Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri

dimana enzim pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan

autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan

gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada

pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif

ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal

yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.

Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan

kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada pankreatitis akut

bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik

diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat

ireversibel.

Epidemiologi

Di seluruh dunia, kejadian pankreatitis akut berkisar antara 5 sampai 80

per 100.000 penduduk, dengan insiden tertinggi tercatat di Amerika Serikat dan

Finlandia. Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, seperti Hong Kong, lebih

banyak pasien cenderung memiliki pankreatitis batu empedu, sedangkan di

Amerika Serikat, pankreatitis yang berkaitan dengan alkoholisme adalah yang

paling umum.

Usia rata-rata saat onset tergantung pada etiologi. Berikut ini adalah usia

rata-rata onset untuk berbagai etiologi :

Terkait dengan alkohol: 39 tahun

Terkait gannguan atau kelainan saluran empedu: 69 tahun

Terkait dengan trauma: 66 tahun

Terkait penggunaan obat-obatan: 42 tahun

Terkait ERCP: 58 tahun

Tetkait penyakit HIV/AIDS: 31 tahun


Terkait penyakit vaskulitis: 36 tahun

Umumnya, pankreatitis akut lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada

perempuan. Pada laki-laki, etiologi lebih sering berhubungan dengan alkohol.

Pada wanita lebih sering berhubungan dengan penyakit saluran empedu.

Etiologi

Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang

mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks

cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas

bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis. Pada

pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis

yang mula-mula terjadi di sekitar duktus asinus namun kemudian di dalam sel-sel

asinar.

Klasifikasi

Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis

parenkim, pankreatitis akut dapat dibedakan menjadi :

a. Pankreatitis akut tipe intertisial

Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak

didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara

mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,

disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat

terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinar.

b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik

Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan

perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di tepi
pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh

darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan

retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah

nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat

menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis


lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan

berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.

Patogenesis Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam

kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam

sel-sel asinar pankreas

. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas.

Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab :

1. Obstruksi duktus pankreatikus.

Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis) yang

terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone protein) dan

spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol.

2. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim

pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak

(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol.

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini

dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di

pankreas.

Gangguan di sel asinar pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim

pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,

neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin,

platelet activating factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-1 beta, IL-6,

IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive

molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat,

teraktivasinya sistem komplemen, dan ketidakseimbangan sistem

trombofibrinolitik (perdarahan). Neutrofil mempermudah pelepasan superoksida

dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D, dan G; kolagenase; serta elastase).

Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis

mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja

terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase

berurutan, yaitu: 1. inflamasi lokal pankreas, 2. peradangan sistemik atau systemic

inflammatory response syndrome (SIRS), 3. disfungsi multi organ atau multiorgan

dysfunctions (MODS). Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons

inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflamasi dan

antiinflamasi, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan

dimana sitokin proinflamasi lebih dominan daripada sitokin antiinflamasi (IL-10,

IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra)) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan

yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, hal ini dapat

mengklasifikasikan beratnya penyakit dan memprediksi prognosisnya.

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Kadar Lipase dan Amilase

Pemeriksaan tingkat lipase lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan

tingkat amilase oleh karena amilase juga diproduksi oleh kelenjar saliva dan

kadarnya dapat normal pada kondisi pankreatitis alkoholik recurrent. Pada hari

0-1 serum lipase memiliki sensitivitas 100% dibandingkan dengan serum

amilase dengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-3 sensitivitasnya mencapai 85%

dan spesifitas lipase 82% dibandingkan serum amilase yang hanya 68%.

Kadar amilase dan lipase lebih tinggi tiga kali lipat dari kadar normal

menunjukkan adanya pankreatitis.

4,7 Serum amilase akan kembali normal dalam 3-5 hari. Rasio lipase dan amilase lebih besar dari 4
menunjukkan

bahwa penyebabnya adalah alkoholik.

- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

Kadar serum CRP lebih dari 150 mg/dL atau 14.286 nmol/L dalam 48 jam

masuk rumah sakit menunjukkan bentuk pankreatitis akut berat dari


pankreatitis akut ringan. Jika tingkat serum CRP lebih dari 180 mg/dL dalam

72 jam berhubungan dengan adanya nekrosis pankreas. Serum CRP mencapai

puncaknya pada 36-72 jam setelah gejala muncul sehingga tidak membantu

jika dilakukan pada awal masuk rumah sakit.

b. Pemeriksaan Radiologi

Semua pasien yang mengalami pankreatitis akut dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi (USG)

. Hal ini akan sangat membantu diagnosis pankreatitis

yang disebabkan oleh batu kelenjar empedu. Pada kondisi gas saluran

pencernaan saling tumpang tindih atau batu empedu pada bagian distal saluran

empedu akan sangat susah mendeteksinya.

Pemeriksaan Contrast-enhaced computed tomography (CECT) merupakan

standar diagnosis yang dapat digunakan. Merupakan pilihan utama yang dapat

digunakan pada pasien dengan nyeri perut yang berat dan ketika diduga adanya

pankreatitis nekrotik. Sangat baik dilakukan pada 48-72 jam

. CT scan tidak

perlu dilakukan pada kondisi pasien stabil dengan pankreatitis akut ringan.

Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) memiliki

sensitivitas 79% dan spesifitas 92% dibandingakan dengan pemeriksaan CT

scan. Pemeriksaan ini sangat membantu pada kondisi penggunaan kontras

dikontraindikasikan (disfungsi renal). Direkomendasikan pada pasien dengan

peningkatan enzim hati dan Common Bile Duct (CBD) bila tidak dapat di

evaluasi dengan USG.6 Pemeriksaan dengan Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography (ERCP) dapat membantu dalam mendiagnosis

penyebab pankreatitis akut oleh karena choledocholithiasis.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan

Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan

operasi. Pada tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan
pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien

dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang

perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan

bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.6,7 Pankreatitis akut

ringan dapat dirawat di rumah tapi kebanyakan memerlukan perawatan di rumah

sakit. Nutrisi dan hidrasi dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol

nyerinya dengan narkotik oral.10 Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan

sering akibat muntah, penurunan intake oral, cairan pada ruang ketiga,

peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.

Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi

yang agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring

hematokrit, BUN, dan kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat

lebih baik dibandingkan dengan Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih

merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion, serta hiperkloremia

asidosis metabolik.6 Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60 sampai 90

menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya untuk

mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar BUN.

Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.

Pada kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat

diberikan nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan

atrofi jaringan limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan sel B,

menurunnya aktivitas kemotaksis lekosit dan fungsi fagositosis, serta

meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya

translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi.

Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat menurunkan

infeksi, menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek lama perawatan di

rumah sakit dibandingkan melalui nasogastric tube (NGT).7 Hal ini karena

pemberian nutrisi melalui NGT lebih berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi

dan meningkatkan sekresi enzim. Nasogastrik dan nasojejunal memiliki

keamanan dan efektivitas yang mirip.10 Pemberian cairan oral dapat dilakukan

bila nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang
dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah

lemak diet regular. Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral. Nutrisi

parenteral dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi

enteral dapat ditunda pada pasien syok, perdarahan gastrointestinal masif,

obstruktif intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat.

Sekitar 1/3 pankreatik nekrotik akan mengalami infeksi. Penyebab infkesi

terbanyak yaitu Escherechia coli (34%), Enterococcus (25%), Klebsiella sp.

(15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%),

Pseudomonas (7%), dan Candida sp. (11%). Lebih banyak infeksi monomikrobial

(66%) dibandingkan polimikrobial (34%).1 Infeksi dapat pada pankreas (nekrosis

infeksi) dan ekstrapankreas (kolangitis, infeksi yang didapat dari kateter,

bakteremia, infeksi saluran kencing, dan pneumonia). Nekrosis infeksi 27% terjadi

dalam 14 hari, studi lain menunjukkan bahwa setengah dari infeksi dapat terjadi

dalam 7 hari setelah masuk rumah sakit. Berdasarakan review Cochrane, tidak

ada perbedaan yang signifikan antara pemberian profilaksis antibiotik dan

nonprofilaksis antibiotik terhadap mortalitas dan nekrosis pankreatitis. Namun

pemberian imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai monoterapi dapat menurunkan

infeksi pankreas. Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena. Sedangkan

menurut The American Gastroenterological Association guidelines

merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi tidak

pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril.

Menurut Gang et al, dalam 10 tahun perawatan 47 dari 80 pasien sukses

diobati dengan pemberian antibiotik pada infeksi nekrosis pankreas. Mortalitas

dengan penggunaan antibiotik hanya 23% jika dibandingkan dengan metode

operasi yaitu mencapai 54%.

Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem,

quinolon, metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi.

Adanya nekrosis terinfeksi

harus dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-

pankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7–10 hari. Pada pasien ini

diperlukan tindakan aspirasi jarum halus dengan panduan Ultrasonography (USG)


atau CT scan sebagai dasar panduan pemberian antibiotik atau antibiotik empiris

segera diberikan seandainya tidak dilakukan aspirasi jarum halus.

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotik yang tepat.

Dalam 48-72 jam perawatan dilakukan monitoring keadaan pasien.

Tekanan darah, denyut nadi, saturasi oksigen, jumlah urin diperiksa setiap satu

hingga dua jam

. Kebutuhan cairan tubuh dinilai setiap 6 jam selama 24-48 jam.

Jika terjadi hipotensi, hipoksemia, atau oligouria yang menunjukkan tidak

responsif terhadap pemberian cairan, maka sebaiknya dikirim ke unit intensif.

Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 4-8 jam, perhatikan adanya gangguan status

mental atau kekakuan pada perut yang dapat menunjukkan abdominal

compartment syndrome atau cairan dalam rongga ketiga. Pemeriksaan darah

lengkap, kalsium, magnesium, glukosa serum, dan tingkat BUN sebaiknya

diperiksa setiap 12 jam (tergantung kondisi pasien). Computed tomography (CT)

awal dilakukan setelah 72-96 jam dari onset sakit. CT dapat diulang apabila

respon terhadap standar terapi tidak bagus untuk mengevaluasi komplikasi atau

perburukan pankreatitis1,10. Hasil dari pemeriksaan CT dapat dinilai berdasarkan

CT Severity Indeks (CSI). Skor ≥5 menunjukkan mortalitasnya 15 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan skor dibawah 5.

Penatalaksanaan bedah sering dilakukan pada pankreatitis yang

berhubungan dengan batu empedu. Kolesistektomi pada dalam 48 jam setelah

keluhan dapat mengurangi waktu dirawat di rumah sakit. Selain itu,

kolesistektomi yang dilakukan seawal mungkin tidak meningkatkan risiko

komplikasi sekunder dari operasi. Operasi tidak dilakukan pada pankreatitis akut

nekrosis sampai inflamasinya berkurang dan akumulasi cairan tidak lagi

meningkatkan ukurannya. Penatalaksanaan operasi melalui ERCP berkorelasi

dengan koledokolitiasis. Tetapi konsensus menyarankan pelaksanaan ERCP tidak

rutin dilakukan. Pada kolangitis akut atau serum bilirubin >5 mg/dl ERCP masih

bermanfaat. ERCP dapat digunakan mengidentifikasi disrupsi ductus pankreatik

pada pankreatitis akut berat dan intervensi pada sindrom dislokasi ductus.

ERCP dapat mengurangi perkembangan pankreatitis akut menjadi berat


jika dilakukan prosedur ini dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit. ERCP juga

dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kolangitis sebesar 61%. Komplikasi

yang ditimbulkan dalam 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dengan ERCP

lebih rendah dibandingkan dengan tidak dilakukan prosedur ini yaitu 15%:54%.

Selain itu, ERCP juga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada

komplikasi pankreatitis akut hingga 96,97%. Tetapi sebaiknya prosedur ini tidak

dilakukan pada pankreatitis akut berat. ERCP dengan sphincterotomy dapat menurunkan mortalitas
hingga 4%. Pada pankreatitis akut berat atau nekrosis

infeksi atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan bantuan

CT atau operasi debridement.

Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat

Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan

pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya

radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.

Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah: (1)

ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di

duktus koledokus, (2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat

batu empedu, (3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan

panduan USG maupun CT scan atau transluminal endoskopik, (3) nekrosektomi

melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau

debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted

retroperitoneal debridement), (4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk

mengevakuasi timbunan cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal

(walled–off).

Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak

mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang

memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut

adalah (1) pankreatitis nekrosis terinfeksi, (2) pankreatitis nekrosis steril dengan

penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction),

(3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama
di ICCU, (4) pseudokista pankreas simptomatik, (5) pankreatitis biliar akut

dengan kolangitis, (6) pankreatitis akut dengan batu empedu.

Komplikasi

Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi

menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ

yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal.

Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu

gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal

jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).

Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan

sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor

dari Marshall. Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya

eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung

koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut.

Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi

dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk

dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut

cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista

pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut,

organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.

Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen,

terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute

collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits

edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun

apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding

inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas.

Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan menyebabkan

sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel,

dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi. Pankreatitis

nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10%–20% pasien
dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan

nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis

ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang

atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan

menggunakan CECT.

Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas

atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang

terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat

bersifat steril (sterile necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis

nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit. Setelah kurang lebih 4

minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang sekali menghilang) dan

dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan cairan,

dikenal sebagai walled-off necrosis.

Pada kondisi tertentu pankreatitis nekrosis

yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah

menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas

mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan

melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi

dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di

parenkim pankreas atau peripankreas

Referensi : Sukadema, putu.2017.pankreatitis akut.fakultas kedokteran udayana

Anda mungkin juga menyukai