MODUL 6
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Modul-6 Workflow dan Implementasi BIM pada Level Kolaborasi dalam Proses Monitoring
Proyek, merupakan salah satu dari tujuh Modul dalam pelatihan Perencanaan Konstruksi
dengan Sistem Teknologi Building Information Modeling (BIM). Building Information Modeling
(BIM) merupakan salah satu teknologi di bidang AEC (Arsitektur, Engineering dan Konstruksi)
yang mampu mensimulasikan seluruh informasi di dalam proyek pembangunan ke dalam
model 3 dimensi. Teknologi ini sudah tidak asing lagi bagi industri AEC di dunia, termasuk di
Indonesia. Karena dengan menerapkan metode BIM, baik developer, konsultan maupun
kontraktor mampu menghemat waktu pengerjaan, biaya yang dikeluarkan serta tenaga kerja
yang dibutuhkan. Saat ini Kementerian PUPR telah memiliki roadmap implementasi BIM di
lingkungan Kementerian PUPR, dan telah terbentuk Tim BIM PUPR yang menginisiasi
kehadiran BIM di kementerian. Selain itu, tim juga mulai menggandeng berbagai pihak untuk
bersama-sama berjuang mengembangkan teknologi yang bisa sangat membantu kinerja
kementerian secara keseluruhan. Sembilan modul dalam pelatihan ini menginformasikan hal-
hal mengenai Kajian dan Peraturan Perundang -undangan dan Kebijakan terkait
Perencanaan Konstruksi dengan Sistem Teknologi BIM, Teknologi Digital yang terkait dengan
BIM, Proses Bisnis PUPR dan Manajemen Perubahan yang terkait Implementasi BIM, Prinsip
Dasar Sistem Teknologi BIM dan Implementasinya di Indonesia, BIM Execution Plan (BEP)
serta menerapkannya sebagai bagian dari proses penyajian informasi berbasis BIM,
Pemodelan 3D, 4D, 5D, 6D dan 7D serta simulasinya dan Level of Development (LOD), dan
Workflow dan Implementasi BIM pada level Kolaborasi dalam proses Monitoring Proyek, tidak
hanya secara teori, namun juga secara praktis membahas studi kasus.
Dalam tujuan meningkatkan kemampuan keterampilan teknis ASN bidang ke-PU-an
(bidang Konstruksi), maka Pusdiklat SDA dan Konstruksi melaksanakan penyusunan
Kurikulum dan Modul Pelatihan Perencanaan Konstruksi dengan Sistem Teknologi Building
Information Modeling (BIM) untuk menghasilkan SDM bidang Konstruksi yang kompeten dan
berintegritas dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur bidang konstruksi yang
handal.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para narasumber, praktisi di lapangan,
PT Mektan Babakan Tujuh Konsultan dengan Team Leader Drs. Komarudin, M.Pd, serta
pihak-pihak terkait yang telah membantu terwujudnya modul ini. Akhirnya mudah mudahan
paket modul yang kami susun ini dapat bermanfaat dan dapat membantu para praktisi
Perencanaan Konstruksi dengan Sistem Teknologi Building Information Modeling (BIM) di
pusat maupun di daerah dimana sedang mengembangkan infrastruktur.
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iv
DAFTAR INFORMASI VISUAL ................................................................................................ vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL .................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Deskripsi Singkat......................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Pembelajaran .................................................................................................. 2
1.3.1. Kompetensi Dasar ............................................................................................... 2
1.3.2. Indikator Keberhasilan ......................................................................................... 2
1.4. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .......................................................................... 2
1.4.1. Metode Kolaborasi BIM ....................................................................................... 2
1.4.2. Pre-Clash Detection Antar Disiplin ...................................................................... 2
1.4.3. Workflow Implementasi BIM dalam Berbagai Fase Proyek ................................ 2
BAB II. METODE KOLABORASI BIM ....................................................................................... 3
2.1. Pengertian Kolaborasi dan Manfaatnya dalam Proyek BIM ...................................... 3
2.2. Tatacara Kolaborasi dalam Proyek BIM ..................................................................... 5
2.3. Soal Latihan .............................................................................................................. 10
2.4. Rangkuman ............................................................................................................... 10
2.5. Evaluasi ..................................................................................................................... 10
2.6. Jawaban Soal Latihan ............................................................................................... 11
BAB III. PRE-CLASH DETECTION ANTAR DISIPLIN ........................................................... 13
3.1. Pengertian Clash ....................................................................................................... 13
3.2. Manfaat Clash Detection ........................................................................................... 13
3.3. Perbedaan Pre Clash Detection dan Clash Detection ............................................. 14
3.4. Hal-Hal Lain Terkait Clash Detection........................................................................ 15
3.5 Soal Latihan .............................................................................................................. 17
3.6 Rangkuman ............................................................................................................... 17
3.7 Evaluasi ..................................................................................................................... 17
Hal.
2. Persyaratan
Sebelum mempelajari Modul 6, Anda diminta memperhatikan persyaratan berikut ini:
a. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda memahami
secara tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini.
b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-kata yang
dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dalam kamus
yang anda miliki.
3. Metoda
Dalam mempelajari Modul 6 ini, Metoda yang dapat Anda gunakan adalah sebagai berikut:
a. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri
dan tukar pikiran dengan peserta diklat yang lain atau dengan tutor anda .
b. Guna memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang relevan.
Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari internet.
c. Mantapkan pemahaman anda dengan mengerjakan latihan dalam modul dan melalui
kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan peserta diklat lainnya.
d. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada setiap
akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah anda sudah
memahami dengan benar kandungan modul ini.
4. Alat Bantu/Media
Untuk menyempurnakan proses pembelajaran Anda dalam memahami Modul 6, Anda dapat
menggunakan Alat Bantu/Media sebagai berikut:
a. Modul
b. Bahan Tayang
c. Alat Tulis
d. Komputer/Laptop
Selamat belajar !
BAB I. PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi dengan format digital kerap digunakan di lini industri
konstruksi di seluruh dunia. Bahkan teknologi digital pun memberikan dampak yang
besar dalam melakukan percepatan pembangunan infrastruktur sehingga menjadi lebih
efisien dan produktif salah satunya dengan Building Information Modelling (BIM).
BIM merupakan seperangkat teknologi, proses kebijakan yang seluruh prosesnya berjalan
secara terintegrasi dalam sebuah model digital, yang kemudian diterjemahkan sebagai
gambar 3 tiga dimensi. Teknologi tersebut juga merupakan proses dalam menghasilkan
dan mengelola data suatu konstruksi selama siklus hidupnya. BIM menggunakan software
3D, real-time, dan pemodelan dinamis untuk meningkatkan produktivitas dalam desain dan
konstruksi bangunan.
Dalam BIM, model yang telah dibuat oleh masing-masing disiplin harus terintegrasi secara
keseluruhan sehingga diperlukan koordinasi berupa kolaborasi antar disiplin. Manfaatnya
antara lain adalah dapat sedini mungkin menyelesaikan potensi konflik serta dapat
menghindari pengerjaan ulang atau delay pada tahap konstruksi.
Untuk mewujudkan infrastruktur handal tersebut diperlukan sumber daya manusia yang
kompeten dan ahli pada bidang konstruksi. Oleh karena itu, guna menciptakan sumber daya
manusia yang kompeten dan ahli pada bidang konstruksi, salah satunya perlu
dilaksanakannya suatu program pelatihan, yaitu :
PELATIHAN PERENCANAAN KONSTRUKSI DENGAN SISTEM TEKNOLOGI
BUILDING INFORMATION MODELING (BIM)
Dengan demikian diharapkan SDM yang bernaung di bawah Kementerian PUPR terutama
pada sektor konstruksi, mampu memberikan pelayanan yang prima terkait Perencanaan
Konstruksi dengan Sistem Teknologi Building Information Modeling (BIM).
Guna mendukung berjalannya program pelatihan, perlu ditunjang dengan adanya bahan ajar
salah satunya yaitu modul. Diharapkan dengan adanya modul, mampu menciptakan proses
pembelajaran yang efektif dan efisien. Maka dibuatlah modul terkait Perencanaan Konstruksi
dengan Sistem Teknologi Building Information Modeling (BIM).
Modul 6 yang membahas mengenai “Workflow dan Implementasi BIM pada Level
Kolaborasi dalam proses Monitoring Proyek” diharapkan menambah wawasan dan
pengetahuan peserta pelatihan Perencanaan Konstruksi dengan Sistem Teknologi Building
Information Modeling (BIM) mengenai keterkaitan Workflow dan Implementasi BIM pada
Level Kolaborasi dengan Perencanaan Konstruksi dengan Sistem Teknologi Building
Information Modeling (BIM). Selain itu diharapkan peserta pelatihan dapat menggali keluasan
dan kedalaman substansinya bersama sesama peserta dan para Widyaiswara dalam
berbagai kegiatan pembelajaran selama pelatihan berlangsung.
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan keterampilan agar mampu melakukan Workflow
dan Implementasi BIM pada level kolaborasi dalam proses monitoring proyek.
Setelah mengikuti pembelajaran mata pelatihan ini peserta mampu melakukan Workflow dan
Implementasi BIM pada level kolaborasi dalam proses monitoring proyek yang meliputi
Metode Kolaborasi BIM, Pre-Clash Detection Antar Disiplin, dan Workflow Implementasi BIM
dalam Berbagai Fase Proyek.
BIM bukan merupakan jenis software akan tetapi sebuah proses untuk menghasilkan dan
menyimpan dukungan data dan informasi sebuah bangunan dari mulai tahap desain
konseptual, desain detail, fabrikasi, konstruksi, sampai operasi dan maintenance, dan bahkan
sampai tahap demolisi, sesuai dengan siklus umur bangunan.
Kolaborasi antar disiplin melalui pertukaran data dan dokumen khususnya dalam bidang AEC
(Arsitektur, Engineering, dan Konstruksi) telah berjalan sejak lama semenjak penggunaan
gambar 2D. Menurut Singh, dkk (2011), penggunaan model 3D untuk visualisasi dan
pengembangan desain pun tidak serta merta meninggalkan kolaborasi berbasis 2D tersebut.
Lebih lanjut, penggunaan BIM berdampak pada perubahan dari pertukaran 2D menjadi model
3D antar disiplin yang berbeda.
Dalam BIM, tim proyek (owner, arsitek, kontraktor, engineer, supplier) saling bekerjasama,
bertukar informasi (baik data maupun geometri), berkolaborasi dalam mengefisienkan proses
pembangunan/konstruksi. Model 3D dapat dikerjakan secara terpisah oleh disiplin masing-
masing (independen) dan kemudian digabungkan ke dalam model yang terkonsolidasi. Model
dapat diubah berdasarkan dinamika proyek, sehingga harus dapat diakses oleh tim proyek
yang berkepentingan dalam rangka menambahkan, mengekstrak, memperbaharui atau
mengubah informasi dan mensimulasikannya ke dalam model 3D terbaru.
Dalam pemodelan 3D ini, informasi mengenai suatu proyek konstruksi disimpan dalam
database (bukan dalam drawing file atau spreadsheet). Informasi ini dapat didistribusikan
pada masing-masing anggota tim melalui sebuah jaringan atau sharing file. Informasi dalam
database (gambar kerja, penjadwalan, estimasi biaya, dll) dapat diedit dan ditinjau ulang
melalui format presentasi yang familiar bagi tim proyek (arsitek, ahli struktur, estimator,
pekerja bangunan) namun tetap dapat dilihat ke dalam model informasi yang sama.
Dengan demikian, kunci BIM tidak hanya ditekankan pada model 3 dimensi akan tetapi
bagaimana suatu informasi dikembangkan, dikelola, dibagi, melalui kolaborasi yang lebih
baik. Pada gambar 2.1. ditunjukkan Model BIM terintegrasi dimana BIM dibangun
berdasarkan hubungan antara perubahan model yang dilakukan oleh arsitek, engineer,
kontraktor, dan supplier dalam proses desain dan konstruksi.
Keuntungan kolaborasi dalam BIM adalah sebagai berikut:
• Dapat meminimalisir kesalahan sekaligus mempercepat proses konstruksi,
• Menghasilkan pengoperasian bangunan yang lebih mudah
• Meminimalisir produksi limbah sekaligus mengeluarkan biaya yang lebih murah.
• Proses manajemen lebih accesible dan actionable karena bermuara pada 1 model
informasi sehingga dapat meminimalisir konflik informasi diantara berbagai pihak.
Simulasi Pertukaran
konstruksi
energi Informasi
suhu indoor informasi bangunan
matahari
Ekstraksi data
Produksi gambar penjadwalan
potongan, elevasi, plan daftar unit
detail
Untuk mencapai tujuan tersebut, para pemangku kepentingan harus berkolaborasi dan
bekerja sama dengan tujuan yang sama, namun juga metodologi dan struktur yang sama.
Prosedur ini dapat didukung oleh protokol umum atau pedoman, yang memungkinkan para
stakeholder untuk mendefinisikan aturan proses kolaborasi BIM.
BIM memungkinkan pelaku yang terlibat dalam suatu proyek bekerja secara kolaborasi,
mengoptimalkan produktivitas SDM dan kegiatan proyek secara cepat, tepat, akurat, efektif
dan efisien selama proses umur siklus bangunan (building lifecycle). Penerapan BIM ini akan
membuat efisiensi yang signifikan dari sisi biaya dan waktu pelaksanaan proyek, karena data
desain pra-konstruksi menjadi sangat detail dan akurat.
Untuk memberikan manfaat maksimal penerapan BIM idealnya dilakukan seawal mungkin.
Yaitu sejak dari tahapan pre-design dan terus berlanjut ke tingkat detailnya menggunakan
BIM di tahap-tahap selanjutnya. Di antaranya yaitu tahap schematic design, detail design,
construction documentation, serta procurement & operation. Data dari manufaktur idealnya
juga mendukung dalam bank data BIM. Oleh sebab itu, pihak manufaktur ataupun suplier
dituntut terlibat dan berkontribusi dalam menyusun perpustakaan datanya.
Pada gambar 2.2. ditunjukkan proses informasi yang dihasilkan dari masing-masing disiplin
digabungkan dan dikelola, serta disebarluaskan pada tim proyek yang berkepentingan.
Kolaborasi terkait dengan koordinasi pengembangan model baik dalam satu disiplin maupun
antar disiplin. Adapun koordinasi yang dilakukan dalam tahap pengembangan desain seperti
yang tercantum dalam BIM Essential for Collaborative Virtual Design and Construction (BCA
Singapore 2013) terbagi ke dalam:
1. Elemen Kontrol (Control Elements)
2. Pengecekan dalam masing-masing Disiplin (Intra-Discipline Check)
3. Koordinasi antar Disiplin (Inter Discipline Coordination)
Penjabaran tata cara kolaborasi adalah sebagai berikut:
1. Elemen Kontrol
Penyetujuan terhadap elemen-elemen kontrol seperti origin point, orientasi, setting out, grid,
dan level. Elemen tersebut ditetapkan oleh tim arsitektural yang diikuti oleh tin proyek lainnya.
Pengecekan pertama dilakukan terhadap alinyemen dari berbagai elemen kontrol antara
berbagai model yang dihasilkan oleh berbagai disiplin.
• Origin point sebagai geo-reference harus digambar dalam sistem koordinat SVY21
dengan referensi terhadap SLA Vertical Control Point plus 100 m (hal ini terkait dengan
geo-referensi Singapura. Untuk Indonesia dapat disesuaikan dengan georeferensi
terkait).
• Orientasi proyek berdasarkan pada arah utara yang sebenarnya (true/actual north).
• Pengukuran dan pematokan didasari oleh titik-titik dan garis batas lahan
• Elemen kontrol lainnya adalah grid, yang digunakan dalam pematokan di lapangan.
• Grid juga digunakan dalam menggambarkan lokasi permasalahan yang terjadi dalam
proses koordinasi.
• Level merupakan elemen kontrol vertikal yang digunakan untuk mengukur dan mematok
elemen bangunan per tingkat. Digunakan pula untuk menggambarkan lokasi
permasalahan yang terjadi dalam proses koordinasi.
Keterangan:
− Origin point: model AR dan ST tidak mempunyai koordinat z yang sama (kiri: incorrect model); dan
sebaliknya mempunyai koordinat yang sama (kanan: correct model)
− Grid: grid tidak sejajar (kiri) ; grid sejajar (kanan)
− Setting out: model AR dan ST mempunyai titik patok yang tidak berkesuaian (kiri); model AR dan
ST mempunyai titik patok yang sesuai (kanan)
− Level: ketinggian lanin antar model tidak sama (kiri); ketinggian lantai antar model sama (kanan).
Sumber: Singapore VDC Guide, BCA Singapore 2017
• Informasi objek harus jelas. Semua elemen model minimal harus mengandung
informasi-informasi dasar yang dipersyaratkan dalam konstruksi. Hal-hal yang
menyebabkan ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam pemodelan diantaranya
adalah:
− Penggunaan informasi/jenis generik seperti dinding atau pipa
− Penggunaan nama yang tidak konsisten
− Informasi lain yang tidak jelas
• Tidak ada overlap dan duplikasi dari berbagai objek. Pengecekan penting dilakukan
sehingga tidak ada elemen-elemen sama yang berganda serta tidak ada overlapping
dari kategori yang sama yang secara sistematis akan menghasilkan quantity takeoff
yang tidak akurat. Kemungkinan duplikasi biasanya terjadi pada:
Pemodelan
menggunakan
objek yang tepat
Tidak ada
overlapping antar
objek
Tidak ada
duplikasi
vertikal
− Koordinasi terhadap elemen langit-langit untuk menutupi elemen MEP
• Koordinasi Struktural-MEP:
− Jaringan perpipaan dan utilitas MEP terhadap kerangka struktural.
− Bukaan MEP terhadap dinding struktural
− Jaringan utilitas MEP bawah tanah terhadap pondasi struktural
• Koordinasi Arsitektural-Struktural-MEP:
− Koordinasi dalam peletakan toilet, termasuk peletakan ubin, drainase, serta alat
bantu lainnya
− Koordinasi fasad bangunan
2. Mengapa penerapan BIM ini akan membuat efisiensi yang signifikan dari sisi
biaya dan waktu pelaksanaan proyek?
3. Apa yang dimaksud dengan koordinasi antar disiplin yang dimaksud, berikan
contohnya!
2.4. Rangkuman
Dalam BIM, tim proyek (owner, arsitek, kontraktor, engineer, supplier) saling bekerjasama,
bertukar informasi (baik data maupun geometri), berkolaborasi dalam mengefisienkan proses
pembangunan/konstruksi. Model 3D dapat dikerjakan secara terpisah oleh disiplin masing-
masing (independen) dan kemudian digabungkan ke dalam model yang terkonsolidasi. Model
dapat diubah berdasarkan dinamika proyek, sehingga harus dapat diakses oleh tim proyek
yang berkepentingan dalam rangka menambahkan, mengekstrak, memperbaharui atau
mengubah informasi dan mensimulasikannya ke dalam model 3D terbaru.
Keuntungan kolaborasi dalam BIM adalah sebagai berikut:
• Dapat meminimalisir kesalahan sekaligus mempercepat proses konstruksi,
• Menghasilkan pengoperasian bangunan yang lebih mudah
• Meminimalisir produksi limbah sekaligus mengeluarkan biaya yang lebih murah.
• Proses manajemen lebih accesible dan actionable karena bermuara pada 1 model
informasi sehingga dapat meminimalisir konflik informasi diantara berbagai pihak.
Kolaborasi terkait dengan koordinasi pengembangan model baik dalam satu disiplin maupun
antar disiplin. Adapun koordinasi yang dilakukan dalam tahap pengembangan desain seperti
yang tercantum dalam BIM Essential for Collaborative Virtual Design and Construction (BCA
Singapore 2013) terbagi ke dalam:
a. Elemen Kontrol (Control Elements)
b. Pengecekan dalam masing-masing Disiplin (Intra-Discipline Check)
c. Koordinasi antar Disiplin (Inter Discipline Coordination)
2.5. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih jawaban yang Benar di
antara pilihan jawaban yang ada.
1. Keuntungan kolaborasi dalam BIM adalah sebagai berikut, kecuali:
a. Dapat meminimalisir kesalahan sekaligus mempercepat proses konstruksi,
b. Menghasilkan pengoperasian bangunan yang lebih mudah
c. Proses manajemen lebih accesible dan actionable karena bermuara pada
banyak model informasi
d. Meminimalisir produksi limbah sekaligus mengeluarkan biaya yang lebih murah.
2. Idealnya BIM diimplementasikan sejak awal proyek sampai selesai, yaitu pada tahap:
a. Disain skematik, detil disain, documentasi konstruksi, procurement & operation.
b. Persiapan tender, detil disain, dokumentasi konstruki, as-built drawing
c. Perencanaan biaya, perencanaan gambar disain, shop drawing, pemeliharaan
d. Semuanya benar
1. Karena dengan software yang mendukung Model 3D ini dapat dikerjakan secara terpisah
oleh disiplin masing-masing (independen) dan kemudian digabungkan ke dalam model
yang terkonsolidasi.
2. Penerapan BIM ini akan membuat efisiensi yang signifikan dari sisi biaya dan waktu
pelaksanaan proyek, karena data desain pra-konstruksi menjadi sangat detail dan akurat
Clash atau bentrok terjadi apabila elemen-elemen dari model-model berbeda mendiami
sebuah ruang yang sama. Sebuah clash bisa berbentuk:
a) geometrik (misalnya pipa yang melewati/menjebol dinding),
b) penjadwalan (misalnya pentahapan yang direncanakan akan dilakukan secara sekuensial
ternyata dilaksanakan bersamaan), atau
c) adanya perubahan/update yang tidak tergambarkan.
Pengecekan terhadap bentrok dapat dilakukan tanpa menggunakan BIM akan tetapi
pengerjaannya akan menjadi sangat menyita waktu, yaitu dengan mengoverlay beberapa
gambar untuk melihat adanya konflik. Dengan menggunakan BIM, proses pengecekan akan
berjalan efektif dan menghemat waktu karena BIM mempunyai sistem deteksi bentrok yang
berjalan secara otomatis.
Clash detection (deteksi bentrok) atau clash test merupakan terminologi yang secara umum
bertujuan untuk mengidentifikasi, meninjau, dan melaporkan adanya gangguan dalam suatu
model proyek, dalam tahap desain dan prakonstruksi.
Clash detection digunakan untuk mengecek pekerjaan baik yang sudah selesai atau sedang
berlangsung untuk meminimalisir risiko terjadinya human error yang diperkirakan akan terjadi
dalam tahap konstruksi. Pekerjaan ini perlu dilakukan melalui proses integrasi berbagai model
yang berasal dari berbagai disiplin (arsitektur, struktur, dan MEP). Kesalahan yang biasanya
terlihat di lapangan akan langsung terdeteksi pada tahap pemodelan, bahkan sebelum
kegiatan di lapangan dilakukan. Proses ini bahkan bisa melihat bentrok objek di dalam objek
(misal batang besi yang ada dalam dinding beton), sehingga secara keseluruhan kehadiran
clash detection akan menurunkan biaya tinggi, meminimalisir perubahan jadwal
pembangunan, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan clash detection
akan menghemat 17 ribu dollar dalam industri konstruksi untuk setiap kasus bentrok yang
ditemukan.
Dengan demikian, keuntungan pemakaian clash detection secara umum adalah:
• Meminimalisir dan mengeliminasi konflik yang akan terjadi di lapangan, sehingga
mereduksi RFI
• Memvisualisasikan pembangunan, pentahapan, dan logistik
• Mereduksi biaya konstruksi karena berkurangnya variation order
• Menurunkan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam proses konstruksi
• Meningkatkan produktivitas di lapangan
• Penggambaran yang lebih akurat
Selain Clash Detection, dikenal pula penamaan Preliminary Clash Detection atau Pre-Clash
Detection. Sesuai dengan namanya, pre-clash detection adalah proses deteksi bentrok yang
dilakukan pada tahap awal, atau dalam hal ini adalah pada tahap desain skematik (LOD 200)
sehingga meminimalisasi konflik sebelum tahap konstruksi. Pada tahap ini, pemodelan
dikembangkan dengan kuantitas, ukuran, bentuk, lokasi, dan orientasi yang masih belum
akurat.
Dalam tahap ini, deteksi bentrok yang mungkin terjadi adalah:
• Sistem arsitektural dengan sistem struktural
• Sistem arsitektural dengan sistem mekanikal
• Sistem arsitektural dengan sistem elektrikal/kelistrikan
• Sistem struktural dengan sistem mekanikal
• Sistem struktural dengan sistem elektrikal
• Sistem mekanikal dengan sistem elektrikal
Adapun clash detection diterapkan pada tahap design development atau detailed design (LOD
300). Pada tahap ini, pemodelan sudah dikembangkan secara akurat, dengan kuantitas,
ukuran, bentuk, lokasi, serta orientasi yang akurat. Kemungkinan bentrok antar sistem
sebagai berikut:
• Sistem arsitektural dengan sistem struktural
• Sistem arsitektural dengan sistem HVAC
• Sistem arsitektural dengan sistem perpipaan
• Sistem arsitektural dengan sistem proteksi kebakaran
• Sistem arsitektural dengan sistem elektrikal/kelistrikan
• Sistem arsitektural dengan sistem elektronik
• Sistem struktural dengan sistem HVAC
• Sistem struktural dengan sistem perpipaan
• Sistem struktural dengan sistem proyeksi kebakaran
• Sistem struktural dengan sistem elektrikal/listrik
• Sistem struktural dengan sistem elektronik
• Sistem HVAC dengan sistem perpipaan
Jenis Bentrok
Jenis bentrok yang dapat terdeteksi adalah sebagai berikut:
• Hard clash: ketika geometri dua objek bertabrakan satu sama lain. Pemodelan BIM akan
mengeliminir hal tersebut menggunakan formula yang didasari oleh embedded object
data.
• Soft clash: bentrok terjadi antar buffer dari suatu geometri objek dengan buffer geometri
objek lainnya. Buffer ini dapat disetting di dalam program clash detection atau
dimodelkan pada objek BIM tersebut.
• Worklow clash: bentrok terjadi antar penjadwalan dan ketidaklaziman lainnya (misalnya
pekerja sudah berdatangan ketika pekerjaan belum dimulai/belum ada peralatan di
lapangan).
Clash Matrix
Preclash detection maupun clash detection perlu dijadwalkan dan direncanakan melalui clash
matrix, yaitu berupa tabel yang berisi kombinasi dari berbagai disiplin dan prioritas
penanganan berdasarkan penjadwalan konstruksi. Berikut adalah contoh clash matriks.
Clash Report
Merupakan sebuah dokumen yang berisi permasalahan yang ditemukan dalam clash
detection dan disebarkan antar stakeholder melalui format PDF, XML, HTML atau lainnya.
Selain penjabaran permasalahan, dalam dokumen ini tertulis pula lokasi, tingkat kepentingan,
author, penanggungjawab, bagaimana cara penanganan / tindakan apa yang diperlukan,
serta berapa lama tindakan itu dilakukan.
3.6 Rangkuman
Clash atau bentrok terjadi apabila elemen-elemen dari model-model berbeda mendiami
sebuah ruang yang sama. Sebuah clash bisa berbentuk a) geometrik (misalnya pipa yang
melewati/menjebol dinding), b) penjadwalan (misalnya pentahapan yang direncanakan akan
dilakukan secara sekuensial ternyata dilaksanakan bersamaan), atau c) adanya
perubahan/update yang tidak tergambarkan. Clash detection digunakan untuk mengecek
pekerjaan baik yang sudah selesai atau sedang berlangsung untuk meminimalisir risiko
terjadinya human error yang diperkirakan akan terjadi dalam tahap konstruksi. Pekerjaan ini
perlu dilakukan melalui proses integrasi berbagai model yang berasal dari berbagai disiplin
(arsitektur, struktur, dan MEP). Pre-clash detection adalah proses deteksi bentrok yang
dilakukan pada tahap awal, atau dalam hal ini adalah pada tahap desain skematik (LOD 200)
sehingga meminimalisasi konflik sebelum tahap konstruksi. Pada tahap ini, pemodelan
dikembangkan dengan kuantitas, ukuran, bentuk, lokasi, dan orientasi yang masih belum
akurat.
3.7 Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih jawaban yang Benar di
antara pilihan jawaban yang ada.
1. Benturan atau clash pada proyek konstruksi kemungkinan bisa terjadi dapat berbentuk
sebagai berikut, kecuali:
a) Geometrik
b) Parametrik
c) Penjadwalan yang tumpang tindih
d) Perubahan disain/update yang tidak tergambarkan.
1. Bisa saja, tetapi pengerjaannya akan menjadi sangat menyita waktu, karena harus
melakukan overlay beberapa gambar untuk melihat adanya konflik.
2. Pre-clash detection adalah proses deteksi bentrok yang dilakukan pada tahap awal, atau
dalam hal ini adalah pada tahap desain skematik (LOD 200) sehingga meminimalisasi
konflik sebelum tahap konstruksi.
B. Desain Skematik
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap desain skematik adalah:
• Mengembangkan massa model yang terpilih ke dalam model arsitektural untuk
persiapan pemasukan kelengkapan perizinan pembangunan (Planning Permission,
Written Permission). Keluaran yang diharapkan adalah adanya model Arsitektural.
• Mengembangkan dan mengupdate model struktural berdasarkan model arsitektural
untuk analisis struktur awal dan persiapan perizinan. Keluaran yang diharapkan
adalah model struktural.
• Mengidentifikasi main routing dan ruang (plant room dan langit-langit) untuk model
MEP berdasarkan model arsitektural untuk analisis MEP awal/pendahuluan serta
persiapan perizinan. Keluaran yang diharapkan model MEP awal terdiri dari data
mekanikal, elektrikal, plumbing, water piping, proteksi kebakaran, dan limbah.
• Mengimplementasikan koordinasi/kolaborasi desain antara model arsitektural dan
struktural melalui preclash detection. Keluaran yang diharapkan adalah Laporan
Preliminary Coordination Design.
• Langkah selanjutnya adalah menghasilkan estimasi biaya awal berdasarkan model
BIM arsitektural dan struktural. Keluaran yang diharapkan adalah adanya Preliminary
Cost Estimation.
C. Desain Detail
• Mengembangkan, memaintain dan mengupdate model arsitektur untuk persiapan
pemasukan perizinan dan persiapan tender. Keluaran yang diharapkan adalah adanya
Model Arsitektural
• Mengembangkan, memaintain mengupdate model struktural berdasarkan model
arsitektural terbaru untuk keperluan desain, analisis, dan pendetilan; persiapan
pemasukan perizinan; serta persiapan tender. Keluaran yang diharapkan adalah
adanya Model Struktural beserta perhitungannya
• Memaintain dan mengupdate model MEP berdasarkan model arsitektural untuk
keperluan desain, analisis, dan pendetilan; persiapan pemasukan perizinan serta
persiapan tender. Keluaran yang diharapkan adalah adanya Model MEP beserta hasil
analisisnya.
• Mengimplementasikan koordinasi desain antara model arsitektur, struktural dan MEP
untuk mengidentifikasi konflik berbagai elemen; memverifikasi lahan/ruang kerja bagi
pembangunan dan aktivitas maintenance; serta mencatat konflik yang terjadi.
Keluaran yang diharapkan adalah pengadaan clash detection dan laporan
penyelesaiannya serta Laporan validasi spasial
• Menghasilkan estimasi biaya detail dan Bill of Quantity berdasarkan model BIM bagi
persiapan tender. Keluaran yang diharapkan adalah adanya Detailed Quantity Cost
Estimate dan BoQ.
• Langkah terakhir pada tahap ini adalah persiapan tender dimana keluaran yang
diharapkan adalah adanya model dan gambar kerja untuk keperluan tender.
Tahap Pelaksanaan
A. Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi, elemen BIM dimodelkan melalui fabrikasi dan perakitan detail atau
direpresentasikan melalui gambar CAD 2D untuk kelengkapan model detailed design.
Adapun langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut:
• Menghasilkan model konstruksi dari model arsitektural, struktural, dan MEP. Model
tersebut akan disiapkan secara bertahap
• Keluaran yang diharapkan adalah tersedianya model konstruksi dengan key service
yang terkoordinasi
• Menghasilkan penjadwalan material, area, dan kuantitas dari database BIM untuk
referensi bagi kontraktor. Keluaran yang diharapkan tersedianya jadwal material, area,
dan kuantitas
• Mengembangkan dokumen berdasarkan model konstruksi oleh subkontraktor dan
spesialis subkontraktor. Keluaran yang diharapkan adalah tersedianya shopdrawing,
model fabrikasi dan gambar, Combined Service Drawing, dan Single Service Drawing
• Jika diperlukan perbaikan, kontraktor akan menyediakan record model dan gambar
terbaru pada konsultan. Keluaran yang diharapkan adalah adanya record model, record
model generated drawing, dan hal-hal lainnya.
B. As-Built
Project Close-out sering menjadi tahap yang sulit bagi Kontraktor Umum ketika informasi yang
diperlukan untuk tujuan ini tidak dapat diakses atau salah tempat. Kontraktor membangun
BIM dan menghubungkan semua data desain bangunan, data cut-sheet, perubahan
lapangan, dan dokumentasi lain yang diperlukan untuk Close-out termasuk as-built drawing
dalam kepentingan membantu setiap / semua kontraktor selama tahap ini.
Kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan model BIM As-Built untuk mencerminkan
perubahan/perbaikan dalam model arsitektural, struktural, dan MEP sebelum diverifikasi oleh
konsultan. Keluaran yang diharapkan adalah tersedianya model final As-Built bagi tiap disiplin
dengan sertifikasi dari pihak ketiga. Adapun tingkat kedetilan elemen BIM serupa dengan
tahap detailed design akan tetapi ditambahkan perubahan-perubahan terkini dalam tahap
konstruksi.
Gambar 4.1 Workflow Implementasi BIM dalam Tahap Handover dan Facility
Sangat penting bahwa manajer fasilitas memiliki informasi bangunan yang terkini dan dapat
diandalkan untuk mendukung kegiatan operasi dan pemeliharaan (O & M) dari fasilitas yang
semakin kompleks. Ketika informasi terkini hilang, biaya tambahan terjadi karena mencari,
memvalidasi, dan membuat ulang informasi (Fallon dan Palmer 2007). Kualitas, efisiensi, dan
keandalan dari proses serah terima (handover) informasi sangat penting bagi manajer fasilitas
untuk mencapai kinerja, keberlanjutan dan persyaratan ekonomi dari operasi fasilitas.
Penyerahan informasi didefinisikan sebagai "menyerahkan informasi ke organisasi yang
bertanggung jawab untuk tahap siklus hidup selanjutnya dari fasilitas" (Fallon dan Palmer,
2006).
Jensen (2009) menemukan bahwa sebagian besar informasi bangunan digunakan semata-
mata untuk dokumentasi proyek bangunan tanpa banyak penggunaan aktif selama fase
operasi. East and Brodt (2007) menjelaskan masalah dengan prosedur serah terima
(handover) saat ini karena: proses pengumpulan informasi rentan terhadap kesalahan,
informasi kurang memuaskan, format informasi tidak memadai untuk penggunaan yang
efektif, dan ada informasi yang tidak memadai tentang kinerja peralatan di kaitannya dengan
maksud desain.
B. Facility
Kegiatan yang dilakukan adalah menyediakan informasi operasi dan maintenance (O & M)
dari sistem dan peralatan utama dari berbagai elemen model BIM untuk keperluan Facility
Manager. Adapun keluaran yang diharapkan adalah penyerahan model final As-Built bagi
space management, pemeliharaan bangunan, serta modifikasi yang terjadi selama digunakan
oleh Facility Management/Pemilik Proyek.
2 Kegiatan apa sajakah yang dilakukan dalam tahap desain skematik pada implementasi
BIM dalam tahap perencanaan?
3 Kegiatan apa sajakah yang dilakukan dalam workflow implementasi BIM pada tahap
Handover dan Facility?
4.6. Rangkuman
Workflow merupakan aliran transaksi melalui proses bisnis untuk memastikan pemeriksaan
dan persetujuan yang benar diimplementasikan. Workflow Implementasi BIM dalam Tahap
Perencanaan meliputi tahap Persiapan dan Desain Konseptual, tahap Desain Skematik, dan
tahap Desain Detail. Workflow Implementasi BIM dalam Tahap Pelaksanaan meliputi
persiapan konstruksi, elemen BIM dimodelkan melalui fabrikasi dan perakitan detail atau
direpresentasikan melalui gambar CAD 2D untuk kelengkapan model detailed design. Dan
kegiatan menyiapkan model BIM As-Built untuk mencerminkan perubahan/perbaikan dalam
model arsitektural, struktural, dan MEP sebelum diverifikasi oleh konsultan. Tahap Handover
dan Facility merupakan kegiatan untuk menyediakan informasi operasi dan maintenance dari
sistem dan peralatan utama dari berbagai elemen model BIM untuk keperluan Facility
Manager.
4.7. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih jawaban yang Benar di
antara pilihan jawaban yang ada.
1. Workflow dalam implementasi proyek BIM terbagi ke dalam empat tahapan sebagai
berikut, kecuali:
a. Workflow Implementasi BIM Fase Perencanaan
b. Workflow Implementasi BIM Fase Pelaksanaan
c. Workflow Implementasi BIM Fase Evaluasi
d. Workflow Implementasi BIM Fase Facility Management
2. Persiapan dan disain konseptual pada workflow implementasi BIM dalam tahap
perencanaan adalah sebagai berikut, kecuali:
a. Pada tahap persiapan adalah mewujudkan kesepahaman antara klien/owner dan
tim konsultan mengenai tujuan umum dan tujuan spesifik yang hendak diraih dan
bagaimana cara mencapai tujuan proyek BIM tersebut.
b. Mengembangkan data untuk melengkapi secara detil untuk keperluan manajemen
fasilitas
c. Mengembangkan dan membandingkan model massa BIM untuk keperluan studi
ruang, area, dan volume; studi alternatif desain; serta presentasi terhadap
klien/review design.
d. Menciptakan site model BIM untuk analisis site serta perijinan peraturan
ketataruangan dan bangunan. Keluaran yang diharapkan adalah site model.
3. Tingkat kedetilan elemen as-built BIM pada workflow Implementasi BIM dalam tahap
pelaksanaan adalah sebagai berikut:
a. Sama persis dengan tahap detailed design
b. Kurang detil dari tahap detailed design
c. Serupa dengan tahap detailed design akan tetapi ditambahkan perubahan-
perubahan terkini dalam tahap konstruksi.
d. Tidak sama dengan tahap detailed design
1. Workflow implementasi BIM adalah sebuah aliran kerja yang memuat proses kerja proyek
BIM secara sistematis, yang digulirkan dari satu ke pihak ke pihak lainnya untuk
mendapatkan tindakan lanjutan (termasuk revisi, masukan, penolakan, dan pembatalan)
menurut prosedur yang telah disepakati bersama dalam suatu organisasi.
3. Kegiatan yang dilakukan dalam workflow implementasi BIM pada tahap Handover dan
Facility adalah menyediakan informasi operasi dan maintenance dari sistem dan
peralatan utama dari berbagai elemen model BIM untuk keperluan Facility Manager.
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
BIM adalah Building Information Modeling, yaitu kumpulan penggunaan model yang
ditentukan, alur kerja, dan metode pemodelan yang digunakan untuk mencapai hasil informasi
yang spesifik, dapat diulang, dan dapat diandalkan dari "Model".
AEC adalah singkatan dari architect, engineering, construction yang merupakan kegiatan-
kegiatan dibidang arsitektur, dibidang enjineering, dan dibidang konstruksi.
Building Lifecycle adalah daur hidup bangunan - dengan kata lain, melihatnya bukan hanya
sebagai bangunan operasional, tetapi juga dengan mempertimbangkan desain, konstruksi,
operasi, pembongkaran dan pengolahan limbah.
Clash adalah bentrok atau benturan yang terjadi apabila elemen-elemen dari model-model
berbeda mendiami sebuah ruang yang sama, yang berbentuk geometrik (misalnya pipa yang
melewati/menjebol dinding), penjadwalan (misalnya pentahapan yang direncanakan akan
dilakukan secara sekuensial ternyata dilaksanakan bersamaan), atau adanya
perubahan/update yang tidak tergambarkan.
Clash Detection adalah kegiatan pengecekan pekerjaan, baik yang sudah selesai atau
sedang berlangsung untuk meminimalisir risiko terjadinya human error yang diperkirakan
akan terjadi dalam tahap konstruksi. Pekerjaan ini perlu dilakukan melalui proses integrasi
berbagai model yang berasal dari berbagai disiplin (arsitektur, struktur, dan MEP).
Pre-clash detection adalah proses deteksi bentrok yang dilakukan pada tahap awal, atau
dalam hal ini adalah pada tahap desain skematik (LOD 200) sehingga meminimalisasi konflik
sebelum tahap konstruksi.
Clash Matrix adalah perencanaan dan penjadwalan preclash detection maupun clash
detection berupa tabel yang berisi kombinasi dari berbagai disiplin dan prioritas penanganan
berdasarkan penjadwalan konstruksi.
Shopdrawing adalah gambar kerja dari pendetilan gambar rencana dalam proyek konstruksi.
As-built drawing adalah gambar akhir nyata dari suatu pembangunan proyek konstruksi
untuk keperluan pengarsipan.
Workflow adalah aliran kerja, yang merupakan suatu proses kerja/bisnis secara sistematis
dimana dokumen atau informasi yang telah dibuat, dialirkan dari satu pihak ke pihak yang lain
untuk tindakan lanjutan menurut suatu aturan atau prosedur tertentu yang telah disepakati
bersama dalam sebuah organisasi/perusahaan.
Detailed Quantity Cost Estimate adalah proses memperkirakan biaya kuantitas secara detil
pada proyek konstruksi.
Bill of Quantities adalah dokumen yang digunakan dalam tender di industri konstruksi /
persediaan di mana bahan, suku cadang, dan tenaga kerja (dan biaya mereka) diperinci.
KUNCI JAWABAN
JAWABAN EVALUASI
SOAL BAB II
1. C
2. A
3. C
SOAL BAB IV
1. C
2. B
3. C