kL yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL.
Pada tangki ini suhu dijaga konstan 31,5 oC menggunakan jacket yang
dialiri PW atau HCW (Hot Chilled Water). Pengadukan dilakukan selama holding
time yaitu 16 jam. Tangki seed dilengkapi dengan pipa untuk aerasi karena bakteri
bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen yang digunakan disini diperoleh
dari udara yang diambil melalui kompresor yang kemudian disaring di air filter,
sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari kontaminan. Tekanan
operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara 7,3-7,5 dengan
penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber nitrogen.
Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena media yang
ditambahkan tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan bakteri. Jika komposisi nutrisinya melebihi yang dibutuhkan
maka akan terjadi lisis pada membrane sel bakteri dan akhirnya mati. Pemberian
nutrisi pada bakteri ini bersifat pre-enrichment. Maksudnya bakteri yang awalnya
hanya ditumbuhkan pada skala kecil (laboratorium) kemudian sikembangkan pada
skala industri akan mengalami shock sehingga perlu nutrisi yang tepat untuk
mengembalikan kondisinya pada keadaan normal, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan asam glutamate dengan optimal.
Setiap 2 jam dilakukan pengukuran OD (optical density) dan PVC (packet
cell volume) untuk mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan
TS (total sugar). Dari data pengukuran jika telah mencapai kondisi optimum
pertumbuhan dimana kadar TS belum sampai habis, maka seed siap ditransfer
ke main fermentor yang telah sudah terdapat media pertumbuhan dan
perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS dengan PW sebagai pelarut.
Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization (CS). Sterilisasi media
disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat Exchanger (PHE),
dimana terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga media yang keluar dari
PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke tangki main fermentor.

2.5.3. Tahap Fermentasi Utama


Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama,
merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor dilakukan sterilisasi
terlebih dahulu dengan menggunakan steam dengan suhu 125 oC selama 30 menit.
Media dalam main fermentor hampir sama komposisinya dengan media
dalam seed, hanya pada main fermentor ini tidak ditambahkan biotin, karena
penambahan biotin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan awal bakteri
(menegakkan fase log pertumbuhan bakteri), sehingga penambahan biotin
dianggap cukup ditambahkan pada seed media saja.
Suhu operasi dijaga konstan 31,5-37 oC dengan cara mengalirkan process
water melalui cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,5 oC
merupakan suhu optimum yang dicapai saat fermentasi serta merupakan suhu
adaptasi dari bakteri pada lingkungan barunya dan pH dijaga sekitar 7,7 diatur
dengan penambahan NH3 dan juga sebagai pensuplai nitrogen. Juga dilakukan
penambahan bahan pendukung, yaitu urea sebagai sumber karbon. Proses ini
berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan pengadukan karena
waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan media
atau feeding. Hal tersebut juga disebabkan oleh media yang ditambahkan pada awal
fermentasi sudah habis. Penambahan feeding bertujuan sebagai sumber makanan
dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga bakteri dapat menghasilkan
GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan pipa aerasi untuk suplai
O2. Reaksi yang terjadi adalah:
2C6H12O6 + 3O2 + (NH2)2CO => 2C5H9O4N + 3CO2 + 5H2O
Untuk membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi
dengan cyclon separator untuk memisahkan cairan yang terikut bersama
CO2. Selain itu pada tangki main fermentor ditambahkan anti foam agent
(AF) guna mencegah timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat
mengakibatkan bakteri kesulitan untuk mendapatkan oksigen.
Pada tangki seed, setiap 2 jam dilakukan analisa Optical Density (OD),
Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS), Dissolved Oxygen (DO) dan GA.
Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan Original Broth (OB) yang terdiri
dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamat yang akan
diproses lebih lanjut pada Refinery I. Cairan hasil fermentasi ini telah mengandung
asam glutamat ± 10% dan akan dilakukan pemekatan menjadi larutan OB dengan
kandungan asam glutamat 31%. Yaitu dengan evaporasi menggunakan multy effect
evaporator (evaporator dengan lebih dari dua heater) selama 1 jam dengan suhu
80 oC pada tekanan vakum. Penggunaan tekanan vakum ini bertujuan untuk
menurunkan titik didih larutan, agar tidak merusak bahan. Dari proses ini terbentuk
larutan yang disebut Concentrated Broth. Cairan ini akan mengalami pemisahan
dari asam glutamat melalui pengasaman (acidification). Pada proses tersebut terjadi
pengkristalan dan terbentuk cairan CHE (Crystal High Exchanger).

2.5.4. Proses Pengendalian Fermentasi


Selama proses fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa faktor yakni
O2, NH4+, pH, asam phosphat dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup
akan terbentuk asam glutamat sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat
atau suksinat. Ammonia (NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber
nitrogen. Apabila jumlahnya kurang maka akan terbentuk asam α-ketoglutarat
sedangkan apabila berlebih akan terbentuk glutamin.
Pengaturan pH juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang
asam akan membentuk glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral
atau basa lemah, asam glutamat akan terbentuk optimal. Penambahan asam
phosphat yang kurang akan menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang
berlebih akan membentuk asam laktat dan asam suksinat.
Selain itu juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu
fermentasi diatur atau diset sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang
digunakan agar mikroba tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses
fermentasi.

2.5.5. Tahap Kristalisasi dan Netralisasi


Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-
senyawa yang mempunyai berat molekul rendah. Original Broth yang telah
dihasilkan dari proses fermentasi perlu mengalami pendinginan, kemudian
dilakukan proses acidification dengan cara penambahan HCl untuk membentuk
kristal α-GA. Kristal alpha ini perlu dilakukan pemisahan dalam decanter dari
larutannya untuk mendapatkan kristal α-GA yang lebih banyak. Cairan CHE akan
menguap dengan sendirinya dan kristal akan mengalami perubahn bentuk dari
bentuk segitiga menjadi bentuk jarum, yaitu kristal β-GA. Kristal murni asam
glutamat ini digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam glutamat yang
dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan
MSG yang berkualitas baik.
Kristal murni β-asam glutamat dilarutkan dalam air sambil dinetralkan
dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian berubah
menjadi MSG. Dari proses ini dihasilkan larutan monosodium glutamat hasil dari
asam glutamat dengan natrium karbonat. Reaksi yang terjadi :
Reaksi ini berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu antara 50oC sampai
60oC. Apabila suhu terlalu tinggi akan merusak bahan baku asam glutamat, sedang
apabila suhunya terlalu rendah reaksi akan lambat karena reaksi ini endothermis.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi penggaraman, maka larutan MSG yang
diperoleh bersifat netral dengan pH sekitar 7. Untuk mencapai hasil yang baik
kekentalan larutan harus mencapai 260Be sampai 280Be. Untuk memperoleh
larutan yang jernih biasanya kedalam larutan dimasukkan penyerap kotoran dan zat
warna seperti karbon aktif. Karbon aktif banyak digunakan dalam industri bahan
makanan karena sifat karbon aktif yang berporous, sehingga mempunyai daya serap
yang tinggi, juga karbon aktif ini netral tak bereaksi.
Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan
cairan MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya.
Kemudian didiamkan selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses
penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang berlangsung dalam keadaan
netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian disaring dengan
menggunakan “vacuum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta “cake”
berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah
sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan

2.5.6. Pengeringan dan Pengayakan


Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan
metode sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada
proses pemurnian dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian
dikeringkan dengan udara panas dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak
dengan ayakan bertingkat. Proses ini dimaksudkan untuk memperoleh keseragaman
ukuran dalam bentuk kristal. Alat yang biasa digunakan adalah “vibrating screen”
yaitu ayakan dengan sistem getaran. Dengan adanya getaran pada alat, maka kristal
akan terpisah melewati lubang-lubang ayakan, sehingga diperoleh dua produk :
1. Over size adalah butiran yang tertinggal diatas ayakan.
2. Under size adalah butiran yang lolos dari ayakan.
Dalam industri biasanya hasil ayakan terbagi dalam 3 ukuran, yaitu LLC
(“Long Large Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC (“Regular Crystal”),
sedangkan FC (“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke
dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam bentuk kering
kemudian dikemas dan disimpan sementara dalam gudang sebelum digunakan
untuk tujuan lainnya.

2.6. Manfaat Monosodium Glutamat


Manfaat MSG sebagai penguat cita rasa, MSG menguatkan rasa atau aroma
bahan makanan pokok itu sendiri. Manfaat lainnya adalah menghilangkan rasa tidak
enak yang terdapat pada bahan makanan tertentu, misalnya menghilangkan rasa
langu kentang. Namun, tidak berarti bahwa MSG dapat menghilangkan rasa tidak
enak bahan makanan yang sudah rusak. MSG mudah larut dalam air. Keunikan
MSG adalah, selain sebagai penguat cita rasa, bila dimakan, dalam tubuh manusia
mudah bersenyawa dengan asam amino lainnya dan akan membentuk protein.

2.7. Penggunaan MSG secara Aman


Sekarang MSG apapun mereknya Ajinomoto, Sasa atau Miwon, atau merek
dagang lainnya yang semuanya mengandung 100% murni MSG. Seperti yang telah
diketahui bahwa MSG yang murni mempunyai efek samping yang cenderung
menyebabkan penyakit hipertensi dan kanker. Oleh karena itu untuk amannya,
maka sebaiknya menggunakan MSG yang 10% saja dengan dicampur garam dapur.
Di Jepang, pabrik Ajinomoto sendiri untuk mensuplai bangsanya sendiri membuat
campuran MSG-Garam 10% dan diberi nama Aji-Shio. Dan Aji-Shio inilah yang
dijual secara bebas di Jepang. Menurut Dr. Waluyo, Bagian Gizi, FK,UI., di Jepang
MSG 100% tidak dijual bebas untuk umum, melainkan untuk pabrik makanan.
MSG 10% dibuat dengan mencapurkan 100 gram MSG 100% dengan 900 gram
bubuk garam dapur yang halus. Kalau sekarang orang mengkonsumsi 6 gram Aji-
Shio, maka hanya makan MSG 100% murni 1/10 dari 6 gram atau sama dengan
0,60 gram atau 600Mg (setara dengan 10 kali korek kuping) sehari. Yang bisa kita
tambahkan untuk menambah cita rasa makanan selain MSG adalah kombinasi
penggunaan garam, gula, kaldu, serta rempah-rempah lain dalam makanan,
walaupun harus diakui sensasi rasa lezatnya memang berbeda dengan MSG.

2.8. Batas Aman Konsumsi


Belum ada peraturan baku dunia, termasuk yang dikeluarkan oleh lembaga
pangan dan kesehatan dunia (FAO dan WHO). Yang sudah bisa diketahui adalah
titik optimal rasa gurih yang bisa dirasakan seseorang, yaitu maksimal 5 gram/hari.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan
MSG dibatasi secukupnya, tidak boleh berlebihan. Sayangnya, tidak dijelaskan
secara detail berapa gram/hari yang dianjurkan.
BAB III
KESIMPULAN

Mononatrium glutamat (juga disebut monosodium glutamat; disingkat


MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat. Monosodium glutamat dengan
rumus molekul C5H9NO4 bisa dihasilkan dari bahan baku berupa tetes tebu atau
molase, pati, glukosa, fruktosa, monosakarida, disakarida. Prosesnya meliputi
persiapan bakteri dan media, proses fermentasi, proses kristalisasi dan netralisasi,
pengayakan dan pemisahan, serta pengepakan. Limbah dari proses pembuatan
MSG berupa limbah cair yang dapat digunakan sebagai pupuk cair.
MSG digunakan sebagai penyedap rasa atau penambah rasa pada makanan,
akan tetapi jika penggunaan MSG secara berlebih akan berdampak negatif pada
kesehatan, seperti hypertensi, Chinese Restaurant Syndrome, kanker, kerusakan
jaringan pada otak, dsb. Penggunaan MSG yang aman adalah dengan konsentrasi
sebesar 10%.

Anda mungkin juga menyukai