PENDAHULUAN
2.1 Definisi
a. Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus
intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Obstruktif usus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007 dikutip
dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
c. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
d. Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
2.2 Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal
sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari
usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari
kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup. Bagian tersebut
akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180 derajat sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan
perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal dan cecum,
dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.
2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah (gangguan
peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak
terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan pada
dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi
strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-
73).
2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan
terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah
proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan
elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi
pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan
peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian.
2.6 Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 77).
2.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke
kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik
atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila nyeri.
(Medlinux.com).
c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi
kolon.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata,
dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan; sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah dan tidak
ada defekasi/BAB yang lama.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Penampilan umum
2) Tanda vital (TD, Pols, resp, temp).
3) TB, BB.
4) Kesadaran .
b. Pemeriksaan fokus
1) Inspeksi
a) Pada keadaan umum klien apakah kelihatan sakit, meringis.
b) Apakah ada muntah; warna coklat bila obstruksi pada usus halus.
c) Klien kelihatan sakit bernafas karena perut kembung.
d) Abdomen tampak kembung.
e) Nampak tonjolan seperti bengkak pada bagian perut.
2) Auskultasi
Peristaltik usus menurun/meningkat.
3) Perkusi
a) Normal bunyi abdomen, tegang, dan kembung.
b) Kulit daerah abdomen terasa hangat, nyeri tekan.
c) Teraba benjolan/masa di daerah abdomen.
7. Kebutuhan Biologis
a. Nutrisi:
1) Pola kebiasaan.
2) Jenis makanan/minuman.
b. Eliminasi
1) Pola.
2) Frekuensi.
3) Jumlah, warna, bau, konsistensi (BAB/BAK)
c. Istirahat/tidur
Mempunyai masalah/tidak.
d. Aktifitas
1) Apakah terganggu/terbatas.
2) Faktor yang memperingan atau memperberat.
3) Riwayat pekerjaan.
8. Riwayat Psikososial
Bagaimana pola pemecahan masalah klien terhadap masalahnya, demikian juga keluarga.
9. Riwayat Sosial
a. Kebiasaan merokok, minuman keras, dan lain-lain.
b. Konsep diri terhadap masalah
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi
Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya
sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan
analgesia.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan
dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan
evaluasi lanjut.
3. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk
berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan
tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.
4. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapeutik.
5. Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih
sampai fungsinya kembali.
b. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Mual, Muntah, Demam dan atau
Diforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea,
dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-
tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
2. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
3. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan
24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari hidrasi atau perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman
untuk penggantian cairan.
4. Perhatikan adanya atau ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak
perfusi ginjal.
5. Observasi atau catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi.
Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis
metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi.
Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres.
Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan
cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.
6. Pertahankan potensi penghisap NGT atau usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan
menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang
sebelumnya ada, mis: kanker.
Intervensi:
1. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan,
mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein
dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor
utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi
lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida
dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah
erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.
3.1 Kesimpulan
Setelah memahami pembahasan dan mengolah data yang disajikan, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya
lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus
merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup.
Hernia adalah penonjolan peritoneum parietale yang berisi viskus melalui bagian yang
lemah pada dinding abdomen.
3.2 Saran
Ada beberapa saran yang penulis tuliskan bagi pembaca, yakni sebagai berikut :
1. Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga
kesehatan, maka jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat harus dimulai dari
gaya hidup yang sehat pula.
2. Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan memeperkecil resiko
terjangkitnya penyakit pada system pencernaan.
3. Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan kita makan, karena jika
makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi oleh bakteri, akan menimbulkan berbagai
jenis penyakit pada tubuh kita.
4. Bagi penderita hernia, disarankan agar jangan terlalu kelelahan dalam beraktifitas
dan bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby: Philadelphia.
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed.
1. Jakarta : EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis, and
outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.
2.1.4. PENGERTIAN
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian
dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup.Ada dua tipe obstruksiyaitu :
1.Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini
dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan,
hernia dan abses.
2.1.5. ETIOLOGI
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :
1. Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa
disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif
di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.
4. Intususepsi
usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami
intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi
5. Penyakit Crohn
dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena
striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan
fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk
ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan
sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
2.1.6. PATOFISIOLOGI
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat
penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus
tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah
proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik)
sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi
serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah
obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada
obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah.
Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi
dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan
dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri
kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.
Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya
ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat
terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat
terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai
kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
2.1.7 MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung
bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat
mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka
muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin
jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2. Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya
selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
Dengan melihat patogenesis yang terjadi, maka gambaran klinik yang dapat ditimbulkan sebagai
akibat obstruksi usus dapat bersifat sistemik dan serangan yang bersifat kolik.
v Gambaran klinik yang bersifat sistemik meliputi :
· Dehidrasi berat
· Hipovolemia
· Syok
· Oliguria
· Gangguan keseimbangan elektrolit
· Perut gembung
· Kelebihan cairan usus
· Kelebihan gas dalam usus
v Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
· Nyeri perut berkala
· Distensi berat
· Mual / muntah
· Gelisah / menggeliat
· Hiperperistaltik
· Nada tinggi
· Halangan pasase
· Obstipasi
· Tidak ada flatus
Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan pendarahan dinding usus yang
menyebabkan nekrosis atau gangguan dinding usus. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis
atau toxinemia.
2.1.11. KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
3. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
BAB III
PENUTUP
I.Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus ke darah.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif.
(http://wawanjokamblog.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/.
Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11
Januari 2011).