Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS ETIKA MAHASISWA INSTITUT TEKNOLOGI

BANDUNG TERHADAP DOSEN


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan pada Semester
Ganjil Tahun Akademik 2019/2020

oleh
Antonius Tanadi 15018031
Yosef Beni Purnomo 15018067
Jevis Xandra 15018078
Julia Azizah 15018084
Priquela Aprilya 15018087
Zhorif Januardi 15018091
Sandy Muhammad Juang Lahati 15018093
Laily Wahyu Munzila 15018102
Atika Zaahiyah Putri 15018105
Yolanda Lisu Sumbung 15018115

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2019
PRAKATA

Pertama-tama puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Etika
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung terhadap Dosen. Laporan penelitian ini merupakan salah
satu tugas mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan pada Semester Ganjil Tahun Akademik
2019/2020 di Institut Teknologi Bandung. Tim penulis sangat berterimakasih kepada pihak-pihak
lain yang sudah membantu untuk menyelesaikan laporan ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Orang tua penulis yang sudah membantu lewat doa dan restunya,
2. Bapak Ridwan Fauzi, M.H. sebagai dosen yang sudah memberikan arahan, saran, dan
bimbingan dalam penyusunan laporan ini,
3. Rekan-rekan mahasiswa lain yang telah membantu memberikan pendapat dan nasehat pada
proses pembuatan laporan ini, dan
4. Seluruh pihak lain yang membantu mewujudkan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat konstruktif guna penyempurnaan laporan ini sangat diharapkan. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandung, 2 Desember 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos. Ethos memiliki arti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral. Etika merupakan istilah dari
bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores juga berarti adat kebiasaan atau
cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari
hal-hal atau tindakan-tindakan yang buruk. Etika dan moral memiliki pengertian yang hampir
sama, tetapi dalam aktivitas sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas merupakan
penilaian terhadap perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang berlaku.
Mahasiswa merupakan sekumpulan manusia intelektual yang akan bermetamorfosis
menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap negara. Oleh karena itu, mahasiswa
sendiri harus memiliki kesadaran diri atas pentingnya norma-norma yang berlaku agar
mahasiswa mengetahui batasan-batasan dan refleksi untuk merespons terhadap lingkungan
sekitar sehingga tidak terjadi tindakan yang merugikan pihak manapun. Dalam konteks
tersebut, etika memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur tindakan seorang
mahasiswa. Seorang mahasiswa yang beretika dapat memfilter dirinya dari dampak buruk
globalisasi, menjadi kontrol dalam beraktivitas, dan memperbaiki serta mempertahankan
moral agar kelestarian moral tetap terjaga.
Salah satu kampus di Indonesia yang berpartisipasi aktif dalam memproduksi manusia
intelektual adalah ITB. Penanaman etika di dalam lingkungan mahasiswa ITB juga sangat
penting untuk menjadikan mahasiswa ITB sebagai mahasiswa yang memiliki kontrol sosial
yang baik dalam menjalani aktivitas sehari-harinya baik di dalam kampus maupun di luar
kampus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman mahasiswa
ITB mengenai etika dan seberapa jauh praktik etika dari mahasiswa ITB khususnya terhadap
dosen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana etika mahasiswa ITB pada umumnya terhadap dosen ITB?
2. Apa faktor yang menyebabkan kurangnya etika mahasiwa terhadap dosen?
3. Apakah telah terjalin hubungan yang harmonis antara mahasiswa ITB dengan dosen?
4. Bagaimanakah pengaruh prestasi akademik mahasiswa ITB terhadap etika yang dimiliki
mahasiswa ITB?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan tujuan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dirumuskan, berikut
tujuan penulisan makalah ini.
1. Memaparkan etika mahasiswa ITB pada umunya terhadap dosen ITB.
2. Memaparkan faktor apa saja yang menyebabkan kurangnya etikan mahasiswa ITB
terhadap dosen.
3. Mengamati dan menjelaskan hubungan keharmonisan antara mahaisiwa ITB dengan
dosen.
4. Mengamati dan menjelaskan pengaruh prestasi akademik mahasiswa ITB terhdapa etika
yang dimiliki mahasiswa ITB.

1.4 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data pendukung penelitian ini ada
dua, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara observasi
kegiatan mahasiswa ITB sehari-hari terutama yang berkaitan dengan etika mahasiswa terhadap
dosen, sedangkan penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara pengisian kuisioner yang akan
dibagikan ke berbagai lingkup sosial mahasiswa ITB.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Kumpulan asas/nilai yang berkenaan
dengan akhlak, nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.” Jika diteliti
dengan baik, etika tidak hanya sekadar sebuah ilmu tentang yang baik dan buruk ataupun bukan
hanya sekadar sebuah nilai, tetapi lebih dari itu bahwa etika adalah sebuah kebiasaan yang baik
dan sebuah kesepakatan yang diambil berdasarkan suatu yang baik dan benar. Dari asal usul
kata, “Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/kebiasaan yang baik.
Perkembangan etika studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada
umumnya.” Kemudian secara etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang
biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-
hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan
yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku”.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: “Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada
dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan
etika berarti ilmu akhlak.”
Pengertian etika menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu ilmu yang memberikan
arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia.
2. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki terhadap suatu
perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan perbuatan manusia sejauh apa
yang diketahui oleh akan serta pikiran manusia.
3. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi suatu acuan
bagi umat manusia secara baik secara individual atau kelompok dalam mengatur semua
tingkah lakunya.
4. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku manusia di dalam
mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral. Etika lebih mengarah ke
penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan benar atau salahnya serta
tingkah laku seseorang terhadap lainnya.
5. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang
membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku
manusia ke dalam kehidupannya.
6. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan tentang suatu perilaku atau
perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruknya yang sejauh mana dapat
ditentukan oleh akal manusia.

Kemudian Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang


pembahasan Etika, sebagai berikut:
• Terminius Techicus, pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Jadi etika memiliki sifat kritis sebagai suatu sifat yang mendasar, karena “Etika
mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku; memiliki dasar norma-norma itu;
mempersoalkan hak dari setiap lembaga, seperti orang tua, sekolah, negara dan agama untuk
memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati.”12 Dari satu sisi, etika membicarakan
suatu fakta apa adanya tentang nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait
dengan situasi dan realitas yang membudaya, ini dinamakan dengan etika deskriptif, sedangkan
menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau
apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini,
merupakan sebuah penekanan dari etika normatif.
Ciri-ciri etika adalah sebagai berikut:
 Etika tetap berlaku meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan.
 Etika sifatnya absolut atau mutlak.
 Dalam etika terdapat cara pandang dari sisi batiniah manusia.
 Etika sangat berkaitan dengan perbuatan atau perilaku manusia.
Secara umum etika dapat di bagi menjadi dua jenis. Mengacu pada pengertian etika di atas,
beberapa jenisnya adalah sebagai berikut:
1. Etika Filosofis
Pengertian etika filosofis adalah suatu etika yang bersumber dari aktivitas berpikir yang
dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, etika merupakan bagian dari filsafat.
Berbicara tentang filsafat maka kita perlu mengetahui sifat dari etika tersebut, yaitu;
 Empiris, yaitu cabang filsafat yang membahas sesuatu yang ada atau konkret.
Misalnya filsafat hukum yang mempelajari mengenai hukum.
 Non Empiris, yaitu filsafat yang berusaha melampaui hal konkret dengan seolah-olah
menanyakan sesuatu yang ada di balik semua gejala konkret.
2. Etika Teologis
Pada dasarnya etika teologis terdapat pada setiap agama. Etika teologis ini adalah bagian
dari etika secara umum karena mengandung berbagai unsur etika umum dan dapat
dimengerti jika memahami etika secara umum.
Misalnya dalam agama Kristen, etika teologis merupakan etika yang bersumber
dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta melihat kesusilaan
bersumber dari kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.
Dalam sejarah manusia, terdapat perdebatan antar manusia mengenai posisi etika
teologis dan etika filosofis di dalam ranah etika. Ada tiga pernyataan yang paling
menonjol dalam menanggapi perdebatan tersebut, yaitu:
1. Revisionisme
Pernyataan mengenai Revisionisme berasal dari Augustinus (354 – 430) dimana
ia menyebutkan bahwa etika teologis memiliki tugas untuk merevisi yaitu
mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
2. Sintesis
Tanggapan mengenai sintesis dinyatakan oleh Thomas Aquinas (1225 – 1274)
dimana ia menyintesiskan etika teologis dengan etika filosofis. Hasil sintesis tersebut
adalah suatu entitas baru dimana etika filosofis dan etika teologis tetap
mempertahankan identitasnya masing-masing.
3. Diaparalelisme
Tanggapan ini dikemukakan oleh F.E.D Schleiermacher (1768 – 1834) dimana ia
mengatakan bahwa etika filosofis dan etika teologis merupakan gejala-gejala yang
sejajar. Dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang selalu berjalan
berdampingan.

2.2 Mahasiswa
Menurut UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mahasiswa adalah
peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi dimana Perguruan Tinggi menyediakan sarana
dan prasarana untuk memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan
kecerdasan mahasiswa. Mahasiswa dapat disebut sebagai sebuah bagian dari sivitas
akademika. Yang dimaksud dengan mahasiswa sebagai anggota sivitas akademika adaoah
mahasiswa diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam
mengembangkan potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan,
praktisi, dan/atau profesional.1 Oleh karena itu, mahasiswa secara aktif mengembangkan
potensinya dengan melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, dan/atau
penguasaan, pengembangan, dan pengamalan suatu cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau
Teknologi untuk menjadi ilmuwan, intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang berbudaya.

1
UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Dalam memposisikan diri sebagai seorang sivitas akademika, mahasiswa memiliki
kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta bertanggung
jawab sesuai dengan budaya akademik. Mahasiswa juga memiliki hak untuk mendapatkan
layanan Pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kemampuannya. Namun hak ini
diiringi juga oleh kewajiban mahasiswa untuk menjaga etika dan menaati norma Pendidikan
Tinggi dalam menjamin terlaksananya Tridharma dan pengembangan budaya akademik. 2
Misi yang dibawa oleh Tridharma Perguruan Tinggi adalah pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Tridaharman ini diwujudkan dalam tugas perguruan tinggi untuk
membentuk manusia susila dan demokrat yang:
1. memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya.
2. cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan.
3. cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat. (Muhammad Hatta) 3
Ungkapan pemikiran Hatta di atas dapat disederhanakan dengan kata-kata bahwa tugas
perguruan tinggi adalah membentuk mahasiswa sebagai insan akademis. Insan akademis yang
dimaksud adalah insan yang memiliki dua peran.4 Peran pertama yaitu untuk selalu
mengembangkan diri sehingga menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi
tantangan masa depan dan peran kedua yaitu selalu mencari dan membela kebenaran ilmiah.
Dengan mengikuti watak ilmu ini maka insan akademis mengemban peran untuk selalu
mengkritisi kondisi kehidupan masyarakatnya di masa kini dan selalu berupaya membentuk
tatanan masyarakat masa depan yang benar dengan dasar kebenaran ilmiah. Dengan tujuan
untuk membentuk insan akademis ini maka, seluruh proses yang berlangsung di perguruan
tinggi adalah proses pendidikan dalam rangka membentuk karakter. Mahasiswa sendiri juga
harus ikut serta mendidik dirinya sendiri (learning by themselves) dengan tetap berpedoman
pada nilai kebenaran ilmiah. 5Mereka harus senantiasa melakukan kritik dan koreksi atas
dirinya sendiri. Apabila itu semua dilakukan dengan segala kesadaran, maka rasa tanggung
jawab sebagai insan akademisakan tertanam. Dalam alam yang merdeka ini mahasiswa

2
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Lembaran Negara RI Tahun 2012 (Jakarta : Sekretariat Negara Jakarta, 2012)
3
Konsepsi Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Amandemen 2019
4
Ibid.
5
Ibid.
menemui suasana yang baik untuk membentuk karakter akademiknya, yaitu kebenaran,
keadilan, kejujuran, dan kemanusiaan.
Identitas mahasiswa selain sebagai insan akademik juga sebagai bagian dari masyarakat
yang memiliki kesempatan lebih untuk mengenyam pendidikan. Oleh karena itu, mahasiswa
memiliki beberapa tuntutan moral. Pertama, mahasiswa dituntut untuk terus berupaya
mengembangkan diri menjadi lapisan masyarakat masa depan yang berkualitas. Kedua, dengan
berlandaskan nilai ilmiah dan moralitas, mahasiswa dituntut untuk aktif bergerak ikut menata
kehidupan bangsanya. 6

2.3 Dosen
Menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan
pengabdian pada masyarakat7. Menurut Indra Djati Sidi, dosen merupakan salah satu faktor
dominan yang menentukan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam melakukan proses
transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral8.
Untuk memperkuat tugas utama, seorang dosen juga dituntut melakukan aktivitas di bidang
pendidikan atau kegiatan lain yang mendukung pada upaya pemberdayaan masyarakat,
seperti; pelatihan, seminar, workshop, kepanitiaan kegiatan, dan sebagainya.
Para dosen yang umumnya merupakan generasi Baby-Boomer (lahir antara tahun 1940an-
1960an) dan Generasi X (lahir 1960an — 1980an), memiliki standar yang berbeda dengan
mahasiswa yang merupakan Generasi Milenial (lahir 1980an — 2000an) dalam hal etika
komunikasi. Sesuatu yang dipandang tidak elok atau tidak sopan oleh dosen, sering kali
dianggap hal yang biasa di mata mahasiswa9. (Kusumawardani, 2018:12)

6
Konsepsi Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Amandemen 2019
7
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Lembaran Negara RI Tahun 2012 (Jakarta : Sekretariat Negara Jakarta, 2012)
8
Indra Djati Sidi, Memijit Masyarakat Belajar: Menggapai Paradigma Ham Pendidikan (Jakarta : PT Logos
Wacana Ilmu, 2001)
9
Kusumawardani. Etika Menghubungi Dosen di Universitas Indonesia (Jakarta : fia.ui.ac.id, 2018)
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

3.1 Hasil Penelitian


3.1.1 Data frekuensi pelanggaran etika mahasiswa
Tabel 3. 1 Frekuensi Pelanggaran Etika Mahasiswa

skala jumlah
tidak pernah 0 0
jarang 1 7
kadang 2 48
sering 3 47
sangat sering 4 40
total 142

3.1.2 Data frekuensi dosen menegur mahasiswa


Tabel 3. 2 Frekuensi Dosen Menegur Mahasiswa
skala jumlah
tidak pernah 0 72
jarang 1 61
kadang 2 8
sering 3 0
sangat sering 4 1
total 142
3.1.3 Pengaruh prestasi akademik mahasiswa terhadap etika

pelanggaran vs IP
4.5
4
3.5
3
2.5
IP

2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Pelanggaran

3.2 Analisis
3.2.1 Analisis etika mahasiswa terhadap dosen
Berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada 50 142 mahasiswa ITB, diketahui
data berbagai pelanggaran yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Pelanggaran yang
pernah dilakukan itu berupa tidur di kelas, berbincang saat pelajaran, terlambat, main
handphone, mengerjakan tugas mata kuliah lain, dan memakai aksesoris/pakaian yang
tidak sesuai dengan peraturan kelas.
Didapatkan bahwa dari 142 responden, tidak ada responden yang belum pernah
melakukan pelanggaran tersebut. Sebanyak 7 dari 142 responden atau sekitar 4,9%
responden merasa jarang (1 kali/semester) melakukan pelanggaran di kelas. Hasil
terbanyak, yaitu 48 dari 142 responden atau sekitar 33,8% responden merasa kadang-
kadang melakukan pelanggaran di kelas (2-3 kali/bulan). Sebanyak 47 dari 142
responden atau sekitar 33,1% responden merasa sering melakukan pelanggaran di kelas
(4-5 kali/minggu). Terakhir, sebanyak 40 dari 142 responden atau sekitar 28,2%
responden merasa sangat sering melakukan pelanggaran di kelas ( > 5 kali/minggu).
Hal ini menunjukkan bahwa dari 142 responden, seluruh mahasiswa pernah
melakukan pelanggaran di kelas. Bahkan, lebih dari seperempat mahasiswa (28,2%)
sangat sering melakukan pelanggaran di kelas. Jumlah mahasiwa yang merasa sering
melakukan pelanggaran di kelas saebanyak 33,1% sering melakukan pelanggaran di
kelas. Sehingga, sebanyak 61,3% atau sekitar 87 dari 142 responden melakukan
pelanggaran di kelas diatas 4 kali seminggu. Hal ini menunjukkan kurangnya etika
mahasiswa terhadap dosen di kelas dan bahwa sikap mahasiswa di kelas masih belum
sesuai dengan norma yang berlaku.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya etika mahasiswa terhadap
dosen dikelas. Pelanggaran pertama, yaitu tidur di kelas, dilakukan oleh 127 dari 142
responden, yaitu sekitar 89,4% responden. Hal yang menyebabkan pelanggaran ini
adalah faktor seperti mahasiswa yang begadang di malam sebelumnya dan dosen yang
tidak menegur mahasiswa yang tertidur di kelas. Walaupun begitu, seharusnya
mahasiswa tidak lagi membutuhkan teguran dari dosen untuk bersikap sesuai aturan.
Pelanggaran kedua, yaitu berbincang dikelas dilakukan oleh hampir semua responden,
yaitu 138 dari 142 responden atau sekitar 97,2% responden. Pelanggaran ini disebabkan
oleh faktor mahasiswa yang tidak menghormati dosen maupun orang disekitarnya.
Pelanggaran ketiga berupa keterlambatan, yang dilakukan oleh 127 dari 142
responden atau sekitar 89,4 responden. Keterlambatan disebabkan oleh faktor seperti
mahasiswa yang lalai dan dosen yang kurang tegas. Pelanggaran selanjutnya, yaitu main
handphone saat pelajaran, dilakukan oleh hampir seluruh responde, yaitu 141 dari 142
responden atau sekitar 99,3%. Pelanggaran ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor
seperti kurangnya minat mahasiswa terhadap mata kuliah yang bersangkutan.
Pelanggaran terakhir, yaitu memakai aksesoris/pakaian yang tidak sesuai dengan
peraturan kelas (contoh: sendal), dilakukan oleh 45 dari 142 responden atau sekitar
31,7%. Hal ini disebabkan oleh keadaan mendesak atau bahkan kurangnya kesadaran
mahasiswa terhadap peraturan. Maka dari itu, didapatkan bahwa faktor utama yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran dan kurangnya etika mahasiswa di kelas adalah
karena kurangnya kedewasaan mahasiswa dalam berpikir dan bertindak dan kurang
kesadaran mahasiswa atas peraturan yang berlaku. Faktor lain berupa kurang pedulinya
beberapa dosen terhadap etika mahasiswa di kelas.

3.2.2 Analisis hubungan yang harmonis antara mahasiswa dan dosen


Dari hasil penelitian kami, acuan untuk menarik kesimpulan mengenai bagaimana
hubungan yang harmonis antara mahasiswa dengan dosen diambil dari data frekuensi
dosen menegur mahasiswa yang melanggar tata tertib, norma kesopanan, dan aturan
lainnya dalam kelas. Hal ini kami simpulkan bahwa secara tidak langsung keharmonisan
antara dosen dengan murid dapat dipengaruhi oleh seberapa sering dosen menegur
mahasiswa di kelasnya.
Berdasarkan data yang kami ambil, dari 142 partisipan terdapat 72 partisipan yang
menyatakan bahwa “tidak pernah” ditegur di dalam kelas atau sekitar 50,7% dari seluruh
partisipan. Apapun pelanggarannya, hal ini bisa saja terjadi karena dosen yang mengajar
tidak terlalu mempermasalakan pelanggaran yang dibuat mahasiswa. Berdasarkan
pengamatan dan informasi yang didapat, terdapat beberapa dosen yang memang,
misalnya tidak mempermasalahkan datang terlambat ke kelas atau, contoh lainnya,
seperti memperbolehkan tidur dalam kelas asalkan tidak mengganggu keberlangsungan
kegiatan belajar mengajar. Hal ini pun bisa disesuaikan juga dengan dosen yang
biasanya saat pertemuan kelas yang pertama akan menerangkan kesepakatan atau aturan
yang berlaku di kelasnya.
Selanjutnya, terdapat 61 dari 142 partisipan atau sekitar 43% menyatakan bahwa
“jarang” ditegur di dalam kelas. Disebutkan “jarang” yaitu dengan frekuensi 1-2
kali/semester. Terdapat 8 dari 142 partisipan atau sekitar 5,634% yang menyatakan
“kadang” ditegur karena berbuat sebuah pelanggaran atau kesalahan. Disebutkan
“kadang” jika dengan frekuensi 1-2 kali dalam sebulan. Terdapat 0 dari 142 partisipan
yang menyatakan “sering” ditegur oleh dosen, yang artinya tidak ada partisipan yang
merasa sering ditegur dosen. Disebutkan “sering” apabila dengan frekuensi 3-5 kali
dalam sebulan. Lalu, terdapat 1 dari 142 partisipan atau sekitar 0,704% yang
menyatakan bahwa “sangat sering” ditegur dosen. Dikatakan “sangat sering” apabila
dengan frekuensi lebih dari 5 kali dalam sebulan ditegur oleh dosen.
Alasan dari teguran tersebut dipastikan karena ada penyebabnya. Hal ini bisa jadi
karena pelanggaran atau kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa memang pantas untuk
ditegur karena memang sudah melewati batas yang bisa ditoleransi dan diharapkan
mahasiswa tersebut tidak akan mengulanginya kembali. Teguran ini bisa menjadi salah
satu cara untuk mengingatkan dan sebagai media pembelajaran untuk mahasiswa
lainnya. Teguran ini diharapakan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kondisi
psikologis kita apabila kita telah bebrbuat suatu kesalahan. Pada dasarnya, teguran
secara langsung akan memengaruhi ego dan rasa malu kita, terutama apabila kita ditegur
di depan banyak orang. Namun, teguran juga harus didukung dengan maksud dan alasan
yang jelas mengapa apa yang mahasiswa perbuat tersebut dianggap sebuah kesalahan,
pelanggaran, atau tidak sopan. Kami beranggapan bahwa teguran yang terjadi bisa
menghasilkan mispersepsi atau kesalahpahaman yang berakibat pada
ketidakharmonisan dosen dengan mahasiswa. Mahasiswa sering menganggap bahwa
dosen yang sering menegur merupakan dosen yang tegas atau bisa dikatakan galak atau
bisa saja dianggap dosen yang sangat ketat atau strict atau kaku terhadap aturan di kelas.
Mahasiswa cenderung menyukai dosen yang terlihat fleksibel dengan aturan dan
keadaan kelas serta bersikap santai karena mahasiswa menganggap dosen yang terlalu
tegas dan kaku hanya makin merepotkan mahasiswa. Mispersepsi inilah yang membuat
teguran dosen malah membuat keharmonisan dosen dan mahasiswa tidak tercapai.
Walaupun tidak semua mahasiswa menganggap seperti ini, adakalanya teguran tersebut
memang ditujukan kepada mahasiswa yang memang membuat kesalahan apalagi
kesalahan tersebut dilakukan terhadap aturan atau tata tertib yang sudah disepakati
bersama.
Setiap dosen memiliki karekteristik dan sifat yang berbeda-beda, begitupula dengan
cara pandangnya. Ada dosen yang fleksibel, ada juga dosen yang ketat dan terksesan
banyak mau, ada dosen yang galak dan menjunjung tinggi kedisiplinan, ada dosen yang
tegas, dan lain-lain. Perbedaan ini secara tidak langsung membuat perlakuan terhdap
setiap dosen pun berbeda-beda. Mahasiswa pun juga suka membandingkan-bandingkan
satu dosen dengan dosen lainnya dan cenderung menunjukan favoritisme terhadap dosen
yang memang banyak disukai mahasiswa.

3.2.3 Analisis pengaruh prestasi akademik mahasiswa ITB terhadap etika yang dimiliki
Gambar 3. menunjukkan pengaruh IP (Indeks Prestasi) mahasiswa ITB terhadap
jumlah pelanggaran yang pernah dilakukan. Parameter IP digunakan untuk mengetahui
tingkat prestasi akademik, sedangkan jumlah pelanggaran menunjukkan etika yang
dimiliki oleh seorang mahasiswa. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa
tidak ada pengaruh antara prestasi akademik dengan etika yang dimiliki seorang
mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa, walaupun seseorang memiliki prestasi
akademik yang tinggi, belum ia memiliki etika dan moral yang baik. Etika seseorang
tidak bergantung kepada intelektualitasnya, melainkan bergantung pada kedewasaan
seseorang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Etika mahasiswa ITB pada umumnya terhadap dosen ITB belum dapat dikatakan baik, hal
ini dapat dilihat bahwa dari hasil kuesioner bahwa dari 142 respoden hanya 4,9%
responden yang jarang melakukan pelanggaran di kelas. Sedangkan sebanyak 33,8%
responden kadang-kadang melakukan pelanggaran-pelanggaran di kelas, 33,1 % responden
sering melakukan pelanggaran dikelas, dan sebanyak 28,2% responden masih sangat sering
melakukan pelanggaran dikelas.
2. Kurang baiknya etika mahasiswa ITB terhadap dosen disebabkan oleh berbagai macam
faktor seperti kurangnya rasa hormat mahasiswa kepada dosen, kurangnya minat
mahasiswa terhadap mata kuliah yang diajarkan oleh dosen bersangkutan, kurangya
kedewasaan mahasiswa dalam berpikir dan bertindak, kurangnya kesadaran mahasiswa
dalam menaati peraturan yang berlaku, dan kurangnya kepedulian dosen itu sendiri akan
etika mahasiswa.
3. Hubungan antara dosen dan mahasiswa telah terjalin harmonis, hal ini dapat dilihat dari
hasil kuesioner bahwa dari 142 Responden, sebanyak 50.7% responden menyatakan tidak
pernah ditegur oleh dosen, 43% responden menyatakan jarang ditegur oleh dosen, 5,634%
responden menyatakan kadang-kadang ditegur oleh dosen, dan tidak ada responden yang
menyatakan sering ditegur oleh dosen.
4. Prestasi akademik yang dimiliki mahasiswa tidak memiliki hubungan dengan etika
mahasiswa selama menjalani masa perkuliahan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3. Hal
ini juga menyatakan bahwa etika mahasiswa tidak bergantung pada intelektualitasnya.
4.2 Saran
Sebaiknya penelitian dilakukan dengan menggunakan jumlah responden yang lebih banyak
lagi agar dapat meningkatkan keakuratan data yang diperoleh dan Perlu ditambahkan metode
lain dalam pengambilan data sepeerti mewawancarai responden agar dapat mengetahui lebih
jelas tentang etika dari mahasiswa-mahasiswa di ITB. Selain itu, ada baiknya jika responden
juga diambil dari dosen ITB, agar analisis dapat dilakukan dengan menggunakan sudut
pandang yang lebih luas agar dapat mengurangi subjektivitas dari data yang dianalisis.
DAFTAR PUSTAKA
Sidi, Indra Djati. 2001. Memijit Masyarakat Belajar: Menggapai Paradigma Ham Pendidikan.
Jakarta : PT Logos Wacana llmu.
Kusumawardani. 2018. Etika Menghubungi Dosen di Universitas Indonesia. (fia.ui.ac.id) diakses
pada 11 November 2019 pukul 05.05
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Lembaran Negara RI Tahun 2012. Sekretariat Negara. Jakarta.
Keluarga Mahasiswa ITB. 2019. Konsepsi KM ITB

Anda mungkin juga menyukai