Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Arka
Umur : 9 Bulan
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 41 cm
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Cisarupa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 14 Oktober 2016
Tanggal operasi : 14 Oktober 2016
No.RM : 12.00.64
Diagnosis pra operasi : Ileus Obstruksi e.c. Susp invaginasi
Tindakan : Laparatomi Eksplorasi
Diagnosis post operasi : Sesuai
Operator : dr. Hendrik & dr. Joko
Dokter Anastesi : dr. Dhadi, Sp. An dan dr. Fera, Sp. An
Asisten Anastesi : Br. Eki
Jenis Anastesi : General Anastesi
Bagian : Bedah Umum
Kamar : Marjan Bawah
Informed consent : (+) ada

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Buang air besar berdarah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluhkan BAB berdarah disertai dengan muntah berwarna
kuning kehijauan sejak 3 hari SMRS. Pasien juga menangis dan rewel

1
tetapi tidak teus menerus. BAB berwarna merah segar sedikit sedikit
yang bercampur kotoran kemudian berubah menjadi warna merah
bening namun pasien masih bisa kentut. Pasien juga muntah berwarna
hijau kekuningan sedikit sedikit. Ketika pasien rewel, pasien menekuk
dan mengangkat kaki kea rah perut. Pasien terkadang panas. Pasien
sebelumnya dirawat di puskesmas dan dirujuk ke RS Nurhayati
mendapat perawatan selama 2 hari 2 malam dan kemudian di rujuk ke
RSUD dr Slamet Garut dalam kondisi sudah terpasang NGT.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Tidak ada riwayat penyakit dahulu
- Tidak ada riwayat alergi

d. Riwayat Kelahiran:
- Lahir di RSUD dr Slamet Garut, dibantu bidan RSUD
- BB lahir 2400 gr, usia 9 bulan 1 hari
- Sianosis (-), kuning (-), spontan menangis

e. Riwayat Imunisasi:
- Lengkap

f. Riwayat Diet:
- Pasien dari lahir mendapat ASI dan air putih.

g. Riwayat Keluarga:
- Tidak ada riwayat penyakit yang sama di keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis ( GCS:15 )
Status Gizi : baik

2
Vital Sign
- Respirasi : 39 kali/menit
- Nadi : 90 kali /menit
- Suhu : 37,3C
Kepala : Normochepal, ubun-ubun kecil sedikit cekung
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera tidak ikterik -/-
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering (+), faring hiperemis (+)
Telinga : Bentuk normal, Discharge (-), deformitas (-)
Leher : Simestris, trakea ditengah, massa (-)

Thorax & Cor


Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat, thoraks simetris,
pengembangan dada simetris, retraksi(-)
Perkusi : Jantung kanan ICS V linea sternalis dextra
Jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung ICS III linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
bunyi jantung I dan II, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :
Inspeksi : Jejas (-), Massa (-), tampak distensi
Auskultasi : BU menurun, Hiperperistaltik, Metalic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), massa (+),
paraumbilical, teraba kosong pada kuadran kanan
bawah, turgor cepat
Perkusi : Hipertimpani (+)

Ekstremitas :
Atas : Jejas (-), suhu raba tidak dingin
Bawah : Jejas (-), Udem (-), suhu raba tidak dingin

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Tanggal 12 Oktober 2016
Pemeriksaan darah rutin :
Hb : 8,5 g/dl
Leukosit : 14.000/mm3
Ht : 33 %
Eritrosit : 3,0 juta/mm3
Trombosit : 496.000/mm3
Hitung Jenis :
Basofil : 0%
Eosinofil : 1%
Batang : 3%
Segmen : 66%
Limfosit : 20%
Monosit : 10%

Tanggal 13 Oktober 2016


Feses Rutin :
Warna : Kemerahan
Konsistensi : Cair
Bau : Khas
Lendir : Positif
Darah : Positif
Leukosit : 5-7/LPB
Eritrosit : Banyak
Telur Cacing : Negatif
Amoeba : Kista Amoeba (+)

4
B. Rontgen

Kesan : Observasi Ileus Obstruksi Partial Letak Tinggi

V. KESIMPULAN
Pasien laki-laki usia 9 Bulan BB 10kg dengan diagnosis Ileus
Obstruksi e.c. susp Invaginasi yang akan dilakukan tindakan
Laparatomi Eksplorasi. Status fisik pasien ini adalah ASA II E.

VI. INFORMED CONSENT


Keluarga pasien telah mengerti tentang tindakan anastesi yang akan
dilakukan dan telah menandatangani surat persetujuan tindakan
anastesi.

VII. PROSEDUR ANESTESI


a. Pre Operatif
Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi berupa tindakan
Laparatomi adalah pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat. Pada
saat visite pasien, keadaan umum tampak sakit-sedang dan nadi yang
lemah. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan
persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian
dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
- informasi penyakit
- anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit

5
- riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asthma, ada/tidaknya
memakaigigi palsu dan riwayat operasi sebelumnya.
- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,
suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri
dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,
sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai
risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA II E
b. Persiapan Pasien
- Informed concent
- Pasien puasa 6 jam sebelum operasi.
- Pemasangan IV line terpasang jalur intravena menggunakan IV
catheter ukuran 24
c. Persiapan Alat
- S = Stetoskop, Laringoskop
- T = Tube ( single lumen endotracheal tube No. 4 )
- A = Airway ( OPA )
- T = Tapes ( plester )
- I = Introducer (mandarin )
- C = Connector
- S = Suction
- Handscoone
d. Persiapan Obat
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Premedikasi :
- Dexamethason IV 5 mg
- Atropin IV 0,1 mg

6
Medikasi Intra Operatif:
- Fenthanyl 20 mg
- Atracurium 5 mg
- Paracetamol 150 mg
- Inhalasi Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit

e. Teknik anestesi
- Premedikasi diberikan Atropin IV 0,25 mg dikarenakan nadi pasien
yang sudah rendah sebelum proses anastesi dilakukan.
- Fenthanyl 20 mg
- Atracurium 5 mg
- Paracetamol 150 mg
- Inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2
3L/menit,diberikan anastesi inhalasi dengan sungkup muka (face
mask) kemudian pasien diposisikan tidur terlentang.
- Intubasi dilakukan secara oral dengan menggunakan single lumen
endotracheal tube berukuran 4 dan dipasang oro-pharyngeal airway
(OPA) untuk mempertahankan jalan napas dengan menggunakan
manuver head tilt -chin lift-jaw thrust, dan setelah proses operasi
selesai pasien diberikan infus yang telah terisi analgetik post op.
- Induksi : Sempurna
Tehnik : Semi Open
Pengaturan nafas : kontrol/assist

f. Monitoring
- Pemantauan selama anestesi :
o Mulai anestesi : 16.30
o Mulai operasi :16.35
o Selesai operasi :18.00

7
- Frekuensi nadi dan saturasi
Pukul (WIB) Nadi (kali/menit) Saturasi (%)
16.30 150x 97x
16.45 169x 97x
17.00 165x 98x
17.15 169x 97x
17.30 160x 98x
17.45 164x 98x
18.00 160x 98x

g. Pemberian cairan
- Kristaloid : Inf Asering 300 ml
- Perdarahan : 40 cc
- Lama Operasi : 1,5 jam ( 90 menit )
- Puasa 6 jam
 Maintenance cairan
- BB 10 kg = 40 ml/jam
- Defisit puasa selama 6 jam = M x 6 jam = 240 ml
- IWL selama operasi = 8 cc x BB x lama op
8cc x 10 kg x 1,5 jam = 120 cc
 EBV (Estimated Blood Volume)
90 cc/kgBB = 90 x 10 = 900 ml
 ABL = ( Ht pasien – Ht target )% x EBV x 3
(33-35)% x 900 x 3 = 54 ml
 Perdarahan = EBL : EBV x 100%
40 : 900 x 100% = 4,4 %
 Total kehilangan cairan = Perdarahan + IWL + Defisit puasa
40 cc + 120 cc + 240 ml = 400 ml
 Total pemberian cairan intra operasi
Kristaloid ( RL ) = 300 ml
 Kekurangan cairan = 400 – 300 = 100 ml

8
 Pemberian cairan post operasi
24 jam – ( 6 jam – 1,5 jam ) x M = 16,5 jam x 40 ml/jam = 660 ml
(Kekurangan cairan + maintenance post op) / 16,5
100 ml + 660 ml / 16,5 = 760 / 16,5 = 46 ml/jam

9
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen
usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi /
strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke
bagian distal (intususepien).

INSIDENSI
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya
ditemukan pada anak – anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia anak.

Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki – laki, dengan
perbandingan antara laki – laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens
pada bulan Maret – Juni meninggi dan pada bulan September – Oktober juga
meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan
musim penghujan dimana pada musim – musim tersebut insidens infeksi
saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang
menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor
penyebab.

ETIOLOGI
IDIOPATIK
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
“infatile idiphatic intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan
penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel
submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini
merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

10
KAUSAL
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya
kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber
blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel,
polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi
anak. Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan “Specific
leading points” berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary
lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa
karena hemophilia atau Henoch’s purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai
sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul
setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik
usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

Faktor – faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi


Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu
terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian
makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-
kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat
peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi,
ternyata kuman rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus
invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %.

TANDA & GEJALA


Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba – tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas,
penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri
perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak /
bayi kelihatan seperti normal kembali.

11
Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus
secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses
bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah
segar bercampur lendir tanpa feses.
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada
perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini
akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi.
Pemeriksaan colok dubur didapati:
- Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio.
- Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala
invaginasi tidak khas, tanda – tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul,
pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada
darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin
disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi
tidak cepat timbul.

PATOFISIOLOGI
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang
terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi
menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk
kembali normal secara spontan. Pada sebagian besar kasus invaginasi
keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal.
Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat
penyakit berjalan progresif dim ana ileum dan mesenterium masuk kedalam
caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan
kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.

12
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol
dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :

 Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –
serangan., nyeri menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul
lagi serangan baru.

 Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

 Buang air besar campur darah dan lendir

TREATMENT
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam
dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan
baik:
 Reduksi dengan barium enema
 Reduksi dengan operasi

13
BAB III
LAPORAN ANASTESI
A. PRE OPERATIF
Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi berupa tindakan
Laparatomi adalah pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat. Pada
saat visite pasien, keadaan umum tampak sakit-sedang dan nadi yang
lemah. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan
persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian
dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
- informasi penyakit
- anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit
- riwayatalergi, riwayat sesak napas dan asthma, ada/tidaknya
memakaigigi palsu dan riwayat operasi sebelumnya.
- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,
suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri
dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,
sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai
risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA II

B. INTRA OPERATIF
Jenis anastesi yang diberikan pada pasein ini dengan menggunakan
anastesi inhalasi sungkup muka yaitu anastesi yang menggunakan
kombinasi obat berupa gas melalui sungkup muka dengan pola nafas
spontan. Komponen trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi,
dan relaksasi otot ringan.
Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka
karena durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang

14
sudah lemah sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan
juga dexa untuk meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien
diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA)
dan diberikan anastesi inhalasi dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3
dengan mempertahan kan jalan napas head tilt -chin lift-jaw thrust,
anastesi inhalasi menggunakankombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2
3L/menit.
• Pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan
pada pasien dengan BB =10 kg:
• Pemeliharaan cairan per jam:
4X 10 = 40 mL/jam
• Pengganti defisit cairan puasa:
6 X 40 mL = 240 mL
• Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
4 X 10 = 40 mL
• 1 jam pertama = (50 % X defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarahan
operasi :
120 + 60 + 240 = 420 mL
• 1 jam kedua = (25 % X defisit puasa ) + pemeliharaan:
60 + 80 = 140 mL
• Jumlah terapi cairan:
40 + 420 + 140 = 600 mL

C. POST OPERATIF
Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang observasi. Pasien
berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan
tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi
dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 15 menit. Oksigen tetap
diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien
dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

15
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien berusia 9 bulan dengan berat 10 kg dan tinggi 41 cm dilakukan


tindakan pembedahan dengan diagnosi pra operasi susp. Invaginasi dan diagnosis
post operasinya adalah Post Operasi Laparatomi pada tanggal 14 Oktober 2016
memulai anastesi pada pukul 16.30, mulai operasi 16.35 dan selesai operasi 18.00
dengan lama durasi anastesi selama 1 jam 30 menit.

Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena


durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang sudah lemah
sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan juga dexa untuk
meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang
dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi
dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3 dengan mempertahan kan jalan napas
head tilt -chin lift-jaw thrust, anastesi inhalasi menggunakan kombinasi
Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit.

Observasi post operasi dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan


vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 15 menit. Oksigen
tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah pasien sadar dan kondisi stabil maka
pasien dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Butterworth, John F, Mackey, David C dan Wasnick, John D. Morgan Mikhail's


CLINICAL ANESTHESIOLOGY. United States : Lange, 2013.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.

Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian


Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI

Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan


S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.

Handoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi 4.
Jakarta : Gaya Baru. 1995.

Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran


FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.

17

Anda mungkin juga menyukai