PENDAHULUAN
1
kurun waktu 2012-2016 dengan masing-masing kunjungan pada tahun 2012
sejumlah 366 pasien dengan mortalitas berjumlah 188 pasien, pada tahun 2013
meningkat menjadi 382 pasien dengan mortalitas berjumlah 210 pasien, tahun
2014 terdapat 368 pasien dengan mortalitas berjumlah 202 pasien, tahun 2015
meningkat menjadi 411 pasien dengan mortalitas berjumlah 206 pasien dan pada
tahun 2016 jumlahnya 404 pasien dengan mortalitas berjumlah 195 pasien.4
Umur dan jenis kelamin sebagai faktor dominan mortalitas akibat stroke,
tetapi keterbatasan dalam penelitian ini adalah data faktor risiko tidak diteliti.
Prevalensi stroke yang tinggi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko
antara lain tekanan darah tinggi, peningkatan gula darah, dan peningkatan lipid
darah. 5
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
3
bagian bawah vermis cerebellum, medulla bagian dorsolateralis, dan pleksus
choroidalis ventrikulus quadratus. Setelah percabangan, arteri vertebralis akan
menyatu menjadi arteri basilaris di bagian bawah pons. Arteri basilaris berjalan di
pons bagian anterior. Arteri ini akan bercabang menjadi arteri cerebellaris
anteroinferior, arteri cerebellaris superior, dan arteri cerebri posterior.6
Arteri cerebellaris anteroinferior memperdarahi cerebellum bagian anterior
dan arteri cerebellaris superior memperdarahi cerebellum bagian dorsalis. Cabang
terakhir dari arteri basilaris adalah arteri cerebri posterior. Arteri ini memperdarahi
lobus oksipitalis cerebrum yang berjalan di bagian medial.6
Circulus Willisi
Circulus Willisi merupakan jaringan kolateral dari arteri – arteri yang
memperdarahi otak. Circulus ini dibentuk dari arteri cerebri anterior, arteri
komunikans anterior, arteri komunikans posterior, dan arteri cerebri posterior.
Bentuk anatomis dari arteri–arteri ini memberikan keuntungan sebagai
kompensasi jika suplai arteri yang lain terhenti, serta menjaga keseimbangan
hemodinamis secara pasif untuk mengalihkan tekanan yang meningkat dalam
intrakranial.6
4
Gambar 2.2 Sirkulus Willisi
5
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan prognosis yang
lebih buruk.8 Banyak kasus stroke hemoragik membutuhkan perawatan jangka
panjang, hanya 20% penderita yang dapat hidup secara independen, sedangkan
40% kasus meninggal dalam 30 hari dan sekitar separuhnya akan meninggal
dalam 48 jam.9
2.4 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:10
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
6
menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak sehingga
pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya
sekunder dari aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian
tekanan darah dan mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma
Charcot-Bouchard),sehingga dapat dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan
otak lebih erat dibandingkan infark otak.
Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :
- Charcot Bourchard mikroaneurysm perdarahan intraserebral ( dari
pembuluh darah yang perforsi)
- Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)
- Hyalinosis dan endapan fibrininfark
b. Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 3
jalan:
1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung.
2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi
menyebabkan penurunan perfusi otak.
3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi
otak.
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama
penyakit serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang
kuat dibandingkan hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus
berperan melalui proses aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis
pembuluh darah otak pada diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple.
Pada diabetes mellitus terjadi :
1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma
yang mungkin berperan dalam penyakit vascular.
7
2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh
darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat
mikrotrombus.
3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam
pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.
d. Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor
risiko penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian
yang membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan
antara stroke dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan
bahwa tidak semua stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain
menemukan bahwa HDL memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya
hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein
serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien yang diobeti dengan
obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.
2.6 Patofisiologi
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. 9
8
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna.9
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Pada beberapa orang tua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan. penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko
kematian dari perdarahan intraserebral.8,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu. 8,9
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma congenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di
sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi
biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke
9
arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah. 8,9
10
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.8
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit8,9,12
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut: 8,9,12
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera. 8,9,12
11
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 8,9,12
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 8
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
2.8 Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama
pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
12
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. 9,11
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral9,11
2.8.1 Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara jenis
stroke seperti tertulis pada tabel di bawah ini :
13
Perhatikan apakah terdapat respon patologis dari saraf kranial I sampai dengan
XII. Adanya respon patologis pada saraf kranial tertentu dapat menunjukkan
letak serta luas lesi yang terjadi.
4. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Motorik
Pada kasus stroke yang merupakan lesi UMN, akan ditemukan kondisi
hiperrefleks disertai dengan peningkatan tonus pada tungkai; namun pada fase
akut dapat ditemukan gejala klinis menyerupai lesi LMN yaitu hiporefleks
yang disertai penurunan tonus. Kekuatan Motorik pts kasus stroke tipikal juga
akan mengalami penurunan pada tungkai sisi kontralateral lesi, baik sebagai
paresis ataupun plegia.
5. Pemeriksaan Refleks Patologis
Pada kasus stroke dan penyakit lesi UMN lainnya, dapat ditemukan adanya
refleks patologis seperti tanda positif Babinski, Chaddock, Gordon, ataupun
Oppenheim.
6. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah Proyektil
Nyeri Kepala
Penurunan Kesadaran
Kejang
2.8.3 Sistem Skoring
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.13
14
Tabel 2.3 Perdarahan Intraserebral berdasarkan Luessenhop
Skor Siriraj
No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran (1) Kompos Mentis x 2,5 +
15
(2) Mengantuk
(3) Semi koma/koma
2 Muntah (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
3 Nyeri Kepala (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
DM (0) Tidak
x (-3) -
Angina Pektoris (1) Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil SSS
Tabel 2.5 Skor Siriraj
16
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi
ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pungsi lumbal juga dapat dilakukan untuk
menyingkirkan dugaan meningitis/ensefalitis; pada pungsi lumbal normal akan
ditemukan likuor serebrospinalis yang jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang
dari 500.13
2. CT Scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke hemoragik, ditemukan gambaran lesi hiperdens tak beraturan
dikelilingi oleh area hipodens. 13
17
Gambar 2.7 CT-Scan Stroke Hemoragik
3. MRI
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
18
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Berikut beberapa tatalaksana
yang diberikan pada pasien stroke iskemik.3
Terapi Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan deficit neurologis yang nyata
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
94%
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
Optimalisasi tekanan darah
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi)
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
Tatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi
19
a) Tinggikan posisi kepala 200 – 300
b) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
d) Hindari hipertermia
e) Jaga normovolernia
f) Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
4. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
5. Pengendalian Suhu Tubuh
Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5 ºC
Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.
20
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan
Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
4. Penatalaksanaan Medis Lain
Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi. Berikan H2 antagonis, apabila
ada indikasi (perdarahan lambung).
2. Reversal of anticoagulation 3
21
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga
aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat
ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K
karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia
atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal
Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Tidak dioperasi bila: 3
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk
life saving.
Dioperasi bila: 3
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
22
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
23
c. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
24
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.3
6. Antihipertensi 3
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila
perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat
terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam
pertama.3
25
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.3
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
26
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan melalui
pipa nasogastrik.
Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
Karbohidrat 30-40% dari total kalori
Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih tinggi 35-
55%)
Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-2,0
g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari).
2.10 Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:14
27
Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang
dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak.
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obatobatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buahbuahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berulang dan tidak menimbulkan komplikasi. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
28
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial.
29
BAB III
PENUTUP
30
31