Anda di halaman 1dari 1

Money laundering sendiri jika merujuk pada UU Nomor.

25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana


Pencucian Uang didapati bahwa pencucian uang yang dimaksud adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal
usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Perbankan digunakan oleh para pelaku kejahatan money laundering karena bank merupakan
lembaga keuangan yang memiliki fungsi utama dalam menghimpun, menyimpan, dan menyalurkan dana
nasabah (masyarakat) dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat, dengan menawarkan
berbagai jenis jasa transaksi keuangan khususnya transfer antar bank secara cepat dan dalam
pengelolaannya menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat (private banking) dan juga bank
banyak menawarkan jasa dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul dana maka tidak menutup kemungkinan lembaga perbankan digunakan sebagai sarana untuk
menyimpan harta yang berasal dari tindak pidana.

Salah satunya adalah tindakan pencucian uang (money laundering),. Mekanisme kontrol yang
dilakukan oleh PPATK maupun Regulator dari masing-masing industri itu sudah ada. PPATK misalkan,
oleh Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaiman diubah
dengan Undang-undang No.25 tahun 2003 ( UU TPPU) memberikan kewenangan untuk dapat
melakukan audit. Pasal 27 angka (1) huruf (c) menyebutkan bahwa ; dalam melaksanakan tugasnya,
PPATK mempunyai wewenang : melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai
kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman
pelaporan mengenai transaksi keuangan. Begitu juga dengan Bank Indonesia(BI). BI telah mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBI/2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
No.3/10/PBI./2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle-KYC).
Sedangkan Depatemen Keuangan sebagai regulator dari industri asuransi, perusahaan pembiayaan dan
dana pensiun telah mengeluarkan ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah. Kemudian disusul ketentuan
KYC yang dikeluarkan oleh Bapepam pada tanggal 31 Januari 2003.

Bank secara khusus dan PJK secara umum harus melaporkan Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah
transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karekteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari
nasabah yang bersangkutan. Transaksi mencurigakan dapat juga dikarenakan transaksi keuangan yang
dilakukan oleh nasabah tersebut patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan
transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh PJK. Selain itu kategori transaksi disebut dengan
transaksi mencurigakan bila transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Bilamana katakanlah industri
perbankan gagal didalam menerapkan kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah secara khusus dan UU TPPU
secara umum, makai ia akan terkena sanksi administratif maupun pidana (pidana denda). Selain itu,
risiko lainnya yang menanti ada adalah risiko reputasi, risiko operasional, dan risiko hukum.

Anda mungkin juga menyukai