Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Matematisasi
Matematisasi berasal dari kata mathematisasion atau
mathematization. Kata ini merupakan kata benda dari kata kerja
mathematise atau mathematize yang artinya mematematikakan atau
membuat model matematika. Sehingga, pengertian matematisasi adalah
memodelkan atau membuat suatu model dari suatu kejadian (fenomena)
secara matematis ( mencari matematika yang sesuai terhadap suatu
fenomena) ataupun membangun konsep matematika dari suatu kejadian.1
Hal terpenting dari matematisasi dalam pembelajaran matematika
adalah sebagai proses suatu peningkatan dan pengembangan ide- ide
matematika yang dilakukan secara bertahap. Hal tersebut dapat terlaksana
jika pembelajaran matematika memuat aktivitas yang behubungan dengan
karakteristik matematika yaitu :
a. Generalitas
Kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran
matematika yang menekankan analogi, klasifikasi, dan struktur.
b. Kepastian
Yang berhubungan dengan kegiatan refleksi, justifikasi, dan
pembuktian
c. Ketepatan
Hal ini berkaitan dengan pemodelan, simbolisasi, dan pendefenisian
d. Ringkas
Matematika akan menjadi ringkas dengan menggunakan penyimbolan
dan penskemaan
De lange membagi matematisasi menjadi 2, yaitu matematisasi
horizontal dan matematisasi vertikal.

1
Ahmad Nizar Rangkuti.Pendidikan Matematika Realistik (Medan: Citapustaka
Media,2019).hlm.87.

1
Menurut Freudenthal matematisasi horizontal berarti bergerak dari
dunia nyata ke dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal
bergerak dalam dunia simbolmitu sendiri,. Dengan kata lain,
matematisasi horizontal menghasilkan konsep, prinsip atau model
matematika dari masalah kontekstual sehari-hari, sedangkan yang
menghasilkan konsep, prinsip atu model matematika dari matematika
sendiri termasuk dalam kategori matematisasi vertikal.2

B. Pengembangan Model
Model merupakan bentuk matematisasi dari suatu masalah. Oleh
karena itu model dan pemodelan tidak bias dilepaskan dari proses
matematisasi. Matematika merupakan suatu alat yang seharusnya
membantu siswa dalam memahami kehidupan nyata ataupun
kehidupannya sehari-hari.

Pemodelan merupakan suatu kegiatan yang bias


menghubungkan/menjembatani dunia matematika dengan dunia nyata
(kehidupan nyata). Karakteristik ini menempatkan penggunaan model
untuk matematisasi progresif sebagai hal yang penting dalam penemuan
dan pembangunan konsep matematika olehsiswa.

Model yang dikembangkan siswa harus dapat


menghubungkan/menjembatani pengetahuan informasi dan pengetahuan
matematika formal. Model matematika dikembangkan oleh siswa secara
mandiri untuk memecahkan suatu masalah. Pada awalnya, model
matematika itu berupa situasi yang diakrabi peserta didik berdasarkan
pengalaman pesertadidik sebelumnya (model of). Melalui proses
generalisasi dan formalisasi, model itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk
model matematika yang formal (model for).

2
Akmal Hi.Dahlan, Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Ketertarikan Belajar Matematika.
Tesis,2017.hlm.12.

2
Siswa diberikan kesempatan untuk menjalani suatu proses yang
disebut matematisasi yang biasanya dimulai dari matematisasi horizontal
kemudian dilanjutkan dengan matematisasi vertical. Dalam proses
matematisasi tersebut digunakan model of (model of situation) yang
dikembangkkan menjadi model for ( model for formal mathematics).
Model yang pertama dikembangkan masih berbentuk pengetahuan
matematika informal yang kemudian akan dikembangkan dan
disempurnakan sendiri oleh pesertadidik menjadi bentuk pengetahuan
matematika formal dalam bentuk model for, dengan bimbingan orang
dewasa. Keberagaman jenis model yang digunakan dapat
bergeser/berubah dari model konkrit, semi konkrit, semi abstrak sampai ke
model abstrak merupakan cirri dari terjadinya proses matematisasi yang
berangkat dari situasi yang pada awalnya tidak terstruktur kemudian
bergerak menjadi sesuatu yang terstruktur, general dan formal.
Penggunaan berbagai model terhadap situasi ( model of) untuk
menuju pada matematika yang formal merupakan suatu yang esensial. Hal
ini berarti model dapat dipandang sebagai suatu alat atau jembatan(
Gravemeijer,1994) yang menghubungkan bagian konkrit ataupun informal
dengan bagian abstrak atau bagian formal, misalnya rumus atau teorema.
Gravemeijer (1994) menyebutkkan empat level atau tingkatan
dalam pengembangan model, yaitu:
1. Level Situasional
Merupakan tingkatan yang paling mendasar dari suatu
pemodelan.Pada tingkat ini pengetahuan dan model masih berkembang
dalam konteks situasi masalah yang digunakan.
2. Level Referensial
Pada level ini, model dan strategi yang dikembangkan tidak berada
dalam konteks situasi, melainkan sudah merujuk pada konteks. Pada
level ini pesertadidik membuat model untuk menggambarkan situasi
konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut model dari
(model of) situasi.

3
3. Level General
Pada level ini, model yang dikembangkan pesertadidik sudah
mengarah pada pencarian solusi matematis.Model pada level ini disebut
model untuk( model for) penyelesaian masalah.
4. Level Formal
Pada level ini, pesertadidik sudah bekerja dengan menggunakan
symbol dan representasi matematis. Tahap formal merupakan tahap
perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh
siswa.
Selain Gravemeijer yang menyebutkan empat tingkatan dalam
pengembangan model, ada juga Blum dan Leiss yang merumuskan
pemodelan matematika terdiri dari tujuh langkah, yaitu :
1. Pemahaman
2. Penyederhanaan
3. Matematisasi
4. Penyelesaian secara matematis
5. Interpretasi
6. Validasi
7. Penyajian hasil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan model adalah suatu
pengembangan rumusan matematis yang digunakan siswa untuk
penemuan dan pengembangan suatu konsep.

4
C. KETERKAITAN KONTEKS, MODEL dan PEMBANGUNAN KONSEP
Pada bidang sosial masyarakat pada umumnya keterkaitan konteks, model
dan pembangunan konsep ini dipengaruhi oleh permasalahan dan usaha
pembangunan untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap dalam
masyarakat yang lebih kondusif. Berikut ilustrasi pada permasalahan yang
digunakan pada dua soal di bawah ini:
1. Sebuah taxi yang berisi 20 penumpang berangkat dari Sipirok menuju
Padangsidimpuan melalui tiga loket. Di loket pertama naik 5 orang
penumpang dan turun 1 orang penumpang. Di loket kedua turun 5 orang
penumpang dan naik 2 orang penumpang. Di loket ketiga naik 4 orang
penumpang namun tidak ada penumpang yang turun. Maka, berapa banyak
penumpang yang akan turun di Padangsidimpuan?
2. Angkot 02 yang memiliki penumpang berangkat dari Palopat Pijorkoling
menuju ke Simarsayang melalui tiga kampus. Di Kampus IAIN
Padangsidimpuan naik 6 orang mahasiswa dan turun 5 orang mahasiswa. Di
IPTS Naik 5 orang mahasiswa dan turun 4 orang mahasiswa. Di UMTS
tidak ada mahasiswa yang naik, tetapi ada 2 orang mahasiswa yang turun.
Setelah sampai di Simarsayang ternyata ada 16 orang mahasiswa di dalam
angkot 02. Maka, berapa banyak mahasiswa yang berangkat dari Palopat
Pijorkoling?
Dari kedua soal tersebut sangat berkaitan dengan konsep penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. Tetapi, “kemasan” konteks dari kedua soal
tersebuat berbeda. Yang akan berpengaruh pada pemodelan yang akan
dilaksanakan oleh siswa. 3
a. Keterkaitan antara operasi penjumlahan dan pengurangan pada aktivitas
naik dan turun taxi pada contoh pertama mudah di pahami. Operasi
penjumlahan adalah model dari kata naik sedangkan operasi
pengurangan adalah model dari kata turun. Maka jika ada penumpang
yang naik itu berarti banyak penumpang di dalam taxi dan yang turun itu
berarti penumpang dalam taxi berkurang.

3
Ibid.hlm.95.

5
Jawabannya yang bisa atau mungkin dibuat oleh siswa yaitu:
20 + 5 – 1 – 5 + 2 + 4 = ?
20 + 5 -1 – 5 + 2 + 4 = 25
Maka, banyak penumpang yang turun di padangsidimpuan adalah 25
orang.
Pada soal pertama ini relatif mudah karena cara penyelesaiannya siswa
menggunakan data secara “kronoligis” yang urutan perjalanan taxi dari
Sipirok sampai ke Padagsidimpuan. Siswa diberikan data awal yaitu data
penumpang yang berangkat dari Sipirok dan data antara yaitu penumpang
yang naik dan yang turun di loket yang dilewati, hingga siswa diminta untuk
mencari data akhir yaitu banyak penumpang yang akan turun di
Padangsidimpuan.
b. Pada soal kedua ini sama halnya dengan soal pertama yaitu operasi
matematika yang digunakan. Tapi terdapat perbedaan data yang
diberikan dan masalah yang dipertanyakan. Pada soal kedua siswa
diberikan data akhir berupa mahasiswa yang turun di tempat tujuan dan
disuruh mencari data awal yang berapa banyak mahasiswa yang
berangkat dari asal angkot 02 tersebut.
Jawaban siswa yaitu:
6+6–5+5–4–2=?
6+6–5+5–4–2=6
Maka diperolah banyak mahasiswa yang berangkat dari palopat
pijorkoling adalah 6 mahasiswa.
Proses dan alur berpikir siswa akan terbangun dalam
menyelesaikan soal dengan berbagai cara atau strategi yang bisa saja
dilakukan siswa, secara tidak langsung ini akan mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif siswa.
Dengan menghasilkan sesuatu yang baru merupakan suatu kegiatan
berpikir siwa yang kompleks dan terhubung erat satu sama lain. Maka pada
umumnya masalah tidak dapat terselesaikan tanpa berpikir hal ini
membangun siswa dalam mengembangankan pemikiran dengan

6
menguhungkan konteks, model dan pengembangan konsep ini dengan hasrat
keingin tahuan dan memiliki ide kreatif tersebut.
Terdapat beberapa cara berpikir diantaranya berpikir vertikal, lateral,
kritis, analitis, kreatif dan strategis. Jika siswa mampu dengan kelenturan
menjawab yang akan menghasilkan jawaban, ide, dan gagasan bahkan
pertanyaan yang bervariasi yang harus tertuju pada masalah yg diberikan
dengan bahasa, cara dan ide berpikir siswa tersebut yang tidak pernah
terpikir oleh siapapun, nah ini merupakan suatu kemampuan yang dapat
membangun model dan strategi pada konteks masalah dan pembangunan
konsep. 4

4
Amidi, M. Zuhair Zahid, “ membangun kemapuan berpikir kreatif matematis dengan
model pembelajaran berbasis masalah berbantuan e-learning”, Seminar Nasional Matematika x
Universitas Negeri Semarang 2016, hal. 2-3.

Anda mungkin juga menyukai