Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian CT Scan


CT Scan (Computed Tomography Scanner) merupakan alat
penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal untuk
pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti susunan saraf pusat, otot dan
tulang, tenggorokan dan rongga perut. CT-Scanner menggunakan radiasi
nuklir seperti neutron, sinar gamma dan sinar-x.
CT-Scan (computed tomography) pertama kali digunakan untuk
diagnosa kedokteran pada awal tahun 1970-an. Teknik diagnosa ini
dilakukan dengan melewatkan seberkas sinar-X terkolimasi (lebar ±2 mm)
pada tubuh pasien dan berkas radiasi yang diteruskan ditangkap oleh suatu
sistem detektor. Sumber sinar-X berikut detektor bergerak di suatu bidang
mengitari tubuh pasien. Berdasarkan perbedaan respon detektor pada
berbagai posisi penyinaran kemudian dibuat suatu rekonstruksi ulang untuk
mendapatkan gambar bidang Tomografi dari objek (pasien) yang disinari.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat
suatu kelainan, yaitu :
a. Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
b. Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan
infark.
c. Brain contusion.
d. Brainatrofi.
e. Hydrocephalus.
f. Inflamasi.
CT-scan ini paling banyak digunakan untuk melihat potongan
penampang lintang dari susunan syaraf pusat (otak) manusia. Pasien yang
akan diperiksa harus tidur di meja pasien. Setelah didapatkan posisi yang
dikehendaki, kemudian dilakukan pengambilan data yang diatur dari panel

5
kontrol. Panel kontrol ini harus terletak di ruang pemeriksaan. Pengambilan
data ini bisa memakan waktu beberapa menit, tergantung dari jenis
pemeriksaan dan tipe pesawat CT-scan yang digunakan.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan proses rekonstruksi
untuk mendapatkan gambar. Proses rekonstruksi ini merupakan suatu
pekerjaan yang sangat komplek dan hanya dilakukan dengan komputer,
sehingga teknik diagnosa ini dikenal computerized tomography atau
computed tomography. Seperti halnya pada diagnostik sinar-X
konvensional, CT-scan ini juga kurang baik untuk pemeriksaan
bagian/organ tubuh yang bergerak. Sehingga sampai saat ini CT-scan lebih
banyak digunakan untuk pemeriksaan bagian kepala.
Untuk setiap pemeriksaan, seorang bisa menerima dosis radiasi sampai
dengan 10 mSv (1 rem) pada bagian tubuh yang sangat sempit. Karena dapat
memberikan dosis cukup tinggi, maka pesawat CT-scan harus ditempatkan
pada ruang khusus yang berpenahan radiasi cukup. Selama pengambilan
data, operator/radiografer tidak diperkenankan berada di dalam ruang
pemeriksaan. Ruangan perlu diberikan tanda-tanda/lampu ketika
pemeriksaan sedang berlangsung. Disain dinding penahan radiasi adalah
seperti halnya pada pesawat sinar-X konvensional.
terdapat beberapa resiko dari penggunaan CT Scan, antara lain:
a. Ada sedikit kemungkinan timbulnya kanker dari paparan radiasi
yang berlebihan. Namun, manfaat dari diagnosis yang akurat jauh
melampaui risiko.
b. CT scan tidak dianjurkan untuk wanita hamil, kecuali jika secara
medis diperlukan karena potensi resiko bagi bayi sedangkan
pemeriksaan pada ibu yang sedang dalam masa menyusui harus
menunggu selama 24 jam setelah injeksi bahan kontras sebelum
melanjutkan menyusui.

6
2.2 Komponen – Komponen CT Scan
2.2.1 Table dan Gantry
Table merupakan tempat posisi pasien untuk melakukan
pemeriksaan, bentuk surya yang terbentuk dari Carbon graphite
fiber yang mempunyai nilai penyerapannya rendah terhadap berkas
sinar. Table pada CT dilengkapi sebuah cradle, meja control, serta
indicator ketinggian meja.
Gantry adalah merupakan suatu tempat, didalamnya terdiri
dari X-ray Tube, Filter, Collimator, Lampu indicator untuk sentrasi
berupa sinar laser atau Infra Red dan DAS (Data Acquisition
System). Pada gantry diperlengkapi data digital yang memberikan
informasi tentang crandel, ketinggian meja dan kemiringan gantry.
a. TabungSinar-X
Pada CT tabung sinar x yang mempunyai fungsi sebagai
pembangkit sinar x harus memiliki karakteristk tertentu
diantaranya:
 Sangat dianjurkan penggunaan Anoda putar.
 Menggunakan ukuran focal spot ukuran kecil 10,6 mm² - 1,2
mm².
 Idealnya berkas radiasi bersifat monochromatic. Agar
reklontruksi
 gambaran lebih akurat dan mudah.
 Anode Heat Strorage Capacity (700.000 HU-2000.000 HU).
 Tahan terhadap goncangan/shock proof.

b. Collimator
Collimator pada Computer tomography terdiri dari dua buah
yaitu:
 Collimator pada X-ray tube, berfungsi:
o Mengurangi dosis radiasi.
o Pembatas luas lapangan penyinaran.

7
o Memperkuat berkas sinar.

 Collimator pada detector, berfungsi:


o Penyearah radiasi menuju ke detector.
o Pengontrolan radiasi hambur.
o Menentukan ketebalan pada slice thickness/voxel.

c. DAS dan Detector


Sinar x setelah menembus objek diteruskan oleh detector
yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan data.
Secara garis Detector dan DAS berfungsi sebagai:
a. Menangakap sinar x yang telah menembus objek (sinar x
yang telah teratenuasi).
b. Merubah sinar x dalam bentuk signal-signal elektronik.

c. Menguatkan signal-signal elektronik

d. Merubah electronic signal ke data-data digital.

Karakteristik Detektor :

a. Cost ( harga) detector merupakan alasan utama tentang


mahalnya pesawat CT. semakin banyak jumlah detector
harga pesawat semakin mahal. Jumlah detector pada CT
berpengaruh terhadap kualitas gambaran yang dihasilkan.
b. Effeciency, berkas sinar cari objek 100% ditangkap oleh
detector serta signal electron yang dihasilkan sesuai
dengan berkas sinar yang diterima.
c. Stability, respon detector terhadap berkas sinar bersifat
tetap dari satu scanning ke scanning berikutnya.
d. Resvonsive, lamanya waktu detector menerima berkas
sinar dan mengolahnya dalam bentuk signal-signal
electron.

8
2.2.2 X-ray Control
1. X-ray terdiri dari geneator sinar-X bertegangan tinggi/high
voltage transformer, RARC (Rapid Accelerator Rotor
Controller) dan X-ray tube indicator.
2. X-ray control ini berperan penting pada saat dilakukan
pemanasan tabung sinar-X.

2.2.3 Computer
Computer, merupakan jantung dari semua instrument pada
CT dan berfungsi untuk melakukan proses scanning,
rekontruksi/pengolahan data, display gambaran serta menganalisa
gambaran. Pada CT/T General Electric 8000 dan 8800 diperlengkapi
suatu alat pembantu untuk proses rekontruksi gambaran yang
dikenal dengan nama ARRAY PROCESSOR.

2.2.4 DiscUnit
Disc Unit, merupakan alat untuk memyimpan program hasil
kerja dari computer ketika melakukan scanning, reconstruction dan
display gambaran. Data yang tersimpan dapat berupa data mentah
maupun data yang telah permanen

2.2.5 Magnetic Tape Unit


Magnetic Tape Unit, digunakan sebagai penyimpan data
pasien pada suatu tape atau pita. MTU dapat diletakan pada Disc
Unit sehingga data yang terdapat didalamnya sewaktu-waktu
apabila diperlukan dapat dipanggil kembali. Tapi pada proses
scanning MTU diletakan pada suatu BOX tersendiri, biasanya pada
bagian bawah box tersebut diperlengkapi oleh alat yang disebut
RAMTEX merupakan komponen komputeryang berperan penting
dalam pen’display’an suatu gambaran.

9
2.2.6 Multiformat Camera
Multiformat Camera, digunakan untuk memperoleh
gambaran permanent pada film roentgen (rontgenogram), dengan
alat ini kita dapat memilih format 1-24 gambaran struktur/per slice
gambaran CT pada suatu bidang film sesuai yang kitakehendaki.

2.2.7 Operator Terminal


Operator Terminal, merupakan pusat dari semua kegiatan
scanning, patient file manipulation, serta fungsi pengoperasian
sistim secara umum(mengatur file pasien, memasukan data-data
pasien, nama, umur,dll).

2.2.8 System Display Console (SDC)


System Display Console (SDC), digunakan untuk
menampilkan suatu gambaran hasil scanning dan memanipulasinya
sehingga memperoleh informasi yangdiinginkan.

2.2.9 Operator Display Console (ODC)


Operator Display Console (ODC), merupakan kombinasi
antara Operator Terminal dan SDC. Alat ini disampaing sebagai
pusat kegiatan scanning juga dapat memanipulasi hasil gambaran
sesuai yang kita kehendaki.

2.2.10 Peralatan3-DimensiSoftware/CSI-3D
Software ini dipergunakan untuk memperoleh gambaran dari
obyek yang diinginkan berupa gambaran 3 dimensi.

10
2.3 Parameter CT-Scan
Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output
gambar yang optimal antara lain:

a. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan
keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran
dengan detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis akan
menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul
artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.

b. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan
irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang
diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga
batas akhir objek yang akan diiris semakin besar.

d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap
eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu
eksposi (s). Biasanya tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis
pada tiap-tiap pemeriksaan.

e. Filed Of View (FOV)


FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan
direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan biasanya berada pada rentang
12-50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi karena FOV

11
yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam
rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV
lebih kecil, maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan
klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

f. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gentry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara -25
derajat sampai +25 derajat. penyudutan gentry bertujuan untuk
keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.
Disamping itu bertujuan untuk mengurangi dosis radiasi terhadap
organ-organ yang sensitif.

g. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen
(pixel) dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks
ini merupakan salah satu struktur elemen dalam lemori komputer yang
berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks
berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang
dipakai maka semakin tinggi resolusinya.

h. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan
dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari
gambar CT-Scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih
maka semakin tinggi resolusi yang gambar yang akan dihasilkan.
Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue,
dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar
monitor.

i. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di
konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV monitor.

12
Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui
rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan di konversi
menjadi sekala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed
tomography.

j. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan
untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada
karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window
level menentukan densitas gambar.

2.4 Anatomi Skull

Skull dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Cranial dan Facial:


1. Cranium
 Os Frontal

13
Os Frontal membentuk dahi, langit-langit ronggga nasal, dan
langit-langit orbita (kantong mata). Tulang frontal pada tahap
kehidupan embrio terbentuk menjadi dua belahan yang pada masa
kanak-kanak awal berfungsi dengan penuh.
 Os Pariental
Os parietal membentuk sisi dan langit-langit cranium. Yang
terdiri atas sutura sagital, sutura koronal, dan sutura lamboidal.
Sutura sagital adalah sutura yang menyatukan tulang parietal kiri
dan kanan. Sutura koronal menyambung tulang parietal ke tulang
frontal. Sutura Lamboidal menyambung tulang parietal ke tulang
Occipital
 Os Occipital
Os ocipital membentuk bagian dasar dan dan bagian belakang
Cranium.
 Os Temporal
Os temporal membentuk dasar dan sisi cranium.
 Os Sphenoid
Tulang sphenoid ini terdapat ditengah dasar tengkorak,
bentuknya seperti kupu-kupu yang mempunyai 3 pasang sayap. Di
bagian depan terdapat sebuah rongga yang disebut kavum
sfenoidalis yang berhubungan dengan rongga hidung. Di bagian
atasnya agak meninggi dan berbentuk seperti pelana yang disebut
sela tursika yaitu tempat letaknya kelenjar buntu (hipofise).
 Os Ethmoidal
Terletak di sebelah depan dari os sfenoidal, diantara lekuk mata,
terdiri dari tulang tipis yang tegak dan mendatar.

2. Facial Bone
Facial bones terdiri atas empat belas tulang, tulang-tulang ini tidak
bersentuhan dengan otak. Tulang tersebut disatukan sutura yang tidak
dapat bergerak.

14
 Os Nasal membentuk penyangga hidung dan berartikulasi dengan
septum nasal.
 Os Palatum membentuk bagian posterior langit-langit mulut
(langit-langit keras), bagian tulang orbital, dan bagian rongga
nasal.
 Os Zigomatik (malar) membentuk tonjolan pada tulang pipi.
Setiap prosesus temporal berartikulasi dengan prosesus
zigomatikus pada tulang temporal.
 Os Maksila membentuk rahang atas.
 Os Lakrimal berukuran kecil dan tipis, serta terletak di antara
tulang ethmoid dan maksila pada orbita. Tulang lakrimal berisi
suatu celah untuk lintasa duktus lakrimal, yang mengalirkan air
mata ke rongga nasal.
 Os Vomer membentuk bagian tengah dari langit-langit keras
diantara pallatum dan maksila, serta turut membentuk septum
nasal.
 Os Mandibula adalah tulang rahang bagian bawah

2.5 Stroke atau CVA (Cerebro Vascular Accident)


Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan
sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan

15
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak.
2.5.1 Klasifikasi Sroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke
meliputi :
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang
terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan serebri yang disebabkan hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan
serebellum.
k. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini beradal dari pecahnya aneurisma berry
atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh
darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan

16
kelurnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya).

2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya :
a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang,
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah
buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah
menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke
komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

2.5.2 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya
diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak
atau leher.

17
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang
di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral
dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar
otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi,
yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau
sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh
darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu
aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh
darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai
pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi
proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami
stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas
darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral
dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga
terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

18
5. Usia lanjut, Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh
darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Policitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan
aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi
dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus
dari lemak.
8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan
kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada
pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
10. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik
termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi
kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan
fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan
hematokrit meningkat.

2.5.3 Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat.

19
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (trombosis, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali
merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari
plak aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan :
a. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan,
b. Edema dan kongesti di sekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada
dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
2. Stroke hemoragik
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan

20
selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-
5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan
serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi
gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilataasi pembuluh darah otak.

21
2.5.4 Penatalaksana Sroke
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika
muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika
hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat,
bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan
hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya
dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
a. Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis,
antikoagulan, obat hemoragik
b. Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor,
menurunkan TIK yang tinggi , tindakan pembedahan yang
bertujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri
dengan :
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri
karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher;

22
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan
pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien
TIA;
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut;
 Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare
(2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

2.5.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang
dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya
titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia,
dan adanya infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient
Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas.
Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan
intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

23
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah
yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

2.5.6 Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala


1. Persiapan Pasien, Alat dan Bahan
a. Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus bagi
penderita, hanya saja instruksi-instruksi yang menyangkut
posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diketahui
dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan
menggunakan media kontras. Benda aksesoris seperti gigi
palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan
alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu
sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan
artefak.Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan
dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien
diberi selimut (Brooker, 1986).
b. Persiapan alat dan bahan : Alat dan bahan yang digunakan
untuk pemeriksaan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Peralatan steril :
 Alat-alat suntik
 Spuit
 Kassa dan kapas
 Alkohol

24
2. Peralatan non-steril
 Pesawat CT-Scan
 Media kontras
 Tabung oksigen
c. Persiapan Media kontras dan obat-obatan. Dalam
pemeriksaan CT-scan kepala pediatrik di butuhkan media
kontras nonionik karena untuk menekan reaksi terhadap
media kontras seperti pusing, mual dan muntah serta obat
anastesi jika diperlukan. Media kontras digunakan agar
struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan
orga-organ tubuh lainnya dapat dibedakan dengan jelas.
Selain itu dengan penggunaan media kontras maka dapat
menampakan adanya kelainan-kelainan dalam tubuh seperti
adanya tumor.Teknik injeksi secara Intra Vena (Seeram,
2001)
 Jenis media kontras : omnipaque, visipaque
 Volume pemakaian : 2 – 3 mm/kg, maksimal 150 m
 Injeksi rate : 1 – 3 mm/sec

2. Teknik Pemeriksaan
Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan
dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head
holder. Kepala diposisikan sehingga mid
sagital plane tubuh sejajar dengan lampu
indikator longitudinal dan interpupilary line
sejajar dengan lampu indikator horizontal.
Lengan pasien diletakkan diatas perut atau
disamping tubuh. Untuk mengurangi
pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya
difikasasi dengan sabuk khusus pada head

25
holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi
pengganjal untuk kenyamanan pasien (
Nesseth, 2000 ).
Scan Parameter
Scanogram : kepala lateral
Range : range I dari basis cranii sampai pars
petrosum dan range II dari pars petrosum
sampai verteks.
Slice Thickness : 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range II )
FOV : 24 cm
Gantry tilt : sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut
yang terbentuk oleh orbito meatal line dengan
garis vertical.
kV : 120
mA : 250
Reconstruksion Algorithma : soft tissue
Window width : 0-90 HU ( otak supratentorial ); 110-160 HU
( otak pada fossa posterior ); 2000-3000 HU (
tulang ).
Window Level : 40-45 HU ( otak supratentorial ); 30-40 HU
( otak pada fossa posterior ); 200-400 HU (
tulang ).
Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala membutuhkan
6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut dapat bervariasi
tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor
maka jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus
dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras.
Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media
kontras adalah agar dapat membedakan dengan jelas apakah
organ tersebut mengalami kelainan atau tidak.

26
Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan
kepala pada umumnya:
1. Potongan Axial I
Merupakan bagian paling superior dari otak yang
disebut hemisphere. Kriteria gambarnya adalah tampak :
a. Bagian anterior sinus superior sagittal
b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)
c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri)
d. Sulcus
e. Gyrus
f. Bagian posterior sinus superior sagital

2. Potongan Axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut
tingkat medial ventrikel. Criteria gambarnya tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
c. Nucleus caudate
d. Thalamus
e. Ventrikel tiga
f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi)
g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

3. Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel
medial tiga. Kriteria gambar yang tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna

27
4. Potongan Axial VII
Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan
dari bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk
ditampakkan dengan baik dalam CT-scan. Modifikasi-
modifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk
mendapatkan gambarannya adalah tampak :
a. Bola mata / occular bulb
b. Nervus optic kanan
c. Optic chiasma
d. Lobus temporal
e. Otak tengah
f. Cerebellum
g. Lobus oksipitalis
h. Air cell mastoid
i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoi

28

Anda mungkin juga menyukai