Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER PARU DI RUANG

FLAMBOYAN RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA


KABUPATEN JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

Oleh

Istna Abidah Mardiyah


NIM 152310101070

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT 1
1.1 Anatomi Fisiologi Paru 1
1.1.1 Anatomi Paru 1
1.1.2 Fisiologi Paru 1
1.2 Definisi Ca Paru 3
1.3 Epidemiologi 4
1.4 Etiologi 5
1.5 Klasifikasi 6
1.6 Patofisiologi dan clinical pathway 8
1.7 Manifestasi Klinis 11
1.8 Pemeriksaan Penunjang 11
1.9 Penatalaksanaan 12
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 14
2.1 Pengkajian 14
2.2 Diagnosa 21
2.3 Intervensi 22
2.4 Discharge Planning 26
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Paru


1.1.1 Anatomi Paru
Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga dada bagian atas,
bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh mediastinum yang
berisi jantung dan pembuluh darah. Paru kanan mempunyai tiga lobus yang dipisahkan
oleh fissura obliqus dan horizontal, sedangkan paru kiri hanya mempunyai dua lobus yang
dipisahkan oleh fissura obliqus. Setiap lobus paru memiliki bronkus lobusnya masing-
masing. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri mempunyai
sembilan segmen (Syaifuddin, 2011).
Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen dan jaringan elastis,
dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang menyelubungi rongga dada
dikenal sebagai pleura parietalis. Di antara kedua pleura terdapat cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura bergerak selama bernafas dan
untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura
juga berfungsi menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru. Paru
dipersarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal tiap paru. Pleksus pulmonalis
terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri
vagus). Serabut eferen dari pleksus ini mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen
diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli (Sari & Purwoko, 2015).

1.1.2 Fisiologi Paru


Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Fungsi utama paru-
paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut
bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen
dan karbon dioksida tersebut. Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida (Guyton, 2007).
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi
dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut
berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara
terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis
(Syafrullah, 2015)
Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen (O2) ke sel dan pengangkutan
CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini terdiri dari 4 tahap yaitu (Guyton, 2007):
1. Pertukaran udara paru: yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari alveoli.
Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh, karena masih adanya
udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan
ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume ini
penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk mengaerasikan darah
2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah
3. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari sel-sel
4. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.
Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali
pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa
2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi
setelah volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.
3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal
besarnya ± 1100 ml.
4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah
ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi
menjadi empat bagian, yaitu (Guyton, 2007):
1. Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya
±3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada
tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
residu.Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru
pada akhir eskpirasi normal.
3. Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume
cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang
dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan
kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
4. Kapasitas Paru Total sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya
±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar
mungkin dengan inspirasi paksa.

1.2 Definisi Ca Paru


Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker
paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma
bronkus/bronchogenic carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut
karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah
yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa
percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah keganasan yang
berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana kelainan
dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas yang
dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono,
2015).

1.3 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga
13% dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari
seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat
sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO, kanker
paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima
untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga merupakan penyebab
kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua terbanyak pada perempuan.
Hasil penelitian dari 100 RS di Jakarta menunjukkan bahwa kanker paru
merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan, dan
merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data
hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50
persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa adalah kasus kanker paru. Data
registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker
trakea, bronkus dan paru merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah
kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak
pada pria (28,94%).
Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok.
Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki- laki dan 50% kasus
pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik, polusi udara, pajanan radon, dan
pajanan industri (Kemenkes RI, 2017)
1.4 Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi merokok dan paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor resiko utama. Beberapa faktor risiko penyebab terjadinya
kanker paru adalah (Stopler, 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh
kasus. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok
2. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker paru meningkat
dua kali
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua
kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko
kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar
daripada masyarakat umum
5. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting
dalam timbul dan berkembangnya kanker paru
6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
7. Metastase dari organ lain
Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru sekunder.
Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas. Meskipun stadium
penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker paru stadium
akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan bisa mematikan sel
imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat
supaya tidak berfungsi. Paru- paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat
berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di aera payudara, ovarium,
usus, dan lain- lain.

1.5 Klasifikasi
Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran serta adanya
sel ganas yang terlihat yaitu kanker paru karsinoma bukan sel kecil/NSCLC (Non Small
Cell Lung Cancer) dan kanker paru karsinoma sel kecil/SCLC (Small Cell Lung Cancer.
Beberapa jenis kanker paru adalah (Purba & Wibisono, 2015):
1. Karsinoma sel skuamosa
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar
hilus dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah
bening, dinding dada, dan mediastinum.
2. Adenokarsinoma
Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-
kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas ke pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala. Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe
adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.
3. Karsinoma sel besar
Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh.
4. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan
perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus
dan mediastinum. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit
sitoplasma yang saling berdekatan.

Tabel 1.1 TNM Klasifikasi Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan adanya
sel-sel ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak di
visualisasikan dengan bronkoskopi
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak ada
bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus lobus
(tidak dibronkus utama), penyebaran tumor dangkal di saluran udara yang
utama (terbatas pada dinding bronkus)
T1a Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar
T1b Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi terbesar.
T2 Tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm atau tumor dengan salah satu dari berikut
: Menyerang pleura visceral, Terutama melibatkan bronkus ≥ 2cm distal
karina, Terkait dengan atelektasis/pneumonitis obstruktif
memperluas ke daerah hilus tetapi tidak melibatkan seluruh paru- paru

T2a Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar


T2b Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar
T3 Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari berikut :
a) Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, saraf
phrenikus, pleura mediastinal, atau parietal perikardium atau tumor
di bronkus utama < 2cm distal karina tetapi tanpa keterlibatan karina Atau
b) atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru
atau nodul
T4 tumor terpisah di lobus yang sama
Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut:
mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
vertebral, atau karina; tonjolan kecil tumor terpisah dalam lobus
ipsilateral yang berbeda
Kelenjar getah bening (N)
NX Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 Tidak ada metastasis
N1 Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening hilus
ipsilateral dan nodul intrapulmo, termasuk keterlibatan secara
Langsung
N2 Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah bening
Ipsilateral
N3 Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontralateral,
ipsilateral atau kontralateral sisi tidak sama panjang, atau kelenjar getah
bening supraklavikula
Metastase (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
Sumber: Purba & Wibisono, 2015

Tabel 1.2 Stadium Kanker Paru berdasarkan TNM Klasifikasi


Stadium TNM
Stadium 0 Tx N0 M0
Stadium IA Tis N0 M0
Stadium IB T1 N0 M0
Stadium IIA T2 N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
Stadium IIIA T2 N1 M0
Stadium IIIB T3 N0 M0 atau T3 N1 M0
Stadium 4 T berapapun N3 M0 atau T4 N berapapun M0
Sumber: Purba & Wibisono, 2015

1.6 Patofisiologi dan Clinical Pathway


Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer dan sekunder.
Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat karsinogen, dll dan sekunder berasal
dari metastase organ lain, Etiologi primer menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan cilia hilang. Fungsi dari cilia ini
adalah menggerakkan lendir yang akan menangkap kotoran kecil agar keluar dari paru-
paru. Jika silia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka akan menimbulkan ulserasi
bronkus dan menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia yang selanjutnya akan
menyebabkan Ca Paru. Ca paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi
memiliki tanda dan gejala khas masing masing. Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma
bronkus akan menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan iritasi, ulserasi, dan pneumonia yang selanjutnya akan menimbulkan
himoptosis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan meningkatnya produksi mukus
yang dapat mengakibatkan penyumbatan jalan nafas. Sedangkan pada karsinoma sel
bronkoalveolar sel akan membesar dan cepat sekali bermetastase sehingga menimbulkan
obstruksi bronkus dengan gejala dispnea ringan. Pada karsinoma sel besar akan terjadi
penyebaran neoplastik ke mediastinum sehingga timbul area pleuritik dan menyebabkan
nyeri kronis. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur–struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel
kanker yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien
menderita penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan
bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru itu adalah end organ
bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di
aera payudara, ovarium, usus, dan lain-lain (Stopler, 2010).
1.10 Pathway

Predisposisi
Primer : Merokok (perokok aktif Bronkus mengalami trauma Perubahan D
Ulserasi
oleh paparan zat bronkus
karsinogen epitel silia
dan pasif), polusi udara, paparan e
zat karsinogen. (rokok, paparan industri) dan mukosa s
k
u
a
m
a
s
i

Lapisa
Sekunde Ca n epitel
r: Paru bronku
Metasta s
se dari hiperpl
organ asi &
lain metapl
asi
abnor
mal

Adenokarsinoma Carcinoma Carcinoma non


Karsinoma sel
skuamosa sel kecil sel kecil

produksi mucus
>> Membesar/metastase di Karsinoma
Karsinoma tengah parenkim paru berkembang di
berkembang di pada jaringan
tengah bronkus Menyumbat paru perifer
Perubahan membran
dan menonjol jalan napas alviolar
ke dalam

Produksi cairan melebihi


kemampuan penyerapan
Hiperplasi Sesak Ketidakefe
a pada ktifan
dinding bersihan Dispnea
Penumpukan cairan
bronkus jalan nafas Dispnea
pada rongga pleura
anoreksia
Obstruksi jalan napas Gangguan
anemia
pertukaran gas
Ekspansi paru menurun

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas

K
Intoleransi aktivitas Keletihan e
t
i
d
a r
k a
s n
e g
i d
m a
b r
a i
n k
g e
a b
n u
n t
u u
t h
r a
i n
s t
i u
: b
k u
u h

(Sumber : Betz, C. L. & Sowden, 2002)


1
0
1.7 Manifestasi Klinis

Tabel 1.3 Manifestasi klinis Ca Paru sesuai dengan lokasinya

Adenokarsinoma Karsinoma Sel Karsinoma Sel kecil Karsinoma Sel


dan Bronkoalveolar Skuamosa besar

Tanda dan 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk


Gejala 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindrom chusing berkepanjangan
3. Penurunan 3. Nyeri dada 3. Hiperkalsemia 2. Nyeri dada
nafsu makan 4. Atelektasis 4. Batuk saat menghirup
4. Trosseau 5. Pneumonia 5. Stridor 3. Suara serak
syndrome postobstruktif 6. Nafas dangkal 4. Sesak napas
6. Mengi 7. Sesak nafas
7. Hemoptisis 8. Anemia
8. Kelelahan
9. Penurunan berat
badan
Sumber: Tan, 2017

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini
adalah pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ditujukan
untuk (Purba & Wibisono, 2015):
a. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;
b. kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas;
c. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya; dan
d. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
(Purba & Wibisono, 2015):
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama
dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki
gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menentukan keganasan
tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan
metastasis ke organ lain.
2. Sitologi
Merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi
dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium
prakanker maupun kanker. Pemeriksaan sputum adalah salah satu
teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik.
3. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan
indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber
optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa
nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah
dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya
di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
4. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer.
5. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna
pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada
ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebagian jaringan
paru yang tampak.

1.9 Penatalaksanaan
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017,
manajemen penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan
klasifikasinya. Pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis, antara lain adalah karsinoma sel
skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma bukan sel kecil (KBSK)
penatalaksanaannya tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness.
Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, dan
kemoterapi. Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil antara
lain:
1. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium
I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pasien dengan
kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan
segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
2. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi
kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
Radioterapi dapat diberikan pada stadium I yang menolak dilakukan
operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut
(Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien Stadium
IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi
merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan
sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada
stadium dini, atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi
adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA.
Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan
tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik. Kemoterapi adalah
sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Penatalaksanaan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK)
berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK, penatalaksanaan
dilakukan berdasarkan stadium, antara lain :
1. Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari
kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi
dilakukan paling banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas
yang signifikan jika diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi
kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah concurrent
therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi. Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini
adalah EP, sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama,
sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Reseksi bedah dapat dilakukan
dengan kemoterapi adjuvant atau kombinasi kemoterapi dan radiasi
terapi adjuvant pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran
kelenjar getah bening.
2. Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi
kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium
ini adalah: sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), atau
sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Pilihan lain adalah radiasi
paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Klien
Mengidentifikasi identitas klien kemudian dikaitkan dengan apakah ada
faktor resiko yang menyertainya. Pengkajian identifikasi klien meliputi:
1. Nama: Tulis nama panggilan pasien atau inisial
2. Umur: Resiko Ca paru meningkat pada orang berumur >40 tahun
3. Jenis kelamin: Ca paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-
laki di Indonesia dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada
perempuan
4. Agama: Tidak ada agama tertentu yang penganutnya memiliki resiko
lenih banyak mengidap Ca paru
5. Pendidikan: Tingkat pendidikan akan mempengaruhi resiko terserang
Ca paru, orang dengan pendidikan tinggi mungkin akan lebih berhati-
hati ketika berhadapan dengan asap yang berbahaya
6. Alamat: Jumlah kejadian Ca paru dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan karena banyaknya
polusi udara di perkotaan
7. No. RM: Dapat dicatat sesuai dengan urutan pasien masuk
8. Pekerjaan: Pekerjaan yang berhubungan erat dengan asap dan zat
karsinogen akan meningkatkan resiko lebih besar terserang Ca paru.
Beberapa pekerjaan yang meningkatkan resiko Ca paru adalah pekerja
asbes, kapster salon, pabrik industri, dan lain-lain
9. Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan
dengan angka kejadian Ca paru
10. Tanggal MRS: Dilihat sejak klien masuk IGD
11. Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat melakukan
pengkajian pertama kali
12. Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien,
keluarga, atau pasien dan keluarha. Dari pasien biasanya jika pasien
tidak ada keluarga, dari keluarga biasanya jika pasien tidak kooperatif,
dan dari pasien dan keluarga apabila keduanya kooperatif dalam
memberikan informasi
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagno
sa
Medik:
Ca Paru
2. Keluhan Utama:
Adenokarsinoma dan Karsinoma Sel Karsinoma Sel kecil Karsinoma Sel
Bronkoalveolar Skuamosa besar

Tanda dan 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk


Gejala 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindrom chusing berkepanjangan
3. Penurunan 3. Nyeri dada 3. Hiperkalsemia 2. Nyeri dada
nafsu makan 4. Atelektasis 4. Batuk saat menghirup
4. Trosseau 5. Pneumonia 5. Stridor 3. Suara serak
syndrome postobstruktif 6. Nafas dangkal 4. Sesak napas
6. Mengi 7. Sesak nafas
7. Hemoptisis 8. Anemia
8. Kelelahan
9. Penurunan berat
badan

3. Riwayat penyakit sekarang:


Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh
darah; malaise; anoreksia; sesak nafas; nyeri dada dapat bersifat lokal
atau pleuritik
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Kaji apakah klien memiliki riwayat penyakit paru dan penyakit
menular atau menurun lainnnya sebelumnya. Penyakit paru seperti
tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar
terkena kanker paru
b. Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan lain-lain
c. Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Kebiasaan yang sangat berkaitan denga Ca paru adalah kebiasaan
merokok, menghirup asap rokok, zat karsinogen, dan polusi udara.
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu
85% dari seluruh kasus. Jika terjadi pada laki-laki maka yang harus
dikaji adalah
usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok. Jika
terjadi pada wanita maka yang harus dikaji adalah seberapa sering
menghirup asap rokok atau terpapar zat lainnya
e. Obat-obat yang digunakan:
Menanyakan pada klien obat apa saja yang dikonsumsi sebelum MRS
f. Riwayat penyakit keluarga:
Mengkaji apakah terdapat riwayat keluarga sebelumnya yang
mengidap Ca paru, penyakit menular, atau menurun lainnya

2.1.3 Pengkajian Keperawatan


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan
menganggap sesak tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca
paru pada fase awal akan jarang menimbulkan gejala. Gejala akan
timbul biasanya jika Ca paru sudah semakin meluas. Sehingga klien
tidak terlalu perhatian dengan gejala yang dirasakannya pada gejala
awal
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
a. Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB, BB, dan IMT.
Biasanya pada klien dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe
adenokarsinoma akan mengalami penurunan nafsu makan yang
berakibat pada penurunan berat badan
b. Biomedical sign : dilakukan dengan cek darah lengkap
c. Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status umum pasien
meliputi mukosa bibir, konjungtiva, keadaan umum (lemas atau
segar), dll
3. Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana pola makan
pasien saat ini. Pada umumnya pada klien dengan Ca paru jika
mengalami sesak nafas maka nafsu makan akan semakin menurun
4. Pola
elimi
nasi:
BAK
- Frekuensi : Mengalami peningkatan
- Jumlah : Mengalami peningkatan
- Warna : Kuning
- Bau : Amoniak dan obat
- Karakter : Cair
- Alat Bantu : Tidak menggunakan kateter
- Kemandirian :
Dibantu BAB
- Frekuensi : Mengalami sembelit
- Jumlah : 1 kali selama MRS
- Warna Bau : Khas feses
- Karakter : Keras
- Alat Bantu : Tidak terpasang alat bantu
- Kemandirian : Dibantu

5. Pola aktivitas & latihan


Pada klien dengan Ca Paru maka aktivitas sehari-hari mengalami penurunan
c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Mobilitas di tempat tidur ✓
Berpindah ✓
Ambulasi / ROM ✓
- Status Oksigenasi :
RR meningkat
tidak ada
retraksi dada
Ada batuk
dan sputum
- Fungsi kardiovaskuler : irama jantung teratur, nadi
normal Terapi oksigen : menggunakan alat bantu
nafas nassal canul
6. Pola tidur & istirahat
1. Durasi : berkurang
2. Gangguan tidur : menahan nyeri dan sesak nafas
3. Keadaan bangun tidur : lemah
7. Pola kognitif & perceptual
a. Fungsi Kognitif dan Memori :
Pasien mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan
oleh perawat saat dilakukan pengkajian.
b. Fungsi dan
keadaan indera :
Keadaan indera
pasien baik
8. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan jika dia tidak
bisa bekerja seperti biasanya
b. Identitas diri: dilakukan dengan mengkaji identitas umum klien
(jenis kelamin, umur, dll)
c. Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker
dan khawatir jika setelah kemoterapi rambutnya akan rontok
e. Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah seseorang
dalam usia produktif dan sedang bekerja (>40 tahun)
9. Pola seksualitas & reproduksi
a. Pola seksualitas
Tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya Ca paru
b. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi klien baik
10. Pola peran & hubungan
Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih menjauh dari orang-orang
sekitarnya karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan
penyakit paru lainnya
11. Pola manajemen koping-stress
Dilakukan dengan melihat seberapa besar optimism pasien dalam
menghadapi penyakit tersebut
12. System nilai & keyakinan
Dilakukan dengan mengkaji agama ataupun kepercayaan klien
sebagai pegangan hidup

2.1.4 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum:
b. Tanda vital:
c. Tekanan Darah : Normal, jika tidak ada riwayat hipertensi
d. Nadi : Meningkat (Normal 80-100x/menit)
e. RR : Meningkat (Normal 16-24x/menit)
f. Suhu : Biasanya normal (36,5-37,5)
kecuali jika ada inflamasi
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar merata berwarna hitam kaji
uban), distribusi normal, kaji kerontokan rambut jika sudah
dilakukan kemoterapi Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat
lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada lesi.
2. Mata
Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
refleks pipil terhadap cahaya (+/+), kondisi bersih, bulu mata rata
dan hitam
Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
3. Telinga
Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih tidak ada serumen,
tidak ada kelainan bentuk.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
4. Hidung
Inspeksi: hidung simetris, hidung terlihat bersih, terpasang alat bantu
pernafasan
5. Mulut
Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna merah,
gigi bersih tidak ada karies gigi
Palpasi: tidak ada pembesaran tonsil
6. Dada
Paru Jantung
Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, kajiInspeksi: Tidak ada pembesaran jantung
adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan
Palpasi: Pengembangan paru tidak simetris, kaji Perkusi: Suara jantung pekak
adanya kemungkinan flail chest Perkusi: Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung tambahan
Suara paru sonor (Gallop, Gargling, Mur-mur, Friction
Auskultasi: Ada suara nafas tambahan rub)
Wheezing

7. Abdomen
Inspeksi: bentuk
abdomen datar Palpasi:
tidak terdapat nyeri
tekan
Perkusi: Kaji adanya ketegangan abdomen
Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan nafsu makan
8. Urogenital
Inspeksi: Tidak terpasanga alat bantu nafas
9. Ekstremitas
Inspeksi: ekstremitas biasanya sulit digerakkan karena takut
sesak nafas Palpasi: akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit
baik.
10. Kulit dan kuku
Inspeksi : Turgor kulit tidak baik, tidak ada lesi, kuku
berwarna pink Palpasi : kondisi kulit lembab, CRT <2
detik, dan akral dingin.
11. Keadaan local
Pasien tampak lemah berbaring di tempat tidur, terpasang alat bantu
pernafasan, kesadaran compos mentis (sadar penuh)
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang &
Laboratorium Rontgen dada yang

menunjukkan Ca paru

2.2 Diagnosa
Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Ca Paru adalah:
1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan himoptosis
atau bronkiektasis dan atelektasis
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus
3. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan obstruksi
bronkus atau sumbatan parsial pada intrapulmoner proksimal
4. Nyeri kronis (00132) berhubungan dengan penyebaran
neoplastik ke mediastinum
5. Ansietas (00146) berhubungan dengan nyeri kronis
2.3 Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan NOC
1. Gangguan pertukaran gas (00030) Tujuan: 3140. Manajemen Jalan
berhubungan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam klien 13. Posisikan klien u
dengan
gangguan pertukaran gas pada klien dapat 14. Identifikasi k
himoptosis atau bronkiektasis
teratasi memasukkan ala
dan atelektasis Kriteria Hasil: 15. Motivasi pasien
0415. Status Pernafasan: Pertukaran Gas 16. Auskultasi suara
1. Saturasi oksigen dari skala 1 menjadi menuurun atau t
skala 4 17. Monitor status p
2. Keseimbangan ventilasi dan perfusi dari mestinya
skala 1 menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen
3. Dispnea saat istirahat dari skala 1 1. Bersihkan mulu
menjadi skala 5 2. Pertahankan kep
3. Siapkan peralata
humidifier
4. Berikan oksigen
5. Monitor alat pem
6. Monitor efektifi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan Tujuan: 3140. Manajemen Jalan
nafas (00031) berhubungan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam tidak ada 1. Instruksikan klie
sumbatan pada jalan nafas klien efektif
dengan peningkatan produksi
Kriteria Hasil: 2. Kolaborasi pe
Mucus 0410 Status Pernafasan: Kepatenan Jalan mestinya
Nafas 3. Berikan bantuan
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 4. Posisikan klien u
menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen
2. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi 1. Bersihkan mulu
skala 5 2. Pertahankan kep
3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret 3. Siapkan peralata
dari skala 1 menjadi skala 4 humidifier
4. Akumulasi sputum dari skala 1 menjadi 4. Berikan oksigen
skala 4 5. Monitor alat pem
5. Suara nafas tambahan dari skala 1 6. Monitor efektifi
menjadi skala 5
3. Ketidakefektifan pola Tujuan:
napas 3140. Manajemen Jalan
(00032) berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam status pola 1. Posisikan klien u
nafas klien efektif 2. Motivasi pasien
obstruksi bronkus atau
Kriteria Hasil: Status 3. Monitor status p
sumbatan parsial pada Pernafasan mestinya
intrapulmoner proksimal 1. Frekuensi pernafasan dari skala 3320. 1 Terapi Oksigen
menjadi skala 5 7. Bersihkan mulu
2. Kapasitas vital dan volume tidal dari 8. Pertahankan kep
skala 1 menjadi skala 4 9. Siapkan peralata
3. Suara auskultasi nafas dari skala 1 humidifier
menjadi skala 4 10. Berikan oksigen
4. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi 11. Monitor alat pem
skala 5 12. Monitor efektifi
4. Nyeri kronis (00132) berhubungan
Tujuan: 2210. Pemberian Analg
Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien sedikit
dengan 1. Tentukan lokasi
atau tidak menunjukkan nyeri Kriteria nyeri sebelum m
penyebaran neoplastik ke
Hasil: 2. Cek perintah pen
mediastinum 1605. Kontrol Nyeri frekuensi obat a
1. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 3. Cek adanya riwa
1 menjadi skala 3 4. Monitor tanda
2. Menggambarkan faktor penyebab nyeri pemberian analg
dari skala 1 menjadi skala 3 5. Berikan analges
3. Menggunakan tindakan pengurangan 1400. Manajemen Nyer
nyeri (tanpa analgesik) dari skala 1 1. Lakukan pengka
menjadi skala 3 PQRST
4. Melaporkan nyeri terkontrol dari skala 1 2. Gunakan stra
menjadi skala 4 mengetahui pen
2102. Tingkat Nyeri 3. Berikan inform
1. Nyeri yang dilaporkan dari skala 1 nyeri, berapa la
menjadi skala 4 dari ketidaknyam
2. Ekspresi wajah nyeri dari skala 1 menjadi 4. Ajarkan prinsip-
skala 3 5. Dorong pasien u
nyerinya dengan
6. Kolaborasi den
kesehatan l
mengimplement
kebutuhahan.
5. Ansietas (00146) berhubungan Tujuan: 5820. Pengurangan Ke
dengan nyeri kronis Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien sedikit 1. Gunakan pendek
atau tidak menunjukkan tanda ansietas 2. Jelaskan penyeb
Kriteria Hasil: 3. Berikan informa
1211. Tingkat Kecemasan dan prognosis.
1. Perasaan gelisah dari skala 1 menjadi 4. Instruksikan klie
skala 5 5. Kolaborasi peng
2. Rasa cemas yang disampaikan secara kecemasan seca
lisan dari skala 1 menjadi skala 5 6680. Monitor Tanda-T
3. Peningkatan frekuensi nadi dari skala 1 1. Monitor tekan
menjadi skala 5 pernafasan deng
4. Gangguan tidur dari skala 1 menjadi 2. Monitor irama d
skala 5 3. Monitor nada ja
4. Monitor irama d
5. Identifikasi kem
tanda vital
2.4 Discharge Planning
Discharge planning merupakan serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitas yang
terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang berlanjut dan terkoordinasi ketika
pasien akan pulang dari pelayanan kesehatan. Discharge planning pada pasien kanker paru
disusun berdasarakan tindakan keperawatan yang meliputi observasi, mandiri, edukasi, dan
kolaborasi yang disusun sebagai berikut :

1. Observasi keadaan pasien meliputi tanda-tanda vital pasien

2. Kolaborasi dengan dokter untuk mengkonsultasikan tentang penanganan lanjutan


(Kemoterapi, radiasi, atau pembedahan)
3. Motivasi klien untuk tidak merokok dan tidak berada di dekat orang yang sedang
merokok
4. Hindari daerah yang banyak polusi udara atau pakailah masker untuk mencegah debu
masuk ke saluran pernafasan
5. Ajarkan kepada klien untuk meningkatkan daya tahan tubuh, cukup istirahat, dan
makan-makanan yang bergizi
6. Ajarkan kepada klien untuk menghindari menghirup zat karsinogenik (seperti asbestos,
uranium, dll)
DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna., et all. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru.


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf (Diakses pada 15 Januari
2018)

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Jogja: Mediaction

Nurjannah, I & Tumanggor, R.D. 2013. Nursing Interventions Classification


Edisi 6 (Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Nurjannah, I & Tumanggor, R.D. 2013. Nursing Outcomes Classification Edisi


5 (Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Purba, Ardina Filindri & Wibisono. 2015 Pola Klinis Kanker Paru di RSUP dr. Kariadi
Semarang Periode Juli 2013- Juli 2014.
http://eprints.undip.ac.id/46681/3/BAB_II_HASIL_KTI.pdf (Diakses pada 15
Januari 2018)

Sari, Lenny Widyawati Intan dan Purwoko, Yosef. 2015. Perbedaan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi Sebelum dan Sesudah Pelatihan Senam Lansia Menpora pada
Kelompok Lansia Kemuning, Banyumanik, Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/46788/3/Lenny_Widyawati_Intan_Sari_2201011
1120052_Lap.KTI_Bab2.pdf (Diakses pada 15 Januari 2018)

Stoppler, M.C. 2010. Kanker Paru. http://www.emedicinehealth/ (Diakses pada 15


Januari 2018)

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan


dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Tan, Winston W. 2017. Non-Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation


https://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical. (Diakses pada 22 Januari
2018
Syafrullah, Sarah Carolin. 2015. Pengaruh Olahraga Renang terhadap Kapasitas Vital
Paksa dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/20701/14/BAB%20II.pdf (Diakses pada 15 Januari 2018)

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan


dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Tan, Winston W. 2017. Non-Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation.


https://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical. (Diakses pada 22 Januari
2018)

Anda mungkin juga menyukai