Laporan Kasus Demam Tifoid
Laporan Kasus Demam Tifoid
DEMAM TIFOID
Oleh :
Fahd Asy’ary
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Ramadhan
Tanggal Lahir : Dana, 16 juni 2017
Umur : 2 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 10 kg
Agama : Islam
Alamat : Dana, Kab. Muna
No. RM : 030981
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Pasien baru masuk dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus, bersifat naik turun dan
demam mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari. Demam tidak
disertai menggigil (-) kejang (-). Keluhan lain : batuk (+) berdahak warna
putih, sesak (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+), lemas (+),
mimisan (-), gusi berdarah (-). BAK (+) kesan normal, BAB tidak pernah
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, flatus (+). Riwayat keluhan demam
yang sama sebelumnya (-). Riwayat keluhan demam yang sama dalam
keluarga (-). Riwayat alergi obat (-), riwayat alergi makanan (-), riwayat
berpergian keluar kota (-), riwayat konsumsi jajanan (-), riwayat pengobatan
(+) diklinik bidan dan berikan obat kloramfenikol dan PCT diminum 2x.
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Sedang/CM/Gizi cukup
Pucat : (-) Sianosis : (-) Tonus : Baik
Ikterus : (-) Turgor : Baik
Antropometri : BB : 10 kg │ TB :90 cm │LILA : 13 cm│LK : 50 cm
│LD : 52 cm │LP : 50 cm
Tanda Vital
TD : 90/60 mmHg P : 34 x/menit
N : 144 x/menit S : 39,90C
Kepala : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri
Rambut : Berwarna hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : Tertutup
Telinga : Otorhea (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-) │Sklera ikterik (-)
Hidung : Rinorhea (-) │pernapasan cuping hidung (-)│epistaksis (-)
Bibir : Sianosis(-), kering (+)
Lidah : kotor (+), tremor (-), hiperemis (-)
Sel Mulut : Somatitis (-), mulut berbau (+)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Bentuk dada : Simetris Kiri dan Kanan
Paru :
PP : Simetris kiri dan kanan │ retraksi subcostal (-)
PR : Massa (-) | Nyeri Tekan (-) | Krepitasi (-)
PK : Sonor kedua lapangan paru
PD : Vesikuler +/+ │Rhonki -/- │ Wheezing -/-
Jantung
PP : Ictus cordis tidak tampak
PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Batas kiri : ICS IV Linea midclavicularis (S)
Batas kanan : ICS V Linea parasternalis (D)
Irama : BJ I/II murni regular
Souffle : -
Thrill : -
Abdomen
PP : Cembung, ikut gerak nafas, distensi abdomen (-)
PD : Peristaltik (+) kesan menurun
PK : Tympani (+), pekak hepar (+)
PR : Massa (-) asites (-) nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
221 122
Tonsil : T1/T1
Tasbeh : (-)
KPR : +/+
APR : +/+
2. Widal Test
Nilai Rujukan
S.Typhi O Positif (+) 1/320 Negatif (-)
S.Typhi AH Negatif (-) Negatif (-)
S.Typhi BH Negatif (-) Negatif (-)
S.Typhi H Positif (+) 1/160 Negatif (-)
E. DIAGNOSA KERJA
F. DIAGNOSA BANDING
Malaria
G. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Tes tubex
- Pemeriksaan biakan salmonella (Mc Konkey dan SS agar)
- PCR
- DDR
- Tes Widal
H. RESUME
Pasien baru masuk dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus, bersifat naik turun dan
demam mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari. Demam tidak
disertai menggigil (-) kejang (-). Keluhan lain : batuk (+) berdahak warna
putih, sesak (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+), lemas (+),
mimisan (-), gusi berdarah (-). BAK (+) kesan normal, BAB tidak pernah sejak
7 hari sebelum masuk rumah sakit, flatus (+). Riwayat keluhan demam yang
sama sebelumnya (-). Riwayat keluhan demam yang sama dalam keluarga (-).
Riwayat alergi obat (-), riwayat alergi makanan (-), riwayat berpergian keluar
kota (-), riwayat konsumsi jajanan (-), riwayat pengobatan (+) diklinik bidan
dan berikan obat kloramfenikol dan PCT diminum 2x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkankeadaan umum sakit sedang, status
gizi cukup, TD: 90/60mmHg, P: 34x/menit, N : 144x/menit, S: 39,90C. Mulut
berbau (+), lidah yang kotor (+), akral hangat (+/+). Pemeriksaan abdomen :
inspeksi : distensi abdomen (-), auskultasi : peristaltic (+) menurun, perkusi :
pekak hepar (+), palpasi : hepatosplenomegali (-)
I. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
- Bedrest total
- Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein,
rendah serat.
Farmakologi :
J. FOLLOW UP
A: Demam tifoid
BAB II
ANALISA KASUS
Pasien baru masuk dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Demam terus menerus, bersifat naik turun dan demam mulai
meninggi ketika sore menjelang malam hari. Demam tidak disertai menggigil (-)
kejang (-). Keluhan lain : batuk (+) berdahak warna putih, sesak (-), mual (-),
muntah (-), nafsu makan menurun (+), lemas (+), mimisan (-), gusi berdarah (-).
BAK (+) kesan normal, BAB tidak pernah sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit, flatus (+). Riwayat keluhan demam yang sama sebelumnya (-). Riwayat
keluhan demam yang sama dalam keluarga (-). Riwayat alergi obat (-), riwayat
alergi makanan (-), riwayat berpergian keluar kota (-), riwayat konsumsi jajanan (-
), riwayat pengobatan (+) diklinik bidan dan berikan obat kloramfenikol dan PCT
diminum 2x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkankeadaan umum sakit sedang, status gizi
cukup, TD: 90/60mmHg, P: 34x/menit, N : 144x/menit, S: 39,90C. Mulut berbau
(+), lidah yang kotor (+), akral hangat (+/+). Pemeriksaan abdomen : inspeksi :
distensi abdomen (-), auskultasi : peristaltic (+) menurun, perkusi : pekak hepar
(+), palpasi : hepatosplenomegali (-)
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didiagnosis sebagai demam tifoid. Demam tifoid
paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90%
cukup tinggi tercatat insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000
populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan
Kasus ini terjadi pada anak laki-laki dengan usia 2 tahun 6 bulan.Di
Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-
yang sama. Penyebab demam tifoid adalah salmonella typhi yang merupakan
besar melalui minuman/ makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Pada
kasus ini diduga karena makanan yang dikonsumsi oleh anak bukan saja berasal
dari masakan rumah jadi terdapat kemungkinan penularan didapat dari makanan
Patogenesis
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis.Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffl ing, actin rearrangement,
melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi
pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses infl amasi yang meng-akibatkan
nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul
ulserasi.
Manifestasi Klinis
tidak tinggi dan berlangsung selama 7 hari demam terutama pada sore menjelang
malam hari yang disertai dengan adanya malaise, konstipasi dan nafsu makan
menurun. Berdasarkan teori, keluhan atau gejala pada demam tifoid dapat
bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan
batuk kering sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur
makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam
keluhan lainnya.
obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan
pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-duanya. Pada anak, diare
sering dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan
Penegakan diagnosis
untuk pemeriksaan fisik sendiri didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal
pada awal pemeriksaan namun terjadi peningkatan nadi dan pernapasan pada saat
demam kembali tinggi. Secara fisiologis peningkatan nadi dan pernapasan akan
terjadi bila suhu juga mengalami peningkatan. Untuk pemeriksaan fisik lainnya
pada teori untuk demam tifoid dapat terjadi penurunan kesadaran, lidah kotor,
meteorismus, hepatomegali dan rose spot. Namun pada kasus ini hanya
darah rutin dan dilakukan Pemeriksaan Test widal, pada kasus ini didapatkan : S
thypi O positif (+) 1/320, S thypi AH positif H (-), S thypi BH positif (-), S thypi
H positif (+) 1/160 yang dimana mengalami peningkatan Titer O menjadi 1/320.
karena proses infeksi namun trombositopeni dapat terjadi karena berbagai faktor
lain. Trombositopeni dapat biasanya berlangsung cepat dan dapat segera kembali
normal. Kemudian pada kasus ini dilakukan pemeriksaan widal tes. Pemeriksaan
yang paling sering dilakukan di Indonesia sampai saat ini adalah pemeriksaan
dari S. Typhidan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal
Widal harus dilakukan secara hati-hati karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu
hasil negatif hingga30% dari sampel biakan positif demam tifoid. Pemeriksaan
Widal memiliki sensitivitas 69%, spesifisitas 83%.Hasil negatif palsu dapat terjadi
karena teknikpemeriksaan tidak benar, penggunaan antibiotik sebelumnya, atau
produksi antibodi tidakadekuat.Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja
baru dapat ditegakkan jika pada ulanganpemeriksaan Widal selang 1-2 minggu
70% dan 80%dan IgM terhadap S. Typhi (Typhidot). Mengingat pada kasus ini
masih fase akut sehingga pertimbangan untuk pemeriksaan ini dapat dilakukan.
deteksi antibodi IgM S.Typhi pada anak demam hari ke-4 dengan nested PCR
positif 43% dan nilai duga negatif 83%, sehinggapemeriksaan ini tidak dianjurkan
dianggap sebagai positif kuat dan untuk skor 4 positif lemah yang menunjukan
infeksi awal atau sedang terjadi. Namun,interpretasi hasil serologi yang positif
harus berhati-hati pada kasus tersangka demam tifoidyang tinggal di daerah
endemis. IgM anti Salmonella dapat bertahan sampai 3 bulan dalamdarah. Positif
Sampai saat ini baku emas diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan
demam minggu pertama dan awal minggu kedua adalah darah, karena masih
terjadi bakteremia. Hasil kultur darah positif sekitar 40%-60%. Sedangkan pada
minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya diambil dari kultur tinja
(sensitivitas <50%) dan urin (sensitivitas 20-30%). Sampel biakan sumsum tulang
lebih sensitif, sensitivitas pada minggu pertama 90% namun invasif dan sulit
Diagnosis banding
bruselosis, tularemia, shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam
tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai
diagnosis banding.
Komplikasi
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya penyulit atau komplikasi selama
perawatan. Pada teori sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi,
terutama pada yang sudah sakit selama lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang
usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat
Komplikasi antara lain perdarahan, perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan infeksi
organ lain.3
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
sampai koma.
b. Syok septic
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah
turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan
gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan
d. Hepatitis tifosa
e. Pankreatitis tifosa
f. Pneumonia
toraks
Managemen Penatalaksanaan
(2) Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral.
(3) Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah
serat.
(5) Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
selama perawatan.
penderita yang sedang hamil). Namun antibiotik alternatif lain yang dapat
(3) Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam4 kali pemberian per oral
intravena
Prognosis
Untuk kasus ini prognosis dubia at bonam karena tidak adanya penyulit
yang buruk dapat saja terjadi bila terjadi keterlambatan diagnosis, perawatan dan
4. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
Jakarta