Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan
pada usia dewasa dan merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah
penyakit jantung iskemik. Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai suatu
defisit neurologis fokal dan/atau global yang timbul mendadak, dengan gejala
yang berlangsung lebih dari 24 jam atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata hanya disebabkan oleh gangguan serebrovaskular.1
Berdasarkan data World Stroke Organization Tahun 2017, Angka kejadian
stroke didunia yaitu 17 juta kasus dengan mortalitas 6,5 juta. 1 dari 6 orang di
dunia akan mengalami stroke. Pada Tahun 2015 stroke merupakan penyebab
kematian tertinggi didunia setelah penyakit jantung iskemik.2 Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013 menunjukkan prevalensi
stroke di Indonesia yaitu 12,1%, 12 dari 1000 orang di Indonesia cenderung
menderita stroke dengan prevalensi tertinggi di Sulawesi selatan 17,9%. 2 Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 26,8% (umur 55-64 tahun), 23,5%
(umur 65 tahun), dan 15,9% (umur 45-55 tahun). Angka kejadian (insiden) stroke
sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari.3
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,
emboli),dan hemoragik akibat perdarahan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan
pada bulan Maret 2017 bahwa data rekam medis di Rumah Sakit Daerah (RSD)
dr. Soebandi Kabupaten Jember menunjukkan prevalensi kunjungan pasien stroke
hemoragik yang di rawat di Rumah Sakit Daerah dr.Soebandi meningkat selama

1
kurun waktu 2012-2016 dengan masing-masing kunjungan pada tahun 2012
sejumlah 366 pasien dengan mortalitas berjumlah 188 pasien, pada tahun 2013
meningkat menjadi 382 pasien dengan mortalitas berjumlah 210 pasien, tahun
2014 terdapat 368 pasien dengan mortalitas berjumlah 202 pasien, tahun 2015
meningkat menjadi 411 pasien dengan mortalitas berjumlah 206 pasien dan pada
tahun 2016 jumlahnya 404 pasien dengan mortalitas berjumlah 195 pasien.4
Umur dan jenis kelamin sebagai faktor dominan mortalitas akibat stroke,
tetapi keterbatasan dalam penelitian ini adalah data faktor risiko tidak diteliti.
Prevalensi stroke yang tinggi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko
antara lain tekanan darah tinggi, peningkatan gula darah, dan peningkatan lipid
darah. 5

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai stroke
hemoragik.
2. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik bagian
Ilmu Penyakit Saraf di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

2
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vaskularisasi Otak


Pada vaskularisasi pada otak ini dibagi menjadi 2 jenis arteri yaitu, arteria
carotis interna dan arteri vertebralis (arteri vertebrobasilaris). Arteri ini terletak di
daerah ruang subarachnoid dan cabang-cabangnya akan beranastomosis pada
permukaan inferior otak yang akan membentuk Circulus Willisi.6

Gambar 2.1 Vaskularisasi Otak


Arteri Carotis Interna
Arteri carotis interna akan bercabang menjadi arteri cerebri anterior, arteri
cerebri media, dan arteri komunikans posterior. Arteri cerebri media merupakan
cabang arteri yang paling besar. Arteri ini selanjutnya berjalan di sulcus lateralis
sylvii dan bercabang menjadi 2, yaitu pars superior yang memperdarahi cerebrum
lobus frontoparietalis dan pars inferior yang memperdarahi cerebrum lobus
temporalis. Arteri ini memperdarahi homunculus pada gyrus.6
Arteri Vertebralis
Arteri vertebralis dextra dan sinistra berjalan di dalam foramina
transversus di sepanjang vertebra servikalis C6 – C1. Sebelum arteri ini menyatu,
masing – masing arteri ini bercabang menjadi arteri cerebellaris posteroinferior
dextra dan sinistra. Kedua arteri ini memperdarahi cerebellum bagian basalis,

3
bagian bawah vermis cerebellum, medulla bagian dorsolateralis, dan pleksus
choroidalis ventrikulus quadratus. Setelah percabangan, arteri vertebralis akan
menyatu menjadi arteri basilaris di bagian bawah pons. Arteri basilaris berjalan di
pons bagian anterior. Arteri ini akan bercabang menjadi arteri cerebellaris
anteroinferior, arteri cerebellaris superior, dan arteri cerebri posterior.6
Arteri cerebellaris anteroinferior memperdarahi cerebellum bagian anterior
dan arteri cerebellaris superior memperdarahi cerebellum bagian dorsalis. Cabang
terakhir dari arteri basilaris adalah arteri cerebri posterior. Arteri ini memperdarahi
lobus oksipitalis cerebrum yang berjalan di bagian medial.6
Circulus Willisi
Circulus Willisi merupakan jaringan kolateral dari arteri – arteri yang
memperdarahi otak. Circulus ini dibentuk dari arteri cerebri anterior, arteri
komunikans anterior, arteri komunikans posterior, dan arteri cerebri posterior.
Bentuk anatomis dari arteri–arteri ini memberikan keuntungan sebagai
kompensasi jika suplai arteri yang lain terhenti, serta menjaga keseimbangan
hemodinamis secara pasif untuk mengalihkan tekanan yang meningkat dalam
intrakranial.6

4
Gambar 2.2 Sirkulus Willisi

2.2 Definisi Stroke


Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai suatu defisit neurologis fokal
dan/atau global yang timbul mendadak, dengan gejala yang berlangsung lebih dari
24 jam atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata hanya disebabkan
oleh gangguan serebrovaskular.1
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.7

Gambar 2.3 Stroke Hemoragik


2.3 Epidemiologi
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya.8
Selain itu ada sekitar 40-80% akhirnya meninggal pada 30 hari pertama
setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%wanita dan 53% kali-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur

5
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan prognosis yang
lebih buruk.8 Banyak kasus stroke hemoragik membutuhkan perawatan jangka
panjang, hanya 20% penderita yang dapat hidup secara independen, sedangkan
40% kasus meninggal dalam 30 hari dan sekitar separuhnya akan meninggal
dalam 48 jam.9

2.4 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:10
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma

2.5 Faktor Risiko


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
hemoragik:11
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis
serebral dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi
otak dan merusak struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular.
Infark dan perdarahan otak merupakan stadium akhir akibat memburuknya
gangguan vaskular pada otak.
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan
patologik yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang
mempunyai dinding yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor
predisposisi stroke secara langsung dan peningkatan proses aterogenesis
merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak. Selain itu hipertensi

6
menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak sehingga
pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya
sekunder dari aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian
tekanan darah dan mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma
Charcot-Bouchard),sehingga dapat dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan
otak lebih erat dibandingkan infark otak.
Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :
- Charcot Bourchard mikroaneurysm perdarahan intraserebral ( dari
pembuluh darah yang perforsi)
- Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)
- Hyalinosis dan endapan fibrininfark
b. Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 3
jalan:
1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung.
2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi
menyebabkan penurunan perfusi otak.
3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi
otak.
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama
penyakit serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang
kuat dibandingkan hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus
berperan melalui proses aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis
pembuluh darah otak pada diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple.
Pada diabetes mellitus terjadi :
1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma
yang mungkin berperan dalam penyakit vascular.

7
2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh
darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat
mikrotrombus.
3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam
pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.
d. Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor
risiko penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian
yang membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan
antara stroke dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan
bahwa tidak semua stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain
menemukan bahwa HDL memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya
hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein
serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien yang diobeti dengan
obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.

2.6 Patofisiologi
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. 9

Gambar 2.4Stroke Hemoragik

8
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna.9

A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Pada beberapa orang tua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan. penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko
kematian dari perdarahan intraserebral.8,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu. 8,9
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma congenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di
sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi
biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke

9
arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah. 8,9

Gambar 2.5 Perdarahan Intraserebral dan Subaraknoid

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit. Gejala klinis stroke ada berbagai macam,
diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat
dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan,
tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam
ventrikel.8,9,12
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri. 8,9,12

10
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.8
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit8,9,12
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut: 8,9,12
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera. 8,9,12

11
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 8,9,12
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 8
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa

Tabel 2.1. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Subaraknoid

2.8 Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama
pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,

12
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. 9,11
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral9,11
2.8.1 Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara jenis
stroke seperti tertulis pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Perbedaan Stroke Iskemik dan Hemoragik

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien stroke untuk
membantu penegakkan diagnosis antara lain adalah:12
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Pada serangan akut stroke, seringkali ditemukan peristiwa penurunan
kesadaran yang mengakibatkan penurunan GCS. Selain itu, tekanan darah
juga penting untuk diperiksa dikarenakan hipertensi merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya serangan stroke.
2. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Rangsang meningeal diperiksa untuk menghilangkan dugaan diagnosis
banding lainnya seperti dugaan meningitis, ensefalitis, ataupun
meningoensefalitis. Pada kasus stroke, rangsang meningeal tidak ditemukan.
3. Pemeriksaan 12 Saraf Kranial

13
Perhatikan apakah terdapat respon patologis dari saraf kranial I sampai dengan
XII. Adanya respon patologis pada saraf kranial tertentu dapat menunjukkan
letak serta luas lesi yang terjadi.
4. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Motorik
Pada kasus stroke yang merupakan lesi UMN, akan ditemukan kondisi
hiperrefleks disertai dengan peningkatan tonus pada tungkai; namun pada fase
akut dapat ditemukan gejala klinis menyerupai lesi LMN yaitu hiporefleks
yang disertai penurunan tonus. Kekuatan Motorik pts kasus stroke tipikal juga
akan mengalami penurunan pada tungkai sisi kontralateral lesi, baik sebagai
paresis ataupun plegia.
5. Pemeriksaan Refleks Patologis
Pada kasus stroke dan penyakit lesi UMN lainnya, dapat ditemukan adanya
refleks patologis seperti tanda positif Babinski, Chaddock, Gordon, ataupun
Oppenheim.
6. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
 Muntah Proyektil
 Nyeri Kepala
 Penurunan Kesadaran
 Kejang
2.8.3 Sistem Skoring
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.13

14
Tabel 2.3 Perdarahan Intraserebral berdasarkan Luessenhop

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi


mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan
berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan
keluaran pasien.
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala
deselerasi awal
V Koma
Tabel 2.4 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

Skor Siriraj
No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran (1) Kompos Mentis x 2,5 +

15
(2) Mengantuk
(3) Semi koma/koma
2 Muntah (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
3 Nyeri Kepala (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
 DM (0) Tidak
x (-3) -
 Angina Pektoris (1) Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil SSS
Tabel 2.5 Skor Siriraj

SSS < -1 : Stroke Non Hemoragik


SSS > 1 : Stroke Hemoragik
Skor Gadjah Mada

Gambar 2.6. Algoritma Skor Gadjah Mada

2.8.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium

16
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi
ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pungsi lumbal juga dapat dilakukan untuk
menyingkirkan dugaan meningitis/ensefalitis; pada pungsi lumbal normal akan
ditemukan likuor serebrospinalis yang jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang
dari 500.13

2. CT Scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke hemoragik, ditemukan gambaran lesi hiperdens tak beraturan
dikelilingi oleh area hipodens. 13

Tabel 2.6 Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

17
Gambar 2.7 CT-Scan Stroke Hemoragik
3. MRI
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.

Tabel 2.7 Gambaran MRI Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.

18
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Berikut beberapa tatalaksana
yang diberikan pada pasien stroke iskemik.3
Terapi Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan deficit neurologis yang nyata
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
94%
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar.
 Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi)
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
 Tatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi

19
a) Tinggikan posisi kepala 200 – 300
b) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
d) Hindari hipertermia
e) Jaga normovolernia
f) Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
4. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
5. Pengendalian Suhu Tubuh
 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5 ºC
Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.

20
2. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan
 Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
4. Penatalaksanaan Medis Lain
 Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
 Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
 Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi. Berikan H2 antagonis, apabila
ada indikasi (perdarahan lambung).

Penatalaksanaan Khusus Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
1. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.

2. Reversal of anticoagulation 3

21
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga
aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat
ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K
karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia
atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal
Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Tidak dioperasi bila: 3
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk
life saving.
Dioperasi bila: 3
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

22
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 3
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30  dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 3
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang
gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA. 3
Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang
setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan
pasien dengan PSA.
a. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
b. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

23
c. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 3


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:

24
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.3
6. Antihipertensi 3
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila
perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat
terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam
pertama.3

25
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.3
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.

26
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
 Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan melalui
pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
 Karbohidrat 30-40% dari total kalori
 Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih tinggi 35-
55%)
 Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-2,0
g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari).

2.10 Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:14

27
Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang
dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak.
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obatobatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buahbuahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berulang dan tidak menimbulkan komplikasi. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan

28
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial.

29
BAB III

PENUTUP

Stroke didefinisikan sebagai suatu defisit neurologis fokal dan/atau global


yang timbul mendadak, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata hanya disebabkan oleh
gangguan serebrovaskular. stroke menjadi penyebab kematian ketiga di dunia
setelah penyakit jantung coroner dan kanker. Di dunia, 15 juta orang menderita
stroke setiap tahun, sepertiganya meninggal, sepertiga mengalami cacat permanen.
Secara umum stroke dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu stroke iskemik
dengan prevalensi sebanyak 85% dan stroke hemoragik dengan prevalensi 15%.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak.
Dalam penanganan stroke, prinsipnya adalah “time is brain”, makin
lambat penanganan stroke, makin banyak sel otak dan sinaps yang mengalami
kerusakan, dan makin besar kemungkinan pasien akan mengalami cacat permanen
bahkan meninggal. Tatalaksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada
otak, mengoptimalkan pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Mengingat
besarnya dampak yang ditimbulkan oleh stroke, upaya preventif dan terapi yang
efektif akan sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat

30
31

Anda mungkin juga menyukai