Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses
sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi.
Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan termasuk
obstruksi usus dan hernia. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal. (Reeves, 2001). Obstruksi
usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan
dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998). Sedangkan hernia adalah prostusi dari
organ melalui organ defektif yang didapat/ kongenital pada dinding rongga yang secara normal
berisi organ. (Barbara Engran, 1998).
Oleh karena itu, Kami menulis makalah ini guna agar mahasiswa mengetahui hal-hal
mengenai obstruksi usus dan hernia, yang akan dibahas secara lengkap pada bab berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?
2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?
3. Apa penyebab, dan manifestasi klinik dari berbagai macam obstruksi yang terjadi pada sistem
pencernaan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis, sebagai berikut :
1. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui pengertian obstruksi.
2. Agar penulis dan pembaca mengetahui obstruksi yang dapat terjadi pada sistem
pencernaan.
3. Agar penulis dan pembaca mengetahui penyebab, pathogenesis, dan manifestasi
klinik dari berbagai macam obstruksi yang terjadi pada sistem pencernaan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
a. Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus
intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Obstruktif usus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007 dikutip
dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
c. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
d. Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

2.2 Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal
sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari
usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari
kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup. Bagian tersebut
akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180 derajat sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan
perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal dan cecum,
dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.

b. Fungsional (non mekanik)


1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma sewaktu
pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf pada sakral 4,
misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Uremia
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)

2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah (gangguan
peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak
terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan pada
dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi
strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-
73).

2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan
terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah
proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan
elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi
pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan
peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian.

2.5 Manifestasi Klinik


a. Obstruksi Usus Halus
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigasterium
yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermiten (hilang
timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejunum dan
ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konsten atau menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat
flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi abdomen, tetapi
pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah
obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia
akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang dapat meningkat. Demam
menunjukkan obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan
hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya
keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi Usus Besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus
tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan
obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu – satunya selama beberapa
hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari
luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)

2.6 Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 77).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang
meningkat dapat terjadi pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan
metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas antara air dan udara
atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian
distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thorax tegak
menunjukkan adanya perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT scan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi komplet,
abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui
derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak
dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi internal,
intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)

2.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke
kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik
atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila nyeri.
(Medlinux.com).

c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
 Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
 Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah
 Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi
kolon.
 Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.
 Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata,
dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku/bangsa, alamat, tanggal masuk RS dan lain-
lain.

2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan; sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah dan tidak
ada defekasi/BAB yang lama.

3. Riwayat penyakit sekarang.


a. Perubahan pola BAB sejak kapan? (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi ).
b. Sakit perut,kembung?
c. Mual,muntah,(frekuensi jumlah,warna, bau)
d. Apa ada demam,bisa platus?
e. Apa ada diberi obat sebelum masuk rumah sakit?

4. Riwayat penyakit dahulu.


a. Ada /tidak nyariwayat tumor ganas,polip/peradangan kronik?
b. Riwayat pernah tidak nyaoperasi pada daerah perut.
c. Bagaimana keadaan BAB . Apakah sering merasa sakitperut kembung,sulit BAB dan keadaan
fakes.
d. Apakah ada riwayat hernia?
e. Apakah pernah mengalami cedera Arauma?

5. Riwayat penyakit keluarga


a. Apakah ada yang pernah sakit seperti klein?
b. Apakah ada yang pernah mengalamipenyakit menularatau keturunan?

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Penampilan umum
2) Tanda vital (TD, Pols, resp, temp).
3) TB, BB.
4) Kesadaran .
b. Pemeriksaan fokus
1) Inspeksi
a) Pada keadaan umum klien apakah kelihatan sakit, meringis.
b) Apakah ada muntah; warna coklat bila obstruksi pada usus halus.
c) Klien kelihatan sakit bernafas karena perut kembung.
d) Abdomen tampak kembung.
e) Nampak tonjolan seperti bengkak pada bagian perut.
2) Auskultasi
Peristaltik usus menurun/meningkat.
3) Perkusi
a) Normal bunyi abdomen, tegang, dan kembung.
b) Kulit daerah abdomen terasa hangat, nyeri tekan.
c) Teraba benjolan/masa di daerah abdomen.

7. Kebutuhan Biologis
a. Nutrisi:
1) Pola kebiasaan.
2) Jenis makanan/minuman.
b. Eliminasi
1) Pola.
2) Frekuensi.
3) Jumlah, warna, bau, konsistensi (BAB/BAK)
c. Istirahat/tidur
Mempunyai masalah/tidak.
d. Aktifitas
1) Apakah terganggu/terbatas.
2) Faktor yang memperingan atau memperberat.
3) Riwayat pekerjaan.
8. Riwayat Psikososial
Bagaimana pola pemecahan masalah klien terhadap masalahnya, demikian juga keluarga.

9. Riwayat Sosial
a. Kebiasaan merokok, minuman keras, dan lain-lain.
b. Konsep diri terhadap masalah

Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi

Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya
sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan
analgesia.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan
dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan
evaluasi lanjut.
3. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk
berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan
tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.
4. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapeutik.
5. Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih
sampai fungsinya kembali.

b. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Mual, Muntah, Demam dan atau
Diforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
 Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
 Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea,
dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-
tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
2. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
3. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan
24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari hidrasi atau perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman
untuk penggantian cairan.
4. Perhatikan adanya atau ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak
perfusi ginjal.
5. Observasi atau catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi.
Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis
metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi.
Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres.
Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan
cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.
6. Pertahankan potensi penghisap NGT atau usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan
menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang
sebelumnya ada, mis: kanker.

c. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan


dengan Gangguan Absorbsi Nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
 Berat badan stabil.
 Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:
1. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan,
mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein
dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor
utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi
lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida
dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah
erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

d. Konstipasi Berhubungan dengan Penurunan Motilitas Saluran Gastrointestinal.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah konstipasi klien teratasi.
Kriteria hasil :
 Pola eliminasi klien dalam rentang normal.
 Klien akan mengeluarkan feses tanpa bantuan.
 Klien akan mengonsumsi cairan dan serat dengan adekuat.
Intervensi :
1. Auskultasi bising usus.
Rasional: adanya bunyi abnormal menunjukkan terjadinya komplikasi.
2. Kaji keluhan nyeri abdomen.
Rasional: Mungkin berhubungan dengan distensi gas.
3. Observasi gerakan usus.
Rasional: Indicator kembalinya fungsi GI. Mengidentifikasi ketepatan intervensi.
4. Anjurkan makanan atau cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral diberikan.
Rasional : Menurunkan resiko iritasi mukosa.
5. Kolaborasi : berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi.
Rasional : Untuk merangsang peristaltik dengan perlahan.

e. Reiko Tinggi Infeksi Berhubungan dengan Ketidak Adekuatan Pertahanan Primer.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
 Klien tidak menunjukkan adanya tanda atau gejala infeksi.
 Klien menunjukkan personal hygiene yang adekuat.
 Klien akan menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan suhu.
Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik
infeksi.
2. Pantau pernafasan. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35’-45’.
Rasional: distensi abdomen menurunkan ekspansi paru.
3. Observasi terhadap tanda atau gejala peritonitis.
Rasional: Peritonitis dapat terjadi bila usus terganggu.
4. Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah memahami pembahasan dan mengolah data yang disajikan, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya
lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus
merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup.
Hernia adalah penonjolan peritoneum parietale yang berisi viskus melalui bagian yang
lemah pada dinding abdomen.

3.2 Saran
Ada beberapa saran yang penulis tuliskan bagi pembaca, yakni sebagai berikut :
1. Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga
kesehatan, maka jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat harus dimulai dari
gaya hidup yang sehat pula.
2. Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan memeperkecil resiko
terjangkitnya penyakit pada system pencernaan.
3. Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan kita makan, karena jika
makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi oleh bakteri, akan menimbulkan berbagai
jenis penyakit pada tubuh kita.
4. Bagi penderita hernia, disarankan agar jangan terlalu kelelahan dalam beraktifitas
dan bekerja.

DAFTAR PUSTAKA
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby: Philadelphia.

Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Salemba Medika.

Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia.

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed.
1. Jakarta : EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis, and
outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.

Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1
dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan
sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia. Terapi ileus obstruksi
biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama
proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan
keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2. Apa etiologi Ileus Obstruktif
3. Bagaimana patofisiologi Ileus Obstruktif
4. Bagaimana manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5. Apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6. Bagaimana pemeriksaan Ileus Obstruktif
7. Bagaimana penatalaksanaan Ileus Obstruktif
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengetahui apa sebenarnya definisi Ileus Obstruktif secara lebih luas
2) Tujuan khusus
1) Mengetahui yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2) Mengetahui etiologi Ileus Obstruktif
3) Mengetahui patofisiologi Ileus Obstruktif
4) Mengetahui manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5) Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6) Mengetahui pemeriksaan Ileus Obstruktif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI USUS HALUS
Usus halus merupakan bagian saluran pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian:
duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorbsi hasil
pencernaan.
2.1.1. DUODENUM
Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya sekitar 25 sentimeter yang menghubungkan
lambung dengan jejunum. Duodenum sangat penting karena dalam duodenum terdapat muara
saluran empedu dan saluran pankreas. Duodenum melengkung sekitar kaput pankreas. Dua
setengah sentimeter pertama duodenum menyerupai lambung karena pada permukaan anterior dan
posteriornya diliputi peritonium dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya
dan omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak di belakang
segmen yang pendek ini. Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang
diliputi peritoneum.
2.1.2. JEJENUM DAN ILEUM
Jejunum dan ileum panjangnya sekitar 6 meter, 2/5 bagian atas merupakan jejunum, masing-masing
bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi terdapat perubahan yang berangsur-angsur dari
bagian yang satu ke bagian yang lain. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal
sebagai mesenterium usus halus. Pinggir bebas lipatan yang panjang meliputi usus halus yang
mobile. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis yang berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang
antara dua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabang-cabang arteri
mesenterika superior. Cabang-cabang intestinal berasal dari sisi kiri arteri dan berjalan dalam
mesenterium untuk mencapai usus. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis satu sama lain untuk
membentuk serangkaian arcade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.
Vena jejunum dan ileum sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterika superior dan mengalirkan
darahnya ke vena mesentrika superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak
nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior.
2.1.3. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi, air,
elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama
oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-
zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi
kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus).
Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat – zat
makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang
dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan
karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan
oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan dapat
berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :
Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan
enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu
lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi
segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi
oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan
segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila
usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan
mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan basic
electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8
sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada
usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik,
dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat
lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya gelombang
lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace maker yang
terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf
dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke
dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan
pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama beberapa jam
sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan aktifitas
peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang
menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar
makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan
kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum
meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan
peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi
peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme,
dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosongan ileum sangat terhambat8.

2.1.4. PENGERTIAN
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian
dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup.Ada dua tipe obstruksiyaitu :
1.Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini
dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan,
hernia dan abses.

2.Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)


Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti
sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.

2.1.5. ETIOLOGI
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :
1. Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa
disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif
di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.
4. Intususepsi
usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami
intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi
5. Penyakit Crohn
dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena
striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan
fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk
ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan
sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
2.1.6. PATOFISIOLOGI
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat
penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus
tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah
proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik)
sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi
serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah
obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada
obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah.
Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi
dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan
dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri
kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.
Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya
ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat
terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat
terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai
kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
2.1.7 MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung
bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat
mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka
muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin
jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2. Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya
selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
Dengan melihat patogenesis yang terjadi, maka gambaran klinik yang dapat ditimbulkan sebagai
akibat obstruksi usus dapat bersifat sistemik dan serangan yang bersifat kolik.
v Gambaran klinik yang bersifat sistemik meliputi :
· Dehidrasi berat
· Hipovolemia
· Syok
· Oliguria
· Gangguan keseimbangan elektrolit
· Perut gembung
· Kelebihan cairan usus
· Kelebihan gas dalam usus
v Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
· Nyeri perut berkala
· Distensi berat
· Mual / muntah
· Gelisah / menggeliat
· Hiperperistaltik
· Nada tinggi
· Halangan pasase
· Obstipasi
· Tidak ada flatus
Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan pendarahan dinding usus yang
menyebabkan nekrosis atau gangguan dinding usus. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis
atau toxinemia.

2.1.8. EVALUASI DIAGNOSTIK


I. Pada dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema.
II. Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat
jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik.
Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi peritonitis.
Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit
III. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi.
Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat
distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi.
Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak
tampak
IV. Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level,
distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon
biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang
gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi
menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
V. Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium
kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan
bisa langsung dilakukan biopsi.
VI. Obstruksi Usus Halus :
Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X
terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan
laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi

VII. Obstruksi Usus Besar :


Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan
tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.
2.1.10. PROGNOSIS
Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi
strangulata telah dilaporkan 20-75 %
Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %

2.1.11. KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
3. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).

2.1.12. PENATALAKSAAN BEDAH DAN MEDIS


1. Dekompresi dengan pipa lambung
2. Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Juga keseimbangan
asam-basa.
3. Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya.
4. Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan
syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal.
1.Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas
kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan
terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari
obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2.Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan
dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan
pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan
obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi
penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

BAB III
PENUTUP
I.Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus ke darah.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif.
(http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/.
Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11
Januari 2011).

Anda mungkin juga menyukai